Barat Kalah Perang Ideologi Melawan Kaum Muslim
Bagian 4 Kembalinya Khilafah
21 Mengapa Barat Kalah Dalam Perang Ideologi Melawan Kaum Muslimin
"Barat memenangi dunia tidak dengan superioritas ide-idenya atau nilai-nilainya atau agamanya tapi dengan superioritasnya dalam mengaplikasikan kekerasan terorganisasi. Orang-orang Barat sering melupakan fakta ini, orang-orang non-Barat tidak pernah.” – Samuel P. Huntington
Selama kunjungannya ke Eropa, George Bush menekankan kepada para tuan rumah Eropanya bahwa menyebarkan kebebasan dan demokrasi adalah satu-satunya cara untuk mengalahkan terorisme di Timur Tengah dan dunia Muslim yang lebih luas. Pernyataannya menggaungkan doktrin familiar kepresidenannya – kebebasan menang atas terorisme.
Tapi, dengan menentukan perjuangannya sebagai kebebasan versus terorisme, pemerintahan Bush telah menghindari menjawab beberapa pertanyaan tepat seperti – Apa itu terorisme? Siapakah para teroris? Siapakah musuh di mata Bush dan para pendetanya yaitu para neo-konservatif?
Komisi 9/11 menekankan bahwa istilah perang terhadap terorisme adalah menyesatkan dan merekomendasikan bahwa itu harus dinamai ulang untuk menempatkan penekanan ideologis lebih besar melawan Islam. Pada Oktober 2001 Jenderal AS Wesley Clark, mengatakan bahwa perang AS melawan terorisme “adalah perang melawan Islam” yang akan mendefinisikan Islam sebagai kekuatan “damai atau militan” dalam masyarakat xxvii. Tapi yang lain berargumen bahwa itu harus dilabeli secara tepat perang melawan Islam politik.
Perbedaan apapun yang ada di antara para elit politik Amerika atas penamaan perang itu, terdapat sedikit ditemukan di antara orang umum Amerika. Terima kasih kepada korporat media yang takut-Islam, kebanyakan orang Amerika tak pandang orientasi politik mereka memandang perang terhadap teror sebagai pertarungan melawan Islam.
Kondisi yang sama ada di Eropa. Kurangnya keberanian di sisi kelas politik Eropa untuk mengkonfrontasi Bush mengenai pertanyaan-pertanyaan itu bersama dengan media yang Islamophobic telah meyakinkan orang-orang umum Eropa bahwa musuh baru mereka adalah Islam dan kaum Muslimin yang tinggal di tengah mereka.
Sebelum 9/11 umat Islam memandang bahwa intervensi Amerika di tanah-tanah mereka adalah bagian dari pertarungan berlanjut antara Islam dan Barat. Masa setelah 9/11 hanya memperkuat pandangan ini. Hari ini mayoritas luar biasa luas umat Muslim serempak yakin bahwa perang terhadap terorisme adalah perang melawan Islam dan kaum Muslimin.
Maka di balik parade Bush memerangi terorisme benturan antara Islam dan Barat terjadi dan benar-benar berlangsung. Pertarungan ini sedang dipertarungkan di beberapa level. Yang terpenting dari semuanya adalah pertarungan ideologi. Pemenang perang ini akan menentukan apakah masa depan milik Islam atau liberalisme sekular Barat.
Jadi pertanyaannya yang sekarang muncul adalah siapa yang memenangkan perang ide-ide ini? Jawabannya adalah Barat kalah perang ideologi melawan Islam sejak lama. Ini karena beberapa alasan berikut:
1. Barat telah membelanjakan 200 tahun terakhir memerangi pemikiran Islam dengan harapan memisahkan Kaum Muslimin dari Islam. Kampanye ini mulai dengan para orientalis yang mempelajari Islam dan menyerang kepercayaannya dan aturan-aturannya.
Sebagai contoh mereka menyerang sumber ketuhanan Qur’an, jihad, poligami, sistem hukuman Islam dan Khilafah. Tapi biarpun usaha terorganisasi untuk mengalienasi umat Islam dari Islam ini, Barat menghadapi kebangkitan kembali Islam baik di rumah maupun di luar negeri.
Di Barat, Islam adalah agama yang paling cepat tumbuh baik di kalangan imigran maupun komunitas asli. Antara 1989 dan 1998 populasi Islam di Eropa tumbuh lebih dari 100%, menjadi 14 juta (sekitar 2% dari populasi), menurut statistika PBB, xxviii “Dalam 20 tahun kedepan jumlah orang Inggris yang berganti agama akan menyamai atau mengalahkan komunitas imigran Muslim yang membawa keyakinan itu ke sini”, kata Rose Kendrick si penulis textbook guide to the Koran xxix – buku teks panduan untuk Qur’an. Amerika tidaklah kebal dari fenomena ini. Seorang ahli mengestimasi bahwa 25.000 orang setahun menjadi Muslim di AS; beberapa pendeta mengatakan mereka melihat tingkat konversi berlipat 4 sejak 11 September xxx.
Selain angka konversi, sikap kaum Muslim yang tinggal di Barat terhadap liberalisme sekular sama-sama mengutuk. Polling ICM akhir-akhir ini yang mensurvei sikap Umat Muslim di Inggris mempublikasikan hasil berikut: 81% memandang kebebasan berbicara sebagai suatu cara untuk menghina Islam, 61% mendukung syariat, 88% menginginkan Islam di sekolah-sekolah, dan 60% tidak berpikir mereka perlu berintegrasi.
Jika ini adalah gambaran kaum Muslimin di salah satu benteng utama pencerahan maka seseorang hanya bisa menduga pendirian dunia Muslim terhadap nilai-nilai sekular liberal. Cukup untuk mengatakan bahwa Barat telah gagal untuk meyakinkan massa Muslim bahwa budaya Barat lebih baik daripada Islam.
2. Di masa lalu Barat mempergunakan jasa-jasa para modernis seperti Rifa’a at-Tahtawi (1801-1873), Jamal Ad-Din Al-Afghani (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), Taha Hussein (1889,1973), Rasyid Rida (1865-1935) dan Syed Ahmad Khan (1817-1898) untuk menjadi ujung tombak kampanye mereka mengintroduksi budaya Barat di bawah selubung Islam. Dampak dari para reformis ini tidak hanya dinihilkan tapi juga dibalik.
Hari ini para modernis menemukan diri mereka sendiri di dalam situasi sulit. Mereka ditolak oleh Kaum Muslimin dan dipandang sebagai instrumen imperialisme budaya mengerjakan perintah Barat untuk merendahkan Islam.
Di mata Barat mereka dipandang sebagai terlalu Islami dan tidak lagi dipercayai dengan tanggung jawab memalingkan Umat Islam dari Islam. Keputusan Amerika untuk membatalkan visa Tariq Ramadan dan kebencian media pada kunjungan Al-Qardawi ke Inggris memadatkan ketidakpercayaan Barat terhadap para modernis. Secara keseluruhan mereka didiskreditkan dan telah menjadi tidak relevan dalam perang ide antara Barat dan Islam.
3. Hantaman terbesar yang dilakukan oleh Barat melawan dunia Islam terjadi pada 3 Maret 1924 ketika Inggris melalui kaki tangannya, Mustafa Kamal, menghancurkan Khilafah. Lord Curzon berbicara di House of Commons mengatakan, “Poin yang menjadi perhatian adalah bahwa Turki telah dihancurkan dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan spiritualnya: Khilafah dan Islam.” Dengan demikian, berbagai kekuatan Eropa mengukir tanah-tanah Islam dan membagi-baginya di antara mereka, mendirikan penguasaan kolonial langsung atas rakyat Muslim.
Massa Muslim untuk pertama kalinya terekspos pada solusi-solusi Barat mulai dari solusi ekonomi yang menggarong kekayaan mereka hingga silabus pendidikan yang memisahkan mereka dari sejarah mereka, mereduksi Islam menjadi hanya satu set ritual dan mengajari mereka bagaimana berpikir seperti orang Barat.
Selain itu, Islam dihapus dari kehidupan temporer hanya untuk diganti dengan aturan sekular. Kemudian Barat memberi kemerdekaan semu kepada negeri-negeri Muslim yang telah mereka ciptakan dan menancapkan para budak setia untuk menjaga kepentingan-kepentingan Barat dan untuk berkuasa atas rakyat Muslim mewakili Barat.
Jika Barat berpikir bahwa 8 tahun pemaksaan sekularisme telah cukup untuk menjauhkan massa Muslim dari Islam politik maka mereka salah sejauh-jauhnya. Kekuatan dan arah kebangkitan Islam hari ini telah menarik perhatian para pemimpin Barat. Vladimir Putin, Tony Blair dan Donald Rumsfeld telah bergabung dengan daftar panjang para pemimpin Barat pendahulu di 2004 memberi peringatan tentang bahaya bangkitnya Khilafah. Ini diringkas secara singkat oleh Kissinger yang mengatakan, “… apa yang kita sebut terorisme di Amerika Serikat, tapi yang sebenarnya adalah kebangkitan Islam radikal melawan dunia sekular, dan melawan dunia demokrasi, mewakili pendirian-kembali semacam Khilafah xxxi”.
4. Terdapat cacat bawaan dalam ideologi sekularisme, yang telah mengakibatkan penolakan yang bisa dipastikan oleh dunia Muslim. Ini karena sekularisme bersikeras membatasi peran Islam dalam masyarakat pada sembahyang pribadi saja. Berbagai keputusan politik tentang mengatur masyarakat dilimpahkan kepada manusia. Sekularisme ini secara langsung berkontradiksi dengan doktrin umat Islam, yang menganggap politik sebagai bagian tak terpisahkan dari Islam yaitu bagi Umat Muslim Islam adalah politik. Bernard Lewis memberi penilaian yang mirip dan mengatakan, “Ketiadaan sekularisme dalam Islam dan penolakan luas sekularisme imporan yang diinspirasi oleh contoh Kristen, bisa diatribusikan pada perbedaan-perbedaan besar keyakinan dan pengalaman kedua budaya religius itu xxxii“.
Selain itu, sekularisme selalu membiarkan kekosongan spiritual, khususnya ketika umat manusia dikonfrontasi dengan masalah-masalah, yang tidak mampu mereka pecahkan. Memisahkan Tuhan dari hal-hal temporal hanya mempertegas perasaan ini. Adalah kelemahan intelektual yang telah berkontribusi pada naiknya Islam politik secara dramatis di bawah kekuasaan otokratis sekular, yang menjangkiti banyak dunia Muslim.
Barat harus mengambil pelajaran dari ketidakmampuan komunisme memisahkan kaum Muslimin dari Islam. Komunisme ideologi yang jauh lebih dalam daripada sekularisme juga gagal untuk meyakinkan massa Muslim akan paham materialisme dan hukum-hukum buatan manusia.
5. Duplikasi Barat dalam mempromosikan nilai-nilai Barat di seantero dunia Muslim telah sangat merusak kredibilitasnya. Khususnya, setelah 11 September, ketika standar ganda Barat mencapai ketinggian baru. Itu adalah episode Abu Ghraib yang mengungkap tingkat sifat hipokrit barat yang sebenarnya dan kebenciannya terhadap kaum Muslimin.
Ide-ide Barat seperti kebebasan, demokrasi, hak-hak manusia diberi hantaman menghancurkan tidak oleh Umat Islam, tapi oleh Amerika yang disebut-sebut pembela kemerdekaan. Bahkan para penguasa antek di dunia Muslim dibiarkan menganga heran dan tidak bisa membentengi Amerika dari kriminalitas jahat yang dilakukannya sendiri.
Dalam satu ayunan, Amerika oleh hasil perbuatannya sendiri telah merusak secara permanen kedudukannya di dunia Muslim dan telah sangat melemahkan ide-ide yang mewakili pondasi peradaban Barat. Sebegitunya, hingga banyak non-Muslim yang mempertanyakan validitas ide-ide itu dan peran penipuan yang dimainkan oleh para pemerintah mereka di luar negeri.
Maka untuk pertama kalinya, para pemerintah Barat berhadapan dengan tantangan untuk meyakinkan warganya sendiri bahwa nilai-nilai itu harus ditekan di rumah, sementara ditimpakan secara paksa atas dunia Muslim. Mungkin orang-orang Barat harus mencari naungan pada kata-kata Oscar Wilde yang mengatakan, “Demokrasi artinya hanya sekedar pemaksaan rakyat, oleh rakyat untuk rakyat.”
Itu adalah beberapa alasannya, yang telah berkontribusi pada penolakan dunia Muslim atas budaya Barat dan filosofi sekular liberalnya.
Realitas menyolok di hadapan para pemerintah Barat hari ini adalah bahwa Umat Muslim telah memenangkan perang ide. Bab pertarungan ideologi antara Umat Islam dan Barat sedikit atau banyak ditutup. Tapi bab pertarungan politik antara Umat Islam dan Barat masih terbuka – meski untuk periode tertentu. Ini karena Barat dan para anteknya tidak punya sisa legitimasi di dunia Muslim. Para antek itu hanya hidup karena dukungan teguh dari kekuatan-kekuatan Barat.
Oleh karena itu Barat dan para bonekanya berdiri sendiri dalam menyiksa Umat untuk menerima nilai-nilai Barat. Sementara Umat berdiri tegar menolak budaya Barat dan menyerukan kembalinya Negara Islam global. Kedua posisi itu tidak bisa dikompromikan dan polarisasi sudut pandang antara para rezim dan rakyatnya tidak bisa berlangsung selamanya.
Hanyalah masalah waktu sebelum Kaum Muslimin menggulingkan kekuasaan sekular, yang telah secara zalim ditimpakan atas mereka. Merasakan kegagalan para anteknya dalam menghadapi Islam politik, Barat di bawah alasan memerangi terorisme berusaha menjajah-kembali tanah-tanah Muslim dalam taruhan putus asa untuk memperkuat nilai-nilainya dan untuk melindungi kepentingan-kepentingan materialnya.
Perilaku Barat terhadap dunia Muslim bisa diibaratkan dengan seorang guru sekolah yang gagal. Seorang guru sekolah yang gagal adalah seseorang yang terus memukul murid-muridnya dalam harapan kosong menanamkan dalam diri mereka nilai-nilai sekolah. Sebaliknya, si guru tidak hanya kehilangan kendali atas kelas tapi juga meruntuhkan institusi yang dia coba untuk lindungi itu.
Malahan orang-orang Barat punya lebih sedikit untuk ditakuti dari para Islamis dan lebih banyak untuk ditakuti dari para pemerintah mereka sendiri yang atas nama kebebasan dan demokrasi perlahan tapi pasti meruntuhkan pondasi-pondasi peradaban mereka sendiri.
Maret 1, 2005
[ Barat Kalah Perang Ideologi Melawan Kaum Muslim ]