Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 03 Agustus 2010

Sekularisme adalah Musuh Sebenarnya

Sekularisme adalah Musuh Sebenarnya


Bagian 1 Perang Ide-Ide : Kapitalisme Barat versus Islam


4 Sekularisme Bukannya Islam adalah Musuh Vatican Sebenarnya
"Selama periode Khalifah-Khalifah orang-orang Kristen dan Yahudi terpelajar tidak hanya dihormati tapi juga ditunjuk untuk tanggung jawab yang besar, dan dipromosikan ke pekerjaan tingkat tinggi pemerintah ... Dia (Khalifah Harun al-Rasyid) tidak pernah memandang di negara mana seorang terpelajar tinggal atau kepercayaan dan keyakinannya, tapi hanya kehebatannya di bidang studi."
- Dr. William Draper


Upacara penobatan Kardinal Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI telah membawa ke depan sekumpulan masalah, yang mengancam menjatuhkan kepausannya. Yang terbesar di antaranya adalah tantangan dari Islam dan sekularisasi Kristen di Eropa.


Vatikan tampak terpecah tentang bagaimana menjegal Islam. Beberapa kardinal setuju dengan muslim moderat dan mengerucutkan sikap-sikap Vatican terhadap Islam. "Paus selanjutnya haruslah seseorang yang mampu berdialog dengan berbagai agama dunia, dan khususnya Islam ... Islam sedang bangkit, dan Kristen, setidaknya di dunia maju, sedang merosot", kata Reverend Keith F. Pecklers, seorang profesor Jesuit teologi di Pontifical Gregorian University. Pendekatan ini mirip dengan yang dirancang oleh Paus John Paul II yang di tahun 1986 menjadi Paus pertama yang mengunjungi satu negeri Muslim. Selama kunjungannya ke Maroko dia berkata, "Kita percaya pada Tuhan yang sama, satu dan satu-satunya Tuhan, yang menciptakan dunia dan menciptakan makhluk-makhluknya sempurna." Maka doktrin dialog antar-agama dengan Islam lahir. Untuk 20 tahun yang akan datang doktrin ini mendefinisi hubungan-hubungan antara Vatikan dan dunia Islam.


Para Kardinal lainnya memilih posisi yang lebih keras terhadap Islam. John Allen, koresponden Vatikan the National Catholic Reporter, skeptis bahwa terdapat yang namanya Islam moderat. "Mereka (para kardinal) berpikir bahwa yang dibutuhkan adalah cinta keras. Skenario bencananya adalah bahwa suatu hari kita akan bangun tidur dan Tanah Suci sudah kosong dari orang Kristen", kata Allen. Pandangan yang diekspresikan oleh kelompok ini tampak selaras dengan Paus Benediktus XVI, yang beberapa lama yang lalu menertawakan ide Turki bergabung dengan Eropa Kristen. Agustus lalu, Ratzinger mengatakan, "Dalam berjalannya sejarah, Turki selalu merepresentasikan benua yang berbeda, kontras secara permanen dengan Eropa. Membuat kedua benua jadi mirip akan menjadi suatu kesalahan." Pada Nopember 2004 Ratzinger mengkritik Kaum Muslimin karena mempolitisasi Islam dan menekankan bahwa kaum Muslim sangat perlu belajar dari Kristen. Ratzinger bilang, "Kaum Muslimin harus belajar dari budaya Kristen pentingnya kebebasan beragama, dan pemisahan antara gereja dan negara."


Di dunia nyata, tantangan-tantangan dari Islam tidak hanya dilebih-lebihkan oleh Vatikan, tapi juga tidak berarti jika dibandingkan dengan pengaruh sekularisme pada dunia milyaran orang Katolik. Ancaman yang jauh lebih besar adalah sekularisasi Katolik di Eropa, yang secara signifikan lebih tinggi daripada benua lain. Hanya 21% orang Eropa yang mengatakan bahwa agama adalah 'sangat penting' bagi mereka, menurut Studi Nilai-Nilai Eropa, yang dilakukan pada 1999 dan 2000 dan dipublikasikan 2 tahun lalu. Survei yang mirip di Amerika Serikat oleh Pew Forum on Religion and Public Life mencatat angka hampir 60%. Di luar itu, kehadiran sembahyang mereka merosot tajam di seantero Eropa.


Di antara orang Katolik, hanya 10% di Belanda, 12% di Perancis, 15% di Jerman dan Austria, 18% di Spanyol dan 15% di Italia yang mengunjungi sembahyang mingguan. Oleh karena itu tidaklah mengagetkan adanya orang-orang Katolik yang menyuarakan perhatian besar bagi masa depan Kristen di Eropa sekular. "Beberapa orang memandang Eropa dan melihatnya lelah secara spiritual, jika tidak mati," kata Reverend John Wauck, yang mengajar di Universitas Pontifical of Holy Cross di Roma.


Selain merosotnya populasi Kristen di Eropa, ancaman prinsip bagi Vatikan datang dari arahan para fundamentalis sekular yang kuat dalam menampakkan keyakinan Katolik sebagai kesalahan. Ajaran Katolik mengenai inaugurasi pendeta wanita, pengendalian kelahiran, aborsi, pernikahan homoseksual, adopsi oleh pasangan homoseksual, euthanasia dan komersialisasi Natal merupakan kekuatan serangan ini. Berkomentar atas tren ini, Wauck bilang bahwa Uni Eropa tampak terinfeksi oleh "budaya sekular radikal". Ratzinger memberikan penilaian yang serupa berjam-jam sebelum pertemuan yang telah berlangsung memilih paus yang baru. Dia berkata, "Kita bergerak menuju kediktatoran relativisme . . . yang tidak mengakui ketetapan apapun dan hanya menggunakan ego sendiri dan ambisi sendiri sebagai penilai terakhir."


Sekarang bahwa Ratzinger telah dipasang secara resmi sebagai Paus yang baru dia harus memutuskan bagaimana cara terbaik untuk melindungi Katolikisme dan nilai-nilainya. Perhatian awalnya dan para kardinal yang memilihnya adalah untuk memenangkan atas mereka yang telah meninggalkan Katolikisme demi gaya hidup agnostik (percaya Tuhan tapi tak mau aturan). Untuk menyelesaikan ini, Paus Benedict XVI tidak bisa menggandengkan dirinya dengan kekuatan-kekuatan sekular dunia atau bergantung pada berbagai institusi sekular dunia untuk mempertahankan keyakinan Kristen.


Sekularisme dan para praktisinya meski adalah produk sampingan dari sejarah Kristen-Judaeo tidaklah tertarik untuk mempertahankan Kristen atau keyakinan apapun. Sebagai contoh, pada Mei 2001 Presiden Bush tidak melakukan apapun untuk mencegah Israel dari membombardir Gereja Nativity, meski ada seruan kuat dari Paus John Paul II dan para pemimpin sekte Kristen lain. Demikian juga, sebelum invasi Amerika ke Irak di 2003, Presiden Bush menolak untuk bertemu dengan Kristen evangelis yang menentang perang itu, tapi meneruskan untuk menggembirakan para pelobi dari perusahaan-perusahaan minyak.


Agama dan orang yang menyebarkan kepercayaan religius adalah musuh bagi para sekular fundamentalis dan sama sekali tidak ditolerir. Orang berkepercayaan yang ingin mempertahankan identitas agamanya menjadi sasaran penganiayaan di dalam masyarakat sekular. Para penguasa sekular menggunakan berbagai instrumen seperti media dan medium politik untuk terus-menerus memburu mereka yang menolak nilai-nilai sekular. Ini terus berlanjut hingga mereka menyerah atau mengubah kepercayaannya supaya sesuai dengan pandangan-dunia materialistis orang-orang sekular.


Katolikisme sebagaimana kepercayaan Kristen lainnya telah sangat menderita di bawah kebiasaan negara-negara sekular barat, terutama negara-negara Eropa. Mendesak di belakang topeng 'kebebasan berbicara', dan 'kebebasan beragama', para sekularis telah tidak henti-hentinya menganiaya Katolikisme dan memaksa Gereja Roma untuk mengadopsi pandangan dan praktek mereka. Hari ini, ajaran dan keyakinan Katolik sedikit sekali dikenali dan menghadapi kepunahan dekat, kecuali Vatikan mengambil pendirian kuat melawan kekuatan-kekuatan sekular.


Membentuk suatu aliansi dengan kepercayaan dunia lainnya seperti Judaisme, Hinduisme, Sikhisme, dan denominasi Kristen lainnya tidak akan membalik nasib Gereja Roma. Agama-agama itu tidak mampu berdiri tegak menghadapi ideologi buas sekularisme dan mereka juga telah jatuh di bawah kekuatan-kekuatan sekular. Ini karena 2 alasan. Pertama, mereka semua didirikan berdasar keyakinan emosional yang tidak memiliki dinamisme intelektual untuk menantang ideologi sekularisme. Kedua, mereka didasarkan pada keyakinan yang hanya memberikan suatu perspektif spiritual mengenai eksistensi manusia dan tidak mampu menghadirkan suatu sistem sosial politik kehidupan yang merupakan alternatif nyata bagi sekularisme.


Islam adalah satu-satunya ideologi di dunia yang mampu melawan sekularisme dan menghadirkan perlindungan tulus kepada rakyat dari berbagai kepercayaan. Islam mampu mencapai ini, karena di hatinya adalah sebuah keyakinan spiritual dan politikal yang menyediakan pemenuhan spiritual bagi para pemeluknya dan menghadirkan satu sistem sosial-politik komprehensif, di mana kaum Muslimin dan non-Muslim diperlakukan sama di hadapan hukum.


Di masa lalu, ketika Islam diterapkan secara praktek, sebagaimana di Spanyol Islam, Yahudi, Kristen dan kaum Muslim hidup di kota Spanyol Toledo, Cordoba, dan Granada, menikmati toleransi dan kemakmuran tak tertandingi. Martin Hume menulis dalam bukunya Spanish People: "Saling bersebelahan dengan para penguasa baru hiduplah orang Kristen dan Yahudi dalam kedamaian. Yahudi kaya dengan perdagangan dan industri makmur membuat ingatan tentang opresi yang mereka alami - oleh penguasa barbar yang dikendalikan oleh pendeta - tidur".


Namun, ketika monarki Katolik Isabella dan ferdinand menduduki kekuasaan Spanyol pada 1492, mereka tidak menjalankan toleransi tapi menihilkan Spanyol dari populasi Yahudi dan Muslimnya. Aksi-aksi kejam serupa dengan persetujuan Paus dilancarkan di tanah-tanah lain yang dikendalikan oleh kaum Muslimin seperti Pulau Sisilia dan Jerusalem.


Hari ini dunia Islam mengalami suatu transformasi radikal dari sekularisme ke Islam. Kaum Muslim di seluruh dunia Islam memberontak terhadap aturan sekular yang telah ditimpakan secara paksa kepada mereka oleh kekuatan-kekuatan Barat dan para antek mereka. Kaum Muslimin bekerja siang dan malam untuk menggulingkan berbagai otokrasi sekular itu dan mendirikan kembali Khilafah di atas puing-puing mereka. Dengan pendirian Khilafah, jutaan orang Kristen yang tadinya ditolak hak mereka di bawah rezim-rezim sekular akan mendapatkan hak mereka kembali sepenuhnya. Dan seperti di masa Khilafah masa lalu, kepercayaan dan ajaran Kristen akan dilindungi. Sejarah menjadi saksi bahwa tidak seperti Kerajaan Roma dan aturan sekular hari ini, doktrin dan ajaran Kristen tidak diubah supaya sesuai dengan nilai-nilai Islam di bawah Khilafah.


Terhadap latar belakang ini akan menjadi bijaksana bagi Paus Benedict XVI untuk memikirkan kembali posisinya terhadap Islam dan dunia Muslim. Daripada memilih pendirian keras terhadap Islam dan kaum Muslim, paus yang baru seharusnya mendukung hak kaum Muslimin di seluruh dunia Muslim untuk menggulingkan rezim-rezim sekular mereka dan mendirikan-kembali Khilafah. Dengan cara ini, paus akan menyelamatkan Katolikisme, melindungi hak-hak gembalaannya di dunia Muslim dan mengirim itikad baik untuk hubungan dengan Khilafah di masa depan.


7 Mei 2005


[ Sekularisme Adalah Musuh Sebenarnya ]


Dogmatisme Barat Melawan Islam Tidak Kenal Batas

Dogmatisme Barat Melawan Islam Tidak Kenal Batas


[ Dogmatisme Barat Melawan Islam dan Kaum Muslim Tidak Kenal Batas ]


Bagian 1 Perang Ide-Ide : Kapitalisme Barat versus Islam


3 Dogmatisme Barat terhadap Islam Tidak Kenal Batas
"Ajaran Islam telah mewariskan tradisi-tradisi besar untuk sikap dan perilaku persamaan dan kelembutan, dan menginspirasi manusia dengan kemuliaan dan toleransi. Itu adalah ajaran-ajaran manusia tingkat tertinggi dan di saat yang sama bisa dipraktekkan. Ajaran-ajaran itu melahirkan masyarakat di mana hati yang keras dan opresi kolektif dan ketidakadilan adalah paling minimal dibandingkan dengan semua masyarakat lain sebelumnya ... Islam adalah penuh dengan kelembutan, kemuliaan sikap, dan persaudaraan."
- H.G. Wells


Pada ronde terakhir penghinaan Islam oleh Barat, penulis tak jelas Sherry Jones berhasil dalam publikasi bukunya Jewel of Medina, meskipun banyak protes keras dari berbagai kelompok Muslim di seluruh dunia. Sekali lagi kaum Muslimin diharapkan untuk percaya pada konsep kebebasan berekspresi Barat dan menghormati penggambaran keji Rasul Muhammad Saw. dan istri termudanya Aisyah ra. oleh Sherry. ii Sebelumnya di tahun ini, setidaknya ada 17 koran Denmark bersepakat untuk mempertahankan kebebasan berekspresi dan mencetak-ulang karikatur pelecehan Nabi Muhammad Saw. Publikasi pihak konservatif Berlingske Tidende menulis di suatu editorial: 'Kebebasan berekspresi memberimu hak untuk berpikir, berbicara, dan untuk menggambar apa yang kamu suka ... tidak peduli berapa banyak ada rencana teroris ..." Adalah terbukti bahwa Eropa dan Amerika tidak belajar apapun dari tangisan Kaum Muslim yang mengiringi keputusan koran Jyllands-Posten untuk mempublikasikan kartun aslinya di 2005.


Di Eropa penghantaman Islam adalah epidemi yang menginfeksi seluruh benua itu. Pemerintah Belanda menolak untuk mengambil tindakan melawan Anggota Parlemen Belanda Geert Wilders yang membuat video melecehkan tentang al-Qur'an. Pemerintah melindungi aksi-aksi Wilders dengan mengutip kebebasan berekspresi. Perancis dan Jerman telah menimpakan pelarangan memakai hijab. Pasukan keamanan Eropa secara rutin melecehkan, menangkap dan menyiksa kaum Muslimin hanya karena menjadi seorang Muslim. Para penulis dan jurnalis bebas menghina Islam dan hak mereka untuk melakukannya dilindungi oleh para politisi. Ambil contoh Oriana Fallaci, koresponden perang Italia menulis buku berjudul 'Anger and Pride' di mana dia mendeskripsikan kaum Muslimin sebagai 'makhluk keji yang kencing di mangkuk baptis' dan 'mengganda seperti tikus'. Untuk menghormati kaum Muslim, Menteri Pertahanan Italia, Antonio Martino, memuji Fallaci karena punya keberanian untuk menulis buku itu. Di Inggris di balik penyamaran kebebasan dan toleransi, para menteri pemerintah secara rutin merendahkan Islam dan membuat catatan baru bagi kaum Muslim Inggris untuk menyatakan kesetiaan mereka pada negara.


Di mata kaum Muslimin, Amerika - negara pemimpin Barat - adalah terkenal akan penghinaan dan penyiksaannya atas kaum Muslim di Abu Ghraib dan Guantanamo, bertanggung jawab atas penghancuran dan pengotoran masjid-masjid Irak, peleceh kaum Muslimah dan pembantai puluhan ribu kaum Muslim tak berdosa. Pengakuan dari berbagai organisasi hak-hak manusia, jurnalis, pengacara, pejabat AS, mantan tahanan dan korban perkosaan adalah semuanya menceritakan horor sebenarnya perang Amerika melawan Islam. Di perang ini, idealisme Barat 'kebebasan beragama' dan 'kebebasan berekspresi' telah memberi jalan bagi ketidak-toleransian dan propaganda anti-Muslim.


Selain di Washington, media AS, para pemimpin dan pemikir ternama tentang hak beragama yang termasuk sekutu-sekutu terdekat Presiden Bush mengeksploitasi kebebasan berbicara untuk menghina Islam terang-terangan. Reverend Franklin Graham, mendeskripsikan Islam sebagai "agama paling jahat dan buruk". Evangelist Pat Robertson, menyebut Nabi Muhammad 'seorang fanatik absolut liar...perampok dan bandit...seorang pembunuh". Jerry Falwell menyebut Nabinya Islam seorang teroris.


Di kancah internasional Barat dengan cepat mengorbankan kebebasan beragama demi membentuk berbagai aliansi dengan rezim-rezim kejam seantero dunia Muslim. Rezim raja Abdullah, Musharraf dan Karimov yang berkebiasaan menyiksa, menangkap dan membunuh kaum Muslimin yang mengekspresikan keyakinan Islam mereka menjadi garda depan bagi perang salib Barat melawan Islam.


Barat mengklaim bahwa individu bebas untuk menyembah sembahan apapun yang mereka pilih. Tapi dalam prakteknya ini menyebabkan konflik perpetual di antara orang, sebab kepercayaan dan praktek religius yang dianut oleh beberapa pihak bisa diinterpretasi sebagai tindakan menghina dan menyerang oleh pihak lainnya. Maka, para pemerintah barat selalu melakukan intervensi dalam perseteruan dan menggunakan legislasi untuk melindungi hak-hak beberapa orang dengan mengorbankan yang lain. Seringkali, pihak sebenarnya yang diuntungkan oleh kebebasan beragama adalah individu atau kelompok yang kepercayaannya sesuai dengan kepentingan-kepentingan pemerintah atau mereka yang punya kemampuan untuk mempengaruhi pemerintah. Itulah mengapa hak beragama di Amerika dibolehkan untuk menyerang Islam karena retorika kebencian mereka sesuai sepenuhnya dengan perang Bush melawan Islam. Namun, jika para Kristen konservatif menghina Yahudi atau negara Zionis Israel pemerintah Barat akan menggunakan tindakan tegas untuk menghentikan penghinaan mereka. Pendepakan Jimmy Cater oleh media arus utama adalah contoh yang tepat.


Pemerintah Barat menggunakan kebebasan beragama atau kebebasan berekspresi untuk memaksa membuka masyarakat yang menolak nilai-nilai barat atau sepenuhnya mengabaikan kebebasan ketika tidak setuju dengan kepentingan-kepentingan mereka. Dalam kasus pembantaian kaum Muslimin oleh Karimov di Andijon iii , Barat telah memilih untuk memberi respon yang lembek, karena para pemrotes adalah praktisi Islam taat dan bukan demokrasi. Sikap hipokrit semacam itu hanya menghasilkan persepsi buruk di antara kaum Muslim bahwa Amerika dan Eropa hanya tertarik mengutarakan penghancuran nilai-nilai dan praktek-praktek Islam.


Islam tidak percaya pada ide meriah kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi, di mana segerombol manusia menentukan keyakinan dan pemikiran mana yang tidak boleh dikritik, dan keyakinan dan pemikiran mana yang jadi sasaran kritik dan legislasi sepuasnya. Islam menentukan bahwa nyawa, kehormatan, darah, kepemilikan, kepercayaan, ras dan pikiran adalah untuk dilindungi oleh Negara Islam. Semua warga negara Khilafah dijamin hak-hak itu, tidak pandang apakah mereka Muslim atau non-Muslim. Islam juga melindungi hak-hak non-Muslim untuk sembahyang tanpa ada ketakutan balas dendam atau penghinaan terhadap keyakinan-keyakinan mereka. Rasul Allah Saw. bersabda: 'Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (warga negara non-Muslim Khilafah), dia menyakitiku dan siapa yang menyakitiku, menyakiti Allah"


Oleh karena itu, adalah terlarang bagi seorang Muslim untuk menghina berbagai kepercayaan non-Muslim atau untuk melukai tempat-tempat ibadah mereka. Sejarah Islam tak tertandingi dalam kapasitasnya untuk menjamin hak-hak beragama non-Muslim di bawah naungan Khilafah. Kaum Muslim yang hidup di bawah rezim-rezim kekuasaan tirani yang didukung oleh Barat perlu menyadari bahwa berdemonstrasi dan memboikot produk-produk Barat tidak akan mencegah Barat mengambil aksi-aksi agresi lebih lanjut melawan mereka. Satu-satunya cara untuk mencegah Barat dan para anteknya dari menyerang Islam dan menghina kaum Muslimin adalah dengan mendirikan-kembali Khilafah. Hak-hak kaum Muslim dulu dilindungi, hingga hari terakhir Khilafah. Selama pemerintahan Sultan Abdul Hamid II, Inggris memutuskan untuk mengadakan pertunjukan, di mana menggambarkan kehidupan Rasul Allah Saw. secara menghina. Mendengar hal ini Sultan Abdul Hamid komplain kepada pemerintah Inggris untuk menghentikan pertunjukan itu. Pemerintah Inggris mempertahankan keputusan mereka untuk mengadakan pertunjukan dengan mengutip kebebasan berbicara. Tapi ketika Sultan Abdul Hamid mengancam Inggris dengan aksi militer, Inggris segera menyerah.


7 Oktober 2008


[ Dogmatisme Barat Melawan Islam dan Kaum Muslimin Tidak Kenal Batas ]


Minggu, 01 Agustus 2010

Membongkar Paham Sekularisme

Membongkar Paham Sekularisme


[ Mengungkap Paham Sekularisme ]


Bagian 1 Perang Ide-Ide : Kapitalisme Barat versus Islam


2 Membongkar Sekularisme
"Aku yakin bahwa sekularisme pluralistik, dalam jangka panjang, adalah racun yang lebih berbahaya daripada penindasan langsung"
- Francis Schaeffer


Mantan Sekretaris Luar Negeri Inggris Jack Straw sekali lagi menyidangkan kontroversi dengan menyarankan supaya para wanita Muslim harus menyingkirkan cadarnya. Sebelumnya, Straw menyebabkan marah dan menangis di antara kaum Muslim dan non-Muslim, ketika dia memerintahkan perang melawan Irak, dan menyangkal hubungan apapun antara kebijakan luar negeri Inggris dan teror buatannya sendiri. Tapi Straw bukan satu-satunya menteri yang membuat tuduhan-tuduhan palsu tentang karakter Islam dari komunitas Islam di Inggris. Ruth Kelly, Sekretaris komunitas, menyerukan "debat baru dan jujur" i tentang kelayakan multikulturalisme. Sekretaris Dalam Negeri John Reid menyatakan bahwa para orangtua kaum Muslim harus memata-matai anak-anak mereka. Adalah jelas bahwa pemerintah Inggris telah masuk dalam perang salib untuk menyaingi prinsip pluralisme yang dibanggakan, dan kebebasan beragama dalam usaha terakhir untuk menjaga Inggris sekular.


Sejak 11 September, di bawah alasan perang terhadap teror, Barat telah mengambil satu set tindakan yang khusus ditujukan pada kaum Muslimin yang tinggal di Barat. Tindakan-tindakan itu termasuk penahanan tanpa alasan, penyiksaan fisik, pemenjaraan tanpa pengadilan, pengamatan masjid-masjid, membungkam para Imam, dan kematian dalam penahanan polisi. Beberapa bahkan dipaksa untuk menjadi mata-mata. Kaum Muslim juga telah menyaksikan pelecehan Islam tiada henti oleh media barat.


Semua ini telah meninggalkan impresi tak terhapus di dalam pikiran kaum Muslimin bahwa demokrasi sekular di Barat tidak mampu menjamin kedamaian dan keamanan kaum Muslim untuk mempraktekkan agama mereka.


Wabah atas kaum Muslimin yang hidup di bawah kediktatoran sekular yang didukung oleh Barat lebih parah lagi. Di negeri-negeri seperti Uzbekistan, kaum Muslim laki-laki secara rutin ditahan karena berjenggot atau mengunjungi masjid terlalu sering. Di Turki, kaum Muslimah yang memilih pendidikan universitas dipaksa menanggalkan hijab (jilbab) mereka.


Tapi hukuman yang paling kejam disiapkan untuk mereka yang berusaha mengkritik rezim-rezim tirani itu; pemenjaraan, penyiksaan, dan pembunuhan ekstra-judisial bisa rutin ditemukan di negeri-negeri seperti itu. Jadi kita juga menemukan kaum Muslimin yang hidup di dunia Muslim teryakinkan bahwa sekularisme adalah cacat dan tidak layak untuk mengatur mereka.


Bahkan non-Muslim yang hidup di bawah sekularisme merasa bahwa agama mereka terancam. Banyak Kristen di Barat memandang pastur homoseksual, pendeta wanita, anak haram, dan komersialisasi Natal sebagai usaha-usaha keji oleh para fundamentalis sekular untuk mengubur nilai-nilai Kristen, menggantinya dengan yang sekular.


Demikian juga, sekularisme telah gagal untuk melindungi sekte-sekte Kristen di Irlandia Utara dan menjaga nyawa orang-orang Yahudi, Kristen dan Muslim yang hidup di palestina. India, negara sekular terbesar di dunia, cenderung pada kekerasan terhadap agama di mana orang-orang Hindu, Kristen, Muslim dan Sikh semuanya adalah korban sekularisme. Jadi, Sebagaimana Kaum Muslimin, non-Muslim juga mencari sistem pengganti yang bisa menyediakan mereka dengan kesempatan untuk mempraktekkan agama mereka dalam damai.


Islam adalah satu-satunya ideologi di dunia di mana rakyat dari berbagai kepercayaan bisa sembahyang dan mengerjakan tugas agama mereka tanpa mengalami balas dendam atau ketidak-amanan. Dalam prakteknya ini dijamin oleh negara Khilafah. Di masa lalu Khalifah melindungi hak-hak non-Muslim dan Kaum Muslim, tanpa mendiskriminasi di antara mereka. Ambil contoh Palestina: di bawah kekuasaan Khilafah, kaum Muslim, Yahudi, dan Kristen hidup dalam harmoni, satu contoh yang tak tertandingi dalam sejarah umat manusia.


Dengan memacu pemaksaan sekularisasi terhadap Kaum Muslimin, Kristen dan Yahudi, para pemerintah Barat beresiko mengasingkan mereka. Sebaliknya, para pemerintah Barat harus mengevaluasi-kembali kebijakan asimilasi paksa mereka dan mengulas secara kritis pertanyaan yang lebih luas di masa kita - apakah sekularisme bisa benar-benar menjamin hak-hak rakyat dari berbagai kepercayaan.


7 Oktober 2006


[ Menggugat Paham Sekularisme ]


Penyebaran Nilai-Nilai Barat Menggunakan Pedang

Penyebaran Nilai-Nilai Barat Menggunakan Pedang


[ Menyebarkan Nilai-Nilai Barat Dengan Menggunakan Senjata ]


Bagian 1 Perang Ide-Ide : Kapitalisme Barat versus Islam


1 Menggunakan Pedang untuk Menyebarkan Nilai-Nilai Barat
"Sejarah menjadikan jelas bagaimanapun juga, bahwa legenda kaum Muslim fanatis menyisir dunia dan memaksakan Islam pada ujung pedang atas ras-ras tertaklukkan adalah salah satu mitos paling fantastis kosong yang pernah diulang-ulang oleh para ahli sejarah."
-De Lacy O'Leary


Setiap kali para pemerintah Barat menyebutkan senjata pemusnah massal dan kaum Muslim dalam halaman yang sama, media barat segera bersikap membabi buta memperingatkan rakyatnya bahwa kejadian musibah berskala masif akan segera terjadi.


Fabel tua Eropa tentang kaum Muslimin menyebarkan Islam dengan pedang dikembangkan kembali untuk menampilkan impresi bahwa kaum Muslim adalah sangat berbahaya, sangat tidak bertanggung jawab dan meremehkan nyawa manusia. Maka mantra melucuti negeri-negeri Muslim dari senjata pemusnah massal telah menjadi seruan tangisan Barat yang diarahkan terhadap dunia Muslim.


Dalam beberapa kasus argumennya diperpanjang untuk menjustifikasi kebijakan Barat yang sedang berlaku tentang pergantian rezim di Syria, Iran dan mungkin Pakistan. Namun, studi cermat mengenai hukum Islam di masa lalu berkontradiksi dengan mitos popular barat bahwa kaum Muslimin adalah umat haus darah yang tidak sabar ingin menghapus kaum lain atas nama Islam.


Hal yang sama, tidak bisa dikatakan terhadap Barat. Barat bersenjatakan doktrin sekular dan pandangan materialistik berusaha untuk mengeksploitasi, mencuri dan mengkolonisasi berbagai populasi dalam rangka mengendalikan berbagai sumberdayanya dan memaksimalkan kekayaan.


Dalam mengincar berbagai kekayaan temuan-baru itu Barat berhasil dalam menghancurkan seabrek peradaban seperti Inca, Indian-Amerika, Aztec, dan Aborigin. Mereka yang bertahan dari kolonisasi dipaksa beralih jadi Kristen, dipisahkan dari tradisi mereka dan dijual jadi buruh-budak bagi perusahaan-perusahaan barat. Bagi pribumi Afrika, India, Asia, Timur Tengah dan lainnya, janji-janji tentang kemerdekaan dengan cepat menguap dan digantikan oleh hukum kolonial. Bukannya menunjukkan rasa menyesal terhadap kekejaman demikian Barat hanya bisa berpuas-puas atas pencapaiannya.


Berbagai teknologi seperti meriam, pistol, mesin uap, senapan mesin, pesawat, gas mustard dll hanya mempercepat pencaplokan berbagai koloni dan eksploitasi rakyatnya. Perlawanan yang diajukan oleh pribumi terhadap para tuan kolonial mereka dihadapi dengan kekuatan brutal - seringkali menghasilkan kehancuran seluruh komunitas. Ketika Barat tidak menghancurkan pribumi, mereka sedang terlalu sibuk memangsa satu sama lain dalam usaha untuk menggondol berbagai koloni berharga mereka. Perang Dunia 1 dan 2 adalah contoh utama sifat dasar nilai-nilai barat penghancur.


Ini adalah deskripsi Dunia Lama di mana negara-negara seperti Inggris, Perancis, dan Jerman membangun berbagai kerajaan dan mengakumulasi segunung kekayaan di atas kematian dan kehancuran jutaan orang tak bersalah. Apakah Dunia Baru (Amerika sebagai pemimpin Barat) hari ini berbeda dari itu semua?


Ambil contoh Dunia Baru dan hubungannya dengan Afghanistan dan Irak. Pembebasan telah menjadi penjajahan; demokrasi telah memberikan jalan untuk penguasaan kolonial, kehancuran diberi istilah pengeboman tepat dan pembantaian kaum Muslim tak berdosa dideskripsikan sebagai efek samping. Sementara itu, perusahaan-perusahaan minyak Inggris dan Amerika antri untuk mengeksploitasi sumur-sumur minyak Irak dan mengangkut sumber-sumberdaya energi Laut Kaspia ke Eropa melalui Afghanistan.


Khilafah Islam di masa lalu tidak pernah memperlakukan manusia dengan cara barbar. Tidak juga pernah Khilafah menyebarkan Islam dengan pemaksaan atau menghancurkan peradaban. Ketika Islam menyebar ke Mesir, banyak Kristen Koptik yang tidak masuk Islam dan hari ini mereka masih berjumlah sekitar 7 juta. Demikian juga, ketika India dibuka untuk Islam para penghuninya tidak dihukum untuk memeluk Islam. India hari ini memiliki populasi lebih dari 750 juta orang Hindu.


Bandingkan ini dengan pelenyapan kaum Muslim dan Yahudi di pengadilan algojo Spanyol selama renaisans Eropa yang sangat disukai. Orang-orang Yahudi yang selamat dari pembantaian oleh Spanyol ini disambut dengan hangat oleh Khilafah Ottoman. Di dalam Spanyol Islam mereka makmur dan menjadi anggota-anggota penting masyarakat Islam.


Hari ini dunia memiliki ketakutan lebih banyak dari sifat dasar nilai-nilai barat penghancur daripada senjata pemusnah massal. Di masa lalu nilai-nilai itu dipaksakan atas negara-negara melalui penguasaan kolonial langsung maupun melalui rezim-rezim tirani yang loyal kepada Barat. Saat ini, bahaya terbesar yang dihadapi umat manusia adalah ancaman konstan Barat yang berusaha menimpakan nilai-nilainya ke seantero dunia melalui senjata pemusnah massal.


17 Februari 2008


[ Penyebaran Nilai-Nilai Barat Dengan Perang ]


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam