Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 30 April 2013

Kritik Terhadap Sosialisme Dan Kapitalisme

Kritik Terhadap Sosialisme Dan Kapitalisme




5. Kritik Terhadap Aqidah Sosialisme dan Kapitalisme

     Yang menjadi indikasi benar atau salahnya suatu ideologi adalah aqidah ideologi itu sendiri, apakah aqidah itu benar atau salah. Sebab, kedudukan aqidah ini adalah sebagai asas bagi setiap pemikiran cabang yang muncul. Aqidah jugalah yang menentukan pandangan hidup dan yang melahirkan setiap pemecahan problema hidup serta pelaksanaannya (thariqah). Jika aqidahnya benar, maka ideologi itu benar. Sebaliknya, jika aqidahnya salah, maka ideologi itu dengan sendirinya sudah salah dari akarnya (Taqiyuddin An Nabhani, 1953).

     Dalam masalah ini Al Qur`an mengisyaratkan bahwa, yang artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dari akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (TQS Ibrahim : 24-26)

Ayat di atas menerangkan perbandingan kontras antara Islam dan agama/paham/ideologi kufur yang diumpamakan oleh Allah seperti pohon yang baik –dengan akarnya yang kokoh- dan pohon yang buruk, dengan akarnya yang tercerabut dari tanah. Akar sebuah pohon menjadi penentu tegak tidaknya pohon itu.

Lalu apa tolok ukur kebenaran suatu aqidah?
Aqidah apabila sesuai dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti merupakan aqidah yang benar.
Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau tidak dibangun berlandaskan akal yang sehat, maka aqidah itu batil adanya.
Yang dimaksud aqidah yang benar itu haruslah sesuai dengan fitrah manusia adalah pengakuannya terhadap apa yang ada dalam fitrah manusia, yaitu kelemahan dan kebutuhan dirinya pada Yang Maha Pencipta.
Yang dimaksud aqidah yang benar itu dibangun atas dasar akal yang sehat adalah bahwa aqidah itu tidak berlandaskan materi ataupun sikap mengambil jalan tengah (Taqiyuddin An Nabhani, 1953).

     Dari uraian singkat ini, dapat disimpulkan bahwa standar kebenaran ideologi adalah aqidah ideologi itu sendiri. Sedang standar kebenaran aqidah ideologi adalah:
Pertama, kesesuaian dengah fitrah manusia
Kedua, kesesuaian dengan akal

5.a. Kesesuaian dengan Fitrah

Ideologi sosialisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sebab meskipun ideologi ini mengingkari adanya Allah dan ruh, akan tetapi ia tetap tidak mampu memusnahkan naluri beragama (gharizah tadayyun) sebagai fitrah manusia. Ideologi ini hanya bisa mengalihkan pandangan manusia kepada suatu kekuatan yang lebih besar dibanding dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis (mensucikan/mensakralkan) kepada kekuatan besar tersebut. Menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam ideologi dan diri para pengikutnya. Mereka membatasi taqdis hanya pada kedua unsur itu. Berarti, mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, masa animisme; mengalihkan penyembahan kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran manusia ke masa silam jahiliyah. Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia secara keliru kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa animisme.

Berdasarkan hal ini, ideologi sosialisme telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan mendramatisir kebutuhan perut mereka untuk menarik perhatian orang-orang yang lapar, pengecut, dan sengsara.
Ideologi ini dianut oleh orang-orang yang bermoral bejat, atau orang yang gagal dan benci terhadap kehidupan, termasuk juga orang-orang sinting yang tidak waras cara berpikirnya yang merasa bangga dengan ide-ide sosialisme yang menurut mereka itu dapat memasukkan mereka ke jajaran kaum pemikir.
Semua ini akan tampak tatkala mereka mendiskusikan dengan arogan tentang teori Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme. Padahal kenyataannya, ide-ide ini paling terlihat kerusakan dan kebatilannya, dan dengan sangat mudah dapat dibuktikan kerusakannya oleh perasaan fitri dan akal sehat.
Supaya manusia tunduk pada ideologi ini, maka ideologi ini memerlukan paksaan melalui kekuatan fisik. Maka tekanan, intimidasi, revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan masyarakat merupakan sarana-sarana yang penting untuk mengembangkan ideologi tersebut.

Ideologi kapitalisme juga bertentangan dengan fitrah manusia, yang terwujud secara menonjol pada naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an (pensucian); di samping juga tampak dalam lemahnya pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan pertentangan tatkala pengaturan menurut nafsu manusia itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya. Oleh karena itu, menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Adanya agama dalam kehidupan bukan berarti menjadikan seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. Tetapi arti pentingnya agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah perintahkan. Peraturan dan sistem ini lahir dari aqidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah manusia, yaitu naluri beragama.

     Menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan yang lahir dari suatu aqidah yang tidak sesuai dengan naluri beragama adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu, kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Kapitalisme telah menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah masyarakat), sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan dari problematika hidup manusia dan pemecahannya.

Adapun ideologi Islam, tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Walaupun ia sangat mendalam tetapi gampang dimengerti, cepat membuka akal dan hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami, untuk mendalami isinya -sekalipun kompleks- dengan penuh semangat dan kesungguhan.
Karena memang beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap manusia menurut fitrahnya cenderung kepada agama. Tidak ada satu kekuatan manapun yang dapat mencabut fitrah ini dari manusia, sebab merupakan pembawaan yang kokoh. Sementara tabi'at manusia merasakan bahwa dirinya serba kurang, selalu merasa bahwa ada kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan dirinya, yang harus diagungkan. Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia dan bersifat alami sejak manusia diciptakan. Jadi, beragama merupakan naluri yang bersifat tetap yang selalu mendorong manusia untuk mengagungkan dan mensucikan-Nya.
Oleh karena itu, dalam setiap masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan menyembah sesuatu. Ada yang menyembah manusia, menyembah bintang-bintang, batu, binatang, api, dan lain sebagainya. Tatkala Islam muncul di dunia, aqidah yang dibawanya bertujuan untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan terhadap makhluk-makhluk kepada penyembahan terhadap Allah yang menciptakan segala sesuatu.

Kritik Terhadap Sosialisme Dan Kapitalisme

Kamis, 18 April 2013

Kesalahan Ide HAM

Kesalahan Ide HAM




Inilah keempat kebebasan pokok yang diserukan oleh ideologi Kapitalisme dan diterapkan di negara-negara Kapitalis. Dan berto­lak dari ide kebebasan (liberalisme) ini, kaum Kapitalis terka­dang menyebut ideologi mereka sebagai ideologi Liberalisme.

Semua ide-ide itu bertentangan dengan Islam. Tidak boleh diterima, apalagi dipropagandakan.

Ide-ide itulah yang menjadi sumber munculnya ide Hak Asasi Manusia (HAM), yang selalu digem­bar-gemborkan AS. Dan ide HAM ini sayangnya juga dipropagandakan dengan penuh kebanggaan oleh sebagian penguasa kaum muslimin dan para pendukungnya yang buta terhadap Islam, yakni para intelektu­al yang termakan oleh kebudayaan Barat dan tersesat dari jalan yang lurus.

Padahal siapapun -dari kalangan kaum muslimin yang mengaku muslim- yang menjajakan HAM, berarti dia tergolong orang bodoh, atau fasik, atau bahkan orang kafir.

Orang yang tidak memahami kontradiksi HAM dengan Islam, berati dia bodoh. Tak diterima lagi dalih apapun darinya setelah penjelasan ini. Sedang orang yang mengetahui kontradiksi HAM dengan Islam, tetapi  mempropagandakan HAM seraya sadar telah berbuat maksiat, berarti dia fasik. Adapun orang yang mempercayai HAM dalam hakekat yang sesungguhnya -yakni sebagai ide yang terlahir dari aqidah pemisahan agama dari kehidupan yang kufur- serta menyerukan HAM atas dasar pengertiannya itu, maka tak diragukan barang sedikit pun bahwa dia telah kafir. Sebab dalam kondisi seperti itu pada hakekatnya dia tidak beriman lagi terha­dap Aqidah Islamiyah.

Adapun dari segi fakta, kita mengetahui bahwa HAM telah dijadikan slogan Revolusi Perancis pada tahun 1789, dan kemudian dijadikan piagam dalam konstitusi Perancis yang ditetapkan tahun 1791. Sebelum itu, slogan-slogan HAM telah diangkat pula dalam Revolusi Amerika tahun 1776. Secara umum, HAM kemudian diadopsi oleh seluruh negara Eropa pada abad ke-19. Hanya saja saat itu HAM hanya menjadi urusan dalam negeri masing-masing negara.

HAM baru menjadi peraturan internasional setelah Perang Dunia II dan setelah berdirinya PBB, yaitu  pada saat diumum­kannya Deklarasi Universal Hak Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Kemudian, pada tahun 1961 deklarasi itu disusul dengan Perjanjian Internasional Tentang Hak Hak Sipil dan Politik. Pada tahun 1966, diumumkan pula Perjanjian Internasional Tentang HAM, Ekonomi, Budaya, dan Sosial.

Meskipun demikian, semua ketetapan mengenai HAM itu tetap sebatas peraturan internasional. AS baru berupaya menjadikannya sebagai peraturan universal -yaitu peraturan yang tak hanya diadopsi oleh negara-negara, tetapi juga oleh rakyat berbagai negara itu- setelah tahun 1993, atau dua tahun sesudah adanya dominasi tunggal AS secara internasioal akibat jatuhnya Sosialis­me.

Pada tahun 1993 itu, di Wina telah diadakan konferensi tentang HAM untuk organisasi-organisasi non pemerintah/ NGO (Non Governmental Organization). Konferensi ini menghasikan Deklarasi Wina Bagi NGO Tentang HAM, yang menegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara sama rata atas seluruh manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan undang-undang. Selain itu, deklarasi ini menolak klaim bahwa HAM itu mengandung nuansa perbedaan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian, jika HAM diterapkan di negeri-negeri Islam, maka artinya deklarasi ini telah menolak dan tidak memberikan tempat untuk penerapan Islam.

Untuk mengokohkan posisi HAM sebagai peraturan internasion­al, AS kemudian menjadikan HAM sebagai salah satu basis strategi politik luar negerinya. Ini terjadi pada akhir dasawarsa 70-an di masa kepemimpinan Presiden Jimmy Carter. Sejak saat itu, Departe­men Luar Negeri AS selalu mengeluarkan evaluasi tahunan mengenai komitmen negara-negara di dunia untuk menerapkan HAM. Evaluasi tahunan itu juga menilai sejauh mana negara-negara itu memberikan toleransi kepada rakyatnya untuk menjalankan HAM.

Sejak saat itu pula, AS kemudian menjadikan evaluasi itu sebagai landasan bagi sikap yang akan diambilnya terhadap negara-negara yang oleh Washington dianggap tidak terikat dengan prin­sip-prinsip HAM. Misalnya, Washington mengkaitkan komoditas gandumnya untuk Uni Soviet, dengan toleransi Uni Soviet kepada warga negaranya yang Yahudi untuk berimigrasi ke negara Yahudi di Palestina. AS juga menjadikan HAM sebagai alat justifikasi untuk melakukan intervensi militer di Haiti, pada tahun 1994.

Namun, seperti halnya kebijakan luar negeri AS pada umumnya, kebijakan Washington yang bertumpu pada HAM terhadap dunia itu juga bersifat diskriminatif. AS hanya menutup mata dan tidak mengganggu gugat sedikitpun negara-negara tertentu yang melang­gar HAM, karena kepentingan AS mengharuskan demikian. Terhadap negara-negara seperti ini, AS hanya mengeluarkan kecaman dan kutukan dengan mulut saja.

Tetapi AS dapat bersikap ganas terhadap negara-negara  pelanggar HAM yang lain, misalnya dengan mengambil tindakan-tindakan militer, seperti tindakannya terhadap Haiti. Atau mengambil tindakan-tindakan ekonomi dan perdagangan, seperti yang dilakukannya terhadap RRC. Atau mengambil tindakan-tindakan politik dan diplomatik, sebagai­mana yang dilaksanakannya kepada banyak negara.

Semua itu dilakukan AS demi tuntutan kepentingan-kepentingannya, dan tuntutan-tuntutan hegemoninya atas negara-negara tertentu.

Walaupun begitu, dasar penolakan kaum muslimin terhadap HAM ialah karena HAM itu berasal dari ideologi Kapitalisme yang batil aqidahnya. Selain itu, juga karena HAM merupakan pengejawantahan dari pandangan ideologi Kapitalisme terhadap individu dan masyarakat serta merupakan perincian dari keempat macam kebebasan yang diserukan Kapitalisme.

Aqidah ideologi Kapitalisme dan seluruh pemikiran yang bersumber darinya atau dibangun di atasnya, terbukti sangat bertentangan dengan Islam, baik secara global maupun secara rinci.

Maka dari itu, kaum muslimin wajib membuang dan membatalkan HAM, serta menentang siapa saja yang berusaha mempropaganda­kannya.

Kesalahan Ide HAM

Senin, 15 April 2013

Ideologi Islam Tetap Eksis

Ideologi Islam Tetap Eksis




Serangan Amerika Untuk Menghancurkan Islam

Penulis: Syaikh Abdul Qadim Zallum
Diterbitkan oleh Hizbut Tahrir

Slogan-slogan Serangan Amerika:
Demokrasi
Pluralisme
Hak Asasi Manusia
Strategi Pasar Bebas

بســـــــم الله الرحمن الرحيـم

Pendahuluan

Keruntuhan Uni Soviet pada awal dekade 90-an abad ini, pada hakekatnya adalah kehancuran suatu negara dalam arti keruntuhan dan kepunahan sebuah ideologi secara internasional (tidak ada lagi negara yang mengembangkannya ke seluruh dunia) dan universal (tidak dianut lagi oleh suatu umat/bangsa manapun).

Hal itu karena, pertarungan yang berkobar seusai Perang Dunia II antara blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS) dengan blok Timur pimpinan Uni Soviet (yang dikenal dengan sebutan Perang Dingin), bukanlah semata-mata pertarungan antara dua blok secara internasional. Lebih dari itu, sesungguhnya yang berkecamuk adalah pertarungan keyakinan antara ideologi Kapitalisme melawan ideologi Sosialisme. Dan medan pertarungan ideologi ini tidak terbatas hanya di kawasan Eropa saja, akan tetapi telah menjangkau seluruh kawasan dan pelosok dunia.

Pertarungan ini telah berakhir; ditandai dengan runtuh dan terpecah belahnya Uni Soviet menjadi banyak negara, hancurnya ideologi Sosialisme Marx sebagai sebuah sistem dan metode kehidu­pan bagi berbagai negara dan bangsa, serta punahnya Sosialisme Marx secara internasional dan universal.

Maka adalah wajar, kalau Amerika -dan blok Barat umumnya- beranggapan bahwa keruntuhan Uni Soviet ini merupakan kemenangan bagi ideologi Kapitalisme sebagai suatu sistem dan metode kehidu­pan. Lebih dari sekedar itu, para penganut Kapitalisme yang fanatik telah menyifati kemenangan ini secara berlebihan, sampai-sampai Francis Fukuyama -seorang filsuf Jepang- mengklaimnya sebagai babak akhir dari perjalanan sejarah.

Padahal sesungguhnya, sebuah ideologi tidaklah punah dengan hancur dan terpecah belahnya negara penganut ideologi tersebut menjadi banyak negara. Sebuah ideologi baru dikatakan punah, kalau bangsa dan negara penganutnya telah melepaskan diri dari ideologi yang dianutnya itu, kemudian memeluk ideologi lain, dan membangun kembali metode kehidupannya atas dasar ideologi baru tersebut.

Memang demikian itu yang terjadi pada ideologi Sosialisme Marx. Seluruh bangsa dan negara yang dulu menjadi anggota blok Timur telah membuang ideologi Sosialisme, lalu mengambil ideologi Kapitalisme, dan kemudian cepat-cepat membangun kehidupannya berlandaskan ideologi tersebut.

Namun ideologi Islam, sebagai perbandingan, sebenarnya dapat dikatakan masih eksis secara universal, setelah negara Khilafah Utsmaniyah runtuh pada tahun 1924M. Sebab, umat Islam dengan keanekaragaman bangsanya tetap menganut ideologi Islam ini, sekalipun memang ideologi ini telah dijauhkan dari kehidupan praktis dan tidak lagi mempunyai eksistensi internasional.

Jadi, sebuah ideologi itu pada hakekatnya tetap eksis secara universal selama masih terdapat umat yang menganutnya, meskipun mereka tidak kuasa menerapkan peraturan-peraturannya karena terdapat paksaan yang berada di luar kehendak mereka. Namun demikian, memang benar kalau dikatakan bahwa ideologi tadi tidak lagi memiliki eksistensi internasional, sebab tidak terdapat sebuah negara yang mengemban ideologi itu dan menjadikannya sebagai landasan strategi politik internasionalnya.

Atas dasar itu, maka ideologi Islam sesungguhnya tetap eksis secara universal hingga kini, semenjak terbentuknya umat Islam-ber­landaskan ideologi tersebut- di Madinah setelah hijrahnya Rasulullah Saw. dan berdirinya Negara Islam yang pertama. Hanya saja memang benar, bahwa ideologi Islam ini tetap eksis secara internasional sejak detik itu hingga hancurnya Khilafah Utsmaniyah di awal abad ini.

Fakta di atas berbeda dengan apa yang terjadi pada ideologi Sosialisme. Ideologi ini mulai eksis secara universal sejak akhir abad ke-19 M, ketika mulai mendapatkan basis opini umum di antara bangsa-bangsa Eropa. Baru pada tahun 1917, Sosialisme mulai eksis secara internasional dengan berdirinya sebuah negara di Rusia dan sekitarnya -yang kemudian dikenal dengan sebutan Uni Soviet- atas dasar ideologi tersebut. Dan ideologi Sosialisme ini tetap eksis secara internasional hingga tahun 1991 ketika Uni Soviet roboh dan bangsa-bangsa penganut Sosialisme ramai-ramai melepaskan diri dari ideologi tersebut. Dengan demikian, Sosialisme Marx telah punah secara internasional dan universal.

Dengan hancurnya Sosialisme, akhirnya AS mendominasi percaturan politik internasional, sebab tak ada lagi negara di dunia ini yang mengemban ideologi lain dan menjalankan strategi politik internasionalnya atas dasar ideologi tersebut. Namun ditinjau dari segi eksistensi secara universal, sesungguhnya tetap terdapat dua ideologi; Islam dan Kapitalisme.

Dengan adanya dominasi tunggal AS, lahirlah Tata Dunia Baru. Sebutan Tata Dunia Baru, dapatlah dianggap tepat kalau ditinjau dari segi eksistensi ideologi secara internasional. Oleh karena itu, adalah wajar kalau Presiden AS waktu itu (George Bush) mengumumkan kelahiran Tata Dunia Baru, sebab AS adalah negara adidaya terkuat di dunia. Dialah pemimpin negara-negara Kapitalis sekaligus pembawa bendera propaganda ideologi Kapitalisme.

Ideologi Islam Tetap Eksis

Sabtu, 06 April 2013

Menghindari Sikap Sombong

Menghindari Sikap Sombong

ruu ormas sombong terhadap syariah Islam

{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

Sombong: Bertentangan Dengan Hukum Allah SWT

    Abu hurairah ra, menyatakan bahwa Rasulullah Saw., bersabda dalam hadits qudsi, Allah Yang Maha Mulia Lagi Maha Agung Berfirman:
“Kemuliaan adalah pakaian-Ku dan kebesaran adalah seledang-Ku, maka barangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya.” [HR. Muslim]

    Begit pula, sabda Nabi Saw.:
“Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan memakai perhiasan dan bersisir rambutnya, ia mengherani (ta’jub) dirinya sendiri dengan penuh kesombongan di dalam perjalanannya itu, Kemudian, tiba-tiba Allah Swt. menyiksanya: ia selalu timbul tenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” [HR. Bukhori dan Imam Muslim]

    Dalam kedua hadits ini tegas sekali Allah Swt., akan menyiksa siapa saja orang sombong. Artinya, Allah Swt. mengharamkan sikap sombong (merasa diri lebih dari orang lain, menganggap yang lain lebih rendah, dan menampakkannya), ataupun ujub/angkuh (bangga terhadap diri sendiri tanpa memperlihatkannya). Kesombongan hanyalah Milik-Nya. Hanya Dia yang berhak untuk ‘sombong’. Tidak layak siapapun angkuh dan sombong, sebab memang tidak ada yang dapat disombongkan.

    Bahkan Nabi Saw., menekankan persoalan ini dengan bertanya kepada para sahabat:
“maukah kalian aku beri tahu ahli neraka?” Baliau pun menjelaskan “Yaitu, setiap orang yang kejam, rakus dan sombong” [HR. Bukhori dan Muslim]

    Jelas bahwa balasan mereka yang sombong adalah neraka.
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun sebesar dzaroh (biji terkecil)
Lantas ada seseorang yang berkomentar: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”
Menanggapi hal ini Rasulullah saw, menyatakan:
“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia[HR. Imam Muslim]

    Satu hal yang penting dicamkan bahwa menghindari kesombongan bukan berarti menghindari punya kelebihan, melainkan menghindari adanya perasaan ataupun ungkapan mengagung-agungkan diri sendiri serta mengangap orang lain lebih rendah darinya. Orang mengenakan pakaian bagus, bukan berarti sombong atau angkuh. Orang berpegang teguh kepada kebenaran Islam dan menentang mentah-mentah pemikiran dan idiologi kufur, tidak mengindikasikan adanya kesombongan. Sebaliknya, saat seseorang mengenakan pakaian bagus, misalnya, disertai dengan sikap merasa bahwa dia lebih tinggi dan orang lain di bawah dia, saat itulah kesombongan muncul. Saat seseorang tidak setuju dengan adanya perjuangan penegakan Syariah Islam, berarti dia sombong terhadap kebenaran, dia wajib bertobat.

    Begitu juga, orang yang berpakaian serba jelek bila hati yang tertanam rasa bahwa ia lebih zuhud daripada orang lain, ketika itu kesombongan nampak. Sama dengan itu, seseorang yang menyampaikan Islam dengan progresif, semangat yang berkobar serta menentang keras kebatilan disertai dengan argumentasi mematikan, sementara di hatinya tidak terbetik sedikitpun rasa bangga akan diri sendiri atau sikap memandang rendah orang lain, maka kesombongan tidak melekat dalam dirinya. Jadi persoalannya terletak dalam sikap memandang rendah orang lain, pada saat ia memandang tinggi diri sendiri. Sikap menolak kebenaran ajaran Islam (al-Qur’an dan as-Sunnah) mengenai apapun, sekecil apapun penolakannya di dalam hati, berarti itu sombong terhadap kebenaran dan pelakunya tidak akan masuk Surga jika tidak bertaubat.

    Selain itu, orang seperti –orang yang  sombong—ini akan sulit menerima kebenaran yang disampaikan oleh orang lain. Mengapa? Sebab, sudah merasa dirinya lebih dan orang lain serba rendah sehingga –dalam pandanganya—mana mungkin orang ‘tinggi’ menerima sesuatu dari orang ‘rendah’.

Menghindari Sikap Angkuh Dan Sombong

    Sikap angkuh dan sombong dapat menimpa siapa saja: saya, anda, kita, dia dan mereka. Sekali lagi, dapat menimpa siapa saja. Ungkapan seperti ‘kalau bukan saya, mana mungkin bisa!’, ‘Untung saja ada saya kalau tidak wah bahaya..’, ‘saya ini orang terkenal lho!’ dan ‘ah, dia kan ngajinya juga baru kemaren sore, sedangkan saya lulusan perguruan tinggi agama’ dan sejumlah uangkapan yang lain, merupakan indikasi sikap kesombongan. Untuk menjinakkannya, perlu menempuh beberapa hal. Antara lain sebagai berikut:
1.   Senantiasa mengingat dan menanamkan keyakinan bahwa sombong dan ujub itu dosa. Bukan orang lain yang akan merasakan balasan buruknya dari Allah Swt. melainkan diri sendiri.

2.   Yakinlah, kesombongan tidak akan menambah apapun selain kerugian. Tidak ada orang yang suka siapapun yang angkuh dan sombong. Sama seperti anda dan saya.

3.   Sering-seringlah mengingat kelemahan diri sendiri. Pada berbagai kesempatan –santai, saat istirahat, bengong di kendaraan, sejenak menjelang tidur, atau kapan saja— cobalah memikirkan kelemahan kita dibandingkan dengan orang lain. Dengan mengetahui kelemahan, insyaAllah akan muncul sikap rendah hati (tawadlu’). Sebaliknya, tanpa mengetahui kelemahan, seseorang akan merasa dirinyalah yang paling segala-galanya. Hal ini tidak berarti jangan mengetahui kelebihan diri sendiri. Tidak seperti itu! memahami potensi dan keunggulan diri sendiri amatlah penting. Namun mangetahui keunggulan diri sendiri tersebut jangan sampai melahirkan sikap menganggap rendah orang lain.

4.   Seperti telah disebutkan, memelihara sifat sombong berarti membangun benteng penghalang datangnya kebenaran ajaran Islam pada dirinya. Dengan adanya sombong, seseorang cenderung menolak kebenaran sekalipun telah jelas di depan mata. Padahal, menolak kebenaran berarti mengunci gerbang perubahan ke arah kebaikan yang bermuara kepada kebahagiaan. Konsekuensinya, kebahagiaan dunia dan akhirat, bila demikian, hanyalah sebuah angan-angan hampa.

5.   Bila Anda sering melayat orang yang meninggal dunia, jangan hentikan kebiasaan itu! Selain sebagai pemenuhan atas perintah Allah Swt., melayat itu juga dapat Anda gunakan sebagai perenungan. Padahal, teman atau tetangga Anda yang telah meninggal itu mungkin saja seorang jutawan, atau barangkali kyai terkenal, boleh jadi dia itu orang yang popularitasnya luar biasa. Semuanya serba kecil di hadapan Allah Rabbul ‘alamin. Bila seperti ini realitasnya, apa lagi alasan untuk bersombong diri?!

6.   Setiap kali muncul keinginan untuk sombong atau membanggakan diri, segeralah mohon ampunan kepada Allah Dzat Pemutar balik Hati. Berlindunglah dari kesombongan, dan berdo’alah kepada Allah! Mudah-mudahan Allah Swt. mengabulkan.

Akhirnya, mulai detik ini benih-benih kesombongan tidak boleh ada dalam diri kita, apalagi sebagai pengemban dakwah. Kesombongan dan keangkuhan merupakan indikasi kelemahan diri sendiri. Kesombongan dan keangkuhan merupakan perbuatan yang jauh dari simpatik. Akibatnya, orang yang di dakwahi justru menyingkir dari kita. Sangat berbahaya bila ada sedikit saja keengganan dalam hati untuk menghadapi dan menerima kebenaran setiap ajaran Islam; akidah, syariah, maupun khilafah. Dahulu, iblis enggan tunduk kepada satu perintah Allah Swt. karena kesombongannya. Jadi sombong atau ujub? No way!
   
Diolah dari artikel: MENJINAKKAN KESOMBONGAN DIRI

Menghindari Sikap Sombong

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam