·
Merealisasikan keadilan global:
Salah satu unsur yang sangat penting dalam masyarakat Islami adalah keadilan syariah yang universal yang mereka
miliki.
Sebuah universalitas yang dapat melihat manusia yang tidak terpaku pada letak georafis
dan batasan-batasannya, tidak terpaku pada paham ashobiyah atau kebangsaan,
tidak terbelenggu oleh paham nasionalisme. Padahal, dalam
pandangan paham sempit nasionalisme, semuanya itu telah
memisahkan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya.
Sebuah pandangan terhadap manusia dengan benar-benar
menempatkan mereka pada posisinya sebagai manusia. Terlepas dari jenis kelamin, warna kulit, bahasa dan daerah asal di mana
mereka tinggal selama mereka masih mengerjakan amal shalih yang tidak
membahayakan manusia lainnya.
Allah berfirman dalam al Quran: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” [QS. Al Hujuraat: 18]
Bangsa Arab yang telah diberikan kemuliaan oleh Allah karena kitab Allah al-Qur’an dturunkan di wilayah mereka dengan mempergunakan bahasa mereka. Tidak
hanya itu, Rasul terakhir-pun, Muhammad Saw. turun di sana dan
berasal dari kalangan mereka. Akan tetapi, mereka, bangsa Arab
tidak dapat mengakui dirinya sebagai bangsa yang lebih mulia dibanding dengan
bangsa yang lainnya. Hanya karena mereka Arab. Karena keutamaan dan kemuliaan
dalam Islam hanya akan didapatkan dengan keimanan, ketakwaan dan amal shalih.
Persaudaran seiman dalam masyarakat Islam mencakup seluruh lini masyarakat,
baik dari golongan kulit putih maupun kulit hitam. Negara Islam sepanjang sejarah selalu diakui sebagai negara yang mengakui perbedaan. Sehingga, dalam masyarakat Islam
hidup berdampingan berbagai bangsa yang berlainan.
Dan kita dapat melihat hal tersebut ketika awal mula Islam masuk ke jazirah
Arab. Bagaimana mereka berbondng-bomndong memasuki agama Allah. Padahal, mereka
berasal dari bangsa, warna kulit, bahasa dan suku yang berbeda. Bilal, Suhaib
dan Salman adalah tiga sahabat yang menjadi simbol nyata universalitas ideologi (akidah
dan syariah) Islam. Dan yang paling mengagumkan
dari ideologi Islam adalah, ia telah menyatukan
seluruh ras, bahasa, warna kulit, suku menjadi satu bangsa satu persaudaraan
sehingga mereka dapat saling memberi dan menerima dalam menjalankan hak dan
kewajiban mereka.
Akan tetapi, praktek ketidakadilan yang
menyakitkan masih terus berlangsung di dunia ini. Praktek tersebut bisa berbentuk sikap fanatis ataupun diskriminasi ras yang
diagung-agungkan oleh sebagian kalangan baik dari kalangan masyarakat Yahudi,
golongan kulit putih yang ada di wilayah Afrika atau di Amerika dan
negara-negara lainnya di dunia.
Sikap fanatis nasionalisme yang mereka miliki
sebenarnya telah diperangi oleh Islam semenjak awal kedatangannya di bumi Arab.
Dan orang-orang yang berusaha untuk membuka jalan ke arah tersebut dianggap
sebagai seorang penjahat kemanusiaan. Apabila kita melihat dalam sejarah yang
mencatat keberadaan masyarakat Arab yang mengelu-elukan Arabismenya, maka hal
tersebut terjadi karena mereka tidak mengenal agama dan ajaran Islam dengan
baik dan memang mereka dengan sengaja menjauhkan diri dari hukum yang berlaku
dalam tubuh negara Khilafah Islam. Dan mereka dianggap oleh Islam sebagai golongan orang-orang yang salah.
Teks al Qur’an maupun Sunnah yang menggambarkan
universalitas Islam sangatlah banyak, kita akan menyebutkannya dalam beberapa
tempat:
Allah berifman dalam al Quran: “Hai
sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” [QS. An Nisaa: 1]
Dan dalam ayat lain dikatakan: “Ingatlah
ketika Tuhan-mu berfirman kepada para Malaikat:"Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." [QS. Al Baqarah: 30]
dan firman Allah yang memerintahkan Rasul terakhir, Muhammad Saw.: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [QS. Al Anbiyaa: 108]
Adapun Sunnah Nabi yang mengetengahkan nilai-nilai universalitas Islam
dapat kita lihat dalam beberapa hadits di bawah ini:
Diriwayatkan dari Ibnu Majah dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang terbunuh di bawah panji-panji buta ashobiyah dan mendengungkan fanatisme ashobiyah atau marah karena sikap
fanatik ashobiyahnya, maka ia telah
terbunuh oleh masa jahiliyyah.”
Dan diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya dari ‘Ayyadh bin Hammar ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk bersikap
rendah hati. Sehingga tidak ada satupun yang membanggakan dirinya atas yang
lain dan tidak ada satupun yang mendhalimi yang lainnya.”
Dan diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya, ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘berikanlah kasih sayang kepada orang-orang yang ada di bumi,
maka engkau akan mendapatkan kasih sayang dari yang ada di langit.”
Dan diriwayatkan oleh Bukhari dengan sanadnya, ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: ‘Tidak akan disayang Allah orang-orang yang tidak menyayangi
manusia.”
Teks-teks seperti ini yang menggambarkan tentang universalitas Islam dan syariahnya akan banyak kita temui dalam ajaran Islam. Maka, berdasarkan semuanya itu, kita dapat menilai bahwa sistem Islam memiliki impian untuk
menciptakan universalitas dan ajarannya tersebut ke dataran
realitas. Sehingga manusia dapat mengakui bahwa Islam memang sistem hidup yang universal.