Imam Al Juwaini (w. 478 H) berkata:
(...
فَإِذَا تَقَرَّرَ وُجُوْبُ نَصْبِ الْإِمَامِ فَالَّذِيْ صَارَ إِلَيْهِ
جَمَاهِيْرُ اْلأَئِمَّةِ أَنَّ وُجُوْبَ النَّصْبِ مُسْتَفَادٌ مِنَ الشَّرْعِ
الْمَنْقُوْلِ )
“... Maka jika telah tetap kewajiban mengangkat
seorang Imam, maka yang menjadi pendapat jumhur para imam [mazhab] adalah
kewajiban mengangkat Imam itu
diambil dari Syara’ yang dinukil.” (Imam Al Juwaini (Al Haramain), Ghiyatsul Umam, hlm. 17)
Juga
berkata: “Imamah (Khilafah) adalah kepemimpinan menyeluruh serta kepemimpinan
yang berhubungan dengan urusan khusus dan umum dalam kaitannya dengan
kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia.” (Al-Juwaini, Ghiyâts al-Umam, hlm. 5)
Syeikh
Muhammad Najib Al Muthi’iy dalam takmilahnya atas Kitab Al Majmuu’ karya Imam An Nawawi
menyatakan:
( الإمامة
والخلافة وإمارة المؤمنين مترادفة )
“Imamah, Khilafah dan Imaratul Mukminin itu sinonim”
Dalam
bagian lain dinyatakan:
( يجوز أن يقال
للإمام : الخليفة ، والإمام ، وأمير المؤمنين )
“Imam
boleh juga disebut dengan Khalifah, Imam atau Amirul Mukminin” (Syeikhul Islam
Imam Al Hafidz Yahya bin Syaraf An Nawawi, Raudhah
Ath Thalibin wa Umdah Al Muftiin, 10/49; Syeikh Khatib Asy
Syarbini, Mughnil Muhtaj, 4/132)
Al
‘Allamah Abdurrahman Ibnu Khaldun menegaskan:
وإذ قد بيَّنَّا
حقيقة هذا المنصف وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين وسياسة الدنيا به تسمى
خلافة وإمامة والقائم به خليفة وإمام أ . هـ
“Sebagaimana
telah kami jelaskan, (Imam) itu adalah wakil pemilik Syariah dalam menjaga Din
(Islam) serta mengurus urusan dunia. (jabatan) itu disebut Khilafah dan Imamah.
Yang menempatinya adalah Khalifah atau Imam.” (Abdurrahman Ibn Khaldun, Al Muqaddimah, hal. 190)
Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi Saw.
bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ وَسَتَصِيرُ نَدَامَةً
وَحَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sungguh
kalian akan berambisi mendapatkan kekuasaan, padahal ia hanyalah sebuah
penyesalan dan kerugian di Hari Kiamat kelak.” (HR. an-Nasa’i, Ahmad dan
al-Bukhari)
Tentang
makna imârah dalam hadits ini, Imam Ibnu
Hajar menyatakan dalam Fathul Bârî (syarah shahih bukhari):
دَخَلَ فِيهِ
الْإِمَارَة الْعُظْمَى وَهِيَ الْخِلَافَة ، وَالصُّغْرَى وَهِيَ الْوِلَايَة
عَلَى بَعْض الْبِلَاد
“Makna
imârah pada hadits itu, meliputi imârah al-kubrâ yaitu al-Khilâfah dan imârah ash-shughra yaitu imârah atas
suatu wilayah atau daerah yang terkecil sekalipun.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul bari, 20/167)
Sabda
Rasul Saw. “satahrishûna (kalian
akan berambisi)” menunjukkan pada kecintaan nafsu terhadap kepemimpinan karena
di dalamnya bisa diraih kedudukan dan kelezatan duniawi. Ambisi hawa nafsu
semacam ini dilarang. Rasul Saw. bersabda:
لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ، فَإِنَّك إنْ أُعْطِيتهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ
وَكِلْت إلَيْهَا، وَإِنْ أُعْطِيتهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْت عَلَيْهَا
“Jangan
engkau meminta al-imârah karena
sesungguhnya jika engkau diberi al-imârah karena
meminta maka engkau diserahkan padanya, dan jika engkau diberi al-imârah tanpa meminta maka engkau
ditolong atasnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Menurut
Imam Al-Mawardi (w. 450 H):
الإمامة موضوعة
لخلافة النبوة في حراسة الدينِ وسياسة الدنيا
“Imamah
adalah sebutan bagi pengganti kenabian dalam menjaga Din (Islam) dan mengurus urusan dunia.” (Al-Mawardi, Al-Ahkaam As-Sulthoniyyah wa Al-Wilayat
Ad-Diniyyah, hlm. 3)
Khilafah
adalah kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, serta
pemikulan tugas-tugasnya. (Al-Qalqasyandi, Ma’âtsir
al-Inâfah fî Ma‘âlim al-Khilâfah, I/8)
عن عبد الملك ابن عمير قال قال معاوية ما زلت أطمع في الخلافة منذ قال
ليرسول الله يا معاوية إذا ملكت فأحسن
Abdul
Malik bin Umair berkata: “Muawiyah berkata: “Aku selalu
menginginkan Khilafah sejak Rasululloh SAW bersabda kepadaku: “Wahai
Muawiyah, apabila kamu berkuasa, maka berbuat baiklah.” (HR. Ahmad)
Hadits
ini menunjukkan bahwa kata Khilafah, selain disebutkan oleh hadits, juga
digunakan oleh para sahabat, di antaranya Muawiyah. Selain itu, beliau juga
memahami kata “malakta” dalam sabda
Rasulullah, adalah Khilafah.
Al-Imam
ath-Thabraniy meriwayatkan:
حَدَّثَنِي
الْمُطْعِمُ بن الْمِقْدَامِ الصَّنْعَانِيُّ , قَالَ: كَتَبَ الْحَجَّاجُ بن
يُوسُفَ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بن عُمَرَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ طَلَبْتَ الْخِلافَةَ
Muth’im
bin Miqdam as-Shon’aniy menyatakan bahwa al-Hajjaj bin Yusuf pernah menulis
surat kepada ‘Abdullah bin Umar: “Telah
sampai berita kepadaku bahwa engkau meminta jabatan Khilafah” (Riwayat
at-Thabraniy dalam al-Mu’jam al-Kabir)
Al-Hajjaj
dalam riwayat ini juga menggunakan lafadz Khilafah, saat menyatakan bahwa
Abdullah bin Umar menginginkan kepemimpinan umum bagi kaum muslimin tersebut,
meski dalam lanjutan riwayat ini ‘Abdullah bin Umar menyangkal menginginkannya.
Rasulullah
Saw. bersabda:
مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِي وَلا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَة إلا
كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْخيرِ وتَحُضُّهُ عَلَيْهِ،
وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالسُّوءِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَالْمَعْصُومُ مَنْ
عَصَم اللهُ
“Allah
tidak mengutus seorang nabi, tidak pula memberi kekuasaan kepada seorang Khalifah, kecuali ada pada dia dua jenis bithanah: bithanah
yang menyerukan kebaikan dan mendorong dia pada kebaikan; bithanah yang menyerukan keburukan dan
mendorong dia pada keburukan. Orang yang terjaga dari melakukan kesalahan
adalah orang yang telah dijaga Allah.” (HR. al-Bukhari)
Bithanatur-rajuli artinya adalah
orang-orang dekatnya yang dilibatkan serta mengetahui setiap urusannya. (Ibnu
Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Adzim,
II/106)
Jika
kata bithanah itu disandarkan (di-mudhaf-kan) pada seseorang artinya adalah
pembantunya, orang dekatnya atau orang kepercayaannya. (Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, XIII/52)
Syaikh
Abu Zahrah menjelaskan: “Semua mazhab politik beredar seputar al-Khilafah dan itu adalah al-Imâmah al-Kubrâ. Disebut Khilafah sebab orang yang menjabatnya dan
menjadi penguasa tertinggi untuk kaum Muslim menggantikan Nabi Saw. dalam
mengatur urusan mereka. Disebut Imâmah karena
Khalifah disebut Imam, karena menaati dia adalah wajib dan karena masyarakat
berjalan di belakang dia sebagaimana mereka shalat di belakang orang yang
mengimami mereka di dalam shalat, yakni bermakmum kepada dia.” (Abu
Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah,
hlm. 21)
Penjelasan
Imam Ar-Razi mengenai istilah Imamah dan Khilafah dalam kitab Mukhtar Ash-Shihah hal. 186:
الخلافة أو
الإمامة العظمى ، أو إمارة المؤمنين كلها يؤدي معنى واحداً ، وتدل على وظيفة واحدة
و هي السلطة العيا للمسلمين
“Khilafah
atau Imamah al-‘Uzhma atau Imaratul Mukminin semuanya memberikan makna yang
satu [sama], dan menunjukkan tugas yang satu [sama], yaitu kekuasaan tertinggi
bagi kaum muslimin.” (Lihat: Muslim Al-Yusuf, Daulah
Al-Khilafah Ar-Rasyidah wa Al-‘Alaqat Ad-Dauliyah, hal. 23; Wahbah
Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu,
Juz 8/270)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar