Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 31 Mei 2016

Pemikiran Partai Ideologi Islam


 
Sesungguhnya realitas buruk umat ini perlu diubah. Perubahan itu seharusnya dilakukan secara politis melalui sebuah partai (kutlah) politik yang ditegakkan di atas dasar ideologi (mabda’) Islam. Oleh karena itu harus ada penelitian terhadap berbagai karakteristik partai politik ideologi Islam yang ada, berikut faktor-faktor pendukungnya. Di samping itu harus pula dilakukan penelitian terhadap sejumlah partai politik terdahulu dalam rangka mengetahui sebab-sebab kegagalan dan kehancurannya, terutama menyangkut aspek keorganisasiannya. Hal ini termasuk di antara materi yang mesti ada dalam pemikiran (tsaqâfah) kolektif organisasi/partai.

Umat Islam saat ini hidup di dalam struktur masyarakat yang pemikiran, perasaan, dan peraturannya campur-aduk. Oleh karena itu, perjuangan untuk mendirikan Daulah Islamiyah pasti akan berhadapan vis a vis dengan masyarakat berikut seluruh realitas, komponen, dan apa saja yang berpengaruh di dalamnya; di samping akan berhadapan dengan bagaimana cara mengubahnya agar tercipta suatu masyarakat yang memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang bersifat satu warna dan khas Islam.

Realitas individu tidak sama dengan realitas masyarakat. Komponen-komponen pembentuk individu tentu berbeda dengan komponen-komponen pembentuk masyarakat. Berdasarkan hal ini, hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan individu berbeda pula dengan hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan masyarakat.

Aktivitas partai politik ideologi Islam berkaitan dengan transformasi sosial atau perubahan masyarakat. Oleh karena itu, ia harus mengadopsi secara rinci semua hal yang berkaitan dengan perubahan masyarakat, yakni berupa berbagai pemikiran dan hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbaikan realitas masyarakat ini.

Pada saat yang sama, organisasi/partai dakwah ideologi Islam harus memberikan petunjuk kepada setiap individu, baik yang menjadi anggotanya maupun yang menjadi anggota masyarakat, bahwa mereka wajib mengadopsi setiap hukum yang berkaitan dengan aktivitas dan perjuangannya. Hukum-hukum yang dimaksud, baik yang berkaitan dengan upaya mendirikan masyarakat Islam yang terkait dengan dirinya sebagai fardhu kifayah—yang tidak ada uzur baginya untuk meninggalkannya—ataupun yang berkaitan dengan pribadinya ketika partai politik ideologi Islam ini menyeru dirinya untuk terikat dengan syariat dalam masalah muamalat, ibadat, dan akhlak, yang seluruhnya tegak di atas landasan akidah Islam dalam kehidupannya sehari-hari.

Umat Islam saat ini banyak mempergunakan akal mereka yang telah teracuni oleh pemikiran Barat dan mengikuti hukum-hukum akal mereka dalam menentukan kemaslahatan. Untuk dapat meneladani dengan tepat dan benar-benar konsisten jalannya suatu aktivitas kita harus berhadapan dengan akal dan faktor-faktor penyusunnya. Dengan begitu akan diketahui batas-batas penggunaannya sekaligus cara-cara penggunaannya dalam masalah akidah, hukum-hukum syariat, pemikiran-pemikiran dan realitas yang ada.

Aktivitas dakwah ini ditujukan untuk menegakkan hukum Allah dan menegakkan negara Khilafah Islam. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengetahuan mengenai perjalanan Rasulullah Saw. di Makkah dan berbagai aktivitas yang beliau lakukan, yang mengantarkan beliau pada tegaknya Daulah Islamiyah yang awalnya hanya seluas Madinah. Dari sinilah kita dapat meneladani beliau. Aktivitas perjuangan ini juga menuntut adanya upaya pembedaan antara hukum-hukum mengenai metode (tharîqah), sarana (wasîlah), dan strategi (uslûb) dakwah ideologi Islam, sehingga kita benar-benar tepat dalam meneladani Rasulullah Saw.
Aktivitas dakwah ideologi Islam ini juga ditujukan untuk menegakkan hukum Allah dan mengganti sistem yang ada sekarang ini. Oleh karena itu, diperlukan adanya monitoring (kontrol) politik terhadap setiap aktivitas penguasa, sekaligus adanya pemahaman mengenai realitas mereka, keterlibatan mereka, dan politik negara-negara besar yang mengendalikan sepak terjang mereka, serta adanya upaya untuk membongkar segala strategi mereka.

Sesungguhnya negeri-negeri Islam saat ini tunduk pada sistem kufur — khususnya pada peradaban Barat— dalam sistem pemikiran, sosial, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, perjalanan dakwah ideologi Islam untuk mendirikan Daulah Khilafah Islamiyah akan berhadapan dengan sejumlah ideologi, akidah, serta pemikiran dan sistem-sistem non-Islam yang dilahirkannya.

Sesungguhnya tujuan syariat adalah diterapkannya Islam dan mengemban Islam sebagai risalah ke seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemaparan mengenai pemerintahan Islam dan Daulah Khilafah Islamiyah serta bentuk negaranya, berikut pilar-pilarnya, strukturnya, UUD-nya, dan pemikiran umum yang diterapkan di dalamnya; diperlukan adanya pemaparan bentuk-bentuk pemerintahan yang ada sekarang ini agar bisa dilihat adanya perbedaan antara Daulah Khilafah Islamiyah dan negara sistem kufur serta agar umat Islam tidak terpengaruh dengan segala bentuknya; serta diperlukan adanya pemaparan mengenai dasar negara.

Dengan jalan (manhaj) semacam ini, partai politik ideologi Islam harus menempuh perjalanan dakwahnya dengan cara menentukan terlebih dulu pemikiran (tsaqâfah) kolektifnya. Pemikiran kolektif inilah yang dipraktikkan dan didakwahkan di tengah-tengah masyarakat dengan cara yang dituntut oleh dakwah yang ditujukan dalam rangka mengembalikan kehidupan Islam. Kehidupan Islam terwujud dengan penegakkan Khilafah Islamiyah yang memerintah umat Islam dan non-Muslim —yang menjadi rakyatnya— dengan Islam. Dari sinilah risalah Islam kemudian disebarluaskan ke luar negeri melalui aktivitas dakwah dan jihad yang dilakukan oleh negara Khilafah.

Jumat, 27 Mei 2016

Menjadikan Sistem Negara Khilafah Islam Berdiri


 

Sesungguhnya kekuatan pemikiran Islam yang terikat dengan tata operasinya (thariqah) cukup untuk mendirikan Negara Islam dan mewujudkan kehidupan yang Islami. Jika pikiran ini telah meresap ke dalam hati, merasuk dalam jiwa, dan mewujud di tengah umat Islam, maka pikiran itu akan menjadikan Islam hidup yang bekerja di tengah kehidupan. Akan tetapi, sebelum mendirikan Negara Khilafah Islam, kerja besar ini harus disempurnakan dan perjuangan keras harus dicurahkan dengan segenap tenaga demi terwujudnya kehidupan yang Islami dengan Khilafah.

Oleh karena itu, untuk menjadikan Negara Khilafah Islam berdiri tidak cukup dilakukan dengan hanya kesenangan dan harapan; tidak cukup dengan semangat dan cita-cita mewujudkan kehidupan Islam. Ada satu hal yang paling penting dan harus dilaksanakan, yaitu membuat hipotesis yang tepat tentang kendala-kendala besar yang menghadang gerak Islam.

Hipotesis ini dibuat sejauh mana kemungkinan umat Islam mampu menghilangkannya. Umat Islam juga harus diingatkan tentang beratnya konsekuensi yang selalu mengincar orang-orang yang membangkitkan Islam untuk tujuan ini.

Pandangan para pemikir harus diarahkan dengan pandangan khusus menuju tanggung jawab besar. Setiap pemikir memberikan sumbangan pemikiran tentang masalah yang sama. Sehingga, ucapan dan tindakan berjalan seiring di jalan yang sama dengan penuh kesadaran, kehendak, kepastian, dan kedinamisan. Orang-orang yang berjalan di jalan yang memperjuangkan perwujudan kehidupan Islam adalah orang-orang yang memahat jalan di batu yang sangat keras. Akan tetapi, dengan adanya cangkul mereka yang tajam dan besar, maka itu menjadi jaminan yang, insyaAllah, mampu memecahkan batu padas. Mereka adalah orang-orang yang berjuang menyelesaikan persoalan yang sangat rumit.

Akan tetapi, karena adanya kelembutan dan kejelian mereka, maka demikian itu menjadi jaminan kebaikan pemecahan persoalan itu. Mereka adalah orang-orang yang bertabrakan dengan peristiwa-peristiwa besar, akan tetapi mereka, insyaAllah, akan mampu mengalahkannya dan mereka tidak akan menyimpang dari jalan mereka. Karena, jalan yang ditempuh adalah jalan yang pernah dilalui Rasul Saw.

Mereka merambah jalan yang lurus yang akan memberikan hasil yang pasti dan tidak ada keraguan di dalamnya. Kemenangan pasti terwujud dan tidak ada keraguan di dalamnya.

Jalan ini adalah jalan yang sekarang ini harus dilalui kaum muslimin dengan sangat hati-hati. Dalam melangkahkan kakinya harus meneladani Rasul Saw. dengan tepat dan berjalan lurus sesuai dengan ayunan langkah-langkah beliau, sehingga jalan pengemban dakwah tidak terpeleset. Menapa? Karena setiap kesalahan dalam pemikiran dan setiap penyimpangan jalan akan menyebabkan ketergelinciran dalam berjalan dan sakit dalam berbuat.

Jalan (thariqah atau tata laksana) satu-satunya untuk mendirikan Negara Islam hanyalah mengemban dakwah Islam dan berbuat nyata dalam upaya mewujudkan kehidupan yang Islami. Demikian ini menuntut pembentukan Negara Khilafah Islam menjadi satu kesatuan yang utuh. Karena, umat Islam adalah satu, yang disatukan oleh akidah yang satu yang darinya sistem Negara Khilafah Islam memancar.

Oleh karena itu, peristiwa apapun yang terjadi di wilayah manapun dalam lingkup negeri Muslim akan berpengaruh pada wilayah-wilayah Islam lainnya. Demikian itu akan mengobarkan perasaan dan pemikiran. Karena itu, seluruh negeri Muslim harus dijadikan satu negara dan mengemban dakwahnya untuk seluruhnya sehingga berpengaruh pada keseluruhan wilayah negeri Muslim.

Demikian itu karena masyarakat yang satu yang membentuk kesatuan umat adalah seperti air dalam periuk. Jika Anda meletakkan api di bawah periuk itu sehingga memanaskan air sampai mencapai derajat yang mendidih, kemudian air yang mendidih ini berubah menjadi uap yang mendorong-dorong tutup periuk dan menciptakan gerakan dorongan, maka demikian pula halnya dengan masyarakat jika di bawahnya diletakkan mabda' Islam (ideologi Islam).

Panas api mabda' Islam menimbulkan panas, kemudian mendidih, dan akhirnya panas yang mendidih itu berubah menjadi sesuatu yang mendorong masyarakat melakukan gerakan dan perbuatan.

Oleh sebab itu, dakwah harus dibangkitkan dan didakwahkan ke dunia Islam untuk dipakai melaksanakan perwujudan kehidupan yang Islami. Langkah ini bisa dilakukan dengan penerbitan buku-buku, risalah-risalah (jurnal-jurnal dan artikel-artikel), menjalin hubungan-hubungan, dan semua sarana dakwah, apalagi membentuk jalinan hubungan-hubungan, karena posisinya merupakan jalan dakwah yang paling sukses.

Penyampaian dakwah dengan bentuk yang terbuka akan menjadi bara yang membakar masyarakat, sehingga kebekuan menjadi panas yang membara. Tidak mungkin mengubah panas yang mendidih menjadi gerakan kecuali jika dakwah dalam arah politiknya difokuskan pada aktivitas nyata di satu wilayah atau beberapa wilayah yang darinya aktivitas dakwah dimulai. Kemudian satu atau beberapa wilayah dijadikan titik sentral yang di atas wilayah itu Negara Khilafah Islam didirikan. Dari titik itu tumbuh, kemudian membentuk Negara Khilafah Islam yang besar yang mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.

Ini persis dengan yang dilakukan Rasulullah Saw. Beliau menyampaikan dakwahnya ke seluruh manusia. Langkah-langkah penyampaiannya berjalan di jalan aktivitas nyata. Beliau mengajak penduduk Makkah dan seluruh bangsa Arab di musim haji. Beliau menjalin hubungan dengan mereka dan berdakwah pada mereka di musim haji.

Kepergian beliau ke kabilah-kabilah di rumah-rumah mereka dan mendakwahi mereka adalah untuk Islam. Seperti demikianlah gambaran dakwah yang sampai ke seluruh Arab. Sampainya dengan gesekan yang terjadi antara Rasul dan kaum Quraisy ketika terjadi benturan keras sampai gaungnya memenuhi pendengaran bangsa Arab.

Ledakan benturan itu membangkitkan mereka untuk mempelajari dan bertanya-tanya. Gaung penyebaran dakwah sudah menyebar ke seluruh Arab meski medan dakwah masih terbatas di Makkah.

Kemudian beliau melebarkan sayap dakwahnya ke Madinah sehingga terbentuk Negara Islam yang baru sebatas Hijaz. Ketika itu api dakwah dan kemenangan Rasul berhasil mendidihkan bangsa Arab, kemudian timbul gerakan, lalu mereka beriman seluruhnya sampai Negara Islam meluas mencakup seluruh wilayah Jazirah Arab dan mengemban risalahnya ke seluruh alam.

Oleh karena itu, pengembanan dakwah Islam dan aktivitas nyata perwujudan kehidupan yang Islami harus kita jadikan jalan untuk mendirikan Negara Khilafah Islam. Kita juga harus kemudian menggabungkan seluruh negeri Muslim menjadi satu negara dan tujuan dakwah.

Hanya saja kita harus memperhatikan satu hal yang sangat penting, yaitu fokus pada medan aktivitas dakwah di satu wilayah atau beberapa wilayah yang di dalamnya kita membina manusia dengan Islam sehingga Islam hidup dalam diri mereka dan mereka hidup dengan dan demi Islam.

Dalam wilayah itu pula kita membentuk kesadaran umum atas dasar Islam dan opini umum untuk Islam, sehingga terjadi dialog antara pengemban dakwah dan masyarakat dengan dialog yang menghasilkan perbuatan yang berpengaruh mengubah dakwah menjadi dakwah yang interaktif (tafaa'ul) dan produktif…..

Kamis, 26 Mei 2016

Pemikiran Barat Bertentangan Dengan Islam


 

(4) Adanya pengagungan secara umum terhadap sebagian tsaqafah (pemikiran) Barat dan menganggapnya sebagai ilmu yang mendunia. Pengetahuan-pengetahuan itu seperti, ilmu sosial, ilmu jiwa, dan ilmu-ilmu pendidikan.

Kebanyakan manusia mengategorikan pengetahuan-pengetahuan ini sebagai ilmu dan esensi-esensi yang didatangkannya adalah hasil eksperimen, lalu mereka membawanya dengan mengagungkannya secara umum, kemudian mengambil dan menjadikannya sebagai pemecah problem-problem umat serta menjadikannya hukum yang menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.

Pengetahuan-pengetahuan itu dipelajari sebagai ilmu di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi kita, dan kita menerapkannya dalam kehidupan dan menjadikan alat bantu yang dianggap dapat menuntaskan persoalan-persoalan kehidupan. Maka tidak aneh jika pernyataan-pernyataan para psikolog, sosiolog, dan sarjana pendidikan lebih banyak dijadikan bukti dan referensi daripada Al-Qur'an dan hadits.

Karena itu pula, di tengah kita banyak dijumpai pemikiran-pemikiran dan berbagai pandangan kehidupan yang salah sebagai akibat dari ilmu-ilmu tersebut, mengagungkannya, dan menjadikannya standar hukum yang diasumsikan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan kita.

Akibatnya bagi dakwah, penerimaan pernyataan-pernyataan kebenaran menjadi sulit. Secara umum, kesulitan (hambatan dakwah) yang disodorkan adalah mengantarkan manusia pada gaya hidup yang memisahkan agama dari kehidupan dan penentangan terhadap pendirian Negara Khilafah Islam.

Pada intinya, pengetahuan-pengetahuan ini adalah tsaqafah (pemikiran) dan bukan ilmu karena kehadirannya diperoleh sekedar melalui jalan pengamatan dan kesimpulan (istinbat). Di dalamnya tidak ada percobaan atau eksperimen yang hasilnya tertentu, jelas diketahui. Penerapannya pada manusia tidak bisa dikategorikan percobaan (eksperimen atau pengalaman).

Pengetahuan adalah hasil pengamatan yang berulang-ulang atas sejumlah orang yang berbeda-beda, dalam keadaan dan posisi yang berbeda-beda pula. Esensinya hanyalah pengamatan dan kesimpulan, bukan percobaan seperti percobaan ahli laboratorium yang melakukan percobaan benda-benda.

Oleh karena itu, hasilnya dimasukkan dalam bidang tsaqafah (pemikiran), bukan ilmu. Selain itu, kedudukannya masih merupakan dugaan yang mengandung kemungkinan salah dan benar karena keberadaannya dibangun di atas landasan yang keliru, pandangan personal dan kelompok, dan di atas pikiran individual.

Karena itu, pandangannya beralih dari personal ke keluarga, ke kelompok, dan ke masyarakat, di atas asumsi bahwa masyarakat dibentuk dari personal-personal. Maka sudah barang tentu, kelompok-kelompok masyarakat dikategorikan terpisah-pisah. Apa yang cocok pada masyarakat tertentu tidak otomatis cocok untuk masyarakat lain.

Padahal sebenarnya, masyarakat terbentuk dari manusia, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sistem. Pikiran-pikiran dan penyelesaian-penyelesaian yang cocok untuk manusia di tempat tertentu juga cocok untuk manusia lain di seluruh tempat manapun. Masyarakat-masyarakat yang beragam bisa diubah menjadi satu masyarakat dengan keselarasan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan sistem-sistem.

Ilmu-ilmu itu adalah dzanni (bersifat dugaan) dan bukan hakikat yang pasti. Esensinya dibangun di atas dasar yang salah. Karena itu, kehadirannya tidak bisa dipakai untuk mengatur kehidupan. Hanya Islam yang mampu mengaturnya.

Kekeliruan pandangan pada masyarakat membawa konsekuensi pada kekeliruan berbagai pandangan pendidikan dalam ilmu-ilmu pendidikan dan kekeliruan berbagai pandangan dalam ilmu sosial karena pandangan itu dibangun di atas pandangan ini.

(5) Masyarakat di dunia Islam hidup dengan kehidupan yang tidak Islami dan justru hidup dengan gaya hidup yang bertentangan dengan Islam.

Demikian itu dikarenakan perangkat negara dan pemerintah yang perangkat dan masyarakatnya berdiri di atasnya, kaidah-kaidah kehidupan yang masyarakat dengan segala pilarnya dibangun di atasnya, orientasi pandangan jiwa yang menjadi cara pandang umat Islam, dan pembentukan akal yang pemikiran umat berdiri di atasnya, semuanya berpijak pada landasan pemahaman-pemahaman kehidupan yang bertentangan dengan pemahaman-pemahaman Islam.

Selama asas ini tidak berubah dan selama pemahaman-pemahaman yang keliru ini dibenarkan, maka hal itu akan menjadi kendala perjuangan mengubah kehidupan manusia di tengah masyarakat, akan menjadi duri yang menghalangi pengubahan perangkat negara, kaidah-kaidah masyarakat, dan cara pandang jiwa dan akal yang mengatur kaum muslimin....

Rabu, 25 Mei 2016

Program Pendidikan yang Mencetak Antek Penjajah


 

HAMBATAN-HAMBATAN MENDIRIKAN NEGARA KHILAFAH ISLAM

Mendirikan Negara Khilafah Islam bukan pekerjaan gampang karena mewujudkan kehidupan yang Islami bukan perkara remeh. Ada banyak hambatan besar yang bentuknya bermacam-macam. Hambatan-hambatan ini selalu menghadang upaya mendirikan Negara Khilafah Islam dan ini harus disingkirkan. Banyaknya hambatan dan besar yang berdiri mengangkang di tengah jalan mewujudkan kehidupan Islami harus dikalahkan.

Perintah ini berhubungan dengan mendirikan Negara Islam yang menerapkan Islam sebagai sistem yang bersumber dari akidah Islam, menerapkan Islam sebagai hukum-hukum syara'/ hukum Allah, lalu mewujudkan kehidupan Islami yang sempurna dalam negeri, mengemban dakwah Islam ke luar negeri untuk seluruh manusia secara sempurna.

Inilah Negara Khilafah Islam yang harus didirikan di atas akidah Islam. Di atas akidah itu dibangun pikiran-pikiran dan berbagai kebijakan, kemudian negara Khilafah berdiri di atas UUD dan sistem yang memancar dari akidah Islam.

Demikian ini terus dilangsungkan hingga dorongan-dorongan kehidupan bangkit dari dalam jiwa, lalu terbentuklah akal dan jiwa Islami yang menyempurnakan pelaksanaan sistem dan UUD yang dilaksanakan dengan penuh ketaatan.

Pembentukan Negara Khilafah Islam di tengah umat dan di tangan para penguasa yang menjalankan urusan-urusan umat haruslah Islami dalam seluruh aspek kehidupan dan mewujudkan kehidupan Islami yang memungkinkannya mengemban risalahnya ke seluruh dunia, di samping memungkinkan bagi masyarakat non-muslim menyaksikan cahaya Islam di negaranya Khilafah hingga mereka berbondong-bondong memeluk Islam.

Oleh karena itu, kesulitan-kesulitan yang menghadang di tengah jalan upaya mewujudkan kehidupan Islami atau di hadapan upaya mendirikan Negara Khilafah Islam sangat banyak dan ini harus diketahui dan harus ditaklukkan.

Kesulitan-kesulitan yang terpenting adalah sebagai berikut.

(1) Adanya pemikiran-pemikiran yang tidak Islami dan menyerang dunia Islam.

Demikian itu karena dunia Islam telah dikalahkan di masa kemunduran, Islam mengalami pendangkalan pemikiran, tidak adanya pengetahuan, dan lemahnya akal karena kemunduran umat Islam merata.

Umat Islam yang telah dangkal pemikirannya dikalahkan dengan pemikiran-pemikiran yang tidak Islami yang bertentangan dengan pemikiran-pemikiran Islam, juga karena berdiri di atas asas yang sudah terkontaminasi dan pemahaman kehidupan yang salah.

Maka, pemikiran-pemikiran yang ditemukan menjadi tanah subur yang bebas dari perlawanan umat Islam dan posisinya semakin kokoh. Pemikiran-pemikiran kaum muslimin dipenuhi dengan pemikiran-pemikiran ini, apalagi para budayawannya.

Pemikiran politiknya sarat dengan ide-ide yang membebek, jauh dari kreativitas yang Islami, tidak disiapkan untuk menerima pemikiran politik yang Islami, dan tidak mengetahui bagaimana esensi pemikiran ini (ide kufur), khususnya dalam aspek politik.
Oleh karena itu, dakwah Islam harus menjadi dakwah yang mengarah pada Islam dan pada pembentukan kehidupan yang Islami.

Orang-orang non-muslim diajak kepada Islam dengan kajian pemikiran-pemikiran Islam.
Kaum muslim diajak merefleksikan Islam dalam perwujudan kehidupan yang Islami dengan pemahaman yang Islami pula.

Semua ini menuntut penjelasan tentang apa yang tersimpan dalam kepalsuan pikiran-pikiran yang tidak Islami, juga tentang bahaya-bahaya yang diakibatkan olehnya, di samping menuntut menjadikan politik Islami sebagai jalan dakwah dan berjuang membina umat dengan tsaqafah (khazanah keilmuan) Islam di mana aspek politiknya tampak di dalamnya. Dengan modal ini, dakwah memungkinkan mengalahkan kesulitan (kendala atau hambatan) ini.

(2) Adanya program-program pendidikan yang dibangun di atas landasan bangunan penjajah, juga adanya thariqah (metode) yang mengatur cara-cara menerapkan program-program ini di sekolah-sekolah dan berbagai perguruan tinggi.

Lembaga-lembaga pendidikan lengkap dengan perangkat, misi, dan landasannya menghasilkan sarjana-sarjana atau para lulusan yang akan mengatur pemerintahan, menjalankan birokrasi (termasuk berbagai administrasi negeri dan swasta), pengadilan, pendidikan, kedokteran, dan semua persoalan kehidupan. Para lulusan dibekali dengan pemikiran khusus yang berjalan sesuai dengan garis-garis kebijakan global kafir penjajah.

Program ini terus dijalankan hingga pemerintahan, sebagaimana yang kita saksikan dewasa ini, berhasil menggantikan para pegawai berkepribadian muslim dengan antek-antek penjajah.

Tugas mereka (antek-antek penjajah) yang utama adalah menjaga kepentingan dan apa-apa yang telah digariskan penjajah, seperti dalam hukum pidana, undang-undang, tsaqafah (khazanah keilmuan), politik, sistem-sistem, hadharah (kebudayaan), dan lain-lainnya.

Mereka juga dituntut membela kepentingan-kepentingan penjajah seperti membela kepentingannya sendiri, bahkan lebih keras.

Sementara tata operasional (thariqah) penanggulangan kesulitan ini adalah menyingkap motif dan tujuan kerja para penguasa dan antek-antek penjajah kepada seluruh manusia sehingga sisi-sisi keburukan penjajahan menjadi tampak dan jelas. Tujuannya agar mereka terbebaskan dari tuntutan mempertahankan kepentingan-kepentingan itu, hingga dakwah menemukan jalannya untuk menyampaikan misinya kepada kaum muslimin.

(3) Penerapan program-program pendidikan dengan dasar yang dibangun kafir penjajah dan menurut tata laksana (thariqah) yang dikehendaki kafir penjajah.

Cara kerja mereka dengan menjadikan pemuda-pemuda muslim jebolan lembaga-lembaga pendidikan tersebut atau para pelajar yang masih menyelesaikan studi berjalan dengan arah dan visi yang bertentangan dengan Islam.

Program-program pendidikan yang dimaksudkan dalam kajian ini (yakni yang dihitung sebagai hambatan dakwah) bukanlah program sains dan industri. Ini adalah ilmu universal yang tidak dikhususkan untuk bangsa tertentu, tetapi untuk umum dan merupakan milik semua manusia.

Yang kami maksudkan adalah program-program tsaqafah (pemikiran) yang berpengaruh dalam menentukan arah pandangan hidup.

Program-program inilah yang menjadikan program-program pendidikan menciptakan hambatan upaya mewujudkan kehidupan Islami. Ilmu-ilmu pengetahuan yang tercakup dalam program pendidikan ini meliputi sejarah, sastra, filsafat, dan hukum.

Kenapa? Karena sejarah adalah tafsir fakta kehidupan, sastra adalah gambaran rasa tentang kehidupan, filsafat adalah pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun visi kehidupan, dan hukum adalah penyelesaian konkrit atas problem-problem kehidupan, di samping sebagai alat yang menjadi landasan pengaturan hubungan-hubungan personal dan kelompok.

Dengan semua modal ini, kafir penjajah mempolakan pemikiran sebagian anak-anak umat Islam dengan pola khusus yang menjadikan mereka tidak merasa berkeharusan mewujudkan Islam dalam kehidupan mereka dan umat, sementara sebagian mereka yang lain dibentuk menjadi manusia yang mengemban misi permusuhan terhadap Islam dengan cara mengingkari Islam sebagai sistem yang tepat untuk dipakai menyelesaikan kesulitan-kesulitan kehidupan.

Oleh karena itu, pemikiran ini harus diubah. Caranya dengan membina para pemuda di luar sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi. Pembinaannya dengan pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukum syara'. Pembinaannya dilakukan secara berkelompok dan terkendali yang memusat (sentralisasi) dan ini terus dilakukan hingga memungkinkan dapat mengalahkan kesulitan atau hambatan ini…...

Selasa, 24 Mei 2016

Khilafah Utsmani Dipecah-Belah Imperialis


 

Khilafah 'Utsmani dipecah-belah menjadi beberapa negara yang di antaranya Turki, Mesir, Irak, Suriah, Libanon, Palestina, Timur Yordan, Hijaz, Najd, dan Yaman.

Para aktivis politik yang menjadi antek-antek kafir penjajah mengadakan berbagai muktamar dan kongres di setiap negara di mana mereka tinggal. Mereka semua menuntut kemederkaan dari Turki (Khilafah 'Utsmani).

Tuntutan kemerdekaan di masing-masing negeri yang digariskan dalam muktamar ditetapkan menjadi negara yang berdiri sendiri dan terpisah dari negeri-negeri Islam lainnya.

Maka, atas dasar ini berdirilah Negara Turki, Irak, Mesir, Suriah, dan seterusnya. Kemudian di Turki didirikan gerakan nasionalis kebangsaan Yahudi yang beberapa waktu kemudian berubah menjadi perjuangan kemerdekaan atas nama negara bangsa. Proyek ini diagendakan menjadi ujung jembatan bagi kepentingan kafir dan untuk menciptakan ganjalan yang menyibukkan kaum muslimin yang akhirnya menjadikan mereka lupa terhadap kafir penjajah, yaitu negara-negara Barat, seperti Inggris, Amerika, dan Perancis.

Di samping itu, untuk menjadikan Israel sebagai salah satu penghalang yang akan memecah-belah negara-negara kaum muslimin sehingga mereka tidak mampu mengembalikan Negara Islam. Dengan demikian, posisi geografis dan iklim umum memusat menjadi satu titik perubahan tanpa ada pembebasan kaum muslimin.

Mushthafa Kamal menegakkan pemerintahan dengan sistem kapitalis dalam perekonomian, sistem demokrasi dalam pemerintahan, dan undang-undang Barat dalam aturan birokrasi dan pengadilan. Dia juga menetapkan kebudayaan dan pemahaman-pemahamannya tentang kehidupan [sesuai dengan Barat]. Dia berusaha memusatkan arah pandangan kehidupannya hingga jalan hidupnya menjadi pedoman hidup kaum muslimin. Mereka dituntut hidup di atas jalan itu.

Kerja Mushthafa Kamal memperoleh kesuksesan hingga pada batas yang jauh.
Dia bersama sekutu Barat menjadikan Mesir kesultanan kemudian menerapkan sistem kerajaan parlementer di dalamnya.
Di Irak dia juga menerapkan sistem kerajaan parlemen.
Di Libanon dan Suriah diberlakukan sistem republik.
Di Timur Yordan ditegakkan sistem keemiratan dan di Palestina ditetapkan sistem pemerintah dominion yang berakhir dengan tegaknya sistem demokrasi parlemen yang mengikat antara Yahudi di bawah nama negara sendiri, dan menggabungkan sisa wilayahnya pada Timur Yordan dan menjadikannya kerajaan parlemen.
Di Hijaz dan Yaman ditegakkan kerajaan lalim.
Di Turki didirikan republik kepemimpinan.
Di Afganistan ditegakkan kerajaan dinasti (pewarisan).
Dia juga mendorong Iran memegang teguh sistem kekaisaran dan membiarkan India menjadi daerah jajahan, kemudian membaginya menjadi dua negara.

Dengan strategi ini, kafir penjajah menjadikan sistemnya diterapkan oleh Mushthafa Kamal dalam negara kaum muslimin, dan dengan penerapannya akan melemahkan pikiran dan jiwa umat untuk mengembalikan pemerintahan Islam.

Upaya Mushthafa Kamal tidak berhenti sampai di sini saja, bahkan jiwa penduduk negara dikondisikan dalam suasana memiliki dan keharusan mempertahakan sistem yang ditegakkannya. Karena, penduduk tiap negeri dari negeri-negeri bekas Khilafah Islam mengategorikan negeri mereka sebagai negara yang berdiri sendiri.

Akibatnya, mereka (umat Islam) memahami keharusan memerdekakan negerinya dari negeri-negeri Islam lainnya. Maka tidak heran jika orang Irak di Turki dianggap sebagai orang asing. Orang Suriah di Mesir juga dihitung sebagai orang asing.

Seperti demikianlah cara-cara para penguasa tiap negeri dalam menjaga pemahaman sistem kapitalis demokrasi. Penjagaan mereka terhadap sistem ini lebih banyak daripada penjagaan penduduknya. Mereka menjadi orang-orang bayaran dengan tugas memelihara sistem dan undang-undang yang dibentuk penjajah dan diberlakukan pada mereka.

Setiap upaya mengubah sistem yang berlaku oleh mereka dikategorikan sebagai gerakan yang inkonstitusional. Gerakan ini akan dikenai sanksi oleh undang-undang penjajah yang diberlakukan pada mereka.

Mushthafa Kamal (dengan kafir penjajah) menerapkan undang-undang Barat di negara kaum muslimin secara langsung setelah berusaha menerapkannya dengan melalui antek-anteknya. Semenjak paruh pertama abad 19 penjajah sudah berusaha memasukkan undang-undang Barat ke Negara Khilafah Islam.

Di Mesir diciptakan penjajahan yang mendorong masuknya undang-undang sipil Perancis untuk menggantikan kedudukan hukum-hukum syara' dan upaya ini berhasil. Mesir semenjak tahun 1883 M mulai menerapkan undang-undang Perancis, juga menerjemahkan undang-undang Perancis lama dan menerapkannya sebagai undang-undang resmi negara. Maka, undang-undang Perancis menjadi undang-undang resmi negara yang menggantikan kedudukan undang-undang syara'. Undang-undang ini diterapkan di pengadilan-pengadilan Mesir.

Di Khilafah 'Utsmani semenjak tahun 1856 dimulai gerakan untuk menjadikan undang-undang Barat sebagai undang-undang Turki. Pada mulanya gerakan ini tidak berjalan dengan mudah sebagaimana di Mesir karena masih adanya Khilafah Islam.

Akan tetapi, kaum kafir terus-menerus mendesak, mengkader, dan mendudukkan antek-antek mereka pada kedudukan mereka yang akhirnya antek-antek itu menerima masuknya undang-undang perpajakan, undang-undang hak, dan undang-undang perdagangan.

Tekniknya dengan menjadikan fatwa-fatwa mereka yang dinyatakan sebagai fatwa yang tidak bertentangan dengan Islam. Kemudian kaum kafir memasukkan ide pembuatan undang-undang, menyusun majalah dari hukum-hukum syara' sebagai undang-undang, membagi mahkamah menjadi dua bagian yang dikategorikan sebagai syara' yang dijalankan dengan hukum-hukum syara' atas dua bentuk undang-undang, dan sistem yang menerapkan hukum menurut undang-undang Barat yang oleh para ulama difatwakan sebagai undang-undang yang tidak bertentangan dengan Islam, juga sesuai dengan undang-undang syara' yang dipolakan mengekor pada undang-undang Barat. Ini persoalan intervensi kafir penjajah kaitannya dengan undang-undang….

Senin, 23 Mei 2016

Negara Khilafah Islam Dipecah Nasionalisme


 

Perang Dunia I berakhir dan Sekutu berhasil menguasai hampir semua wilayah Negara Khilafah Islam. Cita-cita mereka adalah menghabisi Khilafah secara tuntas dan memecah belahnya menjadi beberapa negara kecil sehingga tidak mampu lagi berdiri sebagai Negara Islam.

Untuk menghabisinya secara total, mereka harus memecah-belahnya lebih dulu tanpa memberi kesempatan untuk mendirikan Negara Khilafah Islam di belahan bumi Islam manapun. Mereka telah meletakkan garis kebijakan global dan menggunakan berbagai uslub (cara) yang menjamin tidak adanya kemungkinan kembalinya Negara Islam hidup kembali. Mereka terus-menerus melakukannya untuk tujuan ini.

Semenjak kafir penjajah menduduki wilayah negara kaum muslimin, mereka memantapkan kekuasaan dengan mengokohkan hukum di atas landasan rumusan mereka. Pada tahun 1918 mereka berhasil menduduki negeri yang telah lama di bawah hukum Negara Khilafah Islam dan kemudian di atasnya ditegakkan hukum-hukum militer hingga tahun 1922. Lalu mereka memusatkan pemerintahannya dengan nama Pemerintahan Dominion pada sebagian negara dan dengan nama “kemerdekaan” yang diperoleh sendiri pada sebagian negara yang lain hingga datang tahun 1924 M.

Pada tahun itu musuh, apalagi Inggris telah mempersiapkan berbagai sarana perlawanan terhadap semua yang diduga akan menjadi kekuatan untuk mengembalikan Negara Islam. Pada tahun itu Mushthafa Kamal menghapus Khilafah dari Khilafah 'Utsmani dengan pengaruh kafir penjajah dan menjadikan Turki Negara Republik Demokrat.

Mushthafa Kamal membelah Khilafah hingga menumpas habis angan-angan terakhir yang menghendaki pengembalian Negara Islam. Di tengah tahun itu, Husin bin Ali keluar dari Hijaz dan ditawan di Qabrus karena sangat menginginkan pengembalian Khilafah.

Pada tahun itu pula, melalui antek-anteknya, Inggris menyusup ke dalam muktamar Khilafah yang diadakan di Kairo. Mereka berusaha memecah-belah dan menghancurkannya.

Pada tahun itu pula Inggris bekerja keras untuk menghapus Jam'iyyah Khilafah di India (komite yang memperjuangkan Khilafah), membatalkan usaha-usahanya, dan mengubah serta mengalihkan aliran-alirannya ke paham nasionalis dan kebangsaan.

Pada tahun itu pula di Mesir diterbitkan sejumlah karangan dari sejumlah ulama Al-Azhar dengan pengaruh kafir penjajah yang isinya mengajak umat untuk memisahkan agama dari negara, dan mendakwakan bahwa di dalam Islam tidak ada dasar-dasar pemerintahan serta menggambarkan Islam sebagai agama kependetaan, dalam Islam, sedikitpun tidak ditemukan konsep tentang pemerintahan dan negara.

Pada tahun itu pula dan tahun-tahun berikutnya, di negeri-negeri Arab terjadi perdebatan-perdebatan seputar dua tema, yaitu (i) apakah Universitas Arab lebih patut dan lebih banyak memberi kemungkinan ataukah Universitas Islam.

Berbagai surat kabar dan majalah sibuk memperbincangkan tema-tema itu, padahal kedua-duanya, apakah Universitas Arab ataukah Universitas Islam sama-sama tidak sesuai (tidak baik) dengan metode penerapan Islam. Esensi gerakannya hanya berusaha mengadakan perubahan tanpa mendirikan Negara Islam.

Akan tetapi, bagi kafir penjajah, perdebatan ini mengandung kepentingannya lain, yaitu untuk mengalihkan opini umat dari Negara Islam. Dengan diskusi-diskusi ini, mereka mampu menjauhkan umat dari opini tentang Negara Khilafah Islam.

Sebelum menjajah, kafir penjajah sudah menyiarkan idiom-idiom nasionalis Turki ke tengah kawula muda Turki. Dalam agitasi itu dipropagandakan bahwa Turki memikul beban berat bangsa-bangsa yang bukan Turki, Turki sekarang harus membebaskan diri dari bangsa-bangsa yang bukan Turki, dan Turki harus menyusun partai-partai politik yang bekerja untuk mewujudkan nasionalisme/ ashobiyah Turki dan membebaskan Turki dari negeri yang bukan Turki.

Begitu juga di kalangan para pemuda Arab, slogan-slogan tentang Nasionalisme/ ashobiyah Arab juga disebarluaskan oleh kafir penjajah, seperti: Turki adalah negara penjajah! Sekaranglah saatnya bagi bangsa Arab untuk membebaskan diri dari penjajahan Turki!

Kemudian dengan slogan-slogan itu mereka membentuk partai-partai politik yang bekerja untuk mewujudkan persatuan Arab dan membebaskan Arab. Penjajahan tidak akan datang sampai kafir penjajah berhasil menyebarkan slogan-slogan nasionalisme dan menjadikannya semangat perjuangan yang menempati posisi yang sebelumnya ditempati Islam.

Turki “dimerdekakan” atas dasar kebangsaan dan nasionalisme/ ashobiyah. Bangsa Arab juga bekerja untuk pemerintahan yang berdiri di atas dasar kebangsaan dan nasionalisme. Kata-kata nasionalisme dan kebangsaan menyebar dan memenuhi iklim dunia Islam. Kata-kata itu akhirnya menjadi tumpuan kebanggaan dan label kemuliaan.

Upaya penjajah tidak cukup dengan ini saja, bahkan mereka juga menyebarkan pemahaman-pemahaman yang salah tentang pemerintahan dalam Islam, tentang Islam sendiri, dan gambaran Khilafah yang dinyatakan sebagai jabatan kepausan dan bentuk perwujudan pemerintahan agama yang bersifat kependetaan (teokrasi).

Sehingga, kaum muslimin sendiri akhirnya merasa malu menyebut kata Khalifah dan orang yang menuntut Kekhilafahan. Di tengah kaum muslimin juga sering dijumpai pemahaman umum yang menyatakan bahwa persoalan tuntutan Khilafah adalah tuntutan kuno, terbelakang, dan jumud, yang tidak mungkin keluar dari orang yang berbudaya dan tidak mungkin pula dikatakan oleh pemikir.

Di tengah iklim kebangsaan dan nasionalisme ini, Negara Khilafah Islam dibagi-bagi menjadi beberapa negara dan menjadikan penduduk setiap negara berpusat dan berkelompok di negara di mana mereka tinggal......

Minggu, 22 Mei 2016

Aktivitas Propaganda Menentang Khilafah



Jika kekuasaan dipisahkan dari Khilafah, maka siapakah yang menerapkan hukum dan menjalankan pemerintahan? Mushthafa Kamal sangat berambisi untuk memisahkan kesultanan dari Khilafah. Dia sudah merencanakannya lebih dulu sebelum menentukan bentuk pemerintahan yang akan menggantikan Kekhilafahan.

Kekhilafahan akan diubah menjadi Pemerintahan Turki. Karena itu, dia menentukan bentuk pemerintahan baru setelah menghapus (memisahkan) kesultanan. Apakah Mushthafa Kamal akan menyusun parlemen ketika masih menjadi kepala pemerintahan bidang perundang-undangan, sementara Khalifah masih "memiliki" kekuasaan (pengaruh, bukan wewenang formal) karena penghapusan [kekuasaan] dianggapnya tidak memiliki pengaruh (tidak sah)?

Khalifah tidak menerima Mushthafa Kamal yang hendak menyusun parlemen. Namun, Mushthafa Kamal menyembunyikan apa yang menjadi tekadnya. Kemudian dia melanjutkan operasinya dengan dukungan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya, dan menjalankan pemerintahan melalui jalur kebangsaan.

Dia membentuk partai yang dinamakan Partai Kebangsaan. Tujuannya adalah untuk mengambil opini umum menjadi miliknya. Meski langkah-langkahnya sudah sedemikian jauh, Mushthafa Kamal tidak bisa memungkiri bahwa suara mayoritas di Komite adalah lawannya setelah dia mengumumkan dengan paksa pemisahan kesultanan dari Khilafah. Karena itu, dia perlu mengambil inisiatif untuk diumumkan tentang bentuk pemerintahan yang ditetapkannya, yaitu Pemerintahan Republik Turki dan memproklamirkan dirinya sebagai presidennya.

Kemudian Mushthafa Kamal bekerja keras untuk menjerumuskan Komite dalam berbagai kemelut berdarah sehingga dia punya alasan untuk meminta pembatalan parlemen (parlemen lama) yang menjalankan pemerintahan dan mengajukan pembatalannya pada Komite Kebangsaan.

Komite tidak menemukan orang yang pas untuk menguasai parlemen. Setelah kemelut memuncak, dia usul pada komite agar Mushthafa Kamal menguasai parlemen. Komite pun menerimanya karena keadaannya memang sangat genting dan Mushthafa Kamal dipercaya untuk mengatasinya. Komite meminta Mushthafa Kamal menguasai (memerintah) parlemen dan menyelesaikan krisis.

Pada mulanya, dia menampakkan kesulitan, kemudian menjawab permintaan, lalu naik ke pelaminan dan berkata kepada anggota dewan: "Kalian telah mengirimkan utusan untuk memintaku agar menyelamatkan keadaan dalam benaman krisis yang susul-menyusul. Akan tetapi, krisis ini akibat perbuatan kalian. Tidaklah tempat pertumbuhan krisis ini adalah persoalan yang lewat saja (sepele), tetapi telah meninggalkan garis kebijakan yang mendasar dalam sistem pemerintahan kita. Maka dari itu, Komite Kebangsaan menjalankan fungsi kekuasaan merumuskan hukum dan undang-undang serta kekuasaan pelaksana dalam satu waktu. Setiap dewan dari kalian harus bersekutu dalam mengeluarkan setiap keputusan dengan menteriku dan menyusupkan jari-jarinya dalam tiap birokrasi pemerintahan. Setiap keputusan milik menteri. Hai Tuan-tuan, tidaklah seorang menteri (pejabat tinggi dalam pemerintahan Khilafah) mampu memikul tanggung jawab dan menerima kedudukan dalam kondisi seperti ini? Kalian harus menyadari bahwa pemerintahan yang berdiri di atas asas ini adalah pemerintahan yang mustahil mampu mewujudkannya. Jika dijumpai pemerintahan seperti itu, maka itu bukanlah pemerintahan, bahkan merupakan kekacauan. Kita wajib mengubah kebijakan ini. Karena itu, aku memutuskan Turki menjadi Republik yang memiliki seorang presiden yang dipilih melalui pemilihan umum."

Setelah menyelesaikan pidatonya, dia mengumumkan rumusan yang dijanjikan sebelumnya, yaitu mengubah Negara Islam menjadi Republik Turki dan Mushthafa Kamal dipilih menjadi presiden Turki pertama. Dengan demikian, dia mengangkat dirinya menjadi penguasa hukum undang-undang negara.

Akan tetapi, persoalannya tidak segampang sebagaimana yang dikehendaki Mushthafa Kamal. Bangsa Turki adalah bangsa muslim. Apa yang dilakukan Mushthafa Kamal adalah bentuk penentangan terhadap Islam.

Negara didominasi pemikiran yang menyatakan bahwa Mushthafa Kamal bertekad menghabisi Islam. Pemikiran ini diperkuat dengan perilaku-perilaku Mushthafa Kamal sendiri yang jelas-jelas mengingkari dan melanggar Islam di sepanjang hidupnya, khususnya dalam menentang semua hukum syara'.

Dia juga sering menampakkan pelecehan atau merendahkan setiap keputusan suci atau hukum yang berlaku di tengah kehidupan kaum muslimin. Mayoritas umat yakin bahwa Pemerintahan Ankara yang bertanah keras adalah pemerintahan kufur yang bertanah tandus.

Masyarakat akhirnya bergabung di seputar Khalifah Abdul Majid dan berusaha untuk mengembalikan kekuasaan kepadanya dan menjadikannya penguasa yang akan menghukum kaum murtad.

Mushthafa Kamal mengetahui bahaya yang mulai membesar. Dia juga melihat bahwa mayoritas rakyat membencinya dan mempersepsikannya sebagai seorang zindiq, kafir, dan atheis. Mushthafa Kamal berpikir keras tentang persoalan ini. Akhirnya, dia memantapkan langkahnya dengan meningkatkan aktivitas propaganda menentang Khalifah dan Khilafah.

Di setiap tempat dan kesempatan, dia membakar gelora semangat Komite Kebangsaan hingga Undang-undang Pemberantasan (subversif) semakin dipertajam dengan menyatakan bahwa setiap penentang Republik dan setiap dukungan terhadap sultan dicap sebagai pengkhianat yang diancam hukuman mati. Kemudian dalam setiap mejelis pertemuan, apalagi dalam Komite Kebangsaan (Dewan Nasional), Mushthafa Kamal membahas, memperbincangkan, dan mengumumkan bahaya Khilafah….

Sabtu, 21 Mei 2016

Antek Inggris Melawan Khilafah Utsmani



UPAYA MELENYAPKAN KHILAFAH ISLAM

Perang Dunia I berakhir ditandai dengan gencatan senjata antara dua pihak yang bertempur. Pasca-perang, Sekutu memperoleh kemenangan yang gemilang. Sementara Khilafah 'Utsmani hancur berkeping-keping menjadi negara-negara bangsa yang kecil-kecil.

Sekutu berhasil menguasai seluruh Negara Arab. Mesir, Suriah, Palestina, Timur Yordan, dan Iraq dipaksa melepaskan diri dari kesatuan Negara Khilafah Islam.

Di tangan penguasa Khilafah 'Utsmani tidak ada yang tersisa selain Turki. Turki sendiri sudah disusupi Sekutu. Angkatan Laut Inggris menguasai pelayaran. Pasukannya menduduki sebagian ibukota, semua pelayaran Selat Dardanil, dan medan-medan pertempuran yang penting di semua wilayah Turki.

Pasukan Perancis menduduki sebagian Istambul dan memenuhi jalan-jalan Sinegal. Tentara Itali menganeksi Beira dan jalur rel kereta api. Para perwira sekutu mengatur tata tertib kepolisian, penjagaan wilayah, dan pelabuhan. Mereka juga melucuti senjata para perwira Turki dan mensipilkan sebagian besar mereka.

Jam'iyyatu al-Ittihaadi wa al-Taraqiy (Komite persatuan dan kemajuan) menyusut. Jamal Pasya dan Anwar Pasya lari keluar negeri. Sisa-sisa anggota jam'iyyah menyembunyikan diri. Pemerintahan yang kurus (sakit) ini akhirnya dibentuk kembali dengan kepemimpinan Taufiq Pasya agar menjalankan instruksi-instruksi musuh yang berkuasa.

Ketika itu Khalifah adalah Wahiduddin. Dia melihat bahwa dirinya berada di depan masalah ini dan harus bertanggung jawab. Karena itu, dia bertekad akan menyelamatkan kedudukannya dengan cara yang sangat bijak. Langkah pertama yang ditempuhnya membubarkan parlemen dan menyerahkan jabatan perdana mentri kepada sahabat karibnya yang paling jujur, Farid.

Kondisinya pun masih tetap seperti semula karena Sekutu masih terus mengontrol, sementara Turki terlena dalam kebekuan hingga pertengahan tahun 1919 M. Di ujung tahun ini keadaan mulai berubah dan berganti. Kelemahan menggerogoti kedudukan Sekutu. Itali, Perancis, dan Inggris mengalami kelesuan yang sangat parah karena pertikaian masalah ras. Konflik internal sangat tajam hingga nyaris mencerai-beraikan barisan kesatuan mereka.

Di antara negara-negara Sekutu sendiri pun telah dirayapi pertikaian. Indikasinya terlihat di Istambul di tengah para aktor politik Sekutu yang memperebutkan harta rampasan perang. Tiap-tiap anggota negara-negara Sekutu berambisi untuk memperoleh bagian yang paling besar dari markas-markas militer dan keistimewaan-keistimewaan ekonomi yang dikuasainya. Kondisi ini sebenarnya sangat memungkinkan bagi Turki mencoba membidikkan anak panahnya yang terakhir sehingga diharapkan dapat menyelamatkan kedudukan Khilafah. Tindakan ini seharusnya diambil Turki setelah melihat Sekutu dalam keadaan lemah dan saling bertikai sampai-sampai di antara sesama mereka saling berebut membakar Turki agar melawan negara-negara tertentu dan membantu mengalahkan negara-negara tertentu lainnya dari kelompok yang sama, yaitu Sekutu.

Pasca-perang, di tengah konflik internal Sekutu, konferensi perdamaian belum ditetapkan. Syarat-syarat perdamaian juga belum dirumuskan. Sementara di ufuk, kilauan kecermelangan angan-angan mulai tampak. Di tengah kehidupan manusia, keyakinan akan kemungkinan menyusun gerakan perlawanan mulai membentuk. Akan tetapi, Inggris lebih dulu menangkap tanda-tanda ini. Dengan cepat, Inggris mempekerjakan Mushthafa Kamal. Dia harus berjalan sesuai dengan garis politik Inggris, melaksanakan kebijakan globalnya, dan mewujudkan misi utamanya yang hendak menghabisi Khilafah.

Maka, di Istambul dibentuk kelompok-kelompok rahasia yang jumlahnya lebih dari 10. Tujuannya mencuri senjata dari gudang-gudang negara (Khilafah 'Utsmani) yang pengawasannya sudah dibeli supaya tunduk pada musuh. Di samping itu, Inggris juga mengirimkan sistem aturannya yang samar dan menyusupkannya ke dalam Khilafah. Sebagian pejabat resmi justru membantu penyusupan ini.

Untuk lebih memperlancar keberhasilan misi politik Inggris, maka 'Ashamta diangkat menjadi wakil mentri peperangan, Fauzi menjadi kepala kesatuan militer, Fathiy menjadi mentri dalam negeri, dan Rauf menjadi mentri kelautan. Mereka semua membantu gerakan-gerakan bawah tanah. Maka tidak heran jika kelompok-kelompok ini berdiri dalam jumlah yang banyak. Tujuannya yang paling penting adalah menjalankan permusuhan rahasia terhadap musuh. Lalu muncul kelompok al-Ittihad wa al-Taraqiy. Sebagian kelompok militer sistematis bergabung dengan gerakan-gerakan ini.

Kemudian gerakan-gerakan berkumpul dalam satu wadah di bawah pimpinan Mushthafa Kamal. Dia memainkan peran penting dalam memberikan perlawanan terhadap Sekutu (selain Inggris karena Mushthafa bekerja untuknya) dan mengusir mereka dari Khilafah. Dalam operasi ini, Mushthafa Kamal memperoleh hasil yang besar. Kemudian dia melihat bahwa pemerintah pusat dan kekuasaan di Istambul jatuh di bawah kontrol Sekutu. Karena itu, sebagai gantinya dia harus menjalankan pemerintahan kebangsaan di Anatoli.

Dalam melaksanakan aksinya, Mushthafa Kamal mengawali revolusinya dengan memberi baju kebangsaan dan mengakhirinya dengan melenyapkan kekhilafahan dan memisahkan Turki dari bagian-bagian wilayah Khilafah 'Utsmani. Bukti di lapangan menunjukkan revolusi Mushthafa Kamal untuk kepentingan Inggris. Inggrislah yang menyiapkan segala hal untuk kesuksesan revolusi ini. Inggris mengirim Mushthafa Kamal agar mengadakan revolusi.....

Jumat, 20 Mei 2016

Wilayah Negara Khilafah Dicaplok Barat Imperialis


 

Serangan Barat (bangsa-bangsa Eropa) tidak cukup sampai di sini saja, bahkan penjajahannya lebih disempurnakan dengan mencaplok wilayah-wilayah Khilafah yang masih belum terjajah. Inggris menjajah 'Adn tahun 1839 dan melebarkan pengawasannya di lembah-lembah yang luas di perbatasan Yaman Selatan hingga Timur Jazirah dan sebelumnya Inggris telah menguasai India dalam beberapa periode. Penjajahannya berhasil mencabut kepemimpinan kaum muslimin dari India dan mendudukinya dengan cara yang khas. Sebelum Inggris masuk, kaum muslimin yang memegang kekuasaan di India, lalu Inggris mencabutnya dan menjadikan mereka berperan di sektor-sektor yang lemah yang lambat-laun akan melemahkan posisi mereka secara umum.

Kemudian pada tahun 1882 Inggris mencaplok Mesir dan pada tahun 1898 menguasai Sudan. Demikian juga Belanda berhasil menjajah pulau-pulau India Timur. Afganistan dikepung di bawah tekanan Inggris dan Rusia sebagaimana Iran. Gelombang serangan bangsa-bangsa Barat di seluruh wilayah dunia Islam semakin meningkat sampai semuanya merasa jatuh di bawah kendali Barat dan merasa bahwa serangan Salib selalu diperbaruhi dengan menjaga kemenangan demi kemenangan.

Akhirnya, kaum muslimin menjadi sibuk dan bergantung pada pekerjaan-pekerjaan yang menghentikan gelombang pasukan besar Barat atau untuk meringankan beban tekanannya. Maka, timbullah gerakan-gerakan perlawanan terhadap Barat di wilayah-wilayah Islam. Di Aljazair pemberontakan meletus. Kaum muslimin di India mengamuk. Para pengikut sekte Mahdi di Sudan bangkit dan pemberontakan Sanusiah berkobar.

Semua itu menunjukkan potensi kekuatan terpendam dalam tubuh dunia Islam meski dari luar tampak diam dan lemah. Hanya saja gerakan-gerakan atau usaha-usaha ini akhirnya padam dan tidak berhasil menyelamatkan dunia Islam. Gerakan-gerakan keislaman itu tidak berhasil menghentikan pendudukan dan serangan Barat, bahkan Barat masih melanjutkan serangannya dengan dua kekuatan utama: politik dan tsaqafah (pemikiran).

Barat tidak hanya memecah-belah wilayah dunia Islam menjadi beberapa bagian, tetapi juga menikam dari dalam Khilafah 'Utsmani yang notabene Khilafah Islam. Barat membangkitkan gerakan-gerakan kebangsaan di dalam tubuh Khilafah 'Utsmani. Isu negara-negara bangsa dijadikan alat penggerak oleh Barat untuk membangkitkan bangsa-bangsa Balkan. Semenjak tahun 1804 M mereka didorong untuk mengadakan pemberontakan dan pemberontakan ini terus melebar hingga akhirnya berhenti pada tahun 1878 dengan “kemerdekaan” bangsa-bangsa Balkan.

Mereka juga menggerakkan negara-negara Yunani melakukan revolusi. Api revolusi itu dinyalakan sejak tahun 1821 hingga akhirnya berhenti dengan sebab masuknya asing yang “memerdekakan” Yunani dari Turki pada tahun 1830 M. Semua negara Balkan mengikutinya hingga naungan Khilafah 'Utsmani dengan sifat Khilafah Islam terkelupas dari negara Balkan, Kreta, Qabrus, dan sebagian besar pulau di Laut Tengah.

Bangsa-bangsa Barat dalam melakukan aksinya menggunakan berbagai macam kekejian. Kaum muslimin di Balkan dan kepulauan Laut Tengah diteror dan dihantam secara keji. Sebagian besar kaum muslimin diusir dari rumah-rumah mereka. Mereka lari dengan membawa agama mereka dari kekejaman kafir dan berlindung ke negara Arab yang disifati sebagai Negara Islam dan bagian dari Khilafah Islam. Aljarkis, Albusnaq, Asysyasyan, dan yang lainnya tidak lain adalah putra-putra pahlawan kaum muslimin yang tidak rela untuk tunduk pada pemerintahan kufur imperialis. Mereka lari dengan membawa agama Islam ke perkampungan-perkampungan Islam dan pemerintahan Islam.

Apakah Barat berhenti sampai di sini saja? Tidak! Bahkan, dengan berbagai sarana yang samar, Barat membangkitkan gerakan-gerakan pemisahan dan pemecahbelahan umat Islam dan kesatuan Khilafah dengan meniupkan perbedaan antara Turki dan Arab.

Mereka digerakkan untuk mengadakan gerakan-gerakan kebangsaan. Barat terus-menerus menggerakkan, bahkan membantu mereka untuk mendirikan partai-partai politik kebangsaan Turki dan Arab, seperti Partai Turki Muda, Partai Persatuan dan Kemajuan, Partai Kemerdekaan Arab, Partai Keamanan, dan partai-partai lainnya.

Partai-partai inilah yang menyebabkan kondisi dalam negeri Negara Islam mengalami goncangan dan kelabilan. Goncangan di balik berbagai tragedi dalam negeri oleh Barat diikuti dengan berbagai serangan dari luar sampai Perang Dunia I meledak yang memberi kesempatan terbuka bagi Barat untuk menyerang langsung dunia Islam.

Pada kesempatan ini Barat berhasil menguasai sisa-sisa wilayah Khilafah Islam, menghabisi, dan menenggelamkannya dari permukaan dunia. Khilafah 'Utsmani terseret dalam Perang Dunia I yang berakhir dengan kemenangan sekutu dan kehancuran Negara Khilafah Islam.

Pasca perang dunia I, Barat membagi-bagi seluruh dunia Islam menjadi harta rampasan mereka. Tidak ada Negara Khilafah Islam yang tersisa kecuali Turki yang telah menjadi negara kecil dengan sebutan Negara Turki.

Setelah perang berakhir pada tahun 1918 M., Turki hidup di bawah belas kasihan Barat hingga tahun 1921 M., yaitu ketika Turki mampu “memerdekakan diri” [dari penjajahan Barat] setelah memberi jaminan terlebih dulu pada sekutu dengan penghapusan Negara Khilafah Islam.

Senin, 16 Mei 2016

Serangan Kebudayaan Barat



Orang-orang propagandis di Eropa dan sekolah-sekolah asing telah melompat jauh hingga berhasil menembus barisan para pengemban khazanah keilmuan Islam. Penjajah Barat yang menyerang mereka dengan menikam Islam telah menakutkan mereka. Mereka mencoba menangkis tikaman ini. Dalam penolakan ini, mereka rela menjadikan Islam dalam keadaan tertuduh atau menakwili nash-nash sesuai dengan pemahaman-pemahaman Barat. Ini justru akan lebih banyak membantu serangan misionaris daripada menolaknya.

Yang lebih tragis dan menambah kehancuran Islam adalah hadharah (kebudayaan) Barat yang jelas-jelas bertentangan dengan hadharah (kebudayaan) Islam justru dijadikan bagian dari pemahaman-pemahaman mereka. Kebanyakan mereka mengatakan bahwa Barat mengambil hadharah (kebudayaan) dari Islam dan kaum muslimin. Karena itu, mereka menakwili hukum-hukum Islam sesuai dengan hadharah (kebudayaan) ini bersamaan masih adanya pertentangan secara mutlak antara Islam dan hadharah (peradaban) Barat.

Dengan demikian, mereka menerima hadharah (kebudayaan) Barat dengan penerimaan yang sempurna dan penuh kerelaan ketika memperlihatkan bahwa akidah dan hadharah (kebudayaan) mereka sesuai dengan hadharah (keudayaan) Barat. Artinya, mereka menerima hadharah (kebudayaan) Barat dan melepaskannya dari hadharah (kebudayaan) mereka yang seharusnya Islami. Inilah yang menjadi sasaran penjajahan Barat ketika berhasil memusatkan menjadi satu antara misi para misionaris dan penjajahan.

Dengan adanya orang-orang yang berpemikiran asing dan pemahaman yang jelek terhadap tsaqafah (keilmuan) Islam, maka di samping kaum muslimin ditemukan pemahaman-pemahaman Barat tentang kehidupan, seperti dalam rumah-rumah mereka yang dipraktekkan hadharah (kebudayaan) Barat yang materialistik.

Akibatnya, kehidupan dalam masyarakat menjadi tunduk pada hadharah (kebudayaan) dan pemahaman Barat. Kaum muslimin pada umumnya tidak mengetahui bahwa sistem demokrasi dalam pemerintahan dan sistem kapitalisme dalam ekonomi kedua-duanya dari sistem aturan kufur. Mereka tidak terpengaruh jika di antara mereka diputuskan suatu keputusan yang didasarkan pada selain yang diturunkan Allah.

Mereka tidak tahu bahwa Allah telah berfirman: "Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir" (TQS. Al-Maaidah: 44).
Semua itu disebabkan oleh hadharah (kebudayaan) Barat yang dibangun di atas dasar pemisahan agama dari negara. Hadharah (kebudayaan) ini telah menguasai masyarakat mereka. Pemahaman-pemahaman Barat yang materialis juga menguasai angkasa mereka. Mereka terkadang merasa perlu melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan menjaga shalat jika meyakini Allah meski di waktu yang sama dalam mengatur urusan dunia, mereka menyesuaikan dengan pandangan dan keinginan sendiri semata karena mereka terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Barat yang mengatakan: "Apa yang untuk kaisar berikan kepada kaisar dan apa yang untuk Allah adalah untuk Allah."

Mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman Islam yang menjadikan pemimpin dan apa-apa yang menjadi milik pemimpin adalah hanya milik Allah, menjadikan shalat, jual-beli, pengupahan, pemindahan hutang, pemerintahan, dan pendidikan semuanya berjalan sesuai dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah.

Benar, mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman ini meski mereka membaca firman Allah:
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah" (TQS. Al-Maaidah: 49)

dan ayat
"Jika kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya" (TQS. Al-Baqarah: 282)

dan ayat
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang dilakukannya itu dan Kamu masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" (TQS. Al-Nisaa': 115)

dan ayat
"Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin pergi semuanya [ke medan perang]. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika telah kembali supaya mereka dapat menjaga diri" (TQS. Al-Taubah: 122).

Benar, mereka tidak terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman ini dalam ayat-ayat Al-Qur'an meski mereka membacanya karena mereka tidak membacanya sebagai ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana kewajiban seorang muslim membaca ayat sebagai kehidupan yang mengalir (berdenyut) untuk dipraktekkan dalam kancah kehidupan.

Mereka hanya membacanya dalam kondisi pemahaman-pemahaman Barat yang telah menguasai mereka, maka mereka hanya terpengaruh dengan ruh ayat-ayat ini dan meletakkan penghalang di antara benak dan pemahaman serta madlul (makna yang ditunjukkan) ayat.

Semua itu karena hadharah (kebudayaan) Barat bertindak sesuka hati pada mereka dan pemahaman-pemahaman Barat menguasai mereka.

Minggu, 15 Mei 2016

Barat Menciptakan Keraguan Kaum Muslimin Dalam Beragama



Prof. Leopold Weiss dalam bukunya, al-Islam 'ala Muftariqin, berkata:
"Kebangkitan atau menghidupkan ilmu-ilmu dan sastra-sastra Eropa dengan pengambilan luas dari sumber-sumber Islam dan khususnya Arab dapat mengokohkan sebagian besar hubungan meteri antara Timur dan Barat. Eropa mengambil manfaat lebih banyak daripada yang diambil Dunia Islam, akan tetapi Eropa tidak mengetahui keindahan itu.
Demikian itu bukan karena Eropa mengurangi kebenciannya terhadap Islam, bahkan kebalikannya. Kemurkaan telah tersebar luas seiring dengan kemajuan zaman, kemudian kebencian berubah menjadi kebiasaan. Kebencian ini akhirnya menggenangi perasaan kebangsaan setiap kali disebutkan kata Islam. Kebencian itu juga telah merasuk ke dalam pepatah-pepatah yang berlaku di tengah kehidupan mereka sehingga meresap ke dalam hati setiap orang Eropa, baik laki-laki maupun wanita.
Lebih jauh dari semua ini, kebencian menjadi kehidupan setelah terjadi semua putaran penggantian tsaqafah (khazanah pemikiran). Kemudian datang masa perbaikan hubungan keagamaan ketika Eropa terpecah menjadi kelompok-kelompok, dan setiap kelompok berdiri bersenjata dengan senjatanya masing-masing dalam menghadapi kelompok yang lain.
Akan tetapi, permusuhan terhadap Islam telah merata ke seluruh kelompok. Setelah itu datang masa yang menjadikan perasaan (sentimen) keagamaan mereda, akan tetapi permusuhan terhadap Islam masih terus berlanjut. Di antara bukti nyata dari tesis ini adalah pikiran yang dilontarkan oleh seorang filosof sekaligus penyair Perancis abad ke-18, Voltaire. Dia adalah orang Kristen yang paling sengit memusuhi ajaran kristiani dan gereja. Namun, di waktu yang sama, dia jauh lebih membenci terhadap Islam dan Rasul Islam.
Setelah beberapa perjanjian, datang zaman yang menjadikan para ilmuwan Barat mempelajari tsaqafah-tsaqafah asing (non-Barat) dan menghadapinya dengan simpati. Akan tetapi, terhadap tsaqafah-tsaqafah yang berkaitan dengan Islam, maka stereotip dan kebiasaan (taklid) menghina menyusup ke dalam problem samar kelompok yang tidak rasional untuk diarahkan pada bahasan-bahasan ilmiah mereka. Jarak yang digali oleh sejarah antara Eropa dan dunia Islam, di atasnya dibiarkan tanpa dipautkan dengan jembatan, kemudian penghinaan terhadap Islam telah menjadi bagian yang mendasar dalam pemikiran Eropa."

Atas dasar ini, organisasi-organisasi misionaris, sebagaimana yang telah kami sebutkan, didirikan. Organisasi-organisasi ini diarahkan pada proyek-proyek kristenisasi, untuk menciptakan keraguan kaum muslimin dalam beragama, merendahkan Islam dalam jiwa mereka, membawanya sebagai beban kelemahan mereka, dan menyodok aspek-aspek politik Islam.

Oleh karena itu, akibat-akibat yang dihasilkannya sangat keji, baik di sektor politik ataupun keraguan yang diciptakannya, sehingga mengantarkan pada akibat yang lebih parah daripada apa yang mereka timpakan. Gerakan misionaris ini dibentuk atas dasar tujuan penghapusan Islam dengan tikaman dari dalam dan mengobarkan problem-problem dan kesamaran-kesamaran di seputar Islam dan hukum-hukumnya dengan tujuan untuk memalingkan manusia dari jalan Allah dan menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka. Di belakang gerakan-gerakan misionaris terdapat gerakan-gerakan orientalis dan kaum orientalis yang melemparkan nilai filosofis tujuan mereka dan menjadikan jiwa bengkok.

Seluruh upaya di Eropa disatukan dalam rangkaian Perang Salib. Pertama-tama dituangkan melalui jalur tsaqafah (khazanah pemikiran) dengan cara meracuni akal dengan sesuatu yang memburukkan hukum-hukum Islam dan keteladanannya yang tinggi, dan dengan racun keterasingan yang mencekoki akal putra-putra kaum muslimin dengan statemen-statemen Barat tentang Islam dan sejarah kaum muslimin yang diatasnamakan kajian ilmiah dan kesucian ilmu. Tidak lain ini adalah racun tsaqafah (khazanah pemikiran) yang merupakan senjata Perang Salib yang paling membahayakan.

Sebagaimana juga para penyeru misionaris yang bekerja dengan racun ini yang diatasnamakan ilmu dan kemanusiaan, maka demikian pula para orientalis yang bekerja dengan atas nama kajian ketimuran.
Prof. Leopold Weiss berkata,
"Pada kenyataannya, kaum orientalis di awal-awal masa modern adalah kaum misionaris yang bekerja untuk mengkristenkan Negara Islam. Gambaran yang menakutkan yang mereka buat dari ajaran-ajaran Islam dan sejarahnya diatur dan disusun atas suatu konsep yang mengandung pengaruh penempatan posisi orang-orang Eropa di tengah kaum berhala (maksudnya kaum muslimin). Bersamaan kesimpangsiuran akal ini masih terus berlangsung, ilmu-ilmu orientalis justru telah terbebas dari pengaruh misionaris, sementara ilmu-ilmu orientalis masih tetap tidak memiliki alasan yang positif. Alasannya justru lahir dari semangat keagamaan yang bodoh yang memperburuk arahnya. Adapun semangat keagamaan yang membawa kaum orientalis memusuhi Islam telah menjadi watak yang diwariskan, khususnya tabiat yang berpijak pada pengaruh-pengaruh yang diciptakan oleh Perang Salib."

Permusuhan yang diwariskan selalu menyalakan api dendam dalam jiwa orang-orang Barat terhadap kaum muslimin. Barat menggambarkan Islam hingga menyangkut negara Khilafah dan umatnya, termasuk selain umat Islam, bahwa Islam adalah hantu kemanusiaan atau pendurhaka yang menakutkan yang akan melenyapkan kemajuan kemanusiaan.

Dengan gambaran itu, mereka berusaha menutupi ketakutan mereka yang sebenarnya. Karena jika gambaran yang telah menancap dalam jiwa itu hilang, maka hagemoni kafir penjajah akan lenyap dari dunia Islam dan Negara Khilafah Islam akan kembali mengemban dakwahnya ke seluruh dunia ­dan demikian itu pasti akan kembali dengan izin Allah. Kembalinya Negara Khilafah Islam ada dalam kebaikan kemanusiaan.

Sementara gerakan kaum misionaris dan selain mereka akan hilang dan mendatangkan kerugiaan pada diri mereka.
"Sesungguhnya orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalang-halangi [orang] dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi kesesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan" (TQS. Al-Anfaal: 36).

Permusuhan yang terwariskan (abadi) itu memperkuat setiap gerakan yang menentang Islam dan kaum muslimin. Anda pasti menemukan Barat selalu mengkaji paham Majusi, Hindu, dan komunisme, dan Anda tidak menemukan dalam bahasannya yang mengandung unsur fanatis atau kebencian. Akan tetapi, di waktu dan kasus yang sama, ketika Barat membahas Islam, tentu Anda menemukan tanda-tanda kemurkaan, dendam, marah, dan kebencian di dalam bahasannya.

Dalam kondisi demikian, kaum muslimin diserang Barat dengan serangan yang sangat keji. Kafir penjajah mengalahkan mereka. Akan tetapi, para gerejawan Barat ­di belakang mereka adalah penjajah­ selalu menampakkan kontra aktivitas yang menentang Islam. Mereka tidak mengendurkan tikaman terhadap Islam dan kaum muslimin, selalu mencaci-maki Muhammad (SAW.) dan para sahabatnya, dan melekatkan aib pada sejarah Islam dan kaum muslimin. Semua itu merupakan siksaan dari mereka terhadap kaum muslimin dan untuk mengokohkan laju penjajahan dan kaum penjajah…..

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam