Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 27 Agustus 2016

IMF, BANK DUNIA, DAN PROGRAM TIPUDAYA



Dilandasi oleh pengalaman resesi ekonomi tahun 1930-an, pada tanggal 1-22 Juli 1944, sejumlah utusan dari 44 negara-termasuk AS, Prancis, dan negara-negara Eropa lainnya menyelenggarakan konferensi keuangan dan moneter PBB di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Mereka kemudian bersepakat untuk membentuk dua badan internasional, yakni Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) atau IMF dan Bank Internasional untuk Penataan Kembali dan Pembangunan (lntemononal Bank for Reconstruction and Development atau IBRD yang kemudian dikenal dengan Bank Dunia (World Bank). Kedua lembaga bersaudara itulah yang kemudian disebut dengan “Sistem Bretton Woods." Mereka yang hadir dalam pertemuan pertama tahunan tersebut turut menandatangani Pasal-pasal Persetujuan (Articles of Agreement) pendirian resmi lembaga itu. Dengan demikian, citra sebagai lembaga resmi diharapkan dapat terjaga.

Tujuan Konferensi Bretton Woods pada awalnya adalah sebagai usaha untuk melancarkan perdagangan dunia, terutama yang terhalang oleh berbagai kebijakan tarif yang dilaksanakan selama PD ll. Dalam konferensi itu juga disetujui berlakunya sistem kurs valuta tetap (fixed exchange rate). Kurs tetap itu menjadikan US$ sebagai standar moneter internasional, yang dikaitkan dengan harga dolar dan harga emas, yaitu 1 troy ounce emas seharga US$ 35. Penggunaan kurs tetap dengan standar dolar AS merupakan bagian dari upaya AS untuk mendominasi nilai tukarnya di dalam perekonomian dunia. Pada langkah berikutnya, AS berharap dapat semakin mudah menguasai ekonomi dunia, terutama dunia ketiga. Skenario selanjutnya, AS berharap mampu menguasai segi politik dengan cara mendiktekan kebijakan strategis dalam negeri negara lain.

Sebelumnya, tahun 1830 hingga awal tahun 1930, pembayaran perdagangan internasional dilaksanakan melalui pengiriman emas atau wesel untuk memenuhi pembayaran barang dan jasa yang diimpor oleh suatu negara. Demikian juga sebaliknya, suatu negara, jika ingin mengekspor barangnya, akan dibayar dengan emas atau wesel. Waktu itu emas merupakan mata uang yang beredar sebagai alat pembayaran. Setiap uang kertas yang akan diedarkan pun selalu dijamin dengan emas. Pada saat itu, kurs valuta asing relatif stabil, karena kursnya hanya bergerak di antara titik emas ekspor dan titik emas impor. (Dochak Lathief, Ekonomi Global, hlm. 113). Hanya saja, setelah PD I, penggunaan standar emas ditinggalkan AS dan Inggris, terutama setelah resesi 1930-an. Mereka beranggapan bahwa perdagangan dengan standar emas merugikan mereka. Kejadian itulah yang membidani lahirnya sistem Bretton Woods dengan IMF dan Bank Dunia sebagai pengawalnya.

Akan tetapi keberadaan IMF maupun Bank Dunia sama sekali tidak memberikan harapan yang lebih baik. Dalam perjalanannya, kedua lembaga tersebut sangat didominasi oleh berbagai kepentingan negara-negara maju, terutama AS, untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya. Bantuan yang diberikan Bank Dunia maupun IMF, kendati sekecil apapun akan menjadi jerat utang (debt relief) bagi negara pengutang. Demikian juga biaya modal yang digulirkan ke negara Dunia Ketiga yang sedang berkembang, yang populer dengan sebutan investasi modal asing, akan menghasilkan set back bagi negara tersebut, alias semakin miskin dan terbelakang. Model pembangunan yang ditawarkan negara-negara kapitalis ke negara-negara Dunia Ketiga cenderung menimbulkan gelombang konjungtur, dan mengakibatkan instabilitas ekonomi negara berlangsung secara terus-menerus seperti lingkaran setan.

Walhasil, harus disadari bahwa utang luar negeri, baik melalui Bank Dunia atau IMF, tidak ubahnya laksana “jerat-jerat terselubung." Tidak ada satupun negara kapitalis yang memberikan bantuan dana pembangunan tanpa didasari oleh adanya motif keuntungan yang ingin diraih oleh negeri pemberi utang. George Washington, mantan presiden AS pernah mengatakan bahwa, merupakan suatu kegilaan bagi suatu negara yang mengharapkan pertolongan negara lain tanpa memperhatikan kepentingan negara yang membantunya. Lebih jelas lagi pendapat John Foster Dulles yang mengatakan bahwa, Amerika tidak mempunyai teman, tetapi Amerika selalu mempunyai kepentingan tertentu (Robert I. Rhoders, 1970, hlm. 89).

Untuk memahami jerat-jerat tersebut, kita bisa memperhatikan bahwa, setiap pinjaman akan diberikan jika negara pengutang memang bersedia melaksanakan apa yang mereka sebut sebagai “Penyesuaian Struktural" (Structural Adjustment). Pada prinsipnya, hal itu berarti, kesediaan untuk menyesuaikan kebijakan perekonomian negara yang bersangkutan agar lebih berorientasi ke arah sistem pasar dunia (globalisasi ekonomi).

Negara-negara yang ingin mendapatkan pinjaman dari IMF atau Bank Dunia harus melaksanakan langkah-langkah penyesuaian dalam negeri mereka, antara lain: devaluasi mata uang, deregulasi sistem perbankan, Swastanisasi (privatisasi), liberalisasi pasar, peningkatan ekspor, pengurangan konsumsi dalam negeri, pengurangan subsidi sektor publik, pemotongan belanja pemerintah di sektor-sektor pelayanan sosial, dan sebagainya.

Program Tipudaya

Apa yang dinamakan program penyesuaian struktural (Structural Adjustment] hanyalah omong-kosong, serta sekadar iming-iming yang menjerat dan menjerumuskan. Marilah kita melihat realitas program penyesuaian struktural tersebut.

Untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi impor, IMF menyarankan devaluasi mata uang. Pada faktanya, survei PBB terhadap 12 proyek program penyesuaian struktural menemukan bahwa hanya sedikit ada perbaikan dan peningkatan nilai ekspor yang dicapai. Banyak harga komoditi ekspor justru anjlok karena para eksportir juga semakin ketat bersaing untuk pasar yang sama. Akibatnya, hal tersebut merusak perekonomian negara-negara yang sangat bergantung pada bahan impor.

Sementara itu, upaya IMF untuk memaksakan adanya peningkatan suku bunga yang tinggi, dengan harapan alokasi sumber daya modal hanya pada para penanam modal yang efisien, juga tidak terbukti. Justru penerapan suku bunga tinggi akan menghambat penanaman modal pada sektor-sektor produksi untuk pasar dalam negeri, memicu spekulasi, mengurangi akses kredit para petani dan pengrajin kecil, serta mendorong laju inflasi. Sementara itu, syarat pembatasan pasokan uang -kendati di atas kertas sepertinya baik, yakni untuk mengendalikan inflasi- berdampak pada depresi ekonomi, meledaknya pengangguran, sebagaimana hasil survei PBB - mengakibatkan hanya separo dari 12 proyek tersebut yang terbukti benar.

Dalam pada itu, program IMF dan Bank Dunia yang mensyaratkan penyesuaian melalui pemotongan anggaran belanja pemerintah, dengan harapan mampu mengurangi permintaan yang berlebihan, justru mengakibatkan pemotongan anggaran belanja dan subsidi pendidikan yang amat vital. Pemotongan subsidi tersebut pada akhirnya menimbulkan kebodohan rakyat akibat mahalnya biaya pendidikan yang tidak terjangkau lagi oleh kalangan rakyat miskin. Sementara itu, pengurangan pelayanan kesehatan, berdampak pada buruknya kualitas kesehatan masyarakat akibat mahalnya biaya kesehatan. Pemotongan subsidi berdampak pada penurunan air minum, tenaga listrik, bahan bakar, pembangunan prasarana jalan dan transportasi.

Sementara itu, program IMF untuk penurunan tarif dan kuota impor, dengan target untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional dan meningkatkan efisiensi justru menyebabkan terbengkalainya industri-industri lokal, mengurangi kemampuan untuk berswasembada pangan. Yang terjadi malah sebaliknya, meningkatnya impor barang-barang mewah. Walhasil, rakyat miskin tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Lebih parah lagi adalah adanya program swastanisasi, yang konon dianggap oleh IMF dan Bank Dunia dapat membuat perusahaan perusahaan lebih efisien. Padahal sebaliknya, swastanisasi menimbulkan adanya peralihan prasarana dan sarana umum untuk keperluan perusahaan-perusahaan swasta yang lebih mementingkan laba besar (profit oriented) ketimbang kesejahteraan sosial masyarakat. Swastanisasi semakin mempersulit jangkauan kaum miskin pada pelayanan listrik, transportasi, dan komunikasi. Sebaliknya, swastanisasi memberikan subsidi kepada para penanam modal swasta. Semua itu pada akhirnya menimbulkan bencana kemiskinan dan pemiskinan rakyat.

Lebih lanjut, upaya peningkatan ekspor yang digembar-gemborkan IMF/Bank Dunia dengan target untuk memperbesar pemasukan devisa dari perdagangan luar negeri ternyata hanya menghasilkan mimpi buruk bagi para petani. Penggantian tanaman pangan dengan tanaman perdagangan telah mengakibatkan peningkatan penderitaan kekurangan gizi. Di samping itu, bahan pangan yang sebelumnya surplus, lalu ditinggalkan, dan kemudian malah mengharuskan adanya impor dari negara lain. Ini mengakibatkan ketergantungan yang semakin tinggi pada pasar luar negeri. Sementara itu, privatisasi yang antara lain mengizinkan adanya HPH (Hak Penebangan Hutan) oleh swasta mengakibatkan penggundulan hutan, sedangkan devisa yang dihasilkan justru lebih banyak dipakai untuk membayar utang luar negeri. Konsekuensi berikutnya, sektor publik dan kepemilikan umum yang seharusnya ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, beralih kepada segelintir orang saja. Konsep trickle down strategy (strategi menetes ke bawah) dari konglomerat ke rakyat hanya sebuah impian belaka.

Derita dan Kekacauan

Utang luar negeri sebenarnya merupakan pemerasan kekayaan negara-negara berkembang oleh negara-negara maju atau negara-negara industri. Negara-negara maju pimpinan AS, dengan menyetir lembaga kembarnya IMF dan Bank Dunia, serta bank-bank komersial lainnya, berupaya untuk menyediakan dan menyalurkan pinjaman kepada negara berkembang dengan mekanisme tingkat suku bunga tidak tetap (variable interest rate). Dari sini bisa dipahami jika setiap tahun kecenderungan jumlah pinjaman Dunia Ketiga semakin membengkak akibat nilai mata uang negara berkembang jatuh terus-menerus karena menganut nilai tukar mengambang (floating exchange rate) hasil rekayasa AS dan negara kapitalis Barat.

Data terakhir dari Bank Dunia dua tahun lalu (1998), menunjukkan bahwa sebanyak 98 negara Selatan telah membayar ke negara- negara Utara sebesar US$ 32.5 miliar. Padahal, sisa utang setelah dikurangi cicilan itu tidak cenderung berkurang tetapi justru terus bertambah besar. Artinya, negara-negara Utaralah yang menikmati dan menghisap kekayaan negara Dunia Ketiga melalui perangkap utang. Realitas kemiskinan akibat jerat utang di Dunia Ketiga (negara berkembang) cukup signifikan. Indonesia, sebelum krisis ekonomi Asia Tenggara (Mei 1997), pendapatan perkapitanya adalah US$ 1.600 per tahun dan dimasukkan ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah. Akan tetapi, setelah krisis, dengan asumsi kasar 1 dolar seharga Rp8000.- atau sekitar 400 persen dari nilai tukar sebelum krisis (1 US$ = Rp2.400), pendapatan perkapita kita merosot empat kali lipat. Dari perhitungan itu berarti pendapatan perkapita Indonesia menjadi US$ 400 per tahun dan digolongkan ke dalam kelompok negara miskin. Jumlah utang luar negeri kita saat itu lebih dari US$142 miliar. Dengan total penduduk sebesar 202 juta jiwa (data tahun 1999), maka beban perkapitanya adalah sekitar US$ 703 per tahun. Artinya, pendapatan bersih per tahun sebenarnya minus US$ 303 per tahun. Ini berarti, setiap bayi yang lahir saat ini harus memikul utang luar negeri sebesar US$ 303 atau sekitar Rp2,4 juta per tahun. Untuk tahun-tahun berikutnya, diprediksikan bahwa utang luar negeri tersebut akan terus meningkat.

Perhatikan pula jerat utang di negara lain seperti Zambia. Sekitar tahun 1980-an, pendapatan perkapita negara Zambia adalah US$ 600 per tahun. Tahun 1986, setelah mengikuti program IMF, pendapatan perkapitanya menurun drastis sampai US$ 170 per tahun. Laju inflasi meningkat hingga sekitar 60 persen. Tingkat pengangguran meningkat dari 14 persen menjadi 25 persen. Dalam dua tahun saja, mata uangnya sudah didevaluasi sampai 700 persen. Lebih ironis lagi, sampai tahun 1986, setelah lima tahun program IMF dipraktekkan, sekitar 10.000 rakyat Zambia kehilangan pekerjaan mereka. Sungguh mengenaskan!

Brazil juga mengalami nasib yang sama parahnya. Negeri tersebut hingga kini masih memiliki beban utang luar negeri lebih dari US$ 122 miliar, walaupun sebelumnya, antara tahun 1972-1988, telah membayar utangnya sebesar US$ 176 miliar. Selain berdampak pada penurunan pendapatan perkapita dan kemiskinan, utang IMF dan Bank Dunia juga menimbulkan risiko berupa kerusuhan akibat protes masyarakat yang merasa dihisap darahnya. Terbukti, pada bulan Maret 1989, aksi penolakan terhadap IMF dilakukan.

Di Filipina, beban utang yang ditanggung rakyatnya diuraikan oleh pakar ekonomi Manuel F. Montes, dengan pernyataan yang cukup mengagetkan. Ia mengatakan bahwa setiap orang Filipina menanggung utang luar negeri sekitar US$ 500 atau 10.500 Peso. Jerat utang di negeri ini pun akhirnya menimbulkan gelombang penolakan terhadap IMF. Pada tanggal 1 Mei 1989, puluhan ribu buruh di seluruh Filipina turun ke jalan-jalan. Tuntutan utamanya adalah penolakan terhadap perjanjian kerjasama baru antara IMF dengan pemerintah. Lebih tragis lagi, UNICEF memperkirakan bahwa, sebanyak 650.000 anak-anak mati di seluruh kawasan Dunia Ketiga setiap tahun karena adanya utang tersebut. Di Filipina diperkirakan lebih dari 1 anak meninggal setiap jam akibat hal yang serupa. (Hutang Itu Hutang, hlm. 19, Insist Press).
Borok-borok IMF dan Bank Dunia tersebut semakin terungkap dan memicu penolakan dan ketidakpercayaan negara berkembang terhadap program-programnya yang menjerat. Di Ceko, polisi dan para demonstran anti globalisasi bentrok di luar Hotel Hilton Praha, Rabu (27/9/2000), sehari setelah pembukaan pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) di Pusat Kongres Praha (kompas, 27/9/2000). Aksi tersebut memperlihatkan adanya kesadaran warga Ceko terhadap bahaya program-program IMF dan Bank Dunia yang merupakan sarana global untuk mencengkeram negara-negera berkembang di bawah kepentingan negara-negara maju yang dimandori AS.

Dunia pun pernah dikejutkan dengan adanya sekitar 300 orang Venezuela yang terbunuh dalam kerusuhan, menyusul diumumkannya program penghematan nasional yang didukung IMF bulan Maret 1989. Pada bulan yang sama, sekitar 200 orang mengalami luka-luka parah di Brazil selama berlangsungnya aksi pemogokan umum 48 jam yang memprotes paket program yang sama dari IMF.

Di Indonesia sendiri, jerat utang IMF dan Bank Dunia sudah di atas ambang wajar. Hal ini terjadi karena kita selama 32 tahun hidup dengan membohongi diri dengan anggaran berimbangnya. Padahal, setiap tahun anggaran belanja negara kita selalu defisit, tetapi ditutup dengan utang luar negeri yang semakin lama semakin besar. Jadi, utang luar negeri itu hanya digunakan untuk membayar utang. Kecenderungan ini sama pada negara-negera berkembang. Tidak ada satu negarapun di Dunia Ketiga sebagai pengutang yang semakin makmur. Sebaliknya, jumlah utang negara-negara tersebut semakin lama semakin membengkak.

Oleh karena itu, suatu keharusan bagi kita untuk mewaspadai jerat utang IMF dan Bank Dunia yang notabene menghisap darah rakyat di negara-negara berkembang. Suatu keharusan pula untuk secara tegas mengatakan “Tidak!” kepada IMF dan Bank Dunia, atau bank-bank komersial lainnya yang berada di bawah kendali kedua lembaga kembar tersebut; dengan segala kemungkinan terobosan, prospek, tantangan, dan risiko yang bakal dihadapi di masa-masa mendatang. Upaya itu harus dilakukan jika kita tidak ingin diinjak-iniak oleh negara-negara Barat imperialis-kapitalis pimpinan AS.
Sumber: Majalah al-Wa’ie edisi 3

Minggu, 21 Agustus 2016

Sejarah gangguan terhadap dakwah ideologi Islam

 

“Ketika menjelang wafatnya Abu Tholib, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal bin Hisyam dan 'Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berkata, kepada Abu Tholib: "Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah." Maka berkata, Abu Jahal dan 'Abdullah bin Abu Umayyah: "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama 'Abdul Muthalib?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menawarkan kalimat syahadat kepada Abu Tholib dan bersamaan itu pula kedua orang itu mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Tholib pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama 'Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.” (Shahih Bukhari no.1272)



“Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (QS. Al-Qashash: 57)






“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami; mereka itu tempatnya ialah Neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8)

Fitnah dan ujian pernah dilakukan terhadap Baginda Nabi Saw. oleh Abu Lahab dan istrinya; Abu Jahal dan istrinya; Uqbah bin Abi Mu'aith, Ubay bin Khalaf, Umayyah bin Khalaf. Salah seorang dari mereka pernah melempar Nabi Saw. dengan isi perut hewan sembelihan saat Beliau sedang shalat.

“dari Ibnu Abbas, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan shalat, kemudian Abu Jahl datang dan berkata; bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi dan Beliau membentaknya, lantas Abu Jahl katakan; "Engkau tahu bahwa tidak ada yang mempunyai komunitas bicara lebih banyak daripadaku." Maka Allah menurunkan ayat (artinya): “Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah." (QS. Al-'Alaq: 17-18),” Ibnu Abbas berkata; demi Allah apabila ia memanggil golongannya niscaya ia akan disiksa malaikat Zabaniyah Allah.” (HR. Tirmidzi no.3272)

“dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, mengenai kutipan ayat (artinya): "Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah" (QS. Al-‘Alaq: 18), ia berkata: “Abu Jahl berkata: “Apabila aku melihat Muhammad sedang melakukan shalat niscaya akan aku injak lehernya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Seandainya ia melakukannya niscaya para Malaikat akan menyambarnya dengan jelas." (Sunan Tirmidzi no.3271)

“dari 'Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata: "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang sujud (di dekat Ka’bah), di sekeliling Beliau ada orang-orang Musyrikin Quraisy lalu datang 'Uqbah bin Abi Mu'ayth datang dengan membawa jeroan (isi perut) hewan sembelihan lalu meletakkannya pada punggung Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan Beliau tidak mengangkat kepala Beliau hingga akhirnya datang Fathimah Alaihissalam membuangnya dari punggung Beliau dan berseru memanggil orang yang telah melakukan perbuatan itu. Kemudian Beliau berdo'a: "Ya Allah, aku serahkan (urusan) para pembesar Quraisy kepada-Mu. Ya Allah aku serahkan (urusan) Abu Jahal bin Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Uqbah bin Abu Mu'aith, Umayyah bin Khalaf atau Ubay bin Khalaf kepada-Mu." Dan sungguh aku melihat mereka terbantai dalam perang Badar...” (Shahih Bukhari no.2948)

Semua itu dialami Baginda Rasulullah Saw., betapapun mulianya kedudukan Beliau dan betapapun agungnya kepribadian Beliau di tengah-tengah masyarakat.
Karena itu, wajar jika para Sahabat Beliau, apalagi orang-orang lemah di antara mereka, juga mendapat banyak gangguan atau siksaan, yang tak kalah kejam dan mengerikan.

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu: … “Abu Jahal berkata; "Wahai Abu Shafwan (Umayyah bin Khalaf), siapakah orang yang bersamamu ini?" Umayyah berkata; "Dia adalah Sa'ad (Sa'ad bin Mu'adz)" Abu Jahal berkata kepada Umayyah: "Mengapa kamu biarkan dia thawaf dengan aman. Sungguh kalian telah membantu orang yang keluar dari agamanya dan kalian juga telah berjanji untuk menolong dan membantu. Sungguh demi Allah, kalau kamu bukan bersama Abu Shafwan, kamu tidak akan bisa kembali kepada keluargamu dengan selamat." Maka Sa'ad berkata kepadanya dengan meninggikan suaranya; "Demi Allah, seandainya engkau menghalangiku thawaf pasti aku akan menghalangimu mengambil jalan ke Madinah dengan cara yang lebih keras." Umayyah berkata kepada Sa'ad: "Jangan kamu tinggikan suaramu di hadapan Abu Al Hakam (Abu Jahal) karena dia adalah pembesarnya penduduk lembah ini (Makkah)." Sa'ad berkata; "Biarkanlah kami, wahai Umayyah. Demi Allah, sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (bahwa): sesungguhnya mereka (kaum Muslimin) akan memerangi kamu." Umayyah bertanya; "Di Makkah?" Sa'ad menjawab: "Aku tidak tahu." Hal ini membuat Umayyah sangat kaget. … “(akhirnya) Allah membunuhnya di medan perang Badar.” (Shahih Bukhari no.3656) Abu Jahal dan Ummayah terbunuh di perang Badar.
….


Sabtu, 20 Agustus 2016

Serangan Pemikiran


 
  

Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri)

Rasulullah Saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran terhadap berbagai ide dan pandangan Jahiliyah, baik berupa pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis), maupun keyakinan (qana’at). Beliau mengungkapkan secara lantang kebathilan konsep ketuhanan kaum kafir.

“dari Rabi'ah bin 'Abbad berkata; saya melihat Nabi Shallallahu'alaihiwasallam di Dzil Majaz, menyeru orang-orang masuk Islam dan di belakangnya seorang laki-laki juling dan berkata; jangan sesekali laki-laki ini menghalangi kalian dari agama nenek moyang kalian." Saya (Rabi'ah bin 'Abbad) bertanya, siapakah ini?, mereka menjawab, pamannya, Abu Lahab.” (HR. Ahmad no.15446)

Beliau juga menentang sikap hidup kafir Quraisy yang merasa aib bila memiliki bayi perempuan hingga mereka harus membunuhnya. Ayat-ayat Allah juga menyerang para pemimpin dan tokoh Quraisy, memberinya predikat sebagai orang-orang bodoh termasuk kepada nenek moyang mereka. Pada saat kaum kafir -yang arogan terhadap ideologi Islam- meminta agar Nabi Saw. menunjukkan mukjizat seperti para nabi terdahulu, maka dijawab sesuai wahyu.


“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-A’raf [7] ayat 188)

Partai politik ideologi Islam harus menentang dan menjelaskan kebathilan segala ide atau pandangan yang lahir dari akidah kufur. Partai ideologi Islam harus memandang bahwa dirinya wajib menyelamatkan umat manusia seluruhnya dari ide-ide kufur dan syirik meskipun kekufuran dan kemusyrikan itu menampilkan diri dalam berbagai bentuk dan wajah.

]يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ[
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka.” (QS. at-Taubah [9]: 32)

Di masa sekarang paham-paham bathil itu contohnya kapitalisme, sekularisme, pluralisme, sosialisme, liberalisme. Demikian juga terhadap berbagai ide yang lahir darinya seperti demokrasi, kebebasan HAM, kesetaraan jender, dan sebagainya. Apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus maka masyarakat akan dapat memahami kerusakan berbagai sistem aturan yang bersumber dari ide-ide kufur tersebut.

Pada faktanya kerusakan demi kerusakan akan semakin banyak dihasilkan oleh sistem yang tidak Islami, hari demi hari masyarakat akan semakin merasakan dampak buruknya di berbagai bidang. Dengan dakwah Islam yang politis (siyâsiyah) ideologis (mabda’i) maka masyarakat semakin dapat memahami dan meyakini keunggulan sistem Islam apabila diterapkan sebagai solusi wajib.

Perjuangan Politik (al-Kifah as-Siyasi

Aktivitas al-kifah as-siyasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menyikapi realitas politik kekinian yang terjadi pada saat tertentu. Rasulullah Saw. −sesuai ayat yang diturunkan Allah Swt.− mengkritik kebiasaan mencurangi timbangan, kebiasaan transaksi riba. Begitu juga dengan kebiasaan mereka yang menjerumuskan budak wanita dalam pelacuran dilawan oleh Rasulullah Saw. dengan menyampaikan terang-terangan ayat dari Allah Swt.

Partai ideologi Islam harus menjelaskan bahaya konsep dan tata aturan non-Islam serta pertentangannya dengan syariah Islam kepada masyarakat. Masyarakat yang telah menerima Islam tentu rela beramal mendukung perjuangan mengikuti metode dakwah Rasul Saw. dan akan memberikan kekuasaan untuk tegaknya sistem Islam. Mereka adalah umat yang mau bergerak, berjuang dan menuntut perubahan bukan karena emosionalitas apalagi karena urusan perut melainkan karena keimanan; karena menyadari bahwa bahwa sistem Islam wajib berkuasa. Mereka menjadikan urusan Islam sebagai perkara utama dalam hidupnya dan siap ketika harus mengembannya ke seluruh penjuru dunia.

Membongkar Konspirasi (Kasyf al-Khuthath). Rasulullah Saw. sering menyampaikan wahyu terkait rencana jahat kaum kafir. Beliau, misalnya, membeberkan rencana jahat para tokoh Quraisy seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Umayyah ibn Khalaf, dan Walid bin Mughirah yang sering bermusyawarah di Darun Nadwah.

Jika semua aktivitas itu dilakukan secara intensif dan massif maka, insyaAllah, taraf berpikir umat akan makin meningkat. Pembelaan dan dukungan terhadap ideologi Islam beserta para pejuangnya akan semakin kokoh dan besar. Sebab, di mata umat akan semakin tampak siapa sebenarnya yang berjuang untuk membebaskan mereka dari kezaliman, kebodohan, kesesatan.

Semua proses tersebut niscaya akan mendapat tantangan dan halangan dari pihak-pihak yang tidak ingin sistem Islam tegak. Para penguasa sistem kufur di Makkah juga melakukan berbagai strategi dan makar -memutar otak untuk mencari cara yang halus maupun yang paling kasar- untuk menghalangi tegaknya Islam sekaligus mempertahankan sistem bukan-Islam yang ada, dan itu berarti mereka rela dengan dampak lestarinya berbagai kerusakan di tengah masyarakat.

Para elit politik kota Makkah dan sistem hidup mereka terguncang atas perjuangan Muhammad Saw. dan kelompoknya. Mula-mula mereka melontarkan isu bahwa Muhammad Saw. adalah orang gila.

Contoh bantahan atas tuduhan palsu mereka:


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat; siapa di antara kamu yang gila.” (QS. Al-Qalam: 4-6)



“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-Qalam: 7)
….


Rabu, 17 Agustus 2016

Nabi SAW menyampaikan Islam mengumpulkan masyarakat


 
  

Partai ideologi Islam harus memiliki “masterplan” atau fikrah, yakni rincian berbagai ide, konsep dan gagasan –berdasarkan dalil-dalil Islam yang rinci– yang akan ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan kehidupan. Dengan begitu, ketika kelompok dakwah/partai politik tersebut berhasil menegakkan kekuasaan Islam, maka konsep tersebut langsung bisa dilaksanakan (applicable).

Setelah Rasulullah Saw. membina para Sahabat selama 3 tahun, Allah Swt. memerintahkan Beliau untuk keluar secara terang-terangan (Al-Hafidh Ibn Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Dar al-Fikr, Beirut, t.t. Juz III, hal. 402) sekaligus partai yang solid dan kuat itu menentang pemikiran-pemikiran non-Islam serta para elit politiknya yang memberlakukan sistem aturan kufur kepada masyarakat Makkah.

Hamzah bin ‘Abdul Muthallib masuk Islam, dan tiga hari kemudian ‘Umar bin al-Khatthab juga memeluk Islam. Ini terjadi pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-5 bi’tsah. (Al-‘Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya’ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 89-90). Jika proses ini berjalan baik maka opini di tengah-tengah masyarakat akan didominasi oleh opini Islam. Aktivitas membina kader dakwah juga terus dilakukan untuk terus memantapkan pengemban dakwah yang ada, juga untuk memperbanyak kuantitas mereka. Dengan itu, proses memahamkan masyarakat dengan Islam bisa semakin intensif.

Nabi Saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan masyarakat di Bukit Shafa di mana Beliau langsung terang-terangan menampakkan risalahnya, menyampaikan kepada mereka bahwa sesungguhnya Beliau adalah seorang Nabi yang diutus, dan Beliau meminta agar mereka mengimaninya; juga pernah dengan mengundang makan bersama. Ini merupakan bentuk pembinaan umum (tatsqif jama’i).

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan riwayat dari Ibn Abbas ra. ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ﴾، صَعِدَ النَّبِيُّ عليه الصلاة والسلام عَلَى الصَّفَا، فَجَعَلَ يُنَادِي: «يَا بَنِي فِهْرٍ، يَا بَنِي عَدِيٍّ» – لِبُطُونِ قُرَيْشٍ – حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ، فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟» قَالُوا: نَعَمْ، مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ سَائِرَ اليَوْمِ، أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟ فَنَزَلَتْ: ﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَب﴾.
“Ketika turun ayat (artinya) “Dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu” (TQS. Asy-Syu’araa’: 214), Nabi Saw. naik ke bukit Shafa, dan Beliau mulai menyeru: “Wahai Bani Fihrin, wahai Bani Adi –untuk satu marga Quraisy- sehingga mereka berkumpul, dan jika seorang laki-laki tidak bisa keluar dia mengirim utusan untuk melihat apa itu. Lalu datanglah Abu Lahab dan Quraisy, maka Beliau bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya aku beritahukan bahwa pasukan ada di lembah ingin menyerang kalian, apakah kalian membenarkanku?” Mereka berkata: “Benar, kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau jujur.” Beliau bersabda: “Aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang pedih.” Maka Abu Lahab berkata: “Celakalah kamu sepanjang hari, apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Maka turunlah ayat (artinya): “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (TQS. al-Masad [111]: 2)

Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾، وَرَهْطَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ، خَرَجَ رَسُولُ اللهِ عليه الصلاة والسلام حَتَّى صَعِدَ الصَّفَا، فَهَتَفَ: «يَا صَبَاحَاهْ»، فَقَالُوا: مَنْ هَذَا الَّذِي يَهْتِفُ؟ قَالُوا: مُحَمَّدٌ، فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ، فَقَالَ: «يَا بَنِي فُلَانٍ، يَا بَنِي فُلَانٍ، يَا بَنِي فُلَانٍ، يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ»، فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا تَخْرُجُ بِسَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟» قَالُوا: مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ»، قَالَ: فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ أَمَا جَمَعْتَنَا إِلَّا لِهَذَا، ثُمَّ قَامَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَقَدْ تَبَّ، كَذَا قَرَأَ الْأَعْمَشُ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ.
“Ketika turun ayat (artinya): “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat” dan tokoh-tokohmu di antara mereka yang ikhlas. Rasulullah Saw. keluar hingga Beliau naik ke bukit Shafa dan berteriak: “Wahai pagi”. Mereka berkata: “Siapa yang berteriak itu?” Mereka mengatakan: “Muhammad.” Lalu mereka berkumpul kepada Beliau. Maka Beliau bersabda: “Ya bani fulan, ya bani Fulan, ya bani Fulan, ya bani Abdu Manaf, ya bani Abdul Muthallib.” Mereka pun berkumpul kepada Beliau. Lalu Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian seandainya aku beritahukan bahwa sepasukan berkuda keluar di balik gunung ini apakah kalian membenarkan aku?” Mereka menjawab: “Kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau benar.” Beliau bersabda: “Maka aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang sangat pedih.” Ibn Abbas berkata: “Maka Abu Lahab berkata: “Celakalah kamu, apakah engkau mengumpulkan kami untuk ini?” Kemudian turun surat ini “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (TQS. al-Masad [111]: 2) Demikianlah al-A’masy membaca surat ini hingga akhir surat.

Ahmad bin Yahya bin Jabir bin Dawud al-Baladzuri (w. 279 H) meriwayatkan dalam kitabnya “Jamal bin Ansâb al-Asyrâf” ia berkata: “Muhammad bin Sa’ad dan al-Walid bin Shalih telah menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Umar al-Waqidi dari Ibn Abiy Sabrah dari Umar bin Abdullah dari Ja’far bin Abdullah bin Abi al-Hakam, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ عليه الصلاة والسلام ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾، اشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ وَضَاقَ بِهِ ذَرْعًا فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ عليه الصلاة والسلام ، بَعَثَ إِلَى بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ. فَحَضَرُوا وَمَعَهُمْ عِدَّةٌ مِنْ بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، وَجَمِيعُهُمْ خَمْسَةٌ وَأَرْبَعُونَ رَجُلافَجَمَعَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ عليه الصلاة والسلام ثَانِيَةً، فَقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ». ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ الرَّائِدَ لا يَكْذِبُ أَهْلَهُ. وَاللَّهِ لَوْ كَذَبْتُ النَّاسَ جَمِيعًا، مَا كَذَبْتُكُمْ. وَلَوْ غَرَرْتُ النَّاسَ، مَا غررتكم وَاللَّهِ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ، إِنِّي لَرَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ خَاصَّةً وَإِلَى النَّاسِ كَافَّةً. وَاللَّهِ، لَتَمُوتُنَّ كَمَا تَنَامُونَ، وَلَتُبْعَثُنَّ كَمَا تَسْتَيْقِظُونَ، وَلَتُحَاسَبُنَّ بِمَا تَعْمَلُونَ، وَلَتُجْزَوُنَّ بِالإِحْسَانِ إِحْسَانًا وَبِالسُّوءِ سوءا. وَإِنَّهَا لَلْجَنَّةُ أَبَدًا، وَالنَّارُ أَبَدًا. وَأَنْتُمْ لأَوَّلُ مَنْ أُنْذِرُ». فَقَالَ أَبُو طَالِبٍ: مَا أَحَبَّ إِلَيْنَا مُعَاوَنَتَكَ وَمُرَافَدَتَكَ، وَأَقْبَلَنَا لِنَصِيحَتِكَ، وَأَشَدَّ تَصْدِيقَنَا لِحَدِيثِكَ. وَهَؤُلاءِ بَنُو أَبِيكَ مُجْتَمِعُونَ. وَإِنَّمَا أَنَا أَحَدُهُمْ، غَيْرَ أَنِّي وَاللَّهِ أَسْرَعُهُمْ إِلَى مَا تحب. فامض لما أمرت به. فو الله، لا أَزَالُ أَحُوطُكَ وَأَمْنَعُكَ، غَيْرَ أَنِّي لا أَجِدُ نَفْسِي تُطَوِّعُ لِي فِرَاقَ دِينِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ حَتَّى أَمُوتَ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ. وَتَكَلَّمَ الْقَوْمُ كَلامًا لَيِّنًا، غَيْرَ أَبِي لَهَبٍ فَإِنَّهُ قَالَ: يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، هَذِهِ وَاللَّهِ السَّوْءَةُ، خُذُوا عَلَى يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يأخذ على يده غيركم. فإن اسلمتوه حِينَئِذٍ، ذُلِلْتُمْ. وَإِنْ مَنَعْتُمُوهُ قُتِلْتُمْ فَقَالَ أَبُو طالب: «والله، لنمنعه مَا بَقِينَا».

“Ketika turun kepada Nabi Saw. ayat (artinya) “Dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu,” hal itu menjadi hal yang berat dan membuat dada Beliau terasa sempit… ketika pagi hari Rasulullah Saw. mengutus kepada Bani Abdul Muthallib. Lalu mereka hadir dan bersama mereka sejumlah orang dari Bani Abdu Manaf, semuanya empat puluh lima orang … lalu Rasulullah mengumpulkan mereka kedua kalinya. Dan Beliau bersabda: “Segala puji hanya bagi Allah aku memuji-Nya. Aku meminta pertolongan-Nya dan aku beriman kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya”. Kemudian Beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpn tidak membohongi warganya. Dan demi Allah seandainya aku berdusta kepada seluruh manusia, aku tidak akan berdusta kepada kalian. Seandainya aku menipu manusia niscaya aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia, sesungguhnya aku adalah Rasulullah kepada kalian secara khusus dan kepada manusia seluruhnya. Demi Allah tidaklah kalian mati seperti kalian tidur, dan sungguh kalian akan dibangkitkan seperti kalian dibangunkan, dan sungguh kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian perbuat, dan sungguh kalian diberi balasan atas kebaikan dengan kebaikan dan keburukan dibalas keburukan. Dan sungguh adalah Surga itu kekal dan Neraka itu kekal. Dan kalian sungguh adalah orang pertama-tama yang aku peringatkan.” Lalu Abu Thalib berkata: “Alangkah senang bagi kami membantu dan menyertaimu dan kami menyambut nasihatmu dan sangat membenarkan pembicaraanmu. Dan mereka anak bapak moyangmu berkumpul. Melainkan aku adalah salah seorang dari mereka. Hanya saja aku, demi Allah, yang paling cepat kepada apa yang engkau sukai. Jalankan apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah aku akan terus menjaga dan melindungimu. Hanya saja aku tidak menemukan diriku suka untuk meninggalkan agama Abdul Muthallib hingga aku mati di atas apa sebagaimana dia.” Kaum itu berbicara lembut. Kecuali Abu Lahab, ia berkata: “Wahai bani Abdul Muthallib, ini demi Allah adalah keburukan. Tindaklah dia sebelum dia ditindak oleh selain kalian. Jika kalian menyerahkan dia saat itu, kalian dihinakan. Dan jika kalian melindunginya maka kalian diperangi.” Abu Thalib berkata: “Demi Allah sungguh kami akan melindunginya selama kami ada.”


“Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan." (QS. Al-Hijr: 89)
….


Sabtu, 13 Agustus 2016

Kesadaran menegakkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban


 
  

Allah Swt. tidak membiarkan manusia hidup tanpa larangan dan perintah-Nya. Seorang Muslim diperintahkan untuk memastikan bahwa seluruh perbuatannya bersumber dari wahyu Allah Swt., dan tidak bersumber pada hawa nafsu, atau ajaran-ajaran selain Islam.



“Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu?” (QS. Al-Qalam: 37-38)



“Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)?” (QS. Al-Qalam: 39)

Umat Islam dilarang mengambil metode atau manhaj kebangkitan umat dari orang-orang kafir, seperti menggunakan jalan demokrasi, maupun metode ala orang sosialis.

Rasulullah Saw. pernah membuat garis di depan para sahabatnya dengan satu garis lurus di atas pasir, sementara di kanan kiri itu Beliau menggariskan garis-garis yang banyak. Lalu Beliau bersabda, “Ini adalah jalanku yang lurus, sementara ini adalah jalan-jalan yang di setiap pintunya ada setan yang mengajak ke jalan itu.” Kemudian Nabi Saw. membaca QS. al-An’am [6]: 153.



“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)

Selain itu, Allah Swt. telah mengancam siapa saja yang menyalahi perintah Rasulullah Saw. dengan ancaman musibah dan adzab yang pedih.



“maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63)

Tidak ada satupun tahapan metode menegakkan negara dari Rasulullah Saw. kecuali dijelaskan dalam sīrah (perjalanan dakwah) Beliau. Kaum Muslimin tentu harus mempelajari dan mendalami metode ini serta menerapkannya tanpa penyimpangan sedikitpun.

Sirah Nabawiyyah selama berasal dari riwayat yang shahih maka terhitung sebagai dalil syara’ dan bisa digunakan sebagai hujjah (argumen). Ia tak ubahnya seperti hadits Nabi Saw. yang lain, karena di dalamnya juga mengandung perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah Saw. (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 1 hlm 352).


Memulai
 
Perjuangan Rasulullah Muhammad Saw. dalam mengubah dunia dimulai di Makkah, dan berbuah setelah hijrah ke Madinah. Keberhasilan ini tidak mungkin terjadi bila Rasul tidak menempuh fase pengkaderan dan pembinaan di Makkah yang memang memakan waktu cukup lama, yaitu 13 tahun. Waktu sepanjang itu diperlukan untuk menanamkan fikrah Islam di tengah masyarakat.

Dalam mengawali langkah dakwahnya, Rasulullah Saw. mendatangi orang-orang terdekat Beliau dan melakukan kontak dengan orang-orang Makkah untuk mengajari mereka al-Qur’an. Rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam (Dar al-Arqam) di sebelah barat bukit Shafa oleh Beliau dijadikan sebagai pusat pembinaan (Al-‘Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya’ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 80). Pembinaan awal yang masih tersembunyi ini berlangsung selama 3 tahun.

Sejak diangkat menjadi Nabi dan Rasul di tahun 622 M, Nabi Muhammad adalah sel pertama partai. Dari sel pertama ini, Baginda Saw. membentuk sel-sel berikutnya. Istri Beliau Khadijah, sahabat Beliau Abu Bakar, maulanya Zaid bin Haritsah, dan sepupu Beliau ‘Ali bin Abi Thalib direkrut dan dibina, hingga menjadi sel-sel berikutnya. Setelahnya Abu Bakar merekrut ‘Utsman bin Madz’un, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, ‘Ustman bin ‘Affan, dan generasi awal Islam yang lainnya. 

Pembinaan akidah dan syariah dilakukan hingga terbentuk para kader berkepribadian Islam. Rasulullah Saw. membina mereka untuk meningkatkan taraf berpikir dan merefleksikan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan Allah Swt. Beliau menanamkan keyakinan yang kokoh kepada mereka sehingga bekas-bekas paham kekufuran dan konsep-konsep kejahiliyahan lenyap dalam diri mereka dan digantikan dengan Islam. Ketika ayat-ayat tentang aqidah turun, sedangkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum belum banyak turun, maka kaum Muslim –saat itu– bertanggung jawab terhadap Islam seluruhnya, yaitu sampai pada batas-batas yang telah dijelaskan nash-nash syara’ yang telah turun.

Seorang Muslim memiliki kesadaran bahwa menegakkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban bagi dirinya dan berdiam diri terhadap ‘aqidah dan sistem kufur adalah kemaksiatan. Seorang Muslim menjadikan ‘aqidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatannya, menggunakan pandangan Islam ketika melihat suatu pemikiran, kejadian, ataupun perbuatan.

Setiap pelajaran Islam merupakan pelajaran yang bersifat amaliyah (praktis) dan berpengaruh, dengan tujuan untuk diterapkan dalam kehidupan dan dikembangkan di tengah-tengah umat.

Merekapun memiliki pola jiwa yang Islami (nafsiyah Islamiyah), sehingga akan menjadikan kecenderungannya senantiasa mengikuti Islam, serta menentukan langkah-langkahnya atas dasar Islam. Mereka ridha kepada sesuatu yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, marah dan benci kepada hal-hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Mereka mendapatkan “celupan” Islam, menyatu dengan Islam.

Dengan begitu mereka mampu menjadi orang-orang yang pantas dan layak mengemban dakwah Islam dan mampu memikul beban dakwah. Melalui aktivitas ini para kader ditempa dengan pemahaman Islam hingga berubah secara fundamental menjadi kader yang mujahid (pejuang), muta’abbid (ahli ibadah), mufakkir (pemikir), dan siyasi (politisi). Misalnya, Beliau telah menjadikan Umar bin al-Khaththab dari seseorang yang pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup hingga menjadi seseorang yang rela mengorbankan jiwa dan hartanya demi tegaknya Islam. Umar ra. menjadi seseorang sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw., “Tidak ada satu setanpun yang berjumpa denganmu pada suatu lorong jalan melainkan dia akan mencari lorong lain yang tidak kamu lalui.” (Shahih Bukhari no.3051)

“dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam pernah berdo’a:
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
"Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal atau Umar bin Khaththab." Ibnu Umar berkata: "Dan ternyata yang lebih Allah cintai di antara keduanya adalah Umar bin Khaththab." (Sunan Tirmidzi no.3614)
….


Minggu, 07 Agustus 2016

Nabi Memohon Kekuasaan yang Menolong


 
 

Berbagai pandangan rusak mulai banyak muncul setelah berakhirnya penerapan sistem Islam oleh Daulah Khilafah Islamiyah yang telah berlangsung selama lebih dari 1300 tahun. Setelah diruntuhkannya Khilafah pada 1924 oleh Inggris, sekutu-sekutu, dan antek-anteknya; masyarakat Muslim tidak bisa lagi menyaksikan kesempurnaan penerapan sistem hukum Islam.

Ditambah lagi ada upaya negara-negara kafir untuk mengikis habis seluruh sistem hukum Islam hingga ke simbol-simbolnya. Semua ini mengakibatkan sebagian masyarakat benar-benar “buta” terhadap hukum-hukum Islam yang seharusnya menjadi keyakinan dan tolok-ukur mereka.

Aktivitas yang mengabaikan hukum-hukum syariah Islam adalah tindakan pragmatis yang justru jauh dari Islam. Misalnya, seorang penguasa yang menyatakan tidak akan menerapkan syariah Islam dalam kekuasaannya, atau sikapnya yang tetap mempertahankan segala perjanjian internasional yang ada, termasuk Perjanjian Camp David yang melegitimasi negara zionis Israel pencaplok negeri Muslim, gubernur yang turut menerapkan hukum-hukum tidak-Islam. Ini semua tentunya tidak termasuk aktivitas politik yang syar’i, melainkan hanya aktivitas politik pragmatis yang bertentangan dan bahkan mengkhianati Islam.

Pada saat keadaan masyarakat bertentangan dengan Islam, maka sesungguhnya tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan keadaan, sebab dengan usaha ini berarti telah mengubah Islam, menyimpang dari Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah sehingga sesuai dengan Islam dan diatur menurut syari’at Islam.

Mengubah masyarakat bukanlah menghancurkan masyarakat, melainkan mengganti sistem kehidupan yang ada di tengah masyarakat. Mengubah masyarakat berarti mengubah isinya, yakni mengubah kepribadian para anggota masyarakat, pemikiran masyarakat (baik akidah maupun syariat), perasaan masyarakat, dan sistem (nizham) yang mengatur berbagai interaksi sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Jika Anda meletakkan api di bawah periuk sehingga bisa memanaskan air sampai mendidih, maka air yang mendidih ini berubah menjadi uap yang akan mendorong tutup periuk, menghasilkan gerakan yang mendorong. Demikian pula halnya dengan masyarakat, jika di tengah mereka diletakkan mabda’ (ideologi) Islam maka “panas” dari mabda’ (ideologi) tersebut akan menghasilkan dorongan bagi umat untuk bergerak berdakwah, amar ma’ruf nahi mungkar. Sebab itu, dakwah harus disebarluaskan ke seluruh Dunia Islam dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam.

Kebangkitan dan perubahan hakiki sejatinya mengubah ketundukan manusia kepada sesama makhluk menjadi ketundukan manusia hanya kepada Allah Swt. Pencipta manusia. Hal ini ditunjukkan oleh tegaknya syariah Islam sebagai wujud ketundukan manusia pada hukum-hukum-Nya. Keadaan ini akan melahirkan keamanan lahir dan batin dalam berbagai bidang. Allah Swt. berfirman:


“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatupun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS. an-Nur [24]: 55)

Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjanjikan empat hal yang saling terkait. Pertama: kekuasaan/kekhilafahan (istikhlaf). Kedua: peneguhan ajaran Islam (tamkinu ad-din). Ketiga: keamanan (al-amnu). Keempat: ibadah dan tidak syirik. Ujung dari semua ini adalah “Mereka tidak takut kecuali kepada-Ku” (Tafsir ath-Thabari, XIX/210).

Inilah kebangkitan hakiki. Ayat itu menegaskan adanya keterkaitan yang kuat antara kekuasaan Khilafah, penerapan syariah Islam, keamanan, serta kesejahteraan baik dalam hal materi, ruhiyah, akhlak maupun kemanusiaan (insaniyah). Dengan perkataan lain, perubahan yang hakiki hanya ada dalam penerapan syariah lewat kekuasaan Khilafah. Rasulullah Saw. pun bersabda:
يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثُوْ الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا
“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR. Muslim)

Jalan kebangkitan umat Islam adalah jalan yang satu, yakni dengan melanjutkan kehidupan Islam. Dan tidak ada jalan menuju kelanjutan kehidupan Islam melainkan dengan adanya Daulah Islamiyah. Dan tidak ada jalan lain menuju ke arah itu kecuali jika kita bertakwa mengambil Islam secara paripurna (kâmilan) sesuai Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, yakni kita mengambilnya sebagai Aqidah, dan menjadikannya sudut pandang kehidupan, dan juga menerapkan keseluruhan sistemnya.

Itu berarti bertaqwa menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam semua urusan. Untuk itu mutlak memerlukan kekuasaan. Rasul Saw. telah mencontohkan bagaimana Beliau memohon kekuasaan kepada Allah Swt. untuk mewujudkan hal itu.


“…dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS. al-Isra’ [17]: 80)

Imam Qatadah menjelaskan: “Nabi Saw. menyadari bahwa tidak ada daya bagi Beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan). Karena itu Beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah, untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya agama Allah. (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî)
….


Sabtu, 06 Agustus 2016

Mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi


 
  

Rasulullah Saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi Beliau Saw. dan melindungi dakwah Islam serta siap menanggung resiko melawan kebengisan orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab.

…. Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah Saw. dan menolak adalah, (1) Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, (2) Bani Muharib bin Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4) Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah, (7) Bani Sulaim, (8) Bani ‘Abas, (9) Bani Nadhar, (10) Bani Baka’, (11) Bani Kindah, (12) Kalb, (13) Bani Harits bin Ka’ab, (14) Bani ‘Adzrah, (15) Bani Hadhaaramah.

Beliau Saw. selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Mekah, Beliau juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka’bah, di jalan-jalan, pasar ‘Ukadz, dan Mina. Di antara orang-orang yang diseru Rasul tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Setelah mereka kembali ke Madinah mereka menyebarkan Islam di Madinah. Momentum penting lain sebagai pertanda dimulainya babak baru dakwah Rasul adalah Bai’at ‘Aqabah I dan II. Dua peristiwa ini, terutama Bai’at ‘Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari dakwah Rasul, yakni tahap interaksi dan perjuangan (marhalah Tafa’ul wal Kifah) menuju Tahap ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam tahap ketiga ini Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan mereka, yaitu kehidupan yang (1) asas peradabannya adalah kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar perbuatan (miqyasul a’mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3) makna kebahagiaan (ma’na sa’aadah) mereka adalah mendapatkan ridho Allah. Masyarakat yang kokoh inilah yang siap membawa risalah Islam ke seluruh dunia.

Oleh karena itu, dengan bukti kesuksesan yang jelas dicapai oleh partainya Rasulullah Saw. dalam perjuangan Beliau Saw., di samping tuntunan dan tuntutan agar kita meneladani perjuangan Beliau Saw., maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi ini selain jalan yang telah ditempuh Rasulullah Saw. Untuk menyegarkan kembali gambaran kita tentang perjalanan dakwah Rasulullah Saw. tersebut perlu kita perhatikan bagan di bawah ini:

Bagan Perjalananan Dakwah Rasulullah Saw.

Tahapan metode
Aksi
Target
Tantangan
1. Pembinaan dan Pengkaderan
- melakukan rekrutmen secara individual dan mengumpulkan mereka dalam kelompok terorganisir
- melakukan pembinaan intensif terhadap sahabat-sahabat sebagai keder awal
1. Membentuk kelompok yang terorganisir (hizb as-siyasi) yang siap mengemban dakwah yang politis dan ideologis
2. Membentuk kader yang memiliki pola pikir dan pola tindak Islam
1. Proses kaderisasi yang masih awal dan bergerak agak lambat
2. Interaksi dan Perjuangan Politik
1. Menyampaikan dakwah secara terbuka dalam rangka pembinaan umat
2. menyerang ide-ide (keyakinan, tradisi, hukum-hukum) yang rusak di tengah masyarakat Makkah
3. Membongkar kepalsuan para penguasa Makkah
4. Mendatangi elit-elit politik yang berpangaruh di masyarakat
1. Membentuk kesadaran umum dan opini umum di tengah masyarakat tentang Islam dan kerusakan sistem jahiliyah
2. Penerimaan masyarakat terhadap ide-ide Islam dan penolakan mereka terhadap ide-ide jahiliyah.
3. Gerakan massal berupa dukungan dan tuntutan penerapan Islam.
4. Mengambil alih kekuasaan dari penguasa status quo (jahiliyah)
1. Perlawanan dan penindasan dari penguasa-penguasa Makkah: penganiyaan, propaganda di dalam dan di luar Mekkah, pemboikotan total
2. Masyarakat Mekkah yang masih belum bisa menerima ide-ide perubahan Rasulullah dan masih mendukung rezim penguasa jahiliyah
3. Penerimaan Kekuasaan dan Penerapan hukum oleh Negara
1. Rasulullah mendirikan negara Islam dan membangun masyarakat Islam
2. Menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah
3. Menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru alam
4. Konsolidasi dan pengembangan daulah Islam hingga menjadi adidaya
Berdirinya Daulah Islam yang didasarkan pada aqidah Islam dan menerapkan hukum-hukum Islam yang kuat
1. Daulah Islam yang masih awal sehingga mendapat ganggunan stabilitas baik dari dalam ataupun dari luar
2. Koalisi musuh-musuh daulah Islam baik dalam opini maupun perang fisik

Siapapun yang menghendaki dan merindukan hidup dengan Islam secara kaffah sebagaimana yang diwajibkan, maka keberadaan negara Khilafah Islamiyyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab Khilafah-lah, institusi wajib untuk menerapkan syariah secara total (kaffah). Kita mesti yakin berjuang karena metodenya telah jelas yaitu metode perjuangan pemikiran dan politik yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw., bukan dengan cara-cara demokrasi yahudi maupun revolusi sosialis atheis yang tidak ada asal-usulnya dari Islam.

WalLâhu a’lam bish-shawâb. Wallahu muwaffiq ila aqwamit thariiq. Wahuwa khairun haafizho wahuwa arhamur raahimin! Walhamdulillahirabbil ‘alamin!
….


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam