Negara
republik saat ini tidak bisa menjadi sokoguru ketahanan keluarga, bahkan negara
republik lebih kepada penghancur ketahanan keluarga. Yang bisa menjadi sokoguru
ini hanya Khilafah.
Sistem
republik-lah yang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang menempatkan hukum manusia
di atas konstitusi ilahi yakni al-Quran. Pemimpin yang mengecilkan rasa
keadilan yang diharapkan umat atas penista Quran. Republik-lah yang memberi
karpet merah naiknya pemimpin kafir. Pemimpin kafir ini memecah belah umat,
seenaknya menista Quran dan menghina ulama.
sangat
sulit bahkan mustahil menuntut keadilan hakiki dari sistem republik.
“Saya
hadir di sini karena mendukung acara yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia.
Harapannya, setelah RPA (Rapat Dan Pawai Akbar), masing-masing elemen umat bisa
memaksimalkan potensi dalam berbagai kapasitasnya dalam perjuangan ini.
Sehingga kelak Khilafah bisa segera tegak.” [Gatot Wahyu Nugroho, Dosen
Universitas Muhammadiyah Sukabumi]
Dalam
republik, UU dibuat oleh parlemen yang diklaim sebagai representasi dari
rakyat. Anggota parlemen membutuhkan dana segar untuk biaya politik dan
lain-lain. Akibatnya, mereka membuat UU yang pasal-pasalnya menguntungkan
sponsornya. Nah, siapa sponsornya? Tentu mereka-mereka yang punya modal besar
yang umumnya berafiliasi ke negara-negara asing penjajah. Terjadilah
undang-undang liberal yang melempangkan jalan bagi neoimperialisme.
Demikian
pula penyebab keterpilihan orang kafir sebagai pemimpin; karena undang-undang
produk republik membolehkan itu.
Penistaan
agama juga terus berulang karena UU yang tidak tegas terhadap pelakunya.
Apalagi pelakunya memiliki kekuasaan seperti Ahok. Sudah didemonstrasi jutaan
orang, dia tetap tidak ditahan.
Ini
menunjukkan republik dan sistem liberalisme membuat semua masalah itu terus
berulang dari tahun ke tahun.
“Rapat
dan Pawai Akbar ini gemanya lebih besar ketimbang acara-acara sebelumnya. Luar
biasa. Mudah-mudahan, selepas acara usai, para peserta yang hadir bisa
benar-benar berjuang secara terorganisir agar Khilafah yang dicita-citakan ini
bisa segera tegak.” [Chandra Purnairawan, Direktur Sharia Law Institute]
masalah
yang terjadi di Indonesia karena penerapan republik dan liberalisme. Sistem
tersebut telah menciptakan berbagai perundangan yang membuka pintu bagi
masuknya imperialisme selain memberikan peluang bagi keterpilihan pemimpin yang
membebek kafir penjajah.
Dalam
republik, al-Quran bukan hanya diletakkan di bawah ayat konstitusi, namun sama
sekali tidak dianggap. Buktinya, di manakah al-Quran berada dalam struktur
undang-undang yang ada? Ini jelas merupakan penghinaan dan pelecehan terhadap
al-Quran.
slogan
republik adalah “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” adalah
omong-kosong. Faktanya, rakyat hanya dirangkul pada setiap musim Pemilu, tetapi
mereka kemudian dinistakan saat kekuasaan sudah dalam genggaman. Penguasa
terpilih malah lebih banyak berpihak kepada kaum kapitalis yang telah mendanai
mereka selama Pemilu.
Fakta
bahwa penguasa produk republik sering lebih memuliakan para konglomerat dan
menistakan rakyat sesungguhnya tidak aneh. Situs berita al-jazeera.com pada
bulan Februari 2015 menurunkan tulisan berupa hasil dua buah studi politik yang
menunjukkan bahwa republik sebenarnya dimiliki dan dikendalikan orang kaya.
Para senator di AS rata-rata lebih berpihak dan memperhatikan kepentingan para
donor dibandingkan pemilih yang lain
(http://america.aljazeera.com/opinions/2015/2/new-evidence-suggests-that-the-rich-own-our-democracy.html).
Di Indonesia juga sama saja. Pada tahun 2008, Direktur Eksekutif Soegeng
Sarjadi Syndicate (SSS) menegaskan parpol hanya dimiliki oleh pihak tertentu
yaitu aristokrat, saudagar dan jawara.
“SubhanalLah!
Saya bisa berkumpul dan hadir di acara Rapat dan Pawai Akbar ini. Saya sangat
mendukung tegaknya Khilafah. Hanya dengan Khilafahlah isme-isme merusak yang
kini menyerang umat Islam bisa dibendung. Mudah-mudahan Hizbut Tahrir selalu
bisa menampilkan wajah Islam dan Khilafah ini ke tengah-tengah umat dengan
wajah yang ihsan sehingga semakin banyak yang mendukung tegaknya Khilafah.”
[M Harry Naldi, Ketua Umum Gerakan Pemuda ESQ 165]
Semoga
umat makin sadar bahwa republik bukanlah sistem kehidupan yang sahih. Republik
penuh dengan tipudaya, menyengsarakan umat, serta menistakan agama. Dalam republik,
orang kafir dan zalim sekaligus penista Islam semacam Ahok justru bisa
dicalonkan sebagai kepala daerah dan dielu-elukan oleh media massa hanya karena
didukung oleh para konglomerat.
Semoga
umat Islam pun makin sadar bahwa sistem republik tidak akan pernah memberikan
keadilan sesuai tuntunan al-Quran dan as-Sunnah. Hanya dalam sistem Islam,
keadilan yang hakiki dapat diwujudkan. Hanya dengan syariah Islam kehormatan
Islam dapat dibela dan penista Islam dapat dihukum seadil-adilnya. Hukum produk
republik terbukti hanya memperpanjang penderitaan umat dan penistaan Islam akan
terjadi lagi berulang-ulang.
keluarnya
uang dari para calon atau para cukong yang mendukung calon tertentu yang
berjumlah miliaran hingga triliunan rupiah (bagi capres/cawapres) tidaklah
gratis. Prinsip untung-rugi berlaku di sini. Di sinilah celah bagi para cukong
itu masuk untuk mengintervensi kekuasaan dan pemerintahan. Akibatnya, mudah
diduga. Baik eksekutif maupun legislatif terpilih pada akhirnya mengeluarkan
banyak UU, aturan dan kebijakan yang lebih mementingkan para cukong atau
korporasinya yang telah menyokong mereka, ketimbang mementingkan rakyat
kebanyakan. Alhasil, rezim republik pada akhirnya sering tunduk pada korporasi
atau para cukong, ketimbang pada kehendak rakyat.
Penyebaran
republik dan Islam Moderat ke Dunia Islam adalah salah satu strategi penting
yang ditempuh Barat, khususnya untuk mengontrol perubahan di Timur Tengah agar
jauh dari kebangkitan Islam. Jauh sebelum terjadi Arab Spring, strategi ini
telah dirumuskan oleh berbagai lembaga think-tank AS. Pada 2007 Institut
Amerika untuk Perdamaian (United States Institute of Peace-USIP) mengeluarkan
hasil penelitian seputar “Islam Moderat” yang berjudul, “Integrasi Para Aktivis
Islam dan Promosi republik: Sebuah Penilaian Awal.” Penelitian memutuskan bahwa
pertempuran Amerika Serikat dengan arus kekerasan dan ekstremisme harus
dilakukan dengan mendukung dan memperkuat proses demokratisasi di dunia Arab.
AS
sebagai Negara adidaya yang paling heroik mengusung kapitalisme dengan berbagai
sistem hidupnya seperti republik, liberalisme, pluralisme, ibarat kapal rapuh
yang akan tenggelam. Pertanyaannya negeri ini melaju mengekor pada republik
dari Barat ataukah kembali ke jalan Islam?
Kaum
Muslim selama berabad-abad di bawah naungan khilafah tidak mengenal fenomena republik
yang menghasilkan krisis yang akut, meskipun mereka ditimpa berbagai krisis,
politik, ekonomi dan militer, namun mereka tetap terikat dengan hukum-hukum
Allah, sehingga mereka dengan segera mampu memulihkan kembali keadaan. Dengan
demikian, kekuatan akidah dan kejernihannya akan membuat mereka mampu memikul
kesulitan dunia, bahkan menganggapnya kecil dibanding pahala di sisi Allah.
Sehingga yang terlintas dalam pikirannya adalah ketakutan mengakhiri hidupnya
dengan cara yang dimurkai Allah.
Tidak
pantas sama sekali kita menerima Islam demokratis. Sesungguhnya keduanya, yakni
antara Islam dan republik, memiliki landasan pemikiran yang sangat berbeda dan
bertolak belakang. Republik menunjung prinsip kedaulatan di tangan rakyat
(as-siyadah lis-sya’bi). Artinya, yang menentukan benar dan salah, atau halal
dan haram, adalah manusia berdasar prinsip suara mayoritas. Sementara Islam
menyerahkan kedaulatan kepada Allah SWT (as-siyadah lis-syar’i). Sumber hukum dalam
Islam adalah Al Qur’an dan as Sunnah dan apa yang ditujuk oleh keduanya,
bukanlah kehendak manusia, para penguasa, atau nafsu kelompok yang berkuasa.
“Bapak sih bahagia aja ikut RPA (Rapat Dan Pawai Akbar), walaupun usia bapak sudah 73 tahun, udah ke-2 kali ikut acara seperti ini. Ini kan perjuangan kita sebagai umat Islam untuk menegakkan syariah dan Khilafah. Ini yang kita usahakan dan serukan. Harapan bapak sih hanya ridha Allah saja. Semoga kita semua diberikan kemudahan dakwah oleh Allah SWT.” [H Muslih Armansyah, Pengusaha Percetakan dari Cileungsi]
“Ikut RPA (Rapat Dan Pawai Akbar) Jakarta karena kami ingin menyambung silaturahmi dengan saudara-saudara kami yang sama-sama berjuang, dalam penegakkan syariah dan Khilafah; juga ingin menunjukkan bahwa pejuang syariah dan Khilafah itu tidak sedikit; untuk menunjukkan bahwa menegakkan syariah dan khilafah ini wajib. Makanya, jauh-jauh 300 mahasiswa dari Jogjakarta datang, dengan mengorbankan segala sesuatunya untuk turut andil dalam perjuangan ini.” [Fersauki Suhartono, Ketua BEM Hamfara DIY]
“Acara RPA (Rapat Dan Pawai Akbar) ini membangkitkan semangat kita. Ternyata ada 100.000 lebih ini menunjukkan begitu banyaknya yang memperjuangkan syariah dan Khilafah. Sebelumnya juga acara serupa diadakan di 35 kota dan ini juga menunjukkan akan keyakinan kita tegaknya Khilafah ini.” [Rizky Fattamazaya, Ketua Umum Gema Pembebasan]
“Ikut RPA (Rapat Dan Pawai Akbar) karena saya setuju dengan tema yang dibawa RPA bahwa yang mengancam Indonesia sebenarnya adalah neoliberalisme dan neoimperalisme. Solusinya, ya sesuai yang dirapatkan tadi, yaitu menerapkan Islam dalam naungan Khilafah. Pasti saya mau berjuang bersama Hizbut Tahrir.” [Abdullah Muhammad Taqy Ar-Raihan, Ketua Forum Remaja Masjid Universitas Indonesia]
“Harapan saya, ini dapat membuat atmosfir Indonesia islami yang baldatun thayibatun warabbun ghafur. Banyak para ikhwan kita, para sahabat kita, yang memang sebenarnya agama Islam, tetapi karakternya non-Islami. Kehadiran Hizbut Tahrir ini berpengaruh bahwa sebenarnya yang benar itu syariah Islam yang diaplikasikan dalam Khilafah Islam.” [Ahmad Daryoko, Presiden DPP Konfederasi Serikat Nasional]
“Luar biasa, Subhanallah, Allahu Akbar! Itulah yang bisa saya ucapkan, tidak bisa dikatakan dengan kata-kata yang lain. Ini adalah bukti dukungan umat kepada Hizbut Tahrir. Begitu gegap gempita. Sungguh luar biasa. Ide brilian. Memang selama ini Indonesia sudah ganti banyak pemimpin. Namun, solusi yang ditawarkan tambal-sulam, tidak menuntaskan masalah. Masalah ini harus diselesaikan dengan Khilafah Islam. Itu menurut saya.” [Herman Ahya, Marketing Perusahaan Otomotif]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar