Sebenarnya tidak sulit
menyusuri jejak Khilafah di dalam karya ulama-ulama Nusantara. Justru lebih
sulit sebaliknya, menafikan apalagi menghapus jejak Khilafah dari karya mereka.
Karena pembahasan tentang khilafah tidak hanya dibahas di dalam kitab fikih,
tetapi juga dibahas di dalam kitab-kitab akidah, juga tafsir Al-Qur’an. Karena
khilafah merupakan ajaran Islam.
Dari
Sulaiman Rasyid
H Sulaiman Rasjid,
sebenarnya bukan nama yang asing bagi kaum Muslim di Indonesia, terutama mereka
yang pernah mengenyam pendidikan di bawah payung Depag. Karena bukunya, Fiqh
Islam, merupakan salah satu buku wajib pada sekolah menengah dan perguruan tinggi
Islam di Indonesia dan Malaysia ini. Buku yang ditulis pada tahun 1954 dan
diterbitkan oleh penerbit di Bandung, sejak 1994 hingga tahun 2009 telah
dicetak sebanyak 44 kali, dan masuk sebagai bahan ajar dalam kurikulum sekolah
menengah.
Sulaiman Rasjid dengan
nama aslinya, Sulaiman Rasjid bin Lasa, lahir di Liwa-Lampung Barat pada tahun
1896. Ia memperoleh pendidikan agama dari Perguruan Tawalib, Padang Panjang,
Sumatera Barat. Sebelumnya ia belajar pada Buya Kyai H. Abbas di Padang lapang.
Pada tahun 1926 ia belajar di sekolah guru Mualimin, Mesir, kemudian
melanjutkan ke universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, Jurusan Takhassus Fiqh,
dan selesai tahun 1935.
Sepulang dari Mesir ia
ditunjuk menjadi Ketua Panitia Penyelidik Hukum-hukum Agama di Lampung, menjadi
Pegawai Tinggi Agama pada kantor Syambu (1937-1942), Kepala Jawatan Agama RI
Jakarta (1947-1955), Staf Ahli pada Kementrian Agama RI dan sebagai asisten
dosen di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTIAIN) Jakarta (1958-1962), guru
besar mata kuliah Ilmu Fiqh (1960), Rektor mata kuliah Ilmu Fiqh di IAIN
Jakarta (1962-1964), dan menjelang masa pensiun, ia sempat menjabat Rektor IAIN
Lampung. Pada tgl 26 Januari 1976, dalam usia 80 tahun, ia pulang ke
Rahmatullah.
Yang menarik dari buku
Fiqh Islam ini adalah pembahasannya yang cukup lengkap dan komprehensif. Dengan
tebal sekitar 500 halaman, buku tersebut mengupas persoalan Fiqih mulai dari
ibadah, muamalah, faraid, nikah, hudud, jinayat, jihad, hingga khilafah. Ketika
membahas hukum membentuk khilafah, ia menyatakan, ”Kaum Muslimin (ijma' yang mu'tabar)
telah bersepakat bahwa hukum mendirikan khilafah itu adalah fardu kifayah atas
semua kaum Muslimin.”
Dalil yang ia jadikan
sandaran adalah: (1) ijma' Sahabat
ketika mendahulukan permusyawarahan tentang khilafah daripada urusan Jenazah
Rasulullah SAW; (2) Tidak mungkin dapat menyempurnakan kewajiban, misalnya
membela agama, menjaga keamanan, dan sebagainya selain dengan adanya khilafah;
(3) Janji Allah bahwa kaum Muslimin akan menjadi khalifah di muka bumi (QS.
An-Nur:55).
Pendapat Sulaiman
Rasjid semakin menegaskan bahwa Khilafah adalah ajaran Islam, dan ini bukan
merupakan pendapat yang asing.
Hingga
Mbah Dol Senori
Ulama Nusantara yang
lebih senior dari Sulaiman Rasyid adalah Syeikh Abul Fadhol, Senori, Tuban atau
yang lebih terkenal dengan sebutan Mbah nDhol Senori. Ia merupakan salah
seorang ulama yang lurus dan disegani oleh kalangan Nahdhiyyin. Ia adalah murid
kehormatan KH Hasyim Asy'ari.
Syeikh Abul Fadhol
adalah ulama yang sangat alim dan produktif. Banyak karya lahir dari tangannya.
Di antaranya: Kasyfut Tabarikh 'an Shalat
at-Tarawih, al-Fara’id al-Bahiyyah fi al-Ishthilahil al-Fiqhiyah, al-Kawakib al-Lamma'ah fi Tahqiq al-Musamma bi Ahlis
Sunnah wa al-Jama’ah, Tashil al-Masalik
H Syarh Alfiyah Ibn Malik, al-Jauharah
as-Saniyyah fi 'Ilm as-Shorf, Kifayah
at-Thullab fi an-Nahwi, dan yang paling besar, hingga mencapai 500
halaman lebih adalah kitab dengan judul Ad-Durr
al-Farid. Kitab yang satu ini adalah syarah
dari kitab Jauharah at-Tauhid karya Imam
Burhanuddin al-Laqqani yang cukup terkenal di kalangan santri dan ulama.
Di antara ulama yang
mensyarah kitab ini adalah putranya
sendiri, dengan judul Ithaf al-Murid fi Syarh
Jauharah at-Tauhid. Syarh yang
lain, yang cukup terkenal adalah Tuhfatul Murid
bi Syarh Jauharah at-Tauhid, karya Imam al-Baijuri penulis kitab Hasyiyah al-Baijuri.
Namun, dua syarah di atas, jika dibanding dengan ad-Durr al-Farid, karya Syeikh Abul Fadhol ini
masih kalah jauh, baik dari kelengkapan rujukan maupun kekayaan dan kedalaman
materi yang disajikan.
Yang menarik, jika
Sulaiman Rasyid menulis tentang wajibnya khilafah dalam kitab fikihnya, maka
Mbah nDol menyatakan kewajiban adanya khilafah dalam kitab akidah. Syeikh
Burhanuddin mengatakan, ”Wa wajibu nashbi imam
'adli bi as-syar'i fa'lam la bi hukmi al-'aql” [Wajib hukumnya
mengangkat seorang imam/khalifah yang adil berdasarkan syara', ketahuilah bukan
berdasarkan keputusan akal].
Di dalam syarahnya, Syeikh Abul Fadhol menjelaskan, ”Wa al-Imam dzu al-imamah, wa hiya ri'asatun ‘ammah fi
ad-dini wa ad-dunya Khilafatan 'an an-Nabiyyi sha-Llahu 'alaihi wa sallama”
[Imam adalah seorang yang memiliki kepemimpinan [kekhilafahan]. Imamah adalah
kepemimpinan umum untuk mengurus urusan agama dan dunia sebagai pengganti Nabi
SAW].
Ia dalam penjelasannya
yang lain mengatakan, "Fa'lam anna
al-imamah qad tusammma Khilafah, wa al-imam qad tusamma Khalifah.”
[Ketahuilah, bahwa imamah kadang disebut khilafah, dan imam kadang disebut
khalifah]. Karena itu, mengangkat pemimpin yang dimaksud di sini adalah
khalifah, dan menegakkan imamah di sini, tak lain adalah khilafah.
Syeikh Abul Fadhol
juga mengatakan, ”Fa'lam anna nashba al-imam
al-'adl wajibun 'ala al-muslimin li ijma' as-shahabati ba'da wafati an-nabiyyi
Saw. 'ala nashbihi hatta ja'aluhu ahamma al-wajibat, wa qaddamuhu 'ala dafnihi”
[Ketahuilah, mengangkat seorang imam/khalifah yang adil hukumnya wajib bagi
kaum Muslim, berdasarkan ijma' shahabat
pasca wafatnya Nabi SAW sehingga mereka menjadikan sebagai kewajiban yang
paling penting, dan mendahulukannya atas pemakaman jenazah Nabi SAW.]
Tidak sampai di situ,
Mbah nDol juga menegaskan wajibnya khilafah tunggal di seluruh dunia, ”Wa ajma'a al-muslimun ’ala annahu la yashihhu an
yakuna lahum fi 'ashrin wahidin khalifatani” [Kaum Muslim telah sepakat,
bahwa tidak sah ada dua orang khalifah bagi kaum Muslim dalam satu masa].
Inilah
jejak Khilafah dalam karya ulama' Nusantara. Karena itu, sangat sulit membantah
ide ini, apalagi menghapus sama sekali dari memori umat Islam. Meski berbagai
upaya telah dilakukan, termasuk menghapus kurikulum Khilafah dari materi
pelajaran. []har/lts
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 199
---
SMS/WA Berlangganan
Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759
Tidak ada komentar:
Posting Komentar