Institut Afghan untuk Penelitian
Strategis - The Afghan Institute for Strategic Studies (AISS) belakangan ini
mengeluarkan laporan berjudul ‘Scrutinizing Religious Radicalism within Higher
Education System in Afghanistan’ – ‘Menelisik Radikalisme Religius di dalam
Sistem Pendidikan Tinggi di Afghanistan.’ Fokus utama penelitian ini adalah
untuk menginspeksi bahan ajar ‘sistem politik Islam,’ salah satu dari bab-bab
utama mata kuliah ‘Studi Islam dan/atau Peradaban Islam,’ di 3 universitas
ternama di Afganistan – Universitas Kabul, Universitas Herat dan Universitas
Nangarhar. Penelitian itu menyimpulkan bahwa pelajaran ‘Studi Islam’ telah
semakin berpengaruh pada mahasiswa dalam hal mendorong ‘kekerasan, ekstrimisme
dan radikalisme relijius’ di antara mereka.
Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah
Afghanistan
mengumumkan kepada masyarakat Muslim dan Mujahid Afghanistan beberapa hal
berikut:
Pertama, riset ini sama sekali mengabaikan kriteria
dasar sebuah riset akademis – yaitu objektivitasnya – sebab metode dan
strukturnya dirancang oleh si peneliti untuk membuktikan hipotesis personalnya;
maka, dia gagal untuk menjunjung standar imparsial dan akademik dalam semua
aspek penelitian itu dengan melakukan justifikasi mengkaitkan perkara ‘sistem
politik Islam’ dengan ‘ekstrimisme dan radikalisme religius.’
Kedua, langkah-langkah yang diambil oleh institusi
semacam itu dan publikasinya dirilis berdasarkan penelitian semacam itu
berperan sebagai mesin perang mendasar bagi AS dan Barat yang bekerja melawan
Islam dan kaum Muslimin dalam rangka meragukan hal-hal yang pasti dan tak
diragukan dalam Islam dan Umat Islam. Karena riset itu mendefinisikan ‘agama’
hanya sebagai kepercayaan spiritual yang tidak ada kaitannya dengan urusan
masyarakat, riset itu mempertanyakan kesempurnaan dan keuniversalan Islam,
menolak keuniversalan dan relevansi Islam sepanjang zaman, mempersepsikan
dakwah kebaikan sebagai pondasi perilaku kekerasan, dan terang-terangan
mengingkari sistem politik Islam, konsep Darul Islam dan hak Dzimmi (warga
non-Muslim Negara Islam) dalam Islam; padahal, perkara-perkara itu adalah
ditentukan dan rinci dalam ajaran Islam, dan tak ada yang berani
mempertanyakannya selain para demokrat dan sekularis.
Ketiga, melalui penelitian ini, mereka berusaha
mengklasifikasi perspektif para mahasiswa mengenai sistem politik Islam ke
dalam beberapa kategori seperti ‘pro-Khilafah,’ ‘pro-Keemiran,’ dan
‘pro-Pemerintahan Ahli Fikih atau Wilayat Faqih’ sebagaimana kafir Barat dan
sistem bonekanya selalu beroperasi untuk membagi-bagi Umat Islam ke dalam
beberapa faksi, seperti ‘moderat’ dan ‘ekstrimis’ dan seterusnya; padahal, para
pengikut 3 kategori itu semuanya terus berjuang mencari apa yang hilang dari
mereka, yaitu sistem politik Islam.
Keempat, telah jelas tanpa perdebatan bagi semua orang
bahwa topik ‘ekstrimisme dan/atau radikalisme’ telah berubah menjadi sebuah
komoditas bisnis, khususnya bagi sejumlah individu dan institusi yang berpikir
bahwa ikut campur dalam agenda semacam itu bisa membantu meningkatkan status
mereka, sehingga mereka mengambil keuntungan dari skenario itu, sebagaimana
aktivitas dan laporan baru itu adalah contoh nyata sikap-sikap itu.
Akibatnya, selama 18 tahun terakhir,
hukum-hukum di Afghanistan, bahan-bahan ajar sekolah dan universitas, dan
bahkan khutbah para Imam terus mengalami perubahan drastis dengan tekad yang
bulat untuk mensekularkan berbagai entitas itu; itulah mengapa, bermacam ajaran
Islam telah disingkirkan dengan bermacam dalih. Sementara ini, mereka sedang memuluskan jalan untuk
menyingkirkan konsep Islam yang masih tersisa dari kurikulum akademik dan
sistem pendidikan Afghanistan dengan mempropagandakan konsep Islam sebagai
sebuah ide berbahaya bagi masyarakat. Untungnya, meski upaya
berkesinambungan oleh mereka, masyarakat telah dan tetap berpihak pada
pemikiran Islam dan membela sistem politik Islam sewaktu hasil-hasil penelitian
mereka itu menunjukkan bahwa para mahasiswa dari universitas-universitas
ternama di Afghanistan, totalnya 56,7%, mendukung Khilafah, Keemiran dan
Pemerintahan Para Ahli Fiqih – [yaitu menginginkan] sistem politik Islam,
sementara hanya 34 persen yang mendukung sistem kufur Republik yang sedang
bercokol. Karena semua usaha mereka bertolak belakang dengan kemauan masyarakat
kita dan sentimen penduduk Muslim Afghan; maka, para penipu semacam itu tidak
akan sukses.
وَلَا
يَحِيقُ
الْمَكْرُ
السَّيِّئُ
إِلَّا
بِأَهْلِهِ
“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri.”
(QS.
Fâthir: 43)
Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah
Afghanistan
Selasa, 3 Sya’ban 1440 H
09/04/2019 M
Ref.: Afg.1440 / 09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar