Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Dan
sesungguhnya mereka (kaum musyrik Makkah) telah melalui sebuah negeri [Sadum]
yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka
apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka itu tidak
mengharapkan akan kebangkitan.” (TQS. al-Furqan [25]: 40).
Di antara
yang dikisahkan Al-Qur’an adalah sikap dan perilaku kaum Nabi Luth As. Mereka
tidak beriman dan membangkang kepada nabi yang diutus kepada mereka itu. Mereka
juga mengabaikan larangan melakukan perbuatan keji yang tidak pernah dilakukan
kaum sebelumnya. Yakni, mendatangi sesama laki-laki melalui duburnya. Merekalah
yang menjadi pelaku homoseksual pertama dalam sejarah manusia.
Ayat ini
pun mengingatkan tentang kehancuran kaum tersebut. Mereka harus menerima azab
pedih di dunia, setelah mengabaikan peringatan Allah.
Kisah Penduduk
Sadum
Allah SWT
berfirman: Walaqad ataw 'alaa al-qaryah
al-latii umthirat mathar al-saw’ (dan sesungguhnya mereka [kaum musyrik
Mekah] telah melalui sebuah negeri. [Sadum] yang [dulu] dihujani dengan hujan
yang sejelek-jeleknya [hujan batu]). Ayat ini dan beberapa ayat sebelumnya
mengingatkan kepada kaum Quraisy dan bangsa Arab tentang azab yang menimpa
kaum-kaum terdahulu. Dalam ayat sebelumnya disebutkan tentang kisah kaum 'Ad,
kaum Tsamud, dan penduduk Rass.
Sebelumnya
lagi juga diingatkan peristiwa yang menimpa kaum Nabi Nuh as. dan Fir'aun.
Semuanya, menuai kehancuran dan kebinasaan.
Sebagian
sisa-sisa kehancuran itu masih dapat mereka indera. Sebab, tempat tinggal
mereka berada dalam negeri Arab, seperti kaum 'Ad dan Tsamud. Demikian pula
yang disebutkan ayat ini, yakni penduduk kota Sadum. Disebutkan dalam ayat ini:
Walaqad ataw 'alaa al-qaryah (dan
sesungguhnya mereka telah mendatangi sebuah negeri).
Yang
dimaksud dengan mereka di sini adalah musyrik Makkah. Mereka adalah kaum yang
disebutkan dalam ayat sebelumnya menjadikan Al-Qur’an sebagai sesuatu yang
ditinggalkan dan diabaikan.
Sedangkan
kata al-qaryah (negeri) di sini menunjuk
negeri yang dihuni kaum Nabi Luth as. Negeri tersebut bernama Sadum. Demikian
diterangkan para mufassir, seperti al-Thabari, al-Qurthubi, al-Syaukani, dan
lain-lain. Kesimpulan ini didasarkan pada sifat negeri tersebut yang disebutkan
dalam frasa berikutnya: al-latii umthirat
mathar al-saw’ (yang [dulu] dihujani dengan hujan yang
sejelek-jeleknya). Diterangkan para mufassir, seperti al-Thabari, al-Qurthubi,
Ibnu Katsir, al-Alusi, dan lain-lain yang dimaksud dengan hujan yang paling
jelek itu adalah batu-batu yang dihujankan kepada mereka sehingga membuat
mereka binasa.
Menurut
al-Makkiy, sebagaimana dikutip Abu Hayyan al-Andalusi, kata ataw (mereka datang) di sini bermakna marru (mereka melewati). Ibnu 'Abbas, dalam
tafsir al-Qurthubi, berkata, ”Quraisy dalam perdagangannya ke Syam melewati
kota kaum Nabi Luth, sebagaimana diberitakan dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Makkah)
benar-benar akan melalui (bekas-bekas) mereka di waktu pagi” (TQS.
al-Shaffat [37]: 137).
Dengan
demikian, ayat ini memberitakan tentang pengetahuan bangsa 'Arab terhadap
kehancuran yang pernah menimpa kaum Nabi Luth. AKan tetapi, pengetahuan mereka
itu tidak menjadikannya sebagai pelajaran penting bagi mereka.
Hal ini disebutkan pada kelanjutan ayat ini: Afalam yakuunuu yarawnahaa (maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu).
Huruf hamzah dalam ayat ini adalah istifhaam (kata
tanya). Menurut al-Syaukani, istifhaam tersebut bermakna li al-taqrii’ wa al-tawbiikh (celaan dan teguran). Artinya: Mereka telah melihat
negeri yang diberitakan tersebut ketika mereka dalam perjalanan ke Syam untuk
berdagang karena mereka melewatinya. Tapi mereka tetap saja mendustakan dan
mengingkari Rasulullah ﷺ.
Menerangkan ayat ini, Ibnu Jarir al-Thabari berkata, "Apakah
mereka, orang-orang musyrik yang telah mendatangi negeri yang dihujani dengan
hujan yang paling buruk itu tidak melihat negeri tersebut dan azab yang
diturunkan Allah kepada kaum tersebut yang itu disebabkan karena penduduknya
mendustakan rasul mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka menjadikannya
sebagai pelajaran dan peringatan, kemudian mereka bertaubat dari kekufuran
mereka dan pengingkaran mereka terhadap Nabi ﷺ."
Kemudian
Allah SWT berfirman: Bal kaanuu laa yarjuuna
nusyuur[an] (bahkan adalah mereka itu tidak mengharapkan akan
kebangkitan). Kata nusyuur dalam ayat
ini: bermakna ba'ts (kebangkitan).
Sedangkan pengertian yarjuuna adalah yuuqinuun (meyakini) atau yushaddiquun (membenarkan). Sehingga,
pengertian frasa laa yarjuuna nusyuur[an],
sebagaimana diterangkan al-Qurthubi, berarti laa
yushaddiquuna bi al-ba'ts (mereka tidak membenarkan kebangkitan). Masih
menurut al-Qurthubi, bisa pula kata yarjuuna
bermakna yakhaafuuna (mereka takut).
Juga bisa bermakna, "Bahkan mereka tidak mengharapkan pahala
akhirat."
Dengan
demikian, ayat ini memberikan celaan dan teguran keras kepada kaum musyrik Arab
yang tidak mau mengambil pelajaran dari kehancuran kaum Nabi Luth. Bahkan,
mereka tetap saja mengingkari hari Kiamat yang pasti terjadi.
Kisah Kaum Luth
Tentang
kisah Nabi Luth dan kaumnya diberitakan dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur’an.
Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Luth as. diperintahkan untuk menyampaikan dakwah
kepada kaumnya. Dia memerintahkan kaumnya untuk hanya menyembah Allah SWT dan
menaatinya. Allah SWT berfirman: “Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada
mereka: "Mengapa kamu tidak
bertakwa?" Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus)
kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (TQS.
al-Syu‘ara [26]: 161-163).
Secara
khusus, Nabi Luth as. juga melarang mereka melakukan perbuatan yang buruk,
yakni perilaku homoseksual. Mereka lebih menyukai sesama jenis dan
mendatanginya melalui duburnya. Sebaliknya, mereka justru meninggalkan
istri-istri mereka. Ini yang dikisahkan dalam QS. al-Syu'ara [26]: 165-166.
Allah SWT
juga berfirman: “Mengapa kamu mendatangi
laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya
kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).” (TQS.
al-Naml [27]: 55).
Akan tetapi
nasihat tidak didengar. Mereka mendustakan Nabi Luth as. dan tidak menggubris
larangannya. Bahkan mereka mengusir utusan Allah SWT tersebut. (QS al-Naml
[27]: 56).
Setelah
dakwah tidak lagi berguna bagi mereka, mereka pun ditimpa azab yang amat
dahsyat. Mereka dihujani batu dan kota tempat mereka dibalik, hingga mereka
semua binasa. Allah SWT berfirman: “Dan Kami
turunkan hujan atas mereka (hujan batu), maka amat buruklah hujan yang
ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.” (TQS. al-Naml
[27]: 58).
Allah SWT
juga berfirman: “Maka tatkala datang azab Kami,
Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan
Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.”
(TQS. Hud [11]: 82).
Itulah
kejadian yang menimpa kaum Luth as. Kejadian ini seharusnya dijadikan sebagai
pelajaran penting bagi siapapun. Itulah hukuman yang harus diterima orang-orang
yang berani mengingkari dan menolak rasul beserta semua risalahnya. Pelajaran
itu tidak hanya berlaku bagi kaum musyrik Arab, namun semua umat sesudah
mereka.
Sungguh
hanya manusia yang tidak menggunakan akalnya yang berani nekat mendustakan
rasul, bersikap sombong, dan menolak syariah-Nya. Wal-Laah
a’lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Kota
Sadum dan penduduknya dihancurkan dengan azab yang amat dahsyat, yakni: kotanya
dijungkirbalikkan dan dihujani dengan batu.
2. Azab
yang amat dahsyat itu disebabkan oleh pengingkaran dan penolakan mereka
terhadap rasul dan risalahnya.
3. Kejadian
yang menimpa kaum Nabi Luth itu menjadi pelajaran penting bagi semua umat
sesudahnya agar tidak melakukan tindakan serupa.[]
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 149
Tidak ada komentar:
Posting Komentar