Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 05 April 2021

Menunggu Kiprah Ulama Perempuan



Orientasi Salah

Kata ulama dalam Kamus Besar Bahasa lndonesia merupakan orang yang ahli dalam hal atau pengetahuan agama Islam. Selain itu, juga memiliki akhlak mulia, mengamalkan ilmu untuk kebaikan dan kemajuan umat.

Saat ini, minat perempuan dalam ilmu agama masih sangat kurang. Sedikit sekali perempuan yang punya cita-cita menjadi ulama. Orang tua dan pendidik pun jarang menanamkan cita-cita tersebut pada anak-anak perempuan.

Hal ini disebabkan sistem hidup yang diterapkan adalah kapitalis-sekuler. Sistem ini tidak mendukung lahirnya ulama-ulama perempuan dengan cepat dan masif. Kurikulum pendidikan yang sekuler, memisahkan pendidikan agama dengan non-agama. Sehingga kian jauh pemahaman anak didik dari agama.

Orientasi belajar perempuan pun salah arah. Akhirnya lebih suka belajar ilmu-ilmu umum untuk menunjang kariernya kelak. Memang, tidak masalah belajar ilmu umum, asal ilmu agama tidak ditinggalkan. Tetapi yang terjadi, kesibukan mempelajari ilmu umum membuat perempuan abai belajar agama.
Di sisi lain, malah lebih sibuk belajar hal-hal khusus yang berkait dengan keperempuan saja. Seperti tak ada habisnya mengulas tips-tips make up wajah, memutihkan kulit, mengusir jerawat, melangsingkan tubuh, berbusana yang fashionable, dan sejenisnya. Obrolan perempuan pun tak beranjak dari situ. Jarang membincangkan masalah agama.

Tak jarang ulama perempuan jumlahnya masih sedikit. Kalaupun ada perempuan yang menonjol di bidang ilmu agama, rasionya masih jauh dibandingkan jumlah perempuan yang ada.

Teladan Sahabiyah

Munculnya ulama perempuan tidak lahir begitu saja. Perlu didukung oleh peradaban keilmuan yang diterapkan sistem Islam. Bercermin pada pendidikan perempuan di era kerasulan dan era khilafah, di mana aktivitas belajar dan studi dikelola negara.

Nabi SAW tak pernah mengabaikan perempuan. Bahkan beliau menyisihkan waktu khusus untuk mendidik perempuan. Abu Sa'id al-Khudri ra. menceritakan, beberapa wanita mengatakan kepada Nabi SAW, ”Pria telah di depan kita (dalam pengetahuan). Oleh karena itu, pilihlah hari khusus untuk kepentingan kami juga.” Nabi SAW lalu menetapkan satu hari untuk mereka. Beliau SAW akan menemui mereka pada hari itu, menyarankan mereka dan mendidik mereka tentang perintah Allah SWT. (HR. Al-Bukhari)

Dari peradaban Islam yang ditegakkan Rasullullah SAW, lahirlah ulama-ulama perempuan. Aisyah ra. sangat masyur dengan gelar 'Faqihat ul-Ummah' atau ahli hukum dari umat. Beliau meriwayatkan lebih dari 2.200 hadits dari Nabi SAW. Seorang ulama, Ibnu Hajar bahkan mengatakan: ”Satu dari empat perintah Nabi SAW diriwayatkan oleh Aisyah."

Ulama perempuan lainnya yang juga istri Rasul SAW adalah seperti Ummu Salamah, Hafsah, Umm Habibah dan Maymunah. Mereka juga unggul dalam hadits dan fatwa Islam. Ulama lain adalah Asma binti Abu Bakar, Umm Atiyah, Umm Shareek, Fathimah binti Qais ra., Khansa binti Amr, Hind binti Athathah, Atikah, Umm Aiman dan Safiyah binti Abdul Muthalib bin Hasyim.

Era Gemilang

Di era khilafah, sejarah menorehkan pentingnya pendidikan perempuan. Mereka bisa mengakses pendidikan di rumah, sekolah, masjid, perguruan tinggi dan lembaga lainnya. Bahkan mereka bisa bepergian ke seluruh dunia Islam untuk mencari ilmu, tanpa hambatan batas-batas negara. Karena, negara khilafah telah menyatukan semua wilayah ke dalam satu negara.

Tak heran bila lahirlah ribuan ulama perempuan. Termasuk kejayaan Islam di Cordoba dan Andalusia yang melahirkan mercusuar ilmu. Para ulama perempuan bertebaran di sana. Ditemukan, 8.000 lebih biografi muhaditsah atau ahli hadits perempuan.

Menurut Ruth Roded, dosen senior di Sejarah Islam dan Timur Tengah di Universitas Ibrani Yerusalem, proporsi dosen perempuan di banyak perguruan tinggi Islam klasik, lebih tinggi daripada proporsi dosen perempuan di universitas-universitas Barat saat ini.

Nama-nama ulama perempuan terkenal di bawah khilafah, antara lain Umm Darda. Abad ke-7 beliau mengajari hadits dan fiqh di Masjid Besar Umayyah di Damaskus, ibukota khilafah saat itu. Salah satu muridnya adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang akan duduk dalam lingkaran studinya bersama siswa lain.

Nafisa binti Hassan, intelektual di Mesir abad ke-9 M, adalah guru dari Imam Syafi'i. Amrah binti Abd al-Rahman di Madinah, mengeluarkan fatwa tentang transaksi bisnis dan hukuman. Aishah binti Abd-al-Hadi, abad ke-9 M, guru utama yang mengajarkan Sahih al-Bukhari di masjid agung Bani Umayyah.

Shaykhah Umm aI-Khayr Fatimah binti lbrahim, abad ke-14 M mengajar hadits di Masjid Nabawi. Zainab binti Kamal adalah ulama abad ke-14 yang mengajar lebih dari 400 kitab-kitab hadis.

Para ulama laki-lakipun, memiliki banyak guru perempuan. Ibnu Hajar berguru dari 53 perempuan, as-Sakhawi memiliki ijazah dari 68 perempuan, as-Suyuti belajar dari 33 guru perempuan dan Ibnu Asakir meriwayatkan hadits dari 80 perempuan lebih.

Para ulama perempuan di zaman keemasan ini, mendapat kedudukan terhormat di masyarakat. Namun, tidak melupakan tugas pokoknya sebagai ummu wa rabbatul bayt. Di ranah domestik, apik dalam mengelola rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak.

Walhasil, menjadi ulama perempuan adalah kedudukan mulia dan terhormat. Ilmu yang dimilikinya bermanfaat di dunia, dan berkah di akhirat. Karena itu, setiap Muslimah hendaknya bercita-cita menjadikan dirinya seorang ulama. Memiliki visi untuk berkontribusi mencerdaskan umat.

Memang, jalan yang ditempuh tidak mudah. Mengingat negara dengan sistem sekulernya saat ini tidak kondusif untuk mengakomodasi semangat belajar agama. Maka di sinilah umat butuh khilafah untuk mencetak generasi ulama-ulama terbaik harapan umat.

---
Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 197


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam