HASIL DISKUSI DAN KESEPAKATAN KOORDINASI KELOMPOK KERJA
PENANGGULANGAN PENYAKIT LAYU PISANG
BANJARMASIN, 18 - 20 APRIL 2007
I. PELAKSANAAN
Kegiatan Koordinasi Pokja Layu Pisang dilaksanakan di Hotel Perdana - Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 18 - 20 April 2007, dibuka secara resmi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura. Tujuan Pertemuan Pokja Merumuskan program pengendalian penyakit layu pisang yang efektif dan efisien Memberikan masukan dan koreksi terhadap upaya-upaya pengendalian penyakit layu pisang yang telah dilakukan Melakukan evaluasi hasil penelitian/kajian pokja layu pisang Peserta Pertemuan Pokja dihadiri oleh 37 peserta, yang terdiri atas:
Pakar/Anggota Pokja yang berasal dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) Solok, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat, Fakultas Pertanian IPB, UGM, Universitas Hasanuddin
UPTD BPTPH: Lampung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur
Dinas Pertanian Provinsi : D I Yogyakarta, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur
Balai Besar Peramalan OPT Jatisari
Dinas Pertanian Kabupaten di Kalimantan Selatan: Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Balangan, Kota Baru, Banjar, Tanah Laut, dan Tapin
Bagian Ekonomi dan Ketahanan Pangan Setda Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalimantan Selatan
Universitas Lambung Mangkurat, dan PKBT IPB
II. Hasil Diskusi
Dari pertemuan Pokja layu pisang dapat dirumuskan beberapa hal sebagai berikut:
1. Program pengembangan kebun pisang berdasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut:
Peningkatan kualitas dan pemenuhan permintaan pasar;
Penerapan prinsip klonalisasi, kolonisasi, konsolidasi, pola kebun dan kelembagaan;
Pengembangan kawasan sentra produksi buah;
Penerapan GAP/SOP;
Pengembangan dan penerapan SCM; serta
Peningkatan kuantitas dan kualitas promosi di tingkat domestik dan internasional.
2. Langkah operasional dalam rangka penanggulangan penyakit layu pisang, antara lain:
Survei identifikasi lokasi dan pertanaman yang terserang
Sosialisasi kegiatan petani (fokus yang tanamannya terserang), petugas lapang, tokoh masyarakat, dan lain-lain
Pelatihan-pelatihan perbanyakan agens hayati (praktek)
Pengorganisasian dalam gerakan penerapan teknologi.
Teknologi antara lain:
pemusnahan tanaman terserang
perbaikan drainase
kompos + agens hayati
pembersihan/pencucian peralatan
menghindari perpindahan patogen melalui peralatan, tanah, aliran air, dan lain-lain.
Pembungkusan tandan buah
Bimbingan dan pembinaan teknis berkelanjutan
Evaluasi dan penyempurnaan teknologi dan pelaksanaan
Peraturan
3. Pendekatan sosial:
Keberhasilan dalam penanggulangan penyakit layu pisang dapat dicapai melalui penerpaan PHT dengan pola SL. Dalam SL ini diharapkan petani dapat termotivasi untuk secara konsisten mematuhi penerapan budidaya tanaman sehat serta melaksanakan pengendalian secara mandiri dan berkelompok;
Pendekatan kepada tokoh masyarakat/petani maju dalam operasionalisasi pengendalian akan cukup membantu efektivitas pengendalian;
Dalam pelaksanaan pengendalian, diperlukan kepatuhan petani mengikuti prosedur baku teknis pengendalian.
4. Pemilihan benih
a. Tingkat kecermatan dalam pemilihan benih pisang sangat berperan/menentukan munculnya penyakit layu pisang. Kemungkinan terdapatnya penyakit pada rumpun diawali/terbawa benih yang memang sudah terserang atau berasal dari rumpun yang terserang;
Penggunaan benih hasil kultur jaringan terhadap penyakit layu perlu waktu untuk aklimatisasi terlebih dahulu. Ukuran benih dari kultur jaringan disarankan minimal ± 50 cm.
Hasil kultur jaringan sebelum di lepas ke petani hendaknya di tanam terlebih dahulu di dalam polybag sampai muncul anakan baru, anakan tersebut yang nantinya diberikan ke petani;
Alternatif pengendalian layu bakteri yaitu dengan penanaman pisang kepok yang tidak mempunyai jantung pisang (terdapat di Pulau Sulawesi) dengan tujuan memotong siklus penularan melalui ooze (eksudat) yang terbawa serangga/tawon yang hinggap pada jantung pisang;
Pisang sepatu Amora (dari Manado) dan pisang Puju (dari Sulawesi) dilaporkan tahan terhadap penyakit layu;
Perlu kawalan teknologi untuk benih pisang yang dibagikan ke petani, antara lain perlu aplikasi agens antagonis terlebih dahulu.
5. Pemanfaatan agens hayati
Eksplorasi agens antagonis Gliocladium, Trichoderma dan Pseudomonad flourescens (Pf) dilakukan oleh Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman. Eksplorasi Pseudomonad flourescens memberikan hasil yang lebih baik apabila dilakukan pada lokasi yang potensial ditumbuhi tanaman Mimosa pudica (putri malu). Perbanyakan Pf dilakukan di laboratorium oleh petugas sedangkan perbanyakan Trichoderma dan Gliocladium dapat dilakukan petani langsung;
Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman hendaknya memiliki koleksi agens hayati dan memeliharanya dengan cara yang benar sehingga tingkat keefektifannya terjaga. Hal ini merupakan aset yang berharga dan bahan untuk perbanyakan agens hayati di tingkat petani/kelompok tani pengguna agens hayati;
Dalam penggunaan Pf, cara perendaman dilaporkan lebih efektif dibandingkan dengan pencelupan;
Kompos yang mengandung agens antagonis sebelum diaplikasi hendaknya dicek terlebih dahulu untuk mengetahui apakah agens antagonis tersebut masih aktif atau tidak;
Aplikasi agen antagonis dapat dilakukan pada pembenihan maupun saat tanam;
Dalam aplikasi agens antagonis perlu memerhatikan kerapatan populasi agens antagonis, standar cara pembuatan, konsentrasi, dan cara aplikasi;
Jumlah propagule (sesuatu yang dapat membentuk koloni) yang dianjurkan sebanyak 1010 untuk cendawan, sedangkan untuk bakteri >1010 ;
Pf ada yang bersifat endofit, keberadaannya dalam tanah dapat menginduksi ketahanan tanaman.
6. Eradikasi tanaman terserang
Eradikasi penyakit layu pisang yang dilakukan dengan penyuntikan minyak tanah/glyphosat lebih efektif dan lebih mudah bila dibandingkan dengan pembongkaran karena kemungkinan masih terdapatnya sumber inokulum. Penggunaan buldozer dikhawatirkan dapat meratakan sumber inokulum ke lahan-lahan sekitarnya;
Pada benih, untuk mengurangi tersebarnya patogen layu eradikasi dapat dilakukan dengan cara mematikan titik tumbuh.
7. Pengerodongan buah
Kerodong buah pisang disarankan sepanjang ± 50 cm sampai dengan di bawah ujung buah, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya penularan penyakit melalui serangga, selain itu agar hama Nacoleia octasema (penyebab scab/kudis pada buah)tidak bisa masuk menyerang jantung.
8. Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman dapat dilakukan dengan menanam padi gogo, dapat juga dengan bawang sabrang. Pergiliran tanaman dengan bawang sabrang dilaporkan dapat menurunkan serangan penyakit layu diduga bawang sabrang memiliki zat alelopati yang dapat menghambat patogen.
9. Solarisasi (membiaskan penyinaran sinar matahari) lubang tanam dan tanah
Solarisasi dimaksudkan untuk mengekspose lubang tanam dan tanah agar tekena sinar matahari langsung sehingga dapat mematikan sumber inokulum. Sebelum melakukan penanaman dianjurkan untuk melakukan solarisasi lubang tanam dan tanah selama 2-3 minggu.
10. Epidemiologi
Epidemiologi penyakit layu pisang dilakukan untuk mengetahui faktor abiotik dan biotik
Buah pisang terinfeksi yang terbawa dalam pengangkutan benih dapat menularkan penyakit (menjadi sumber inokulum) di daerah yang belum terserang
Kecepatan penyebaran penyakit dapat mencapai 100 km per tahun
Potongan jantung pisang yang dibuang sembarangan juga dapat menjadi sumber infeksi.
11. Desinfestasi peralatan pertanian, alat potong
Desinfestasi dimaksudkan untuk mensterilkan (suci hama) peralatan pertanian/alat potong yang biasanya digunakan untuk memotong tandan pisang. Sebelum memotong tanaman agar dicelupkan terlebih dahulu dalam larutan desinfektan, misalnya kloroks dengan pengenceran 1:2.
12. Diseminasi informasi
Untuk mengefektifkan upaya penanggulangan OPT pisang penyebaran informasi perlu disebarluaskan mengenai informasi teknologi pengendalian OPT pisang.
13. Sarana Identifikasi
Untuk mengidentifikasi OPT maupun agens hayati diperlukan mikroskop sedangkan saat ini mikroskop tersebut belum dimiliki di tingkat Kabupaten maupun PPAH.
14. Upaya penanaman kembali di lahan bekas daerah serangan
Penanaman kembali di lahan bekas daerah serangan layu pisang dapat dimungkinkan dengan catatan harus dikawal dengan teknologi pengendalian. Lubang tanam dapat dibuat di samping rumpun terserang dan diaplikasi agens hayati dan solarisasi lubang tanam. Untuk mengurangi risiko terjangkitnya penyakit penanaman pisang kembali disarankan dilakukan 6 bulan setelah eradikasi.
15. Peraturan Daerah
Perlu dibuat peraturan untuk pengawasan lalu lintas benih pisang.
16. Agar upaya pengendalian dapat berjalan efektif maka telah disepakati time line seperti tertera pada Lampiran
1. Jadwal pelaksanaan penanggungjawab kegiatan akan diatur berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan koordinasi pengendalian layu pisang di daerah.
17. Penyakit lain yang perlu diperhatikan selain layu fusarium dan bakteri adalah penyakit bunchy top
Dilaporkan bahwa di Provinsi Sulawesi Utara terjadi serangan penyakit tersebut. Penyebaran penyakit ini sangat cepat karena disebarkan oleh serangga vektor yaitu aphid/Pentalonia. Untuk itu, perlu diinformasikan ke daerah tentang perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap serangan penyakit bunchy top pada pisang. Diseminasi tentang penyakit bunchy top dan cara pengendalian perlu dilakukan melalui lembar teknologi, leaflet, maupun pedoman.
Posted 6 December 2003
Makalah falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
Desember 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Cotto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar