Institusi Pemikiran Islam - Partai Ideologi Islam
........
Negara adalah pihak yang mengatur dan memelihara urusan umat, dan kedudukannya diperoleh melalui umat. Negara dalam hal ini dengan menggunakan seluruh kemampuannya mampu merealisir secara praktis pengaturannya dalam urusan tersebut dengan menggunakan potensi kehidupan dan pemikiran umat, melalui jalan menghancurkannya, kemudian mengorganisasikannya dan menempatkannya dalam posisi praktis. Negara mungkin akan dituntut untuk melakukan perbaikan atau malah perubahan total. Akan tetapi tuntutan itu tidak mungkin dijalankan, karena dalam negara tidak ada pemikiran sebagai sebuah institusi. Ini karena negara hanyalah badan eksekutif, dan bukannya institusi pemikiran.
Adapun umat merupakan institusi sosial yang amat kompleks. Institusi ini tersusun dari laki-laki dan perempuan, kemampuan berfikir, fisik dan jasmani yang berbeda-beda. Uslub-uslub praktisnya juga berlainan sesuai dengan pemahaman, standardisasi dan qana’ah yang dimilikinya. Selain itu, institusi tersebut secara keseluruhan dikuasai oleh pemikiran-pemikiran dasar, yang dari sanalah pemahaman, standardisasi dan qana’ah tersebut bercabang, sehingga sangat sulit lagi menghasilkan pemikiran lainnya. Karena itu, cara berfikirnya juga dibatasi dengan pemahaman, standardisasi dan qana’ah tadi. Dengan demikian, institusi ini tidak mungkin menjadi institusi pemikiran, sehingga bangsa atau umat manapun –sebagai sebuah jamaah-- tidak akan mampu merubah pandangannya terhadap kehidupan umum, merubah pemahaman, standardisasi dan qana’ah kolektif yang diterima dari orang lain, sejauh apapun tingkat keterbelakangan dan kemunduran pemahaman, standardisasi dan qana’ahnya itu.
Negara dengan karakter kelembagaannya, dan rakyat –termasuk umat—dengan karakter kejamaahannya, bukanlah sumber pemahaman, standardisasi dan qana’ah. Keduanya hanyalah obyek pelaksanaan pemahaman, standardisasi dan qana’ah. Umat akan melaksanakannya sendiri, sedangkan negara akan melaksakannya atas umat (rakyat). Jadi, keduanya merupakan obyek pemahaman, standardisasi dan qana’ah, bukan sebagai pelaku/subyek. Masing-masing akan bergerak dan bertindak dalam kehidupannya sesuai dengan ketentuan pemahaman, standardisasi dan qana’ah tadi. Dan semua itu akan menjadi kaidah yang menjadi landasan untuk melangkah ke dalam waqi’ huquqi li al-daulah (realitas hak-hak negara) dan waqi’ mujtama’i li al-ummah (realitas sosial umat).
Berdasarkan hal ini, yang menjadi sumber pemahaman, standardisasi dan qana’ah, serta yang berfungsi sebagai pelaku/subyek di dalam tubuh umat dan negara adalah sesuatu yang lain -selain umat dan negara- yang berfungsi sebagai subyek dan bukan obyek, yang mampu mewujudkan dan menancapkan pemahaman, standardisasi dan qana’ah itu, yang mampu mengganti, merubah dan mempertahankannya.
Dari sini, adakalanya terbersit didalam benak, bahwa mereka -yaitu para pemikir yang secara individu tumbuh di tengah-tengah umat- yang membangkitkan. Mereka pula yang mewujudkan negara dan masyarakat. Dalam perkara ini, kadang-kadang para Nabi dan kaum reformis dijadikan sebagai argumentasi, bahwa mereka adalah individu yang berhasil membangkitkan umat. Di sini terjadi salah kaprah hingga tergelincir. Sebab, individu –siapapun- dengan karakter individualnya bukanlah institusi, sementara umat secara keseluruhan merupakan institusi, sama halnya dengan negara yang merupakan institusi. Yang dapat mempengaruhi masing-masing institusi itu adalah institusi yang lebih kuat dari keduanya, dengan catatan sama-sama memiliki karakter sebagai sebuah institusi, yang tersusun dari berbagai faktor yang dijalin oleh ikatan yang memang bisa membentuk institusi. Jadi, individu berapapun tingkat kemampuannya, tetap tidak mungkin mampu mempengaruhi sebuah institusi, sekalipun institusi itu sangat lemah. Sebab, yang mampu mempengaruhi institusi hanyalah institusi lagi. Ini ditinjau dari satu aspek.
Dari aspek lain, tatkala ide telah terwujud dalam benak seseorang, maka ide itu akan membentuk identitas berdasarkan tabiat pemikiran yang bersifat individual, bagaimanapun caranya mendapatkan ide tersebut, baik diperoleh dari hasil penemuannya sendiri, atau diperoleh setelah mendengar dari pihak lain, tanpa dilihat lagi apakah proses itu diperoleh dengan membaca sendiri atau dibacakan. Ide tersebut akan tetap dengan karakter individualnya, selama ide itu menduduki posisi sebatas pemikiran saja, dan tetap dianggap sebagai milik pribadinya, serta ciri khas dengan tabiat individualnya tetap dijaga, maka ide tersebut akan berubah menjadi pemikiran teoritis, yang dijadikan pembahasan atau tertuang dalam karya tulis. Ide tadi tidak akan berpengaruh apapun terhadap negara dan umat, berapapun jumlah pemikirnya, dan berapapun jumlah buku dan karya tulisnya. Namun tatkala ide itu berubah menjadi keyakinan dalam diri seorang pemikir, maka karakter pemikiran yang bersifat individual itu berubah karakternya menjadi standardisasi dan pemahaman. Beralih dari aspek pemikiran yang bersifat teoritis menjadi pemikiran sekaligus bersifat aplikatif. Saat itulah ide tersebut keluar dari wilayah pemikiran menjadi pemikiran yang eksis di tengah-tengah manusia, kemudian terwujud di tengah-tengah masyarakat.
...........
Institusi Pemikiran Islam - Partai Ideologi Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar