Ada sebuah laporan
yang viral di sosial media akhir-akhir ini, dikeluarkan oleh Wahid Institute
yang mengklaim sebuah organisasi yang "Seeding
Peaceful Islam”, kalimat lain dari ”Islam liberal”. Laporan ini diberi
judul "Riset Potensi Radikalisme di Kalangan Aktivis Rohani Islam
Sekolah-Sekolah Negeri".
Walaupun judulnya
adalah ”Potensi Radikalisme”, tapi tetap saja sudah disematkan radikalisme itu
pada Islam, karena tidak pernah studi semisal ini dilakukan pada pemeluk agama
selain Islam. Terlepas dari niatan pembuatnya, ada beberapa yang kita bisa ambil
dari riset ini.
Riset dilakukan dengan
menyebarkan angket pada 1.626 rohis peserta perkemahan ”Membangun Generasi Emas
Ramah dan Bermartabat” pada 2-6 Mei 2016 di Cibubur, yang dilaksanakan oleh
Direktorat Pendidikan Islam Depag. Adapun peserta adalah pengurus atau anggota
Rohis di SMU/SMK Adapun indikasi ”Radikalisme KeIslaman" menurut riset ini
adalah:
1. Islam harus
diimplementasikan secara penuh dan literal sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Qur’an dan Hadits tanpa kompromi. Biasanya terkait dengan isu-isu relasi
sosial, ketaatan, dan hukuman pidana.
2. Biasanya bersikap
reaktif baik melalui bahasa, ide, atau kekerasan fisik terhadap masalah-masalah
yang dianggap menyimpang, materalistik dan sekularistik yang merusak keyakinan
ummat Islam.
Dari sini saja kita
sudah dapat melihat, bahwa Wahid Institute mendefiniskan aksi Bela Islam 411,
dan 212 sebagai bagian dari radikalisme, termasuk jelas-jelas tuntuntan
penerapan syariah dan khilafah,
bahkan yang anti sekulerisme dan materialisme masuk juga dalam delik
"radikal”.
Hasil risetnya, bagi
Rohis ada 5 penceramah favorit mereka, yaitu Yusuf Mansur (15 persen), Oki
Setiana Dewi (14 persen), Ustadz Maulana (10 persen), Mamah Dedeh (8 persen)
dan Felix Siauw (6 persen). Adapun informasi keagamaan atau kajian di medsos
yang mereka sukai adalah Instagram (38 persen).
Yang lebih menarik
lagi, simpulan riset ini bahwa 33 persen responden mengartikan jihad adalah
berperang dan mengangkat senjata melawan orang kafir, dan 78 persen mendukung
ide kekhilafahan. Sebagai tambahannya 89 persen meyakini bahwa lelaki dan
wanita yang bukan mahram dilarang
berduaan, dan 66 persen menolak mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama
lain.
Wajar kemudian Menteri
Agama baru-baru ini mengatakan bahwa Rohis harus diawasi, berkenaan pemahaman
radikal yang kini mulai mengemuka. Sebab bagi penguasa hari ini, radikal itu
adalah Islam, maka de-radikalisasi adalah de-Islamisasi.
Bagaimana cara untuk
melakukan de-radikalisasi sekaligus de-Islamisasi ini? Penguasa melakukan
dengan dua cara. Yakni monsterisasi dan stigmatisasi negatif Islam dan
tokoh-tokohnya, lalu mengangkat ide dan tokoh-tokoh sekuleris dan materialis
sebagai ganti yang ditawarkan untuk generasi muda kita. Buang Islam, dan
tawarkan yang lainnya.
Maka tidak aneh ketika
kita melihat kasus Afi Nihaya yang diangkat setinggi-tingginya oleh penguasa,
seolah sebagai remaja ideal, dengan pemahaman khas liberalis, mengusung
pluralisme, dengan tetap mempertahankan simbol-simbol agama seperti kerudung,
sekuleris shalihah, begitu kira-kira.
Remaja idola boneka
ini lalu dipoles dengan berbagai macam pencitraan, diundang ke berbagai channel televisi, bahkan kementerian dan juga
berjumpa dengan Presiden. Apa daya Allah punya rencana yang lebih baik, Afi
Nihaya terbuka di publik melakukan plagiasi berkali-kali dalam karyanya,
berujung pada stres dan depresi, menggagalkan semua klaim ”remaja idola"
yang tidak radikal.
Alhamdulillah, semakin kuat arus
deradikalisasi pada kaum Muslim, menandakan bahwa sebenarnya penguasa sudah
paham betul bahwa kesadaran kaum Muslim untuk kembali pada agamanya sangat
tinggi, dan mereka tahu bahwa mereka terlambat, maka stigmatisasi dan
monsterisasi pada ide Islam dan tokoh-tokohnya pun akan semakin sengit, tanpa
ada malu.
Itulah tanda
kemenangan yang dekat, yang Allah janjikan kepada kita. Yang perlu kita lakukan
hanya bertahan satu hari lagi lebih lama, satu hari lagi lebih lama, dan satu
hari lagi lebih lama. Cukup hingga Allah memenangkan agama yang kita cintai
ini.
Felix Y. Siauw
Member @YukNgajiID
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 200
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar