Komunis
telah lama dikenal brutal dan kejam. Dilaporkan bahwa di bawah Josef Stalin 20
juta orang tewas di bawah penindasan aparat komunis [1]. Bahwa lebih dari 40
juta orang mati akibat dari reformasi yang dibawa oleh Mao Zadong, Ketua Partai
Komunis China. Kematian itu, di antaranya, akibat dari dogma ekonomi komunis
yang menyebabkan wabah kelaparan [2].
China
telah lama memandang populasi Uyghur sebagai ancaman. Pertama, karena berbeda etnis dan budaya dibanding dengan
mayoritas populasi Han. Kedua, posisi
geografis mereka yang strategis di dalam Belt
and Road Initiative (BRI) yang ingin diterapkan China. China selalu
khawatir jika area ini sulit untuk mereka kendalikan. Tindakan-tindakan yang
telah ditimpakan oleh rezim China adalah usaha untuk menghapus penampakan
apapun dari Islam dan identitas Uighur di seantero Xinjiang: dengan alasan
mencegah terorisme.
Sejumlah
besar populasi Uyghur telah dijebloskan ke kamp-kamp interniran. Para pejabat
China mengklaim bahwa para tahanan itu justru mendapatkan pertolongan untuk
membersihkan diri mereka dari virus pemikiran berbahaya -alias bentuk ketaatan
apapun pada Islam. Telah ada laporan-laporan bahwa sementara para pria ditahan,
pendatang Han China datang dan tinggal bersama keluarga-keluarga Muslim dan
bahkan kejadian pernikahan paksa dan yang lebih parah dari itu. Anak-anak
dipisahkan dari orangtuanya dan dikirim ke sekolah asrama di mana mereka
dididik di bawah doktrin partai komunis. Itu semua adalah asimilasi paksa atas
Umat Islam di daerah itu – paksaan untuk murtad dan menjadi loyal pada Partai
Komunis Cina.
Ada
pandangan keliru bahwa 11 juta Muslim di Turkistan Timur (Xinjiang) dianggap
sebagai kelompok minoritas etnis China. Dalam pandangan Islam asumsi itu salah.
Mereka sebagaimana minoritas Muslim di Eropa atau India merupakan anggota Umat
Muslim, total 1,8 milyar, sekitar seperempat populasi planet ini. Pandangan
Islam terhadap hubungan antar Muslim jelas. Mereka harus saling menolong.
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ
اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ اِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ
فِتْنَةٌ فِى الْاَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌۗ
“Dan
orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika
kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi),
niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar.”
[Q.S.
al-Anfāl [8]: 73]
Dengan
semua sumberdaya yang dimiliki Umat Muslim, tenaga kerja di sub-benua, kekayaan
Teluk dan total angkatan bersenjata hingga jutaan personil: mengapa China
sekarang mengumbar kelakuan dengan bebas melawan Kaum Muslimin di daratannya?
Benar bahwa para penguasa Muslim juga salah tapi itu hanya urusan di
permukaannya. Sebenarnya, mengapa para penguasa di tanah-tanah Muslim
bertingkah payah dan lemah, perlu dikaji dan dieksplorasi sehingga ketahuan
solusinya.
Tak
satupun negeri Muslim yang bertindak menghentikan kelakuan China. Imran Khan
Perdana Menteri Pakistan berkoar, “Terus terang saja, Aku tak tahu banyak soal itu” [3]. Mohammad
bin Salman Saudi Arabia bilang bahwa kebijakan China itu adalah “hak” China untuk menggunakan
taktik-taktik brutal untuk tujuan deradikalisasi dan melawan ekstrimisme.
Presiden Cina Xi berterima kasih pada Uni Emirat Arab yang telah mendukung
kebijakan represif China terhadap Muslim Uighur [4]. Presiden Turki Erdogan diberitakan
mengatakan, “Adalah fakta
bahwa orang dari semua etnis di Xinjiang menjalani kehidupan yang bahagia di
tengah pembangunan dan kemakmuran China,” meskipun ucapan ini hasil
pembahasaan-ulang oleh koran milik pemerintah Cina [5].
Itu jelas
menunjukkan bahwa para penguasa Muslim tidak disiapkan untuk menantang kelakuan
China. Sementara Perdana Menteri Malaysia Mahatir mengatakan bahwa dia akan
menerima para pengungsi Uyghur, dan Turki membolehkan demonstrasi di jalanannya
tapi hanya semacam itu saja.
Tekanan
paling besar dalam melawan kebijakan China atas Uighur bersumber dari AS.
Mereka menaikkan perkara itu sebagai pukulan untuk China. Itu bukan karena AS
punya rasa sayang sedikitpun terhadap Umat Muslim. Mereka sendiri telah
membantai jutaan Muslim tak bersalah dalam perang yang katanya melawan teror.
Sementara
Pakistan mungkin mempertimbangkan CPEC, Negara-Negara Teluk soal pasar China
untuk penjualan minyak, dan Turki soal kerjasama persenjataan militer telah
membuat marah AS. Problem
negara-negara itu adalah tidak sungguhan punya prinsip untuk taat pada Islam
sebagai prioritas utamanya. Karena alasan inilah para penguasa dan
pemerintah macam begitu acuh tak acuh terhadap kesengsaraan Umat Muslim di
Turkistan Timur. Problem ini harus diatasi, tidak cukup hanya disadari.
Banyak
Muslim yang merasa simpati atas Muslim Uighur tapi itu tidaklah cukup. Adalah
sebuah kewajiban
mendakwahkan Islam sebagai asas pemerintahan. Kaum Muslimin
keseluruhannya wajib tidak mentolerir bentuk-bentuk pemerintahan yang
dicokolkan atas mereka sejak era kolonial. Mereka harus berhenti berpikir bahwa
mereka lemah dan harus mengupayakan perubahan keadaan dengan tangan-tangan
mereka sendiri.
Umat Islam tak boleh dalam
perbuatan mereka menggunakan standar maslahat-madharat menurut akal dan hawa nafsu
sebagaimana para penguasa mereka, sebaliknya Umat Islam wajib memahami standar
Islam –syariat Islam- yang lengkap dan rinci dan mengharuskan negeri-negeri
Muslim untuk mengerahkan semua cara syar’i untuk membela Umat Muslim di manapun
mereka berada.
Untuk menolong saudara dan
saudari Muslim Uighur kita, kita harus mengusahakan penegakan kembali negara
Khilafah. Inilah solusi nyata yang bisa kita lakukan. Kita mungkin saja
mengalami kesengsaraan yang sama. Namun jika kita tidak mengupayakannya,
berarti hanya akan ada yang semacam si MBS dan Imran Khan, dan itu bukan
pertolongan sama sekali!