Banyak cara yang
dilakukan Amerika dan antek-anteknya agar hegemoni kapitalis imperialis tetap
eksis, yang terbaru mengkriminalisasi ide khilafah dan para pejuangnya dengan
dikait-kaitkan pada ISIS. Padahal, isu ISIS adalah kedok bagi Amerika untuk
semakin dalam mencengkeramkan kuku-kuku penjajahannya di dunia Islam. Di
seputar itulah benang merah wawancara wartawan Media Umat Joko Prasetyo dengan
M. Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Mantan
Wakil Ketua BIN As'ad Said Ali menyebut Al Muhajirun faksi radikal Hizbut Tahrir yang
mendukung ISIS. Benarkah ada faksi radikal di Hizbut Tahrir?
Siapa saja yang
mengatakan bahwa Hizbut Tahrir itu ada faksi radikal jelas itu pernyataan
ngawur, pernyataan seratus persen salah, dusta, fitnah!
Apa yang dimaksud
radikal di sini? Kalau orang yang berusaha meraih tujuannya dengan menggunakan
kekerasan, sudah sangat jelas bahwa Hizbut Tahrir dalam salah satu prinsip
perjuangannya itu la unfiyah
(non-kekerasan, non-violent) dan ini
mengikat seluruh anggotanya.
Tapi kalau radikal
diartikan orang yang punya tujuan atau cita-cita bagi tegaknya syariah dan
khilafah, seluruh anggota Hizbut Tahrir punya cita-cita itu. Dan kita menolak
disebut radikal, karena menegakkan syariah dan khilafah merupakan cita-cita
biasa dari orang Islam, bukan cita-cita istimewa. Itu seperti halnya orang
Islam yang bercita-cita ingin masuk surga, tidak ada yang istimewa.
Persoalan Al
Muhajirun, itu tidak bisa dikatakan sebagai faksinya Hizbut Tahrir. Al
Muhajirun adalah organisasi terpisah dengan Hizbut Tahrir, tidak ada kaitannya
apa pun Hizbut Tahrir.
Bagaimana
sikap Hizbut Tahrir terhadap ISIS?
Sikap Hizbut Tahrir
terhadap ISIS sangat jelas: menolak deklarasi khilafah yang dilakukan oleh
Abubakar al Baghdadi karena tidak absah secara syar'iy.
Sikap ini dikeluarkan dua atau tiga hari setelah deklarasi itu dilakukan. Dan
sikap ini juga mengikat semua anggota Hizbut Tahrir di manapun berada, termasuk
di Indonesia. Karena itu, bisa dipastikan bahwa tidak ada seorangpun anggota
Hizbut Tahrir yang mendukung ISIS.
Benarkah
justru ada aktivis HT Suriah yang dibunuh ISIS?
Iya, betul. Namanya
Mustafa Khayal. Anggota senior HT Suriah itu dibunuh secara keji. Ini bukti
ISIS dengan mudah menumpahkan darah seorang Muslim. Jadi bagaimana bisa orang
di sini menyebut ada faksi HTI yang mendukung ISIS, sedang ISIS di sana sangat
membenci HT, yang semua orang tahu, telah sangat lama memperjuangkan khilafah?
Apakah
pernyataan As'ad Ali juga dapat dikatakan sebagai upaya kriminalisasi
perjuangan penegakan khilafah ala minhajin
nubuwwah?
Iya, setidaknya
menimbulkan kecurigaan pada khalayak terhadap HTI, seolah HTI itu sama dengan
ISIS. Ini tentu langkah yang sangat tidak elok. Bukan hanya bisa
mendiskreditkan HTI yang tengah berjuang meyakinkan umat terhadap ide syariah
dan khilafah, tapi juga menimbulkan ketakutan terhadap ide khilafah itu sendiri
karena seolah khilafah itu penuh dengan darah dan kekejian.
Bagaimana
menyikapi isu ISIS yang di-blow up
Amerika Serikat?
Ada banyak hal aneh di
seputar ISIS. Di antaranya adalah info yang menyatakan bahwa ISIS itu dibentuk
oleh AS. Allahu'alam kebenarannya. Tapi
sikap mudah mengkafirkan (takfiri) yang
dilakukan ISIS nyata-nyata telah menimbulkan masalah besar dan korban yang tak
terperikan bagi dunia Islam. Maka tak heran bila Abu Qatada, yang notabene
adalah guru dari Abubakar al Baghdadi, juga Ayman Azzawahiri yang adalah
pemimpin tertinggi al Qaeda -kepadanya dulu Abubakar al Baghdadi menyatakan
sumpah setia- mengecam keras bekas anak muridnya itu dan menolak keabsahan
deklarasi khilafah.
Dalam kerangka ini, blow up isu ISIS oleh AS bisa dipahami sebagai
jalan untuk melakukan intervensi kepada dunia Islam termasuk lndonesia. Dan itu
sudah terjadi tetapi Amerika ingin lebih memperkuatnya lagi. Setelah kematian
Usamah bin Ladin, isu terorisme tak lagi manjur sebagai dalih untuk terus
melakukan operasi di dunia Islam. Kini, mereka menggunakan isu ISIS sebagai
kedok.
Apa
buktinya Amerika Serikat mengintervensi Indonesia?
Ada banyak bukti. Di
antaranya, secara militer telah berulang kali terjadi manuver pasukan AS di
wilayah udara maupun perairan Indonesia. Alasan mereka untuk penjagaan keamanan
wilayah. Lalu ada pembangunan kompleks gedung Kedutaan Besar AS di Jakarta 10
lantai yang kelak bakal menampung 16.000 staf. Untuk apa mereka membangun
gedung sebegitu besar bila bukan mau meningkatkan kontrol terhadap negeri ini?
Bukti yang paling
nyata adanya intervensi AS adalah tekanan pemerintah AS agar pemerintah
lndonesia 'melindungi' PT Freeport melalui perpanjangan kontrak hingga 2041 dan
tekanan kepada parlemen untuk merevisi UU Minerba.
Bukti lainya adalah
bakal digelarnya perayaan besar-besaran HUT Kemerdekaan AS di Makassar seolah
ingin mengatakan bahwa Indonesia adalah bagian dari AS. Dan jangan lupa,
pasukan Densus 88 yang telah banyak membunuhi anak bangsa dengan alasan terduga
teroris, dilatih di AS.
Tapi
Panglima TNI Moeldoko malah kerja sama dengan Amerika untuk berantas ISIS di
Indonesia?
Ini juga aneh.
Bagaimana bisa, panglima TNI yang tugas pokok dan fungsinya adalah menjaga
kedaulatan negara, kok malah mengundang intervensi asing? Tapi, di negeri ini
hal yang aneh, karena mungkin karena sudah saking biasanya, kalau menyangkut
kepentingan AS, menjadi tidak aneh.
Lihatlah, Freeport
dapat perpanjangan izin ekspor konsentrat tak ada yang protes. Pembangunan
gedung kedubes AS di Jakarta yang begitu rupa juga tak ada yang curiga. Kalau
begini terus, khawatir saya, suatu saat nanti, pesawat tempur AS mendarat di
Halim misalnya, lalu kapal induk merapat di Tanjung Priok dan pasukan AS
lalu-lalang di jalanan Jakarta pun dianggap biasa. Masya Allah…
Ini jelas sebuah
kecelakaan besar. Bagaimana mungkin kita menjadi rabun melihat siapa kawan dan
lawan sebenarnya. Kawan dijadikan lawan, lawan dijadikan kawan. Kebalik-balik.
Lantas,
kriteria musuh itu seperti apa?
Secara kasat mata,
harus dianggap musuh siapa saja, dan negara mana saja, yang bakal
memecah-belah, apalagi sampai menduduki wilayah negeri ini. Juga yang melakukan
hegemoni politik dan ekonomi sedemikian rupa sehingga merugikan rakyat dan
negara ini, sementara mereka bergelimang dalam kemakmuran yang dihasilkan dari
menghisap kekayaan negeri ini. Itulah negara-negara kapitalis imperialis
berikut para kompradornya di dalam negeri.
Juga harus dianggap
musuh, siapa saja yang merusak akidah atau keimanan, kepribadian dan pemikiran
serta budaya. Melalui berbagai cara mereka memurtadkan umat dari agama yang
haq, menyesatkan pemikiran, pemahaman dan keyakinan, merusak kepribadian, budaya
dan akhlak umat. Apalagi kalau sampai memerangi, menumpahkan darah dan mengusir
umat dari negerinya.
Bagaimana
agar negara kuat dan bertindak tepat kepada kawan maupun lawan?
Pertama, harus jelas negara berdiri atas dasar
ideologi dan sistem seperti apa. Tentu akan sulit mengharap negara ini
memerangi sekulerisme dan menganggapnya sebagai musuh jika negara ini juga
berdiri atas dasar sekulerisme.
Kedua, harus jelas apa yang dianggap oleh
rakyat negara itu sebagai yang utama dan yang bukan utama. Bila yang utama
adalah sesuatu yang bukan Islam, maka selamanya mereka juga tidak akan peduli
ketika negaranya tidak bertindak terhadap sesuatu yang tidak Islami atau malah
bersekutu dengan yang tidak Islami tadi.
Oleh karena itu, tidak
bisa tidak kita harus berjuang untuk menegakkan negara atas dasar Islam yang
kokoh dengan dukungan umat atau rakyat yang juga memahami bahwa tidak ada
kemuliaan kecuali dengan Islam. Negara semacam inilah yang kelak akan menjadi
negara yang kuat dan tahu bertindak secara tepat kepada kawan maupun lawan yang
sebenarnya. Insya Allah. []
Sumber: Tabloid Media
Umat edisi 148, April 2015
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar