Sekarang
ini, di lapangan dakwah terdapat banyak sekali lontaran pemikiran yang tidak
berlandaskan pada asas yang benar, dan banyak sekali partai dakwah yang tidak
memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh syariat. Sejumlah partai yang ada itu
tidak lain sekadar merupakan perkumpulan umat Islam yang rela melakukan
aktivitas yang bersifat parsial —yang tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah
yang ada, sekalipun bersifat parsial— serta melalaikan pandangan yang
komprehensif menurut syariat Islam.
Sejumlah
partai tersebut pada dasarnya tidak mengemban Islam secara benar, yakni yang
memungkinkan Islam dapat diterapkan secara sempurna di tengah-tengah kehidupan
umat Islam. Partai dakwah semacam ini sangat banyak jumlahnya, bahkan di satu
negeri saja bisa mencapai ratusan. Pada gilirannya, mereka menjadikan sejumlah
“toko dan lahan pertanian” menghabiskan segala usahanya, serta menjadikan
orientasi dan aktivitas yang sahih hilang pada diri umat Islam.
Di
tengah sejumlah banyak partai dakwah yang banyak menarik perhatian ini, hanya
ada sedikit sekali yang memiliki pandangan yang jauh ke depan untuk mencapai
berbagai tujuan Islam dan berusaha merealisasikannya. Umat dilarang menyelisihi hal-hal yang qath’i (pasti) di dalam Islam.
“Sesungguhnya
umat kalian ini adalah umat yang satu dan Akulah Tuhan kalian semua. Oleh
karena itu, hendaklah kalian menyembah-Ku.” (TQS. al-Anbiya’ [21]: 92)
“Sesungguhnya
umat kalian ini adalah umat yang satu dan Akulah Tuhan kalian semua. Oleh
karena itu, hendaklah kalian bertakwa kepada-Ku.” (TQS. al-Mukminun [23]: 52)
“Permisalan
orang-orang Mukmin itu dalam kasih sayang mereka adalah seperti satu tubuh;
jika salah satu anggotanya ada yang sakit maka seluruh tubuh akan merasakan
gelisah dan demam.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
“Janganlah
kalian menjadi seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah
datang kepada mereka sejumlah bukti yang nyata. Mereka itulah orang-orang yang
layak mendapatkan azab yang pedih.” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 105)
“Sesungguhnya
orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.
Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah
akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (TQS.
al-An’am [6]: 159)
Berkaitan
dengan ayat di atas, al-Baydhawi, berkata, “Mereka berlebih-lebihan dalam
agama; mereka mengimani sebagian dan kafir atas sebagian yang lain; dan
merekapun berbeda pendapat di dalamnya.”
Ayat-ayat
ini telah mengeluarkan orang yang akidahnya bertentangan dengan akidah umat
Islam dari agama Islam. Ayat ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan topik
di seputar perbedaan ijtihad dalam hal-hal yang dzanni
(tidak pasti).
Janganlah
kalian seperti orang-orang yang melepaskan diri dari agamanya dan berbeda
pendapat tentangnya setelah datang kepada kalian bayyinât,
yaitu perkara-perkara akidah yang jelas dan bukti-bukti yang tegas (qath‘î). Yang dimaksud dengan mereka di sini adalah orang-orang Yahudi dan
Nasrani.
Imam
al-Baydhawi, ketika menafsirkan ayat yang artinya, “Janganlah kalian bertikai dan berpecah-belah” (TQS. Ali ‘Imran
[3]: 104),” menyatakan demikian:
“Maksudnya adalah
seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani yang bertikai dalam masalah tauhid,
penyucian Allah, dan beberapa kondisi alam Akhirat; sementara mereka telah
mengetahui —setelah datang kepada mereka
bukti-bukti— berbagai tanda dan hujjah
yang menjelaskan kebenaran yang wajib mereka sepakati. Tampak jelas bahwa
larangan di dalam ayat ini khusus ditujukan pada perbedaan pendapat dalam
masalah ushûl, bukan masalah furû‘, berdasarkan sabda Rasulullah Saw. yang
menyatakan:
“Siapa
saja yang berijtihad dan ijtihadnya benar maka baginya dua pahala, sedangkan
jika ijtihadnya salah maka baginya satu pahala.”
Potongan
ayat yang artinya, “Mereka itulah yang akan
mendapatkan azab yang berat,” merupakan ancaman bagi orang-orang yang
berpecah-belah dan bagi orang-orang yang menyerupai mereka.”
Demikianlah
pernyataan al-Baydhawi.
Sesungguhnya proses
perubahan yang Islami merupakan aktivitas yang sulit; mengalahkan opini
jahiliyah dari kedudukannya juga bukanlah perkara yang mudah; sementara upaya
merealisasikan kekuasaan Islam atas masyarakat —dalam pemikiran, perilaku, dan
sistem— menuntut adanya upaya bersama.
Konspirasi
internasional atas Islam dan atas harakah Islam mengharuskan adanya persatuan
dalam menghadapi dan menantangnya. Kekuatan internasional yang memusuhi Islam
dan bersekongkol untuk menguasai Dunia Islam telah saling bekerjasama dan
menyatukan perjuangannya. Oleh karena itu, kekuatan Islam yang ada di Dunia
Islam tidak boleh ada yang bertentangan dengan perkara-perkara yang qath’i (pasti) di dalam Islam agar tidak
menjadi santapan yang lezat bagi musuh dan agar tidak mudah bagi mereka untuk
mengeliminasi dan menjatuhkannya. Jika umat ada yang menyimpang dalam hal yang qath’i (pasti) di dalam Islam maka tidak akan
menjadi penjaga masa depan Islam serta memelihara perjalanan Islam dari
kerusakan, pelecehan, dan pemusnahan.
Berbagai kekuatan dan
partai yang bersifat lokal yang memusuhi Islam sampai sekarang ini telah
memiliki cabang-cabangnya di seluruh Dunia Islam. Mereka senantiasa
mempelajari, mengawasi, merancang strategi, dan selalu bersiap diri di segala
lini....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar