Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 17 Mei 2021

Makar Zionis Yahudi Internasional



PASAL KEDUA: KENDALA KEJAYAAN

Dalam pasal ini terdapat dua pembahasan yaitu:
Pembahasan pertama: Kendala kejayaan umat dari luar yang meliputi:
1. Makar Yahudi internasional
2. Makar kaum Salibis internasional
3. Serangan pemikiran dan sistem kufur

Pembahasan kedua: Kendala kejayaan umat dari dalam yang meliputi:
1. Tidak menerapkan Syariat Islam keseluruhan dalam wujud Negara Khilafah Islamiyah
2. Cerai berai dalam barisan umat Islam karena negara-negara kebangsaan nasionalisme
3. Lenyapnya kepemimpinan yang bijak dalam wujud Negara Khilafah Islamiyah
4. Ketertinggalan umat Islam dalam berbagi bidang kehidupan karena tiadanya penerapan seluruh sistem Islam oleh Negara Khilafah Islamiyah
5. Kendala-kendala (internal) yang lain akibat tidak terapnya sistem Islam dengan Negara Khilafah Islamiyah

PENDAHULUAN

Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu. » (QS. Al-Ahzaab:18)

« Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-Rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah.” (QS. Al-An’aam:34)

Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Yusuf:21)


PEMBAHASAN PERTAMA: KENDALA EKSTERNAL KEJAYAAN UMAT

PENGANTAR

Orang yang mencermati sejarah sejak Islam dinyatakan di kota Makkah, dan berdiri Negara Islam sampai sekarang tiadanya Negara Khilafah Islam, maka akan mengetahui sejauh mana upaya konsisten untuk melenyapkan, menghentikan laju dan upaya memusnahkan Islam dari muka bumi.

Kaum Zionis [Zionis adalah sebuah aliran agama yang menjajah dan bersifat radikal yang dianut kalangan Yahudi ekstrem. Kata Zionis terambil dari nama sebuah gunung di salah satu pegunungan Palestina yang terletak di utara Quds. Lihat Mohammad Sayyid Aththanthawi, Banuu Israail filkitaab was-Sunnha hal.15] dan Salibis di masa modern ini menggunakan beraneka perlawanan dan makar yang berlipat ganda ukurannya daripada peperangan yang mereka lancarkan sejak abad-abad lalu.

Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri.” (QS. AlBaqarah:109)

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.” (QS. Al-Baqarah: 217)



PERTAMA: MAKAR YAHUDI INTERNASIONAL

[Ada beberapa pendapat , mengapa mereka dinamakan dengan nama Yahudi, yaitu:
1. Ketika mereka bertaubat dan tidak menyembah sapi lagi. Mereka berkata: ”inna hudnaa ilaika”, artinya kami bertaubat dan kembali. Maka kalimat Yahudi berasal dari kata haada yang artinya bertaubat dan kembali.
2. Karena mereka yatahawwadun artinya bergerak ketika membaca kitab taurat.
3. Dinisbatkan kepada putera keempat dari Nabi Ya’qub yang bernama Yahudza. Lihat Mohamad Sayyid Thanthawi, Banuu Israail filkitab was-Sunnah hal.15]

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al-Maidah:82)

”Hal itu tidak lain karena kekafiran Yahudi adalah kekafiran yang ingkar dan melawan, menyelewengkan kebenaran, menghina manusia dan mencela ahli ilmu. Karena inilah, mereka banyak membunuh para Nabi. Bahkan bukan hanya sekali mereka bermaksud membunuh Rasulullah Saw.
Mereka pernah berusaha meracun dan menyihir beliau. Mereka juga bersekongkol dengan kaum musyrikin yang juga bermusuhan dengan Islam. Mereka semua layak mendapat laknat Allah yang terus menerus sampai hari kiamat. [Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2 hal.86]

”Madzhab Yahudi yaitu bahwa wajib menyampaikan kejahatan kepada orang yang bertentangan agama (jalan hidup) dengan mereka dengan segala cara dan jalan. Jika mereka dapat melakukannya dengan membunuh, maka mereka membunuh. Jika tidak dapat, maka mereka merampas harta atau mencurinya atau dengan jenis makar, tipuan dan rekayasa lainnya.” [Fakhruddin Arrazi, Mafatihul Ghaib jilid 6 hal.111-112]

Kaum Yahudi itulah yang menyimpan kemunafikan di kota Madinah dan memperluasnya dengan sarana-sarana makar kepada Islam dan kaum Muslimin. Mereka itulah yang menghasut kaum musyrikin untuk bersedia berkonspirasi dengan mereka. Kaum Yahudi saling bekerjasama dengan kaum musyrikin untuk memerangi kaum Muslimin.

Mereka juga menebarkan isu-isu, kabar bohong dan makar dalam barisan umat Islam. Mereka juga berperan menyebarkan kekacauan, keraguan serta penyimpangan seputar akidah dan kepemimpinan Negara Islam. Kesemua hal itu terjadi sebelum mereka mengarahkan wajah-wajah mereka dalam perang nyata dan terang-terangan.

Mereka mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’:51)

Mereka bergerak membuat makar kepada Islam melalui hembusan kabar bohong yang dilancarkan ke dalam kitab Taurat mereka. Tidak ada kitab yang selamat dari rekayasa berita bohong mereka kecuali hanya kitabullah Al-Qur’an yang kemurniannya dijamin Allah.

Yahudi di balik kesombongannya di masa Khilafah terakhir (Utsmani), berada di balik kudeta yang dimulai dengan makar penggantian Syariat Islam dari perundangan, dan mengganti undang-undang pada masa Sultan Abdul Hamid, lalu penghapusan Negara Khilafah Islam secara total dengan pelaksana Kamal Attaturk seorang Yahudi.

Sumber: Buku Memenuhi Kewajiban Umat Meraih Kejayaan

Sabtu, 15 Mei 2021

Serangan Militer Barat

 



4.    Konflik Militer

Kini kita membahas bentuk terakhir dari pertarungan antar peradaban, yaitu konflik militer, yang disebut sebagian kalangan kaum Muslimin dengan istilah jihad. Ini merupakan materi bahasan yang sangat luas. Namun yang menjadi perhatian kita saat ini adalah membuktikan keniscayaan konflik militer, khususnya dalam peradaban Islam. Karena, ada sementara kalangan yang menyangkal adanya kewajiban perang ofensif (qital ath-thalab), kemudian ada pula yang membantah pendapat bahwa Islam adalah diin toleransi dan perdamaian. Lalu, apakah Islam adalah diin teror?

Kita mulai dengan aksi para penganut peradaban kafir terhadap kaum Muslimin, karena tindakan mereka lebih mudah dibaca daripada kata-katanya. Australia, yang belum pernah kita perangi, menduduki Timor Timur; China menduduki seluruh wilayah Asia Tengah bagian selatan; Rusia menduduki sejumlah wilayah Muslim, seperti Kaukasus, Krimea, Khazan, dan sebagainya; India menduduki Delhi, Kashmir, dan seluruh wilayah India Utara; Amerika menguasai seluruh kawasan Teluk dan memperluas pengaruh politik dan militernya sepanjang Asia Tengah, dari Uzbekistan hingga Teluk dan terus sampai ke Sinai. Selain itu mereka juga punya pangkalan militer yang besar di Incirlik Turki. Mereka juga berebut pengaruh dengan Prancis maupun Inggris di Afrika. Inggris masih mempunyai pengaruh di Asia dan Afrika, serta pangkalan militer di Teluk dan Gibraltar. Serbia, Kroasia, Yunani, Rumania, dan Bulgaria juga menguasai wilayah kaum Muslimin. Spanyol menguasai Andalusia, Sabta, dan Malila. Italia menduduki Sisilia, negeri Al Aghaliba. Pulau-pulau di Laut Tengah - yang seluruhnya adalah wilayah kaum Muslimin - juga dikuasai penjajah. Filipina juga menduduki tanah kaum Muslimin, demikian juga Burma. Israel menduduki tanah Palestina, yang merupakan bagian dari Bilad Asy-Syam.
Sungguh benar sabda Rasulullah SAW,
"Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang yang berebut melahap isi mangkok.' Para sahabat bertanya, 'Apakah saat itu jumlah kami sedikit, ya Rasulullah?' Rasulullah SAW menjawab, 'Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi seperti buih pada air bah. Allah akan mengambil dari dada musuh-musuhmu rasa takut kepadamu, dan Allah akan menimpakan penyakit al-wahn.' Mereka bertanya lagi, 'Apa itu penyakit al-wahn, ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Kecintaan yang berlebih terhadap dunia dan takut mati."

Meski terdapat setumpuk fakta yang mengungkap penderitaan kaum Muslimin, sekaligus menjadi bukti terjadinya serangan fisik dari para penganut peradaban kufur, namun hal itu tidak menghalangi mereka - para politisi dan pemikir kufur - menjelaskan pentingnya memerangi peradaban Islam hingga sampai ke akar-akarnya.

Nixon mengatakan dalam bukunya "Victory without War", "Kejayaan yang sesungguhnya tidak diperoleh dengan menghindari konflik, tetapi dengan peperangan yang hebat demi prinsip, kepentingan, dan sahabat kita ... Kita harus membuang angan-angan mengenai bagaimana seharusnya dunia ini berjalan. Bangsa Amerika cenderung mempunyai keyakinan bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak wajar, demikian pula pandangan bangsa-bangsa yang lain; sedangkan perbedaan hanya disebabkan karena adanya kesalahpahaman. Mereka juga menganggap bahwa perdamaian yang abadi dan menyeluruh merupakan suatu tujuan yang bisa dicapai. Namun demikian, sejarah membuktikan bahwa pandangan itu keliru, karena masing-masing negara berbeda satu dengan yang lain dalam aspek-aspek yang fundamental, konvensi politik, pengalaman sejarah, dan motivasi ideologisnya; aspek-aspek yang biasa melahirkan konflik. Adanya kepentingan yang saling berbenturan dan fakta yang kita pahami bersama memicu perselisihan dan, pada akhirnya, peperangan ...Perdamaian yang menyeluruh, yakni terciptanya dunia yang tanpa konflik hanya merupakan angan-angan. Perdamaian seperti ini tidak pernah dan tidak akan pernah tercipta."

Nixon juga mengatakan dalam "The Favorable Opportunity", "Kepentingan vital adalah kepentingan yang apabila hilang akan mengancam keamanan Amerika Serikat. Jadi, kemerdekaan negara-negara Eropa Barat, Jepang, Kanada, Meksiko, dan negara-negara Teluk merupakan masalah vital bagi keamanan negara kita. Demikian pula, kita mempunyai kepentingan vital untuk mencegah negara-negara berkembang mempunyai senjata nuklir. AS tidak punya pilihan lain kecuali menggunakan kekuatan bersenjata untuk mencegah setiap hal yang mengancam kepentingannya ... Untuk melindungi pemerintahan demokratis yang terancam, seperti Israel dan Korea Selatan, kita siap untuk menggunakan kekuatan militer bila diperlukan."
Sementara itu, pada tanggal 23/1/1980, Jimmy Carter mengirimkan nota berjudul "State of the Union" kepada Kongres Amerika, dan di antara pernyatannya adalah, "Posisi kita sangat jelas. Setiap upaya dari kekuatan luar yang menguasai kawasan Teluk akan dianggap sebagai serangan terhadap kepentingan Amerika. Agresi seperti itu akan disingkirkan dengan segala cara, termasuk cara-cara militer."

Pada tanggal 2/11/1990, mantan Menlu AS Henry Kissinger menulis suatu artikel di koran Yediot Ahrunot dengan judul "Soon, America, You will Lose Deterrent Force" (Segera, Amerika, Engkau akan Kehilangan Kekuatan Penangkis), di mana dia menulis, "Cara-cara militer - tak diragukan lagi - merupakan pilihan yang sulit dan menyakitkan. Hal itu dapat memicu terjadinya demonstrasi di berbagai negara Muslim dan menyebabkan timbulnya gelombang baru terorisme. Namun demikian, kesulitan itu harus dibandingkan dengan bahaya yang timbul akibat konflik yang lebih sulit di masa yang akan datang, bila tanda-tanda kelemahan Amerika akan menyebabkan ambruknya pemerintahan moderat di kawasan itu, meningkatkan ketegangan politik, dan meruntuhkan segala sistem yang ada."

Sedangkan pada tanggal 18/9/2001, ada tulisan di sebuah harian Amerika tentang wawancara antara wartawan surat kabar Prancis Le Figaro dengan James Schlesinger - penasihat Nixon dan mantan Menteri Pertahanan AS yang sekarang bekerja pada Centre for Strategic and International Studies - yang mengatakan, "Untuk menumbangkan jaringan kegiatan ('terorisme') ini perlu waktu bertahun-tahun, karena mereka memiliki tekad yang sangat kuat, yang dihasilkan dari keyakinan yang kuat tentang posisi mereka."
Sementara itu, dalam acara "Perang Pertama di Abad ini" di stasiun TV Al Jazeera, presenter acara ini mengutip pernyataan Henry Kissinger di Washington Post yang berjudul "Revenge is not Sufficient Response" sebagai berikut, "Perlu kiranya untuk menghadapi segala sesuatu yang terjadi dengan sebuah serangan terhadap sistem yang menghasilkan ancaman ini."

Mantan Sekretaris Jenderal NATO, Claus, secara resmi menyatakan bahwa Sekutu telah memposisikan Islam di bekas tempat Uni Soviet, yakni sebagai sasaran permusuhan. BBCOnline.net mengutip pernyataan Presiden Bush pada tanggal 17/9/2001 sebagai berikut, "Perang Salib ini, yaitu perang melawan teror akan berlangsung dalam waktu yang lama."
Samuel Huntington menulis dalam artikelnya pada majalah Amerika "Foreign Affairs" sebagai berikut, "Kecil kemungkinannya konfrontasi militer antara Barat dan Islam, yang berlangsung sejak berabad-abad lalu, ini akan berkurang. Bahkan sebaliknya, mungkin sekali konflik ini akan semakin kejam dan keras ..."

Sedangkan Shimon Peres menulis dalam bukunya, "The New Middle East", "Kita adalah orang-orang yang bertekad kuat, dan tidak ada satupun kekuatan di muka bumi yang dapat memaksa kita untuk meninggalkan tanah ini, setelah lima puluh generasi kita hidup dalam diaspora ... lima puluh generasi dalam penindasan, kesengsaraan, dan pembantaian. Kita tidak akan pernah menyingkir dari tempat satu-satunya ini, tempat di mana kita dapat memperbaharui kemerdekaan kita, menjamin keselamatan kita, dan hidup secara terhormat dan bermartabat ..."

Steve Dunleavy menulis dalam jurnal New York Post pasca insiden Selasa 11 September, "Bunuh para bajingan itu. Latihlah para pembunuh, buatlah kontrak dengan para serdadu bayaran, dan berilah hadiah jutaan dollar untuk memburu kepala mereka. Bawalah mereka, hidup atau mati, tapi lebih baik dalam keadaan mati. Terhadap kota-kota yang menjadi tempat tinggal mereka, bomlah dengan bom-bom ke taman bermain mereka."



Kamis, 13 Mei 2021

Pembahasan Jihad (Berperang) Di Jalan Allah



Pembahasan Kelima: Jihad (Berperang) Di Jalan Allah

 

Jihad merupakan bagian tidak terpisahkan dari akidah Islam dan tidak terlepaskan dari misi umat Islam. Jihad dan kejayaan, keduanya saling berkaitan dengan kaitan erat. Tiada kejayaan bagi Negara Khilafah dan kaum Muslimin tanpa Jihad. Jika Jihad telah terlaksana dengan benar, maka kejayaan dengan izin Allah akan tercapai. Jihad adalah ibadah yang merupakan metode wajib bagi tiap individu Muslim dalam mempertahankan wilayah kaum Muslimin dari serangan.

 

Jihad merupakan sunnatullah dalam kehidupan ini. Maka tidak layak dalam kapasitas manusia untuk menolak Jihad kecuali jika ia memang menolak kehidupan itu sendiri dan ia termasuk orang yang mati. Dakwah dan Jihad adalah metode wajib dalam pembebasan negeri-negeri kufur menjadi bersatu dalam Negara Khilafah Islam. Dengan pembebasan oleh Negara Islam maka umat manusia terbebas dari kekuasaan rezim sistem kufur manapun sehingga merasakan rahmat Islam. Umat manusiapun bisa dengan sukarela dan penuh kesadaran berbondong-bondong memeluk Islam setelah mereka membuktikan dan merasakan rahmat yang hanya terwujud dengan sistem Islam.

 

“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Dawud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)

Dengan pembelaan Allah terhadap pasukan mujahidin kaum Muslimin, maka sistem yang baik dan bermanfaat akan tetap bertahan; dan yang rusak, yang tidak mendatangkan rahmat Allah akan hilang.

 

Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (QS. Ar-ra’d: 17)

 

Dan orang-orang yang berJihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-ankabut: 69)

 

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

 

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berJihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran: 142)

 

Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-nisa’: 74)

 

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berperang di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)

 

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Anfaal: 60)

 

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang.” (QS. Al-Anfaal: 65)

 

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian.” (QS. At-taubah: 29)

 

Dengan penaklukan oleh Negara Islam maka umat manusia terbebas dari militer dan penguasa rezim kufur beserta sistem kufurnya sehingga merasakan rahmat Islam.

 

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berperanglah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. at-Taubah: 41)

 

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual-beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 111)

 

Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka.” (QS. Muhammad: 4)

 

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berJihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya” (QS. Ash-Shaff: 10-11)

 

Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (QS. Al-Anfaal:24)

lima yuhyikum”: ”Mayoritas ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah Jihad. [Imam Fakhrurrazi Mafatihul Ghaib jilid 7 hal.473]

 

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki.” (QS. Ali Imran: 169)

 

Rasulullah Saw. bersabda: “Dan puncak tertinggi Islam adalah Jihad.” [Bagian hadits dari Mu’adz bin Jabal yang awalnya: ”Maukah anda aku beritahu akan pangkal perkara dan tiangnya dan puncaknya yang tertinggi?” HR. Imam Turmudzi jilid 5 hal.13; HR. Imam Hakim dalam kitab al-mustadrak jilid 2 hal.76, kitab Jihad dan berkata: hadits ini sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim namun keduanya tidak meriwayatkannya]

 

Rasulullah Saw. telah ditanya: Apa yang dapat menyamai Jihad? Beliau menjawab: “Kalian tidak mampu.” Lalu si penanya mengulangi pertanyaannya sebanyak dua kali atau tiga kali. Dalam jawaban semua pertanyaan itu Rasulullah menjawab: “Kalian tidak mampu untuk melakukannya ».

Kemudian dalam ucapan ketiga, beliau menjawab: “Perumpamaan mujahid atau orang yang berperang di jalan Allah adalah seperti orang berpuasa yang shalat malam dengan membaca ayat-ayat Allah yang tidak lepas dari shalat dan puasa sampai mujahid itu kembali dari berperang di jalan Allah.” [HR. Imam Muslim dalam kitab sahihnya, “syarah nawawi” jilid 5 juz 13 hal.14-15 kitab Jihad bab keutamaan mati syahid dari abu Hurairah]

 

Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra. yang berkata: ”Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

Barangsiapa yang rela Allah sebagai Tuhan, dan Muhammad sebagai Rasul, maka telah wajib Surga baginya.”

Maka Abu Sa’id kagum dan terkejut lalu ia bertanya: “Ulangilah hal itu wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah mengulangi ucapan beliau kemudian beliau bersabda lagi:

Dan Allah mengangkat derajat sebanyak 100 derajat bagi hamba itu di dalam Surga yang berada di antara kedua derajat, sebagaimana antara langit dan bumi »

Kemudian Abu Sa’id bertanya: “Apakah hal itu wahai Rasulullah?” Maka beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah. Jihad di jalan Allah. Jihad di jalan Allah.” [HR. Imam Muslim dalam kitab sahihnya, syarah nawawi jilid 5 juz 13 hal.28, kitab Jihad, bab balasan apa yang disiapkan Allah bagi orang yang berJihad]

 

Kehidupan Rasulullah Saw. sebagai kepala Negara Islam dari awal sampai akhir merupakan rangkaian Jihad yang terus bersambung di jalan Allah. Rasulullah Saw. telah mengikuti ghazwah di jalan Allah sebanyak 27 kali dan beliau mengutus sariyyah sebanyak kurang lebih 47 sariyyah. [Ghazwah (perang) menurut istilah sejarawan dan kitab-kitab sejarah adalah pasukan Jihad yang dipimpin oleh Rasululah Saw. sendiri baik terjadi pertempuran atau tidak terjadi pertempuran. Sedangkan sariyyah maka dimaksudkan sebagai golongan yang terpilih dari tentara yang diutus oleh Nabi Saw. untuk menakuti musuhnya atau untuk mengungkap kondisi mereka atau untuk lainnya. Dan ini menurut kebanyakannya]

 

Dan berJihadlah kamu di jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orangtuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu.” (QS. Al-Hajj:78)

 

Allah memilih dan menunjuk umat Islam ke hadapan manusia agar mereka menjadi makhluk-Nya yang lurus, berkuasa di muka bumi menerapkan seluruh Syariat-Nya dengan pimpinan seorang Khalifah, dan tetap meneruskan dakwah Rasul Saw.

 

Jika kaum Muslimin diserang maka fardhu ’ain bagi tiap individu Muslim negeri yang diserang untuk memerangi penjajah itu; dan wajib bagi negeri-negeri Muslim lainnya untuk memerangi penjajah itu jika mereka masih menjajah. Jika Khalifah memerintahkan kaum Muslim untuk berperang menaklukkan negara kufur dan membebaskan penduduknya dari kekuasaan rezim sistem kufur beserta militernya, maka mereka harus menuju medan perang. Ibnu Qudamah dalam kitab Mughni mengatakan: ”Perang paling sedikit yang dilakukan Imam (Khalifah) adalah sekali setahun.”

 

Islam mengharuskan kemerdekaan manusia di muka bumi dari belenggu penyembahan kepada sesama manusia. Islam mengharuskan pemusnahan segala sistem kufur buatan manusia beserta kekuasaan yang menyokongnya.

 

Perang melawan penguasa dan militer negara sistem kufur dilakukan ketika dakwah oleh Negara Khilafah Islam dihalangi untuk mencapai tujuannya, yaitu mereka tidak mau tunduk pada kekuasaan dan sistem Islam yang diterapkan Negara Khilafah. Sebab, dakwah oleh Negara Islam adalah dengan menguasai negara-negara kufur dan menggabungkannya dengan Negara Islam sehingga diterapkan sistem Islam atas penduduknya. Penduduk kafir negara yang ditaklukkan itu selanjutnya bisa merasakan keadilan dan kerahmatan sistem Islam dalam segala bidang yang membuat mereka bisa sadar untuk beriman. Maka masuk Islamlah penduduk negeri-negeri yang sebelumnya adalah negara-negara kufur secara berbondong-bondong. Metode dakwah dan Jihad-futuhat oleh Negara Islam ini adalah metode wajib yang dituntunkan Rasulullah Saw. dan para Khulafa ur-Rasyidin.

 

« Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas » (QS. Al-Baqarah: 190)

 

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS. Al-Maidah: 8)

 

Barangsiapa yang berperang dengan bertujuan agar agama Allah menjadi paling tinggi, maka ia berperang di jalan Allah.” [HR. Imam Turmudzi dan berkata: hasan sahih, jilid 4 hal.179, dari Abu Musa ra.; HR. Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya, yang terdapat dalam hasyiyah sanadi jilid 2 hal.139]

 

”Jihad di jalan Allah dengan bertujuan mengakui sistem Allah di muka bumi, menyatakan kekuasaan Allah atas manusia, berlakunya hukum Syariat Allah dalam kehidupan, untuk merealisasikan kebaikan, kemaslahatan dan kemajuan manusia, kesemuanya itu merupakan sifat kelompok yang beriman yang dipilih oleh Allah untuk menjalankan kehendak-Nya di muka bumi dengan golongan itu.

Mereka berjuang di jalan Allah dan di bawah bendera naungan-Nya, bukan di jalan diri mereka sendiri, bukan di jalan kaum mereka, bukan demi tanah air mereka, bukan demi suku mereka dan bukan di bawah naungan bendera apapun. Mereka berada di jalan Allah untuk merealisasikan sistem Allah, mengakui kekuasaan-Nya, melaksanakan Syariat-Nya dan merealisasikan kebaikan bagi seluruh manusia.

Mereka tidak bertujuan dengan tujuan yang sepele yaitu tujuan dunia yang telah disebutkan deretannya di atas. Mereka tidak akan mengejar tujuan remeh dan sementara, namun tujuan Jihad dan perjuangan mereka adalah untuk Allah dan berada di jalan Allah saja dengan tanpa ada sekutu bagi-Nya.” [Jamaluddin Abdurrahman al-Asnawi, Nihayatussuul bisyarhi Minhaajil wuhul ilaa ilmil ushul jilid 1 hal.95]

 

Ketahuilah, bahwa kekuatan adalah melempar.” Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali. [HR. Imam Muslim dalam sahihnya dalam syarah nawawi jilid 5 juz 13 hal.64, dari Uqbah bin Amir ra.]

 

Para musuh Islam dalam berbagai nama dan bentuk benar-benar telah berupaya mengacaukan gambaran mengenai Jihad dalam Islam. Dan selanjutnya akan mengacaukan gambaran Islam yang benar sehingga para manusia menjadi kebingungan dan terjadilah kekacauan di tengah kaum Muslimin. Mereka menebarkan kebodohan di mana kalimat Jihad menurut mereka identik dengan watak yang sadis, perangai yang bengis dan karakter yang kejam. Jihad menurut mereka adalah ungkapan penumpahan darah orang-orang yang tidak berdosa.

 

Termasuk strategi mereka untuk merusak kebenaran, adalah menghembuskan pandangan yang salah ketika kalimat Jihad diungkapkan. Mereka memprovokasi orang-orang untuk memahami Jihad dengan salah. Akhirnya orang-orang hanya memahami bahwa Jihad adalah ekspresi dari perilaku yang ganas, keji dan bengis. Mereka menganggap kaum Muslimin mengobarkan api fanatisme dan kebencian dan mata mereka dipenuhi dengan kejahatan untuk membunuh dan nafsu untuk merampas.

 

Jika manusia telah tergila-gila dengan dinar dan dirham, dan mereka berbuat dengan iinah (salah satu bentuk praktik riba), kalian mengikuti ekor sapi dan kalian rela dengan pertanian, dan kalian meninggalkan Jihad di jalan Allah, maka Allah akan memberikan kalian kehinaan yang tidak tercabut dari kalian sampai kalian kembali kepada urusan agama kalian.” [HR. Imam Ahmad dalam kitab musnadnya jilid 2 hal.28, dari abdullah bin Umar ra., disahihkan oleh Imam Hakim. Iinah adalah salah satu bentuk praktik riba, meskipun mengambil bentuk jual-beli]

 

Bacaan: Buku Memenuhi Kewajiban Umat Meraih Kejayaan

Selasa, 11 Mei 2021

Tujuan Tidak Menghalalkan Segala Cara



Sebagian kaum muslim telah terseret oleh metode analogi akal (qiyas aqli) yang tidak didasarkan pada ammarah (indikasi-indikasi) syariat atau illat syar’iyyah (latar belakang pemberlakuan hukum, red.) yang terkandung di dalam nash. Menurut mereka, analogi akal (qiyas aqli) dapat dipahami dari seluruh nash syariat, tanpa harus ada nash-nash lain yang menunjukkannya. Analogi suatu hukum tehadap hukum yang lain semata-mata ditetapkan karena adanya kesejalanan dengan akal, tanpa harus ada illat hukum yang disebutkan oleh syariat, sekaligus berasal dari proses analisis akal terhadap kemashlahatan yang terdapat dalam hukum syariat itu sendiri.

Semua pandangan tadi tidak benar dan tidak berdasar sama sekali. Dalam pandangan mereka, syariat Islam seluruhnya bertujuan untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itu, apa saja yang bisa menjaga 5 hal di atas, menurut pandangan mereka, merupakan kewajiban yang telah dituntut oleh syariat —kendati tidak secara langsung didasarkan pada hukum syariat itu sendiri, atau tidak digali dari illat syar’iyyah— karena adanya kemiripan pada 2 perkara di atas. Karena adanya faktor kemiripan pula, menurut mereka, ketika yang berada dalam kondisi darurat boleh memakan makanan yang haram atau meminum khamar, maka iapun dibolehkan untuk mengambil riba (bunga uang/barang) jika ia berada dalam kondisi yang (dianggap) sama.

Cara berpikir semacam ini jauh dari -bahkan bertentangan dengan- pemahaman yang benar. Pada kenyataannya, cara berpikir demikian adalah rusak, dan tidak layak untuk dijadikan sandaran ataupun diambil sebagai acuan dasar. Sebab, analogi akal (qiyas 'aqli) menetapkan adanya keharusan penyamaan dua kasus yang serupa atau keharusan pembedaan dua kasus yang saling berlawanan. Padahal, pada banyak kasus, kita sering menyaksikan bahwa, syariat acapkali membedakan dua perkara meskipun perkara tersebut serupa, atau menyamakan dua perkara meskipun dua perkara tersebut tampak bertentangan. Lebih dari itu, syariat juga sering memberikan ketetapan-ketetapan hukum yang tidak selamanya dapat dipahami oleh akal. Kenyataan ini saja sudah cukup untuk menggugurkan paradigma dasar metode berpikir yang mengagung-agungkan akal pikiran dalam menetapkan sesuatu, tanpa merujuk kepada bentuk tekstual nash, atau tanpa bersandar pada kaidah-kaidah ijtihad syar'i.

Pembedaan Dua Perkara yang Serupa

Dalam syariat Islam, banyak hal yang tampak serupa menurut pandangan akal namun hukumnya berbeda. Misalnya, keutamaan waktu bagi kaum Muslim. Syariat Islam telah memuliakan salah satu malam di bulan Ramadhan, yaitu Lailatul Qadar dibandingkan dengan malam-malam yang lain. Padahal, menurut akal manusia, malam satu dengan malam yang lain, tidak ada bedanya, sehingga mengharuskan hukum yang sama. Syariat Islam juga telah membedakan keutamaan tempat seperti mengutamakan Makkah dibandingkan dengan Madinah atau mengutamakan Makkah dan Madinah ketimbang tempat-tempat yang lain. Padahal, menurut akal manusia, tempat satu dengan tempat yang lain di atas muka bumi itu, tidak ada keistimewaannya. Syariat Islam juga telah membedakan shalat-shalat yang boleh di-qashr (disingkat) Syariat memberikan keringanan (rukhshah) pada shalat yang berjumlah empat rakaat tetapi tidak memberikan keringanan pada shalat yang jumlah rakaatnya tiga atau dua. Syariat telah menetapkan kewajiban untuk membasuh pakaian bila terkena air kencing bayi perempuan dan cukup memercikan air bila terkena air kencing bayi laki-laki. Padahal, menurut akal manusia pula, air kencing bayi, baik laki-laki ataupun perempuan sama saja. Syariat Islam juga telah menetapkan kewajiban untuk meng-qadha puasa bagi wanita haid, tetapi tidak menetapkan kewajiban bagi mereka untuk meng-qadha shalat. Syariat Islam juga telah menetapkan adanya 'iddah bagi wanita yang ditalak selama tiga kali suci, sedangkan ‘iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari, padahal ada unsur kesamaan dalam dua kasus tersebut.

Semua contoh-contoh di atas mengandung unsur keserupaan, yang menurut akal manusia mengharuskan ketetapan hukum yang sama. Kenyataannya, Allah Swt. malah membedakan hukum satu perkara dengan perkara lainnya. Ini adalah bukti, bahwa akal manusia tidak bisa dijadikan rujukan, sekaligus menunjukkan kelemahan akal, karena tidak mengetahui hakikat atas suatu perkara.

Seandainya akal dibiarkan untuk menetapkan hukum pada masalah-masalah seperti di atas tentu akan terjadi kesalahan, dan penetapan hukumnyapun akan bertentangan dengan hukum yang ditetapkan oleh syariat. Dengan demikian, semua hal di atas menunjukkan bahwa metode analogi semacam ini adalah keliru.

Menyamakan Dua Perkara yang Berbeda

Sebaliknya, syariat Islam, dalam banyak hal, juga telah menyamakan hukum atas dua perkara, yang menurut akal manusia tampaknya kedua perkara itu berbeda. Meskipun hal ini tidak sejalan dengan metode analogi akal, namun Allah Swt. yang Maha Mengetahui hakikat segala sesuatu telah menyamakan hukum keduanya. Misalnya, syariat Islam telah menetapkan bahwa air dan tanah sama-sama boleh digunakan untuk bersuci, meskipun, secara lahiriah ataupun zatnya, kedua jenis benda itu berbeda, malah saling bertentangan sifatnya. Air, misalnya, memiliki sifat membersihkan, sedangkan tanah (debu) memiliki sifat mengotori. Syariat Islam juga telah mengharamkan riba fadhal pada emas (contohnya pertukaran 1 kg emas 24 karat dengan 1 kg emas 22 karat, red.) dan gandum (seperti antara 1 kg gandum yang berasal dari Syam dengan 1 kg gandum Yaman yang berbeda jenisnya, red), padahal fakta keduanya (yaitu emas dan gandum, red.) itu berbeda. Syariat telah menetapkan sanksi yang sama (meskipun cara pelaksanaan sanksinya berbeda), yakni hukuman bunuh, bagi orang yang murtad dan pezina muhshan. Padahal murtad itu hakikatnya berbeda dengan zina. Syariat Islam telah menetapkan bahwa seorang Muslim dan kafir dzimmi sama-sama terjaga darahnya, meskipun keduanya berbeda agama. Syariat Islam juga telah mewajibkan hukuman cambuk, masing-masing 80 kali, bagi orang yang menuduh zina dan peminum khamr, padahal antara minum khamar dengan menuduh orang lain berzina, keduanya berbeda.

Demikianlah, banyak fakta yang berbeda satu sama lain, tidak memiliki kesamaan sama sekali, tetapi telah diberikan ketetapan hukum yang sama oleh syariat Islam. Seandainya akal manusia dibiarkan melakukan analogi terhadap kasus-kasus tersebut, tentu ia akan menetapkan hukum yang berlawanan dengan ketetapan syariat Islam. Kenyataan ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa metode analogi semacam ini yang mengagung-agungkan akal manusia adalah keliru.

Di luar contoh-contoh tersebut di atas, syariat Islam telah menetapkan sejumlah hukum yang acapkali tidak bisa dipahami oleh akal. Misalnya, syariat telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba, padahal keduanya mirip. Syariat Islam telah mensyaratkan persaksian dalam kasus perzinaan adalah empat orang laki-laki sedangkan dalam kasus pembunuhan cukup dua orang laki-laki, padahal pembunuhan itu kualitas perkaranya jauh lebih berat dibandingkan dengan zina. Dalam persaksian kasus rujuk, saksi harus Muslim, sedangkan dalam persaksian wasiat, saksi boleh dari orang kafir. Syariat Islam juga telah mewajibkan seorang laki-laki untuk berlaku ’iffah (menjaga kehormatan) atau menundukkan pandangannya terhadap wanita merdeka, meskipun buruk rupa; baik terhadap rambut ataupun kulitnya. Padahal biasanya, seorang laki-laki tidak akan tertarik kepada wanita semacam ini. Akan tetapi sebaliknya, ia tidak diwajibkan untuk menundukkan pandangan terhadap seorang budaknya yang wanita, meskipun budaknya tersebut cantik dan menarik hatinya. Syariat Islam telah mewajibkan seseorang untuk mengusap punggung sepatu, bukan pada bagian alasnya. Padahal membersihkan alas sepatu lebih utama (menurut akal manusia, karena itulah yang terkena kotoran/tanah, red.) Dalam konteks ini, Sayyidina Ali k.w. pernah berkata : 'Seandainya agama ini ditetapkan dengan qiyas (analogi akal), sungguh mengusap alas sepatu adalah lebih utama ketimbang mengusap punggungnya.

Pernyataan Sayyidina Ali di atas telah cukup untuk membantah bait syair, yang melecehkan ketetapan syariat Islam, yang dituturkan oleh seorang penyair terkenal, Abu al-A`la al-Ma'ari, yang berbunyi demikian: Tangan cukup didenda dengan lima ratus dinar, tapi dipotong karena seperempat dinar. Maksudnya, tangan yang diciderai oleh seseorang, pelakunya didenda dengan lima ratus dinar. Lalu, bagaimana mungkin pencuri dipotong tangannya hanya karena mengutil seperempat dinar? Dengan kata lain, jika didasarkan pada ketetapan akal, hukum potong tangan yang ditetapkan oleh syariat pada kasus pencurian seperempat dinar adalah tindakan kejam.

Oleh karena itu, seandainya akal diberi kewenangan untuk menetapkan illat dari keseluruhan hukum syariat, dari teks nash, atau dari adanya kesesuaian pada dua buah hukum sehingga qiyas (analogi) bisa dilakukan, maka sesungguhnya akal akan mengharamkan banyak hal yang telah dibolehkan Allah Swt. dan menghalalkan banyak hal yang telah diharamkan Allah Swt. Oleh karena itu, qiyas tidak boleh dilakukan kecuali sesuai dengan metode yang telah ditetapkan oleh syariat. Dengan kata lain, qiyas syar'i tidak akan terjadi kecuali pada nash yang di dalamnya mengandung ‘iIIat. Qiyas tidak boleh dilakukan pada nash yang tidak mengandung ‘iIlat syar’iyyah; qiyas tidak boleh didasarkan pada 'illat 'aqliyyah ('illat yang ditetapkan oleh akal); dan qiyas pun tidak boleh ditentukan dengan didasarkan pada 'illat syar’iyyah yang tidak disebutkan atau tidak ditentukan. Oleh karena itu pula, para fukaha membatasi `illat hanya pada ‘iIIat yang digali dari nash-nash syariat. Mereka menyatakan bahwa ‘iIlat kadang-kadang dipahami dari nash secara jelas (sharahah), melalui penunjukkan (dilalah), lewat penggalian (istinbath), atau dengan analogi (qiyas) (dalam hal ini, Anda bisa merujuk pada berbagai kitab ushul fikih).

Ketika menetapkan qiyas, Rasulullah Saw. juga menentukan jenisnya. 'Abdullah ibn Zubayr pernah menuturkan riwayat demikian: Seseorang dari suku Khulsam pernah mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata. “Bapakku masuk Islam, sedangkan dia sangat tua dan tidak dapat berjalan. Padahal haji telah diwajibkan kepadanya. Apakah aku harus menghajikannya?" Rasulullah bertanya 'Apakah kamu anak laki-Iakinya yang tertua?" Orang itu menjawab, “Benar” Rasulullah Saw. bersabda, “ketahuilah, jika bapakmu memiliki utang kemudian engkau melunasinya, tentu ia tidak akan memiliki utang lagi.” Orang itu menjawab. "Benar" Rasulullah Saw. bersabda “Oleh karena itu, berhajilah untuknya" (HR. Imam Ahmad dan An-Nasa'i).

Haji adalah ibadah, sedangkan meminjam uang termasuk muamalat. Keduanya berbeda akan tetapi mengerjakan kewajiban haji dipandang sama dengan melunasi utang, yakni keduanya sama-sama harus ditunaikan. ‘Illat tentang kebolehan seorang anak berhaji untuk bapaknya dalam keadaan semacam ini esensinya adalah melunasi utang. Rasulullah Saw. mengidentikkan utang kepada Allah sebagaimana halnya utang kepada seorang hamba. Keduanya wajib untuk dilunasi. Seandainya Rasulullah Saw. tidak mensyariatkan hukum seperti ini, tentu akal kita tidak akan berpendapat semacam itu.

Penetapan 'ilIat suatu hukum merupakan petunjuk yang menjelaskan sebab dasar disyariatkannya hukum tersebut. ‘Illat harus diikuti manakala sudah ditemukan. Inilah yang disebut dengan qiyas (analogi), Rasulullah Saw. sendiri, ketika berkomentar tentang kucing dengan sabdanya, “Sesungguhnya kucing bukan najis,” beliau menjelaskan 'illat (alasan penetapan hukum)-nya, dengan sabdanya, “Sesungguhnya kucing biasa bergaul dengan kalian.” (HR. Al-Bukhari dan At-Turmudzi).

Oleh karena itu, semua yang biasa bergaul dengan manusia tidak dikategorikan sebagai najis, selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Rasulullah Saw. juga bersabda: Sesungguhnya izin itu ditetapkan demi menjaga pandangan (HR. Al-Bukhari dan MusIim). Artinya, seorang Muslim wajib meminta izin sebelum ia masuk ke rumah orang lain. Sebab, rumah memiliki kehormatan dan dianggap sebagai aurat.

Sabda beliau “demi menjaga pandangan” adalah 'illat disyariatkannya izin. Berdasarkan hal ini, seorang Muslim yang masuk ke dalam rumahnya sendiri tidak perlu meminta izin. Sebab jika 'illat tidak ada, hukumpun tidak ada; kecuali jika ada tamu atau ada sebab yang lain. Sebaliknya, ketika ‘illat ada, hukumpun berlaku. Dengan demikian, hukum bergantung pada ada atau tidak adanya 'illat. Jadi, qiyas sebetulnya merupakan perkara yang cukup rumit. Harus diketahui bahwa qiyas hanya merupakan kewenangan bagi orang yang telah sangat memahami nash-nash yang ada, hukum-hukum syariat, dan berbagai fakta yang terjadi. Tidak setiap orang berhak dan bisa melakukan qiyas sesuka hatinya sendiri. Qiyas hanya merupakan hak bagi orang yang diberi oleh Allah Swt. kecerdasan pemahaman. Jika tidak demikian, qiyas hanya akan merupakan salah satu sarana untuk menghancurkan Islam dan menjauhkan hakikat hukum Allah Swt.

Dalam konteks ini, Imam asy-Syafi'i pernah berkata, “Seseorang tidak boleh melakukan qiyas sampai ia memahami Sunnah Nabi, pendapat para ulama salaf, dan bahasa Arab; memiliki kecerdasan sehingga ia bisa membedakan hal-hal yang syubhat; tidak tergesa-gesa menyimpulkan pendapat; tidak mengabaikan pendapat orang yang mengkritiknya, sebab kritik akan membuatnya waspada dari keteledoran, dan waspada dari kesalahan yang diyakininya sebagai kebenaran.”

Artinya, qiyas membutuhkan pemahaman yang mendalam; seseorang tidak boleh melakukan qiyas untuk menggali suatu hukum, kecuali jika ia seorang mujtahid. 


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam