Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 23 Februari 2022

Materi Kultum: Runtuhnya Kapitalisme dan Kembalinya Islam

 

Yakin atau tidak, Islam pasti menang. Karena itu memang janji Allah. Bahkan, Allah SWT menurunkan ayat berikut ini, sebanyak tiga kali, dengan akhiran yang berbeda.

 

"Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (al-Qur`ān) dan agama yang benar untuk dimenangkan atas segala agama."

 

Pertama, QS al-Fath: 28.

 


Dengan akhiran "wakafaa billaahi syahiidaa" (cukuplah Allah yang menjadi saksi).


Kedua, QS as-Shaf: 9 dan ketiga, QS at-Taubah: 33.

 


 

Keduanya dengan akhiran "walau kariha al-musyrikuun" (meskipun orang-orang musyrik membencinya).

 

QS al-Fath: 28 turun dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah, setelah peristiwa Umrah Hudaibiyah, tahun 6 H. Sebelum Makkah takluk di tangan kaum muslim.

 

Sedangkan QS as-Shaf: 9 dan QS at-Taubah: 33 turun setelah penaklukan kota Makkah. QS at-Taubah sendiri turun tahun 9 H.

 

Inilah janji Allah. Janji itu terbukti. Islam pun berkuasa selama 14 abad di muka bumi, sampai akhirnya payung kekuasannya dihancurkan. Kini, setelah selama 101 tahun, Kaum Muslimin semakin menginginkan kembalinya Islam menjadi peradaban.

 

Al-Qur'an yang merupakan mukjizat, yang mengandung aqidah dan hukum-hukum, beserta as-Sunnah adalah solusi bagi berbagai problem hidup umat manusia, menjadi rahmat bagi semesta.

 

Sementara, peradaban kapitalisme dengan aqidah sekularismenya yang sedang menguasai dunia telah terbukti keropos dan rusak. Sebagai contoh,

 

Data dari FBI Crime Clock Statistics 2020, di Amerika Serikat terjadi:

  • Satu pembunuhan setiap 24,4 menit
  • Satu pemerkosaan setiap 4,2 menit
  • Satu perampokan setiap 2,2 menit
  • Satu penyerangan fisik atau pelukaan setiap 34,3 detik

 

  • Satu penggarongan dengan masuk ke bangunan milik orang lain setiap 30,5 detik
  • Satu pencurian setiap 6,9 detik
  • Satu pencurian kendaraan bermotor setiap 39 detik

(https://mobile.twitter.com/fbi/status/1449405148942540805 )

 

Di USA pada 2020 jumlah penghuni penjara ada 1,22 juta dengan jumlah personel polisi 696 ribu lebih.

(https://www.statista.com/statistics/203718/number-of-prisoners-in-the-us/#:~:text=Around%201.22%20million%20people%20were,(COVID%2D19)%20pandemic. )

 

(https://www.statista.com/statistics/191694/number-of-law-enforcement-officers-in-the-us/ )

 

Orang miskin di AS pada 2020 ada 37,2 juta orang.

(https://www.census.gov/newsroom/press-releases/2021/income-poverty-health-insurance-coverage.html#:~:text=Policy%20Directive%2014).-,The%20official%20poverty%20rate%20in%202020%20was%2011.4%25%2C%20up%201.0,million%20more%20than%20in%202019. )

 

Maka sudah semestinya Kaum Muslimin yang memiliki kewajiban agung mengembalikan Islam sebagai peradaban pemimpin dunia, terus bersemangat dalam amar ma'ruf nahi munkar.

 

 

Bacaan: KH Hafidz Abdurrahman, Runtuhnya Kapitalisme dan Kembalinya Islam

https://www.instagram.com/p/CaKOplPvBvu


Kamis, 17 Februari 2022

Negara Islam Boleh Memungut Pajak dengan Beberapa Ketentuan

 


Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]

 

Penjelasan Pasal 150 Rancangan UUD Islami

 

Pasal 150

 

Apabila sumber tetap pemasukan Baitul Mal tidak mencukupi anggaran Negara, maka Negara boleh memungut pajak dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk memenuhi biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal kepada para fakir, miskin, ibnu sabil, dan pelaksanaan kewajiban jihad.

b. Untuk memenuhi biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal sebagai pengganti jasa dan pelayanan kepada negara, seperti gaji para pegawai, gaji tentara, dan santunan para penguasa.

c. Untuk biaya-biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal dengan pertimbangan kemaslahatan dan pembangunan, tanpa mendapatkan ganti biaya, seperti pembangunan jalan raya, pengadaan air minum, pembangunan masjid, sekolah, dan rumah sakit.

d. Untuk kebutuhan biaya yang menjadi tanggung jawab Baitul Mal dalam keadaan darurat -bencana mendadak- yang menimpa rakyat, misalnya bencana kelaparan, angin topan, atau gempa bumi.

 

Dalilnya adalah bahwa syara’ melarang pemerintah menarik pajak dari kaum Muslimin hanya berdasarkan perintah yang dikeluarkannya menurut hawa nafsu. Nabi saw. bersabda:

 

«لا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ»

 

Pemungut cukai (pajak) tidak akan masuk surga.” (HR Ahmad, dan di-shahih-kan az-Zain)

 

Dan cukai adalah pajak yang diambil dari para pedagang di perbatasan negara. Larangan ini mencakup setiap pajak sebab hadits Rasul saw. riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Bakrah:

 

«إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا...»

 

“Sesungguhnya darah-darah, harta-harta dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram (suci/ terpelihara) seperti haramnya hari kalian ini, di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini”

 

Hadits ini umum dan maka mencakup Khalifah sebagaimana mencakup semua orang. Selama syara’ mengharamkan penarikan pajak, tidak boleh Khalifah menariknya dari rakyat hanya berdasar perintah yang dibuatnya semata. Namun, jika tujuannya adalah sesuatu yang telah Allah SWT tetapkan wajib atas kaum Muslimin, maka boleh bagi Khalifah untuk menarik pajak dari kaum Muslimin dan menggunakan kekuatan untuk tujuan seperti itu. 

 

Dalam situasi ini, memungutnya tidaklah berdasarkan perintah dari pemerintah semata akan tetapi berdasarkan apa yang telah diperintahkan Allah SWT, dan pemerintah hanyalah menerapkan perintah yang telah dibuat Allah SWT. Jadi, syara’ membolehkan Khalifah memungut pajak jika itu perintah Allah SWT, dengan syarat bahwa perintah untuk memungut pajak berasal dari pemerintah bersama dengan apa yang Allah SWT perintahkan pada kaum Muslimin untuk dipenuhi, bukan semata perintah dari Khalifah saja untuk memungut pajaknya.

 

Atas dasar ini, apa yang diwajibkan syara’ atas kaum Muslimin dan Baitul Mal dibelanjakan dari Baitul Mal, dan jika tidak ada dana di Baitul Mal, atau dana yang ada di sana telah terpakai, atau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran, maka Khalifah bisa memungut pajak dari kaum Muslimin sesuai hukum-hukum syara’ yang mewajibkan kaum Muslimin memenuhi kebutuhan itu sejak dari awalnya. Dan apa yang disebutkan dalam pasal ini adalah rincian apa yang Allah SWT telah wajibkan atas kaum Muslimin.

 

Untuk poin (a), dalilnya adalah bahwa Allah SWT mewajibkan Khalifah untuk memberi orang fakir, miskin dan ibnu sabil, dan untuk membelanjakannya dalam rangka menjalankan kewajiban jihad, dan ini juga dijadikan kewajiban atas kaum Muslimin. Nabi saw. bersabda:

 

«مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ وَهُوَ يَعْلَمُ»

 

Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan padahal ia (orang yang kenyang itu) tahu.” (HR al-Bazzar, dari Anas. Al-Haitsami dan al-Mundziri menilainya hasan)

 

Dan terdapat dalil-dalil terkait yang menyebutkan para fakir, miskin, ibnu sabil dan orang peminta dan ayat zakat.

 

Dan dalil-dalil jihad termasuk firman-Nya SWT:

 

((وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ))

 

“Dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah.” (QS at-Taubah [9]: 4)

 

Poin (b), dalilnya adalah bahwa Allah SWT mewajibkan Khalifah untuk membayat pengeluaran terkait para pegawai negeri, dan gaji para tentara menurut apa yang telah disetujui dengan mereka, dan wajib bagi Baitul Mal memberi santunan kepada Khalifah dan para penguasa (ulil amri) Khilafah lainnya, sebab dalil bahwa para Sahabat menetapkan sejumlah uang untuk Abu Bakar ra. dari Baitul Mal sehingga Beliau bisa meninggalkan perdagangannya dan sepenuhnya leluasa untuk mengemban amanah Khilafah.

 

Begitu pula, Allah SWT telah menjadikan pendidikan, penegakan peradilan dan jihad dengan pendanaannya wajib atas kaum Muslimin, dan mewajibkan mereka menegakkan Khilafah sebagaimana wajib atas mereka untuk mengangkat pemimpinnya.

 

Untuk pendanaan bagi para tentara, Beliau saw. bersabda dalam riwayat Abu Dawud, dari Abdullah bin Umar:

 

«لِلْغَازِي أَجْرُهُ، وَلِلْجَاعِلِ أَجْرُهُ وَأَجْرُ الْغَازِي»

 

"Tentara (ghazi) yang berperang, baginya pahalanya sendiri, dan bagi orang yang memberikan bekal [untuk berperang] (ja’il), baginya pahalanya dan pahala tentara yang berperang."

 

Dan untuk pembiayaan para pegawai negeri sipil, seperti para guru, hakim, dan mereka yang Allah SWT wajibkan terus-menerus untuk memastikan terpenuhinya urusan-urusan dan keberlangungannya, maka wajib untuk membayar gaji mereka yang menjalankan urusan-urusan itu, dari segi bahwa mereka diindikasikan sebagai kebutuhan, artinya, kewajiban untuk mengadakan seorang hakim membutuhkan pembayaran gajinya sebagai suatu kewajiban pula. Dan dari segi: “Apapun yang diperlukan untuk menyempurnakan penunaian suatu kewajiban maka itu sebuah kewajiban pula,” karena pengangkatan para guru dan hakim tidaklah mungkin tanpa ketersediaan dana untuk memenuhi gaji mereka. Sementara untuk para pegawai negeri sipil lainnya, jika pekerjaan mereka adalah bagian dari apa yang Allah SWT wajibkan atas kaum Muslimin dan atas Baitul Mal seperti para imam masjid, dan pegawai negeri dalam Departemen Perang dan apapun yang semisalnya, maka pajak bisa dipungut untuk menggajinya.

 

Terkait apapun yang Allah SWT wajibkan atas Baitul Mal semata seperti para pemungut harta dari rakyat, maka pajak tidaklah dipungut untuk menggaji mereka.

 

Dan untuk santunan para penguasa, Allah SWT mewajibkan kaum Muslimin mengangkat penguasa, maka wajib atas mereka untuk mendanai apa yang dibutuhkan untuk memastikan dia dalam kondisi lapang untuk menjalankan tugas-tugasnya.

 

Untuk poin (c), dalilnya adalah bahwa Allah SWT mewajibkan Khalifah untuk menjalankan pengurusan segenap kemaslahatan kaum Muslimin dengan mendanai apapun kemaslahatannya dan memfasilitasi apapun yang mereka butuhkan. Kemaslahatannya adalah apa yang seluruh Umat gunakan secara bersama, seperti sumber air dan penyaluran airnya, pendidikan, perbaikan jalan, dan apapun yang semacamnya. Dan sarana adalah dari penyediaan fasilitasnya, yang rakyat gunakan dalam rangka memenuhi berbagai kemaslahatan mereka, seperti tempat istirahat untuk para musafir/penumpang, toilet umum, rumah sakit dan membangun masjid untuk beribadah. Dikatakan bahwa memanfaatkan sesuatu adalah menggunakannya, maka kaum Muslimin memanfaatkan area masjid untuk duduk dan airnya untuk berwudhu.

 

Jadi, syara’ mewajibkan Khalifah dengan urusan-urusan seperti membangun jalan, mengelola sumber air, membangun sekolah, masjid dan rumah sakit dan apapun yang semacamnya, sebab itu semua merupakan bagian dari pengurusan urusan-urusan rakyat. Dan karena kemaslahatannya adalah menggapai manfaat dan melindungi dari bahaya (dharar), dan mengabaikan pemenuhan itu menghantarkan pada bahaya. Dan dalam pemanfaatan adalah apapun yang rakyat manfaatkan untuk memenuhi segenap kebutuhan mereka, dan ketiadaannya tentu akan memunculkan bahaya, dan menolak bahaya adalah kewajiban atas Khalifah dan begitu pula atas kaum Muslimin. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang berkata, Rasulullah saw. bersabda:

 

«لا ضَرَرَ وَلا ضِرَارَ»

 

“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan.” (HR Ahmad dari Ibnu ‘Abbas; al-Hakim dari Abu Sa’id Al-Khudri. Al-Hakim men-shahih-kannya)

 

Dan Beliau saw. bersabda:

 

«مَنْ ضَارَّ أَضَرَّ اللهُ بِهِ، وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْهِ»

 

Barangsiapa membahayakan (orang lain) Allah akan membahayakan dirinya, dan barangsiapa yang menyulitkan (orang lain) Allah akan menyulitkan dirinya.” (HR Ahmad dari Abu Sharmah dengan sanad yang di-shahih-kan az-Zain, dan yang serupa diriwayatkan dan di-shahih-kan oleh al-Hakim dari Abu Sa’id al-Khudri)

 

«لا ضَرَرَ وَلا ضِرَارَ»

“Tidak boleh menimbulkan bahaya maupun membahayakan,” hadits ini cakupannya umum, dan begitu juga:

«مَنْ شَاقَّ»

Barangsiapa yang menyulitkan,” juga umum, oleh karenanya, mencakup Khalifah dan semua kaum Muslimin.

 

Poin (d), dalilnya adalah dalil mengenai menolong orang yang sedang dalam masalah atau kesulitan, sebab masalah banjir dan gempa bumi dan semacamnya, masuk dalam hal ini. Sementara mereka yang kelaparan tercakup dalam hadits:        

 

«مَا آمَنَ بِي مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ وَهُوَ يَعْلَمُ»

 

Tidaklah beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan padahal ia (orang yang kenyang itu) tahu.” (HR al-Bazzar, dari Anas. Al-Mundziri menilainya hasan)

 

Dan dalam riwayat lain:

 

«أَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَةٍ»

 

Penduduk kampung manapun...” (HR Ahmad dari Ibnu Umar, di-shahih-kan oleh Ahmad Syakir)

 

Maka dari itu, pemenuhannya adalah kewajiban atas Baitul Mal dan kaum Muslimin karena keumuman dalil-dalilnya.

 

Bacaan:

http://nusr.net/1/en/constitution-consciously/constitution-economic-system/1048-dstr-ni-iqtsd-150

 

Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]

 

Selasa, 15 Februari 2022

Materi Kultum: Kebangkitan Al-Ghuraba'

 


 

Kebangkitan Islam berarti adalah bangkitnya Al-Ghuraba'.

 

Islam datang pertama kali terasing di tengah-tengah masyarakat musyrik. Islam pun kembali terasing di tengah-tengah masyarakat yang tak memahami Islam dan mengabaikannya. Beruntunglah mereka yang terasing karena memperjuangkan tegaknya Islam.

 

 Rasulullah saw. bersabda:

 

"Islam pertama kali datang terasing dan akan kembali terasing sebagaimana permulaannya. Karena itu beruntunglah mereka yang terasing"  (HR Muslim, Ibn Majah dan Ahmad).

 

Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra.: Ditanyakan, “Siapa yang dimaksud al-ghurabâ’ (mereka yang terasing)?” Rasulullah saw. menjawab:

 "Mereka yang terpisah dari kaumnya"  (HR Ahmad, Ibn Majah dan ad-Darimi).

 

 Nabi saw. bersabda :

 

"Beruntunglah mereka yang terasing, yakni mereka yang memperbaiki Sunnahku yang telah dirusak oleh manusia setelahku"  (HR at-Tirmidzi).

 

 

Di masa ajaran-ajaran Islam tidak dipahami dan tidak diamalkan sebagaimana mestinya, mereka yang berpegang teguh pada Islam menjadi kalangan yang terasing (gharîb). 

 

Salah satunya, pada masa kini manusia telah merusak sunnah kepemimpinan atau pemerintahan dalam Islam, Al-Khilâfah. Sebagaimana khabar dari Rasulullah SAW:

 

"Ikatan-ikatan Islam akan terlepas satu-persatu. Setiap kali satu ikatan terlepas, orang-orang bergantungan pada ikatan selanjutnya. Yang pertama kali terlepas adalah al-hukm (pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat."

  (HR Ahmad, Ibn Hibban dan al-Hakim).

 

Rasulullah saw. memerintahkan:

 

"Hendaklah kalian berdiri di atas Sunnahku dan sunnah Khulafa' ar-râsyidîn al-mahdiyyîn (para khalifah yang mendapatkan petunjuk). Gigitlah oleh kalian hal tersebut dengan geraham yang kuat"  (HR Ahmad, Ibn Majah dan al-Hakim).

 

Orang-orang yang berusaha menghidupkan ajaran-ajaran Islam juga dipuji Rasul SAW dalam hadits yang lain.

Rasulullah saw. bersabda:

 

"Kelak akan datang suatu masa kepada manusia. Saat itu orang-orang yang bersabar (berpegang teguh) dengan agamanya di tengah-tengah mereka bagaikan orang yang menggenggam bara api"  (HR at-Tirmidzi).

 

Rasulullah saw. bersabda:

 

"Siapa saja yang menghidupkan Sunnahku, sungguh ia telah mencintaiku. Siapa saja yang mencintaiku, ia bersamaku menjadi penghuni surga"  (HR at-Tirmidzi dan ath-Thabarani).

 

 

Al-Ghurabâ’ juga disifati sebagai golongan yang saling mencintai karena ruhullah "ruh Allah" yaitu Diinul Islam. Dengan demikian perkara yang menjadi pengikat di antara mereka adalah aqidah dan syariah Islam, bukan yang lain.

 

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh di antara hamba-hamba Allah ada sekelompok hamba-Nya yang menjadikan para nabi dan syuhada pun ghibthah kepada mereka (pada Hari Kiamat).” Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka?”  Beliau bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan “ruh” Allah bukan karena kepentingan harta benda, tidak pula karena adanya hubungan nasab. Wajah-wajah mereka adalah cahaya, yakni di atas mimbar bercahaya. Mereka tidak takut ketika manusia takut. Mereka tidak bersedih ketika manusia bersedih.” Kemudian beliau membacakan firman Allah SWT (yang artinya): Ingatlah, sungguh para kekasih Allah itu tidak mempunyai rasa takut (kepada selain Allah) dan tidak bersedih.” (QS Yunus [10]: 62) (HR an-Nasa’i dan al-Baihaqi).

 

Ini diperjelas dalam riwayat dari Ibn ‘Umar ra. yang menyebutkan:

 

"Mereka saling berteman di jalan Allah dan saling mencintai karena Allah" (HR al-Hakim).

 

Dalam hadis riwayat ath-Thabarani, Rasulullah saw. bersabda:

 

"Mereka adalah kumpulan manusia dari orang-orang yang terasing dari kabilah-kabilah. Mereka berkumpul atas dasar dzikir kepada Allah. Mereka kemudian memilih perkataan yang baik-baik sebagaimana seseorang memakan buah-buahan memilih yang baik-baik" (HR ath-Thabarani).

 

 

Bacaan:

https://al-waie.id/nafsiyah/al-ghuraba-bagian-1/

https://al-waie.id/nafsiyah/al-ghuraba-bagian-2/

 

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam