Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 18 Desember 2017

Nabi SAW Melakukan Pembersihan Atas Yahudi Bani Quraizhah



2. Pembersihan Bani Quraizhah

a. Sebabnya

Sebab sebenarnya dilakukan peperangan terhadap Bani Quraizhah adalah pelaksanaan atas kebijakan politik yang telah disusun oleh Rasulullah Saw. untuk Negara Islam. Sungguh telah tiba masanya pembersihan terhadap Bani Quraizhah yang telah direncanakan.
Sedangkan sebab yang terkait langsung dengan dilakukannya peperangan ini adalah Bani Quraizhah telah membatalkan perjanjian yang diadakan antara mereka dengan Negara Islam. Kejadiannya, ketika orang-orang Quraisy mengepung Rasulullah Saw. pada saat perang Ahzab. Salah seorang pemimpin Bani Nadhir -Bani Nadhir adalah sekutu orang-orang Quraisy dalam memerangi Rasulullah- membuat kesepakatan dengan Bani Quraizhah untuk membatalkan perjanjian dengan Rasulullah Saw., dan akan menyerang Madinah al-Munawarah dari belakang -seperti yang telah kami jelaskan- sehingga setelah peperangan ini selesai dan berakhir, Rasulullah Saw. menyerang Bani Quraizhah, sebab mereka telah membatalkan perjanjian itu.

b. Berjalan menuju Bani Quraizhah

Tidak lama setelah pagi hari itu mereka sampai ke Madinah al-Munawwarah sekembalinya mereka dari perang Khondak (di Uhud), Rasulullah Saw. memerintahkan seseorang menyampaikan informasi pada mereka: “Siapa saja yang mendengar dan patuh, janganlah menjalankan shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Rasulullah Saw. menyerahkan panji perang kepada Ali bin Abi Thalib agar pergi ke Bani Quraizhah, dan mereka pun cepat-cepat pergi.
Ali bin Abi Thalib berangkat, sehingga ketika Ali telah dekat dengan benteng, Ali mendengar ucapan yang buruk tentang Rasulullah Saw., lalu Ali kembali sampai akhirnya ia bertemu Rasulullah Saw. di jalan. Ali berkata: “Wahai Rasulullah, kamu seharusnya tidak perlu mendekati mereka orang-orang kotor.” Rasulullah Saw. bersabda: “Mengapa? Aku yakin kamu mendengar sesuatu yang menyakitkan dari mereka tentang aku.” Ali berkata: “Benar, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda: “Kalau mereka telah melihatku, mereka tidak akan lagi mengatakan hal yang demikian itu.”
Ketika Rasulullah Saw. telah dekat dengan benteng mereka, Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai saudara-saudara kera, apakah Allah telah menghinakan kalian, dan menimpakan balasan yang pedih pada kalian.” Mereka berkata: “Wahai Abu Qosim, kamu bukan seorang yang bodoh.”

Setelah Rasulullah Saw. sampai di Bani Quraizhah, beliau tinggal di salah satu sumurnya, yang masih termasuk daerah kekuasaannya, yang disebut sumur ‘Anna’. Para sahabat telah menyusulnya, namun ada sebagian yang terlambat sampai di Bani Quraizhah karena banyaknya hambatan yang dihadapinya. Mereka sampai di Bani Quraizhah setelah waktu senja yang terakhir, padahal mereka belum shalat Ashar. Sebab Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian menjalankan shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Kemudian, mereka menjalankan shalat Ashar setelah waktu senja yang terakhir.
Allah Swt. tidak mencela mereka tentang hal itu dalam kitab-Nya, dan begitu juga Rasulullah Saw. tidak menganggap buruk hal itu. Sebab, mereka tidak salah dengan perbuatannya itu. Sungguh mereka menyadari betul bahwa mendirikan Negara Islam dan beraktivitas untuk mewujudkannya merupakan kewajiban utama, mengingat jika Negara Islam telah berdiri, maka shalat dan ajaran-ajaran Islam yang lain akan lebih mudah dijalankan.

“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat...” (TQS. al-Hajj [22]: 41)

Sebaliknya, jika Negara Islam belum ditegakkan, maka shalat dan hukum-hukum Islam yang lainnya sulit ditegakkan.

Oleh karena itu, mendirikan Negara Islam merupakan tujuan yang sedang diusahakan oleh orang yang beriman, sebab Negara Islam merupakan dasar, di mana sebagian besar ajaran-ajaran Islam tidak dapat dijalankan kecuali dengan terwujudnya terlebih dahulu dasar (Negara Islam) itu.

c. Rasulullah Saw. Mengepung Bani Quraizhah

Rasulullah Saw. mengepung Bani Quraizhah selama lima belas hari. Pengepungan itu membuat Bani Quraizhah lemah, akibatnya Allah Swt. membuat hati mereka merasa takut. Huyai bin Akhthab masuk bersama Bani Quraizhah ke dalam benteng mereka, ketika orang-orang Quraisy dan Ghathfan meninggalkannya, sebagai realisasi janjinya kepada Ka’ab bin Asad.
Setelah mereka yakin bahwa Rasulullah Saw. tidak akan membiarkan mereka sampai beliau berhasil memerangi mereka, Ka’ab bin Asad berkata kepada mereka: “Wahai orang-orang Yahudi, kalian telah ditimpa persoalan seperti yang kalian lihat sendiri. Aku ajukan kepada kalian tiga pilihan, ambillah mana yang kalian sukai.” Mereka berkata: “Apa itu?” Ka’ab berkata “Kita ikuti saja orang ini (Muhammad) dan membenarkannya. Demi Allah, telah jelas bagi kalian bahwa ia adalah Nabi yang diutus, sungguh tentang dia itu telah kalian dapati dalam kitab kalian, dengan (mengikutinya) darah, harta benda, anak-anak dan istri kalian dapat terjamin keamanannya.” Mereka berka “Kami tidak akan menyalahi hukum Taurat selamanya, dan kami tidak akan menggantinya dengan yang lain.”
Ka’ab berkata: “Jika kalian menolak tawaranku ini, maka marilah kita berperang dengan membawa anak-anak dan istri kita, kemudian kita datangi Muhammad dan sahabatnya sebagai orang-orang yang menyandang pedang yang siap berperang, dengan membawa anak-anak dan istri, kita tidak meninggalkan beban di belakang kita sampai Allah memutuskan antara kita dan Muhammad, sehingga jika kami binasa, maka kami binasa dengan tidak meninggalkan keturunan yang kita khawatirkan di belakang kita dan jika kita menang, maka demi Allah, kita masih mendapatkan anak-anak dan istri kita.”
Mereka berkata: “Kita perangi mereka orang-orang miskin.” Ka’ab berkata: “Jika kalian menolak tawaranku ini, maka sekarang malam Sabtu, semoga Muhammad dan para sahabatnya membuat kita tentram di hari Sabtu ini, semoga sejak awal keberuntungan di pihak kami dan kesialan di pihak Muhammad.”
Mereka berkata: “Kita akan melakukan sesuatu yang menghancurkan di hari Sabtu yang kita muliakan ini, di hari Sabtu ini kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh orang-orang sebelum kita, kecuali dilakukan oleh orang yang telah kamu ketahui, sehingga akhirnya ia mendapatkan cacat sebagaimana yang kamu ketahui sendiri.” Ka’ab berkata: “Seorang di antara kalian tidak akan tabah untuk tidak tidur semalaman sejak lahir meski hanya semalam.”

d. Bani Quraizhah Berunding dengan Rasulullah

Rasulullah Saw. mengintensifkan pengepungan terhadap Quraizhah. Kemudian, Bani Quraizhah mengutus Qais untuk berunding dengan Rasulullah Saw. Sya’sa bin Qais mengajukan kepada Rasulullah Saw. agar mereka (Bani Quraizhah) dijatuhi hukuman seperti yang dijatuhkannya kepada Bani Nadhir, yaitu menyerahkan peralatan perang dan persenjataan, lalu membiarkan mereka pergi dengan membawa para istri mereka dan anak-anaknya, serta membawa apa yang dapat dibawa dengan unta. Namun, Rasulullah Saw., menolak tawaran itu.
Selanjutnya, Sya'sa bin Qais mengajukan kepada Rasulullah Saw. agar menyelamatkan darah Bani Quraizhah, lalu mereka akan menyerahkan semua harta benda mereka, baik harta benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak kepada Negara Islam. Akan tetapi, Rasulullah saw masih menolak, kecuali tetap berkeinginan menjatuhkan hukumannya.
Sya’sa bin Qais akhirnya kembali dan memberitahukan tentang keteguhan sikap Rasulullah Saw. kepada mereka. Kemudian, mereka mengirim pesan kepada Rasulullah Saw. yang isinya: “Utuslah kepada kami Abu Lubabah bin Abdul Munzhir agar kami dapat berunding dengannya tentang masalah kami.” Rasulullah Saw. memenuhi permintaannya, beliau mengutus Abu Lubabah bin Abdul Munzhir kepada mereka.
Ketika mereka melihat Abu Lubabah bin Abdul Munzhir datang, mereka pun berdiri menyambutnya, para perempuan dan anak-anak kecil sambil menangis meminta perlindungan kepadanya. Mereka berkata: “Wahai Abu Lubabah, tahukah kamu, keputusan apa yang akan dijatuhkan Muhammad kepada kami?” Abu Lubabah bin Abdul Munzhir berkata: “Ya, aku tahu -dia menggoreskan tangannya ke tenggorokannya- sungguh beliau akan melakukan penyembelihan.” Abu Lubabah melakukan itu, karena dia tahu bahwa Rasulullah Saw. menolak permintaan Sya’sa bin Qais, orang yang mereka utus, ketika meminta kepada Rasulullah Saw. agar menyelamatkan darah mereka.
Abu Lubabah berkata: “Demi Allah, kedua telapak kakiku akan senantiasa di tempatnya sampai aku tahu bahwa aku benar-benar telah mengkhianati Allah dan Rasulullah Saw.” Kemudian, Abu Lubabah pergi. Namun, dia tidak mendatangi Rasulullah Saw. malah dia mengikatkan dirinya pada salah satu tiang di masjid, dia berkata: “Aku akan terus-menerus herada di tempatku ini sampai Allah menerima taubatku atas apa yang telah aku lakukan. Dan aku berjanji kepada Allah untuk tidak menginjakkan kakiku di Bani Quraizhah selamanya, dan aku tidak akan memperlihatkan diriku di negeri, yang di negeri itu aku telah mengkhianati Allah dan Rasulullah Saw. selamanya.”
Setelah sampai kepada Rasulullah Saw. berita tentang Abu Lubabah, dan keterlambatannya menghadap kepada Rasulullah Saw., maka beliau bersabda: “Tentang Abu Lubabah ini, kalau dia datang kepadaku, niscaya aku akan memintakan ampun untuknya. Adapun apabila dia telah melakukan suatu perbuatan (salah), maka aku tidak dapat membebaskan dari tempatnya sampai Allah menerima taubatnya.”

Enam hari telah berlalu, namun Abu Lubabah masih mengikatkan dirinya pada tiang masjid. Setiap tiba waktu shalat istrinya selalu datang untuk membuka ikatannya, lalu dia mendirikan shalat dengan sangat sempurna, setelah itu dia kembali mengikatkan dirinya pada tiang masjid. Allah telah menerima taubat Abu Lubabah, Rasulullah Saw. memberitahukan tentang diterimanya taubat Abu Lubabah kepada istrinya, Ummu Salamah.
Rasulullah Saw. bersabda kepada Ummu Salamah: “Sungguh, taubat Abu Lubabah telah diterima.” Ummu Salamah berkata: “Bolehkah aku sampaikan kabar gembira ini, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Tentu, jika kamu mau.” Ummu Salamah berdiri di pintu kamarnya -sebab ketika itu hijab belum diwajibkan atas kaum perempuan- lalu Ummu Salamah berkata: “Wahai Abu Lubabah, bergembiralah, sungguh Allah telah menerima taubatmu!” Orang-orang pun berdatangan untuk membebaskannya.
Abu Lubabah berkata: “Demi Allah, jangan! Sehingga Rasulullah Saw. sendiri yang membebaskanku dengan tangannya.” Ketika Rasulullah Saw. keluar melewatinya untuk shalat Subuh, maka Rasulullah Saw. pun membebaskannya.

Dengan pendidikan ini, dan di atas rasa tanggung jawabnya yang besar dari mereka, orang-orang yang ikhlas, Negara Islam bisa ditegakkan. Seseorang berbuat keliru bukan kejahatan akan tetapi merupakan suatu kejahatan jika seseorang berlindung dengan membela kekeliruannya. Abu Lubabah sebagai manusia yang lemah pada saat tertentu bisa saja berbuat keliru, akan tetapi dia tidak rela -sebab dia memiliki jiwa bersih yang dominan- terus-menerus melangkah di jalan yang keliru. Sebab terus-menerus melangkah di jalan yang keliru merupakan kejahatan kejiwaan sebelum melakukan kejahatan fisik. Untuk itu Abu Lubabah bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan terus berbuat terhadap dirinya sebagai bentuk pendidikan dan penyesalan sampai Allah menerima taubatnya.

e. Pengadilan Sa'ad untuk Bani Quraizhah

Bani Quraizhah bermusyawarah tentang persoalan yang sedang mereka hadapi, lalu mereka mendapati bahwa dominasi Rasulullah Saw. benar-benar telah menguasai mereka. Mereka tidak bisa lari dari memenuhi apa yang diinginkan Rasulullah Saw., sehingga mereka harus menerima setiap keputusannya. Akhirnya, dengan sembunyi-sembunyi mereka menemui rakyat kecil Suku Aus dan menemui orang-orang yang imannya belum kuat -antara Bani Quraizhah dan Suku Aus pernah ada ikatan persekutuan dan loyalitas- untuk meminta bantuan pada mereka.
Rakyat kecil Suku Aus mau membantunya, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, mereka (Bani Quraizhah) dahulu adalah para penolong kami, tidak seperti Suku Khazraj. Kamu sebelumnya pernah memaafkan Bani Qainuqa’ -para penolong Suku Khazraj- ketika Abdullah bin Ubay bin Salul memintakan ma'af kepadamu. Untuk itu, kami berharap mendapat bagian yang sama seperti mereka.”
Demikianlah Rasulullah Saw. berada di antara dua kobaran api. Satu kobaran api tidak terbasmi sampai ke akar kerusakannya dengan menghabisi musuh-musuh Negara Islam. Bahkan bisa saja tuntutan ini akan terulang kembali pada saat Rasulullah Saw. hendak mengambil sikap yang tegas melawan kelompok di antara musuh-musuh Negara Islam. Sehingga keberadaannya sangat membahayakan bagi Negara. Dan satu kobaran api yang memungkinkan bergejolaknya barisan internal dalam Negara Islam jika dipadamkan terlebih dahulu sebelum pembersihan Bani Quraizhah. Dengan demikian, membuat keputusan dalam masalah ini bukan persoalan mudah. Untuk itu, Rasulullah Saw. mulai berpikir tentang jalan keluar secara politik terkait krisis ini. Akhirnya, beliau menemukan bahwa jalan keluar terbaik untuk mengakhiri krisis ini adalah mewakilkan penyelesaiannya kepada pemimpin Suku Aus (Sa’ad bin Mu’adz).
Rasulullah Saw. bersabda kepada Suku Aus: “Wahai orang-orang Suku Aus, tidakkah kalian akan merasa senang jika persoalan kalian ini diputuskan oleh seseorang di antara kalian sendiri?” Mereka berkata: “Tentu kami akan merasa senang.” Rasulullah Saw. bersabda: “Keputusan persoalan itu aku serahkan pada Sa’ad bin Mu'adz.”
Jauh sebelum itu Rasulullah Saw. telah membuat kesepakatan secara rahasia dengan Sa’ad -dia termasuk orang-orang terbaik yang diletakkan di barisan depan untuk kepentingan Negara Islam- guna mengambil tindakan yang diperlukan.

Rasulullah Saw. memerintahkan agar Sa'ad bin Mu’adz -ketika ia terkena panah pada saat perang Khondak, yang menyebabkannya luka parah- di tempatkan di tenda seorang perawat “Rufaidah al-Aslamiyah”. Rasulullah Saw. bersabda: “Tempatkan dia di tenda Rufaidah, sehingga dalam waktu dekat aku dapat menjenguknya.”
Ketika Rasulullah Saw. telah menyerahkan keputusan atas Bani Quraizhah kepadanya, maka kaumnya mendatanginya, lalu membawanya dengan dinaikkan di atas keledai yang telah dilapisi dengan bantal yang terbuat dari kulit. Sa’ad bin Mu’adz adalah seorang laki-laki yang kekar dan tampan. Kemudian, mereka bersama Mu’adz menghadap Rasulullah Saw.
Mereka berkata: “Wahai Abu Amru, berbuat baiklah kepada mereka yang dahulu pernah menjadi penolongmu. Sebab, Rasulullah Saw. menyerahkan penyelesaian persoalan ini kepadamu agar kamu dapat berbuat baik kepada mereka!” Setelah mereka banyak berbicara kepada Mu’adz, maka sekarang giliran Mu’adz berkata: “Sungguh telah tiba saatnya bagi Mu'adz untuk tidak memperdulikan karena Allah celaan orang yang suka mencela.”
Sebagian dari kaumnya yang sebelumnya bersamanya pergi ke perkampungan Bani Abdul Asyhal, dia menyampaikan kepada mereka, orang-orang Bani Quraizhah, tentang ucapan Sa’ad yang telah didengarnya dari Sa’ad, sebelum Sa’ad bin Mu’adz sampai pada mereka (Yakni apa yang telah dipahaminya dari perkataan Mu’adz: “Sungguh telah tiba saatnya bagi Mu'adz untuk tidak memperdulikan karena Allah celaan orang yang suka mencela.” Sesungguhnya Sa'ad berpendapat akan membunuh mereka, lalu dia memberitahunya sebelum mereka semua meninggal).
Ketika Sa’ad telah berada di hadapan Rasulullah dan kaum muslimin, maka Rasulullah Saw. bersabda:

Berdirilah menyambut pemimpin kalian.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri. Dari sini para fuqaha’ menetapkan tentang disyari'atkannya berdiri menyambut datangnya orang yang memiliki keutamaan di antara orang-orang beriman. Adapun sabda Rasulullah Saw.: “Siapa saja yang ingin orang-orang berdiri ketika menyambut kedatangannya, maka bersiap-siaplah mengambil tempat duduknya di Neraka.” Hadits ini meliputi mereka yang menginginkan orang-orang berdiri menyambut kedatangannya, sedang orang-orang itu dalam keadaan duduk, mereka tetap dalam keadaan demikian, meski mereka telah duduk lama. Seperti yang telah dikatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, 12/93, penerbit al-Mathba'ah al-Mishriyah, tahun 1349 H)

Adapun kaum Muhajirin dari kalangan kaum Quraisy berkata: “Perintah berdiri ini oleh Rasulullah Saw. hanya ditujukan kepada kaum Anshar.” Sedang kaum Anshar berkata: “Tidak, perintah Rasulullah Saw. itu umum.” Lalu, beberapa orang kaum Anshar mendekati Sa’ad bin Mu’adz, dan berkata: “Wahai Abu Amru, sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menyerahkan kepadamu persoalan orang-orang yang dahulu pernah menjadi penolongmu agar kamu memutuskan suatu keputusan terhadap mereka.” Sa’ad bin Mu’adz berkata: “Sehubungan dengan hal itu, kalian harus komitmen dengan janji Allah, dan keputusan yang tepat terkait dengan mereka pasti aku putuskan.” Mereka berkata: “Ya, kami percaya.” Sa'ad bin Mu’adz berkata: “Kalian juga harus komitmen terhadap orang yang ada di sini.” Sa’ad bin Mu’adz berkata yang demikian itu sambil menunjuk ke tempat Rasulullah Saw. Hal itu dia lakukan sebagai penghormatannya yang tinggi terhadap Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. bersabda: “Ya.”
Sa’ad bin Mu’adz berkata: “Tentang Bani Quraizhah ini, aku memutuskan untuk membunuh mereka yang laki-laki, membagi-bagi kekayaan mereka, dan menahan anak-anak dan para wanita mereka.” Rasulullah Saw. bersabda kepada Sa’ad: “Sungguh, kamu telah memberi keputusan tentang mereka sesuai hukum Allah yang datang dari atas langit lapis ketujuh.”

Rasulullah Saw. memerintahkan agar menggiring Bani Quraizhah turun dari benteng mereka dan selanjutnya menahan mereka di Madinah, tepatnya di rumah Kaisah bintu al-Harits.
Kemudian, Rasulullah Saw. pergi ke pasar Madinah, lalu di sana beliau membuat parit. Setelah itu, beliau memerintahkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dibawa ke parit tersebut, dan di dalam parit tersebut mereka semua dibunuh.
Mereka dibawa ke dalam parit tersebut secara berkelompok, termasuk di dalamnya musuh Allah, Huyay bin Akhthab dan Ka’ab bin Asad pemimpin mereka. Jumlah mereka 600 orang atau 700 orang, bahkan ada yang mengatakan jumlah mereka antara 800 sampai dengan 900 orang.
Ketika mereka dibawa kepada Rasulullah Saw. secara berkelompok, mereka berkata kepada Ka’ab: “Wahai Ka'ab, menurutmu apa yang akan dilakukan Muhammad terhadap kami?” Ka’ab berkata: “Apakah kalian tidak berpikir dengan peristiwa yang terjadi di setiap tempat? Tidakkah kalian tahu perasaan seorang penyeru yang tidak dihiraukan, sehingga siapa saja di antara kalian yang dibawa kepadanya jangan diharap bisa pulang? Demi Allah, dia akan membunuh kalian!”
Mereka terus digiring dengan keras hingga mereka sampai pada Rasulullah Saw. Ketika Huyay bin Akhthab musuh Allah itu dibawa, dia memakai pakaian berwarna seperti bunga, namun tercabik-cabik di semua sudutnya agar tidak diambil kaum muslimin, sedang kedua tangannya disatukan dengan diikat pada lehernya.
Ketika dia melihat Rasulullah Saw., dia berkata: “Demi Allah, aku tidak menyalahkan diriku karena memusuhimu, namun siapa saja yang meremehkan Allah, maka pasti Allah meremehkannya.” Kemudian, dia menghadap pada orang-orang, lalu dia berkata: “Wahai manusia, jangan sedih menghadapi perintah Allah, sebab kepatusan, takdir, dan penyembelihan ini telah ditetapkan Allah kepada Bani Israil.” Kemudian dia duduk, lalu dia pun lehernya dipenggal.

Kaum perempuan Bani Quraizhah tidak ada yang dibunuh, kecuali satu orang saja. Sebab, perempuan itu telah melemparkan batu penggiling kepada Khallad bin Suwaid, hingga Khallad terbunuh. Sedang kaum perempuan yang lain dan anak-anak mereka dibagi-bagikan di antara kaum muslimin. Rasulullah Saw. membawa bagian Negara ke Najd untuk dijual di sana. Kemudian dari hasil penjualan itu dibelikan senjata dan kuda untuk dijadikan perlengkapan kaum muslimin dalam perang ketika menghadapi musuh-musuh Negara Islam.
Jelas sekali bahwa Sa'ad bin Mu’adz dalam menetapkan keputusannya ini berpedoman pada kaidah perlakuan yang sama antar negara menurut Islam. Sebab, seperti ini juga keputusan yang akan diambil orang-orang Yahudi terhadap musuh-musuh mereka, apabila mereka menguasainya…

Rasulullah Saw. memilih untuk beliau sendiri salah seorang wanita Bani Quraizhah yang bernama Raihanah bintu Amr bin Junafah. Dia tetap dalam kepemilikan (menjadi budak) Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah Saw. pernah menawarkan diri untuk menikahinya dan memasangkan hijab padanya, namun dia berkata: “Wahai Rasulullah, biarkan aku tetap dalam kapemilikanmu, sebab hal ini yang lebih baik bagiku dan bagimu.” Rasulullah Saw. akhirnya tetap membiarkan status budaknya.

Selama Raihanah bintu Amr bin Junafah ini berada dalam kekuasaan Rasulullah, ia tetap memilih beragama Yahudi, dan tidak mau masuk Islam. Akhirnya, Rasulullah Saw. melepaskannya, dan perkara Raihanah ini telah membuat beliau merasa sedih.

Pada saat Rasulullah Saw. sedang bersama para sahabatnya, tiba-tiba dari belakang beliau terdengar suara dua sandal, lalu beliau bersabda: “Ini pasti Tsa'labah bin Sa’yah yang akan menyampaikan berita gembira kepadaku tentang masuk Islamnya Raihanah.” Ternyata betul, Tsa'labah mendekatinya, lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah, Raihanah telah masuk Islam.” Rasulullah Saw. sangat gembira mendengar berita masuk Islamnya Raihanah.

f. Kerugian Kaum Muslimin

Ketika mengepung Bani Quraizhah di antara kaum muslimin yang syahid adalah Khallad bin Suwaid yang dilempar dengan batu penggiling hingga meninggal dan Abu Sinan bin Muhshin semoga Allah meridhai keduanya. Keduanya dikebumikan di pekuburan Bani Quraizhah.

g. Kisah Bani Quraizhah dalam al-Qur'an

Allah Swt. menurunkan kronologis perang Bani Quraizhah dalam al-Qur’an al-Karim pada surat al-Ahzab. Dalam surat ini Allah Swt. menyebutkan musibah yang menimpa kaum muslimin, nikmat-Nya kepada mereka, dan jaminan-Nya kepada mereka, ketika Allah menghilangkan musibah tersebut dari mereka, setelah adanya ucapan orang-orang munafik:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kalian akan nikmat Allah kepada kalian ketika datang kepada kalian tentara-tentara, (Mereka adalah orang-orang kafir Quraisy, Ghothfan dan Bani Quraizhah ketika perang Ahzab) lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kalian lihat. (Yaitu para malaikat). Dan Allah itu Maha Melihat akan apa yang kalian kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepada kalian dari atas kalian dan dari bawah kalian, (Orang-orang yang datang kepada kalian dari atas kalian adalah Bani Quraizhah, sedang orang-orang yang datang kepada kalian dari bawah kalian adalah orang-orang kafir Quraisy dan Ghothafan) dan ketika tidak tetap lagi penglihatan dan hati kalian naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata: “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (Mu'attib bin Qusyair ketika bersama kelompoknya berkata: “Dahulu Muhammad menjanjikan kami harta simpanan Kisro dan Kaisar. Sekarang, apa yang terjadi, keluar untuk buang hajat saja salah seorang di antara kami tidak merasa aman.”)
Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: “Hai Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagi kalian, maka kembalilah kalian.” Dan sebagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. Kalau diserang dari segala penjuru, (Yakni, kalau Madinah diserang dari segala penjuru) kemudian mereka diminta fitnah niscaya mereka mengerjakannya, (Yang dimaksud dengan fitnah adalah kembali pada syirik) dan mereka tidak akan menundanya melainkan dalam waktu yang singkat.
Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah (bahwa) mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur).” (Mereka adalah Bani Haritsah, pada saat perang Uhud, mereka lari dari medan perang, setelah itu mereka berjanji kapada Rasulullah Saw. untuk tidak lari lagi dari medan perang untuk selamanya) Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya. Katakanlah, “Lari itu sekali-kali tidak berguna bagi kalian, jika kalian melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kalian terhindar dari kematian) kalian tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” Katakanlah, “Siapakah yang dapat melindungi kalian dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atas kalian atau menghendaki rahmat untuk diri kalian?”
Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.” Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kalian. Dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah kepada kami.” Dan mereka tidak mendatangi perang melainkan sebentar. (Mereka itu adalah orang-orang munafik) Mereka bakhil terhadap kalian apabila datang ketakutan, kamu lihat mereka memandang kepada kalian dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati. Dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencari kalian dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi. Dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanyakan tentang berita-berita kalian, (itu dikarenakan mereka bersikap pengecut dan sangat lemah imannya) dan sekiranya mereka berada bersama kalian, mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja.
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) bari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Dan tatkala orang-orang Mu’min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Dan yang demikian itu tidaklab menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.
Di antara orang-orang Mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada yang menunggu-nunggu. Dan sedikitpun mereka tidak mengubah (janjinya). Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka.
Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. (Yaitu orang-orang kafir Quraisy dan Ghathafan) Dan Allah menghindarkan orang-orang Mu’min dari perang. Dan Allah itu Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka. (Yaitu Bani Quraizhah) Dan Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka; sebagian mereka kalian bunuh dan sebagian yang lain kalian tawan. Dan Dia mewariskan kepada kalian tanah-tanah, rumah-rumah, harta benda mereka, dan tanah (Yaitu tanah Khaibar) yang belum kalian injak. Dan Allah itu Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (TQS. al-Ahzab [33]: 9-27)

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam