Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 23 April 2019

Pecah Belah Di Masyarakat Menjadi Kubu Haq Dan Bathil



Oleh: Annas I. Wibowo

Berpisah karena iman, berpisah karena menaati syariat dari Allah SWT, menjadi bukti ketaqwaan, bukti kesanggupan menjalani ujian dengan sukses. Bukanlah ujian jika tanpa kesulitan dan risiko. Kekayaan pun mengandung risiko, apakah dengan kekayaan itu seseorang bisa tetap menjadi bertakwa atau malah makin menjauh dari menolong agama Allah.

Para Nabi menjadi teladan bagi umat Islam, betapa mereka telah sukses menanggung risiko duniawi yang berat. Termasuk risiko duniawi adalah menjadi dihina, di-bully, difitnah oleh orang-orang kafir maupun munafik. Mengemban dakwah aqidah dan syariat beresiko memunculkan banyak orang yang kontra, memusuhi orang-orang yang beriman terlebih para pengemban dakwahnya. Itulah termasuk kesalahan orang kafir dan munafik. Mereka memusuhi dakwah kebenaran dan kebaikan, mereka menolak aqidah, menolak syariat dari Allah SWT. Mereka bersatu menzhalimi kaum yang beriman, sebab mereka lebih menuruti hawa nafsu, tidak mau berubah menjadi sesuai dengan wahyu Ilahi. Mereka memilih tetap berada di kubu kesesatan setelah jelas kepada mereka eksistensi kubu kebenaran.
Berubah memang berisiko, memang bisa terasa menakutkan karena ada ketidakpastian. Perubahan mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya ada risiko kehilangan kenikmatan duniawi, baik berupa jabatan, kedudukan, maupun kenyamanan hidup. Namun, dengan tekad menghadapi risiko, berubah menuju kepada yang haq akan mendapatkan reward luar biasa dari Sang Pencipta.

“Perbandingan kedua golongan itu, seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” (TQS. Hud: 24)
“(Syu’aib berkata:) Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan keputusan-Nya di antara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (TQS. al-A’raf: 87)

Kaum yang memahami petunjuk dan menjalankan petunjuk dari Allah SWT, merekalah yang layak menjadi pemimpin yang memimpin dengan petunjuk itu, bukan kaum “buta dan tuli” yang memimpin dengan hawa nafsu, kebodohan dan bisikan setan. 

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu. Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan." (TQS. Hud: 25-26)

Ketika risalah telah datang, kemudian disampaikan, maka mulailah proses perubahan. Sebagian orang mau berubah sementara sebagian yang lain lebih memilih mempertahankan tatanan bathil masyarakat yang telah berjalan demikian lama, tradisi sesat yang telah turun-temurun, tidak mau percaya dengan hal baru, yang terasa asing, yang berisiko mengubah kedudukan sosial, berisiko terganggu ekonominya, tidak mau menerima kenyataan bahwa selama ini telah keliru dan sesat, bahkan berisiko harus mau mengalokasikan waktu dan pikiran untuk mengkaji risalah itu.

“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta." (TQS. Hud: 27)

Kaum yang ingkar terhadap wahyu Allah SWT, mereka merasa berada di atas kebenaran hanya karena mereka telah mendapat kedudukan di antara manusia, mereka dipercaya kaumnya, dan merekapun mendapat rizqi dari Allah SWT. Nabi Nuh as. menurut mereka tidak layak mereka ikuti. Mereka melihat hanya apa yang tampak di permukaan saja dan menilai segala sesuatu dengan ukuran-ukuran hawa nafsu. Terjadi perpecahan antara Nabi Nuh as. beserta para pengikutnya dan kaumnya yang tetap kafir, berlangsung pula pertarungan ideologi. Perpecahan juga terjadi antara Nabi Nuh as. dan anaknya yang menolak bergabung dengan Nabi Nuh as. di kubu kebenaran.

فَاصْبِرْۚ اِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
“...Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Hud: 49)

“Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu" (TQS. Hud: 85-86)

“(Syu'aib berkata:) Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku [dengan kamu] menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak jauh (tempatnya) dari kamu.” (TQS. Hud: 89)

Sebelum datangnya risalah wahyu, masyarakat bersatu dalam kesesatan dan segala macam kezhaliman, berada dalam tatanan yang telah berlaku turun-temurun. Namun, itu semua tidak untuk dibiarkan terus berlangsung. Melalui lisan para nabi, orang-orang yang menggunakan akal sehatnya mau beriman dan mereka selamat dari azab yang pedih di Akhirat. Sementara itu, melalui lisan para nabi pula beserta para pengikutnya, kubu kebathilan terbukti layak mendapatkan azab. Keadilan pun ditegakkan atas mereka yang tergabung dalam kubu kebathilan, yaitu mereka yang gagal berubah menuju kebenaran.

“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?"
“Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya."
Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata." (TQS. al-Anbiya’: 52-54)
“Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (TQS. al-Anbiya’: 60)
“Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak." Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim," mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (TQS. al-Anbiya’: 68-70)

Nabi Ibrahim as. demi menjalankan syariat dari Allah SWT berupa kewajiban berdakwah, rela menghadapi risiko berpecah dengan bapaknya, tetangganya, temannya, masyarakatnya beserta penguasanya.

“Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama." (TQS. Maryam: 46)

“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu." (TQS. al-Ankabut: 28)
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." (TQS. al-A’raf: 82)

Al-Haq akan selalu menang. Kubu pendukung al-Haq dijanjikan pertolongan dan kemenangan. Kalaupun kubu al-Haq sempat ditindas oleh kubu pendukung kebathilan maka itu adalah sebuah cobaan, ujian, penghapus dosa, dan untuk meninggikan derajat. Persatuan kokoh yang berasas aqidah dan syariah Islam di kubu orang-orang yang bertaqwa akan berhasil mengalahkan kubu orang-orang bathil. Hanya persatuan yang shahih itulah yang bisa benar-benar memenangkan Islam dan umatnya atas kubu kebathilan. Persatuan dengan berlandaskan sekularisme adalah kebathilan yang harus ditinggalkan.

“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil.” (TQS. Ath-Thariq: 13)

“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (TQS. Ali ‘Imran: 13)

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.” (TQS. al-Baqarah: 42)

عَنْ أَبِي مَالِكٍ يَعْنِي الْأَشْعَرِيَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ أَجَارَكُمْ مِنْ ثَلَاثِ خِلَالٍ أَنْ لَا يَدْعُوَ عَلَيْكُمْ نَبِيُّكُمْ فَتَهْلَكُوا جَمِيعًا وَأَنْ لَا يَظْهَرَ أَهْلُ الْبَاطِلِ عَلَى أَهْلِ الْحَقِّ وَأَنْ لَا تَجْتَمِعُوا عَلَى ضَلَالَةٍ
Dari Abu Malik -Abu Malik Al-Asy'ari- ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah melindungi kalian dari tiga hal: jangan sampai Nabi kalian mendoakan (keburukan) hingga kalian mendapat kecelakaan, jangan sampai pendukung kebathilan mengalahkan pendukung kebenaran, dan jangan sampai kalian bersatu dalam kesesatan." (Sunan Abu Dawud No. 3711)
WaLlaah a'lam bi al-shawaab. []

Selasa, 16 April 2019

Para Mahasiswa Afghanistan Lebih Mendukung Khilafah Daripada Republik



Institut Afghan untuk Penelitian Strategis - The Afghan Institute for Strategic Studies (AISS) belakangan ini mengeluarkan laporan berjudul ‘Scrutinizing Religious Radicalism within Higher Education System in Afghanistan’ – ‘Menelisik Radikalisme Religius di dalam Sistem Pendidikan Tinggi di Afghanistan.’ Fokus utama penelitian ini adalah untuk menginspeksi bahan ajar ‘sistem politik Islam,’ salah satu dari bab-bab utama mata kuliah ‘Studi Islam dan/atau Peradaban Islam,’ di 3 universitas ternama di Afganistan – Universitas Kabul, Universitas Herat dan Universitas Nangarhar. Penelitian itu menyimpulkan bahwa pelajaran ‘Studi Islam’ telah semakin berpengaruh pada mahasiswa dalam hal mendorong ‘kekerasan, ekstrimisme dan radikalisme relijius’ di antara mereka.

Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Afghanistan mengumumkan kepada masyarakat Muslim dan Mujahid Afghanistan beberapa hal berikut:

Pertama, riset ini sama sekali mengabaikan kriteria dasar sebuah riset akademis – yaitu objektivitasnya – sebab metode dan strukturnya dirancang oleh si peneliti untuk membuktikan hipotesis personalnya; maka, dia gagal untuk menjunjung standar imparsial dan akademik dalam semua aspek penelitian itu dengan melakukan justifikasi mengkaitkan perkara ‘sistem politik Islam’ dengan ‘ekstrimisme dan radikalisme religius.’

Kedua, langkah-langkah yang diambil oleh institusi semacam itu dan publikasinya dirilis berdasarkan penelitian semacam itu berperan sebagai mesin perang mendasar bagi AS dan Barat yang bekerja melawan Islam dan kaum Muslimin dalam rangka meragukan hal-hal yang pasti dan tak diragukan dalam Islam dan Umat Islam. Karena riset itu mendefinisikan ‘agama’ hanya sebagai kepercayaan spiritual yang tidak ada kaitannya dengan urusan masyarakat, riset itu mempertanyakan kesempurnaan dan keuniversalan Islam, menolak keuniversalan dan relevansi Islam sepanjang zaman, mempersepsikan dakwah kebaikan sebagai pondasi perilaku kekerasan, dan terang-terangan mengingkari sistem politik Islam, konsep Darul Islam dan hak Dzimmi (warga non-Muslim Negara Islam) dalam Islam; padahal, perkara-perkara itu adalah ditentukan dan rinci dalam ajaran Islam, dan tak ada yang berani mempertanyakannya selain para demokrat dan sekularis.

Ketiga, melalui penelitian ini, mereka berusaha mengklasifikasi perspektif para mahasiswa mengenai sistem politik Islam ke dalam beberapa kategori seperti ‘pro-Khilafah,’ ‘pro-Keemiran,’ dan ‘pro-Pemerintahan Ahli Fikih atau Wilayat Faqih’ sebagaimana kafir Barat dan sistem bonekanya selalu beroperasi untuk membagi-bagi Umat Islam ke dalam beberapa faksi, seperti ‘moderat’ dan ‘ekstrimis’ dan seterusnya; padahal, para pengikut 3 kategori itu semuanya terus berjuang mencari apa yang hilang dari mereka, yaitu sistem politik Islam.

Keempat, telah jelas tanpa perdebatan bagi semua orang bahwa topik ‘ekstrimisme dan/atau radikalisme’ telah berubah menjadi sebuah komoditas bisnis, khususnya bagi sejumlah individu dan institusi yang berpikir bahwa ikut campur dalam agenda semacam itu bisa membantu meningkatkan status mereka, sehingga mereka mengambil keuntungan dari skenario itu, sebagaimana aktivitas dan laporan baru itu adalah contoh nyata sikap-sikap itu.

Akibatnya, selama 18 tahun terakhir, hukum-hukum di Afghanistan, bahan-bahan ajar sekolah dan universitas, dan bahkan khutbah para Imam terus mengalami perubahan drastis dengan tekad yang bulat untuk mensekularkan berbagai entitas itu; itulah mengapa, bermacam ajaran Islam telah disingkirkan dengan bermacam dalih. Sementara ini, mereka sedang memuluskan jalan untuk menyingkirkan konsep Islam yang masih tersisa dari kurikulum akademik dan sistem pendidikan Afghanistan dengan mempropagandakan konsep Islam sebagai sebuah ide berbahaya bagi masyarakat. Untungnya, meski upaya berkesinambungan oleh mereka, masyarakat telah dan tetap berpihak pada pemikiran Islam dan membela sistem politik Islam sewaktu hasil-hasil penelitian mereka itu menunjukkan bahwa para mahasiswa dari universitas-universitas ternama di Afghanistan, totalnya 56,7%, mendukung Khilafah, Keemiran dan Pemerintahan Para Ahli Fiqih – [yaitu menginginkan] sistem politik Islam, sementara hanya 34 persen yang mendukung sistem kufur Republik yang sedang bercokol. Karena semua usaha mereka bertolak belakang dengan kemauan masyarakat kita dan sentimen penduduk Muslim Afghan; maka, para penipu semacam itu tidak akan sukses.

وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ

Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.
(QS. Fâthir: 43)

Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah Afghanistan
Selasa, 3 Sya’ban 1440 H
09/04/2019 M
Ref.: Afg.1440 / 09


Selasa, 09 April 2019

Negeri-Negeri Arab Masih Berada Dalam Kekangan Kolonialisme, Terpecah Oleh Nasionalisme



“Tibakah waktunya Liga Arab untuk bubar? Apa gunanya pertemuan tingkat tinggi Arab? Apa gunanya Liga Arab? Apakah itu sebuah kecelakaan sejarah? Sebuah nama yang salah kaprah?” (dari artikel di Aljazeera.com oleh Marwan Bishara)

Negeri-negeri Arab masih berada dalam kekangan kolonialisme, terpecah oleh nasionalisme, menjaga rantai kekang yang menghinakan diri mereka sendiri.

Liga Arab adalah kumpulan zombie, afiliasi para boneka, salah satu bentuk kerugian dari antara banyak institusi tak berguna yang ditegakkan untuk menyebarkan kemarahan dan penderitaan kita. Liga Arab mengokohkan pecah-belah atas umat Islam dengan nasionalisme, sehingga Umat menjadi sasaran empuk negara-negara predator buas yang rakus terhadap sumberdaya kita.

Para penguasa negeri-negeri Muslim menjadikan musuh sebagai saudara, dan saudara kita sebagai musuh. Kenyataannya, mereka bekerja bukan untuk orang-orang ‘Arab’, tapi untuk para boneka itu sendiri dan untuk memuluskan rencana jahat para tuan mereka, untuk melanggengkan kekuasaan mereka dan melestarikan ketertindasan kita. Allah subhanahu wa ta’ala telah memperingatkan kita di Surat an-Nahl: 94-95:
وَلَا تَتَّخِذُوْٓا اَيْمَانَكُمْ دَخَلًا ۢ بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌۢ بَعْدَ ثُبُوْتِهَا وَتَذُوْقُوا السُّوْۤءَ بِمَا صَدَدْتُّمْ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۚوَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ
 وَلَا تَشْتَرُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيْلًاۗ اِنَّمَا عِنْدَ اللّٰهِ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar.
Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit, sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. [16] an-Nahl: 94-95)

Institusi-institusi kriminal semacam itu dirancang untuk menyibukkan dan mengalihkan pikiran Umat dari apa yang seharusnya didapatkan berupa keamanan, perlindungan dan kebaikan di bawah kekuasaan Amirul Mukminin. Dialah satu-satunya pemimpin yang berhak, yang ditugaskan oleh Islam untuk menerapkan Islam dan mempertahankan dan mengamankan tanah-tanah kita, hak-hak dan kehormatan kita sebagaimana diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan disampaikan oleh Rasul-Nya ﷺ.

Kita telah menderita tak terperi, di tangan musuh-musuh kita dan mereka yang menyamar sebagai para penolong kita yang menindas kita dengan bertopeng simbol-simbol Islam. Para rezim bonekanya kolonialis yang egois tidak akan pernah menyatukan ataupun memperjuangkan urusan-urusan Umat. Kita tak akan pernah dimerdekakan oleh siapapun di antara para penguasa palsu itu.

Sungguh, kita tak punya keamanan dan martabat, selain dari hidup dalam sistem Islam. Kita harus tegakkan kembali sistem Islam, yang dibangun di atas asas yang jelas, aqidah yang shahih. Dan kita harus mengupayakannya sebagaimana Rasulullah ﷺ tuntunkan pada kita.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah: "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. [3] Ali Imran: 31)


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam