Perjuangan dakwah Rasulullah Saw. dan para sahabat pada tahap
kedua ini dilakukan dengan cara tanpa kekerasan. Beliau Saw. melakukan
pergulatan pemikiran (shiraul fikri) dan
perlawanan politik (kifah siyasi) tanpa
menggunakan kekuatan fisik, tanpa mengangkat senjata, meskipun setiap lelaki
Arab pada waktu itu sudah terbiasa menunggang kuda dan memainkan senjata.
Pergulatan pemikiran yang Beliau lakukan melawan kekufuran
itu tergambar pada ayat-ayat yang turun di tahap kedua ini yang banyak
mengetengahkan celaan-celaan terhadap ‘aqidah, sistem, adat-istiadat kafir
Mekah yang rusak, seperti firman Allah Swt.:
﴿وَجَعَلُوا
لِلَّهِ شُرَكَاءَ الْجِنَّ وَخَلَقَهُمْ وَخَرَقُوا لَهُ بَنِينَ وَبَنَاتٍ
بِغَيْرِ عِلْمٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَصِفُونَ﴾
“Dan
mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi Allah,
padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu. Dan mereka berbohong (dengan
mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan,” tanpa
(berdasar) ilmu. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-sifat yang mereka
nisbatkan.” (QS. al-An‘âm [6]: 100)
“Katakanlah:
“Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Katakanlah: “Allah.” Katakanlah: “Maka
patutkah kalian menjadikan pelindung-pelindung kalian dari selain Allah,
padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi
diri mereka sendiri?” Katakanlah: “Adakah sama orang yang buta dan yang dapat
melihat, atau samakah antara gelap-gulita dan terang-benderang? Apakah mereka
menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan sesuatu seperti
ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?”
Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha
Esa lagi Mahaperkasa.” (QS. ar-Ra‘d [13]: 16)
Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman:
﴿وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ
كَظِيمٌ ! يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ
سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ
أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ﴾
“Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
hitamlah (merah-padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan diri
dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya dalam
tanah. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS.
an-Nahl [16]: 58-59)
﴿وَلَا تُكْرِهُوا
فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا﴾
“Dan
janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran,
sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kalian hendak meraih
keuntungan duniawi.” (QS. an-Nûr [24]: 33)
“dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." Demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” (QS. al-An‘âm [6]: 151)
Al-Qur’an juga telah menyerang habis adat-istiadat yang
rusak, membuat-buat hukum sekehendaknya. Dalam hal ini, Allah Swt. antara lain
berfirman:
“Dan
mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang; tidak
boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki," menurut anggapan
mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan ada binatang
ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu menyembelihnya, semata-mata
membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka
terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.
Dan mereka
mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus
untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika yang dalam
perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya.
Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An‘âm [6]: 138-139)
Dalam perlawanan politik (kifah
siyasi) yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat, para
pemimpin Quraisy yang tersinggung dengan dakwah Islam dan yang sangat khawatir
kedudukan mereka tergeser dengan berkembangnya dakwah Islam dan terus bertambah
banyaknya orang-orang Quraisy yang masuk Islam telah melakukan berbagai makar
untuk menyudutkan Rasulullah Saw., menghentikan langkah Beliau Saw., dan
menjegal dakwah Islam.
Abû Jahal, Abû Sufyân, ‘Umayyah ibn Khalaf, Wâlid ibn
Mughîrah, dan yang lainnya berkumpul di Dâr
an-Nadwah untuk merundingkan perilaku Muhammad Saw. dan dakwahnya yang
baru itu, sebelum orang-orang Arab datang ke Makkah untuk berhaji.
Pada saat itu, dakwah Muhammad Saw. telah menyusahkan mereka,
membuat mereka susah tidur, serta mengguncang kepemimpinan mereka atas Makkah.
Oleh karena itu, mereka ingin mengambil satu pendapat yang bisa mendustakan
dakwah baru itu dan mendistorsikan pemikiran-pemikirannya.
Setelah
melakukan dialog dan diskusi, merekapun sepakat untuk mempengaruhi orang-orang
Arab yang datang dan memperingatkan mereka agar tidak mendengarkan “ocehan” Muhammad Saw. Sebab, Muhammad Saw.
dianggap memiliki kata-kata yang menyihir; sering mengatakan kata-kata yang
dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari keluarganya, dan bahkan dari
kaumnya.
Allah Swt. menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah
Saw. dalam firman-Nya:
﴿إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ !
فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ ! ثُمَّ قُتِلَ
كَيْفَ قَدَّرَ ! ثُمَّ نَظَرَ ! ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ ! ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ !
فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ ! إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ ! سَأُصْلِيهِ سَقَرَ﴾
“Sesungguhnya
dia telah memikirkan dan menetapkan. Maka celakalah dia, bagaimana dia
menetapkan? Kemudian celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia
memikirkan, lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling (dari
kebenaran) dan menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata: “(al-Qur’an) ini
tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak
lain hanyalah perkataan manusia.” Aku akan memasukkannya ke dalam (Neraka)
Saqar.” (QS. al-Mudatstsir [74]: 18-26)
….