AS pura-pura menjadi kekuatan demi
kebaikan di dunia
5.
Anggapan keliru tentang irinya dunia kepada AS
adalah sesuatu yang digembar-gemborkan media dan politisi AS secara
terus-menerus. Sejarawan militer, Victor Davis Hanson
menulis dalam City Journal (25 Februari 2002), ‘mereka membenci kita karena
kultur mereka terbelakang dan korup’ dan karena ‘mereka iri dengan
kekuatan dan prestise kita’. Pemeo tentang ‘dunia cemburu pada kita’
ini jelas sekali hanya berlaku untuk tingkat domestik. Jenis propaganda seperti
ini membantu terciptanya iklim kepuasan yang statis. Lagipula, tidak ada satu
orangpun di luar orang AS yang cukup bodoh untuk mempercayai hal itu.
6.
Setelah peristiwa 11
September 2001, hanya ada sedikit tulisan yang berbeda melawan arus para
pejabat Amerika. Siapapun yang tidak mengekspresikan rasa hormat secara utuh
terhadap sikap mereka, ia akan menjadi orang yang terancam. The Guardian (17
Januari 2002) menyimpulkannya dengan tepat, ‘Dalam hari-hari berkabung di
New York dan Washington, tampaknya, siapapun yang pernah bersikap kritis secara
terangan-terangan kepada Amerika tiba-tiba mendapati diri mereka dituduh
terlibat dengan Osama bin Laden –atau lebih buruk lagi. Di kalangan pers
Inggris, mereka digambarkan sebagai ‘pecundang dan tidak patriotis’, ‘nihilis
dan masokistis’, dan ‘Stalinis dan fasis’; sebagai ‘gerombolan Baader Meinhof’,
‘tangan kanan Osama’, dan ‘pembantu para diktator’; sebagai ‘si pincang’,
‘mudah goyah’, ‘tidak punya hati dan tolol’; dan ‘cacing yang termakan
propaganda Soviet’; sebagai yang penuh dengan ‘omong kosong’, ‘pengkhayal’ dan
‘dekadensi intelektual’; sebagai kumpulan ‘idiot-idiot berguna’, ‘zombi yang
buta’; dan ‘manusia yang membenci manusia’.’
7.
Kembali ke gaya
pembedaan media AS, ada ribuan contoh yang bisa dikutip untuk menggambarkan
bagaimana AS menyamarkan dirinya sebagai kekuatan demi kebaikan di dunia
padahal ia sebenarnya adalah kekuatan jahat yang mendatangkan kematian dan
kehancuran. Ada satu contoh khusus dari omong kosong jingoistis yang
benar-benar menyuarakan tabiat pemerintah, rakyat dan media AS. Rich Lowry
menulis artikel di situs National Review Online —‘situs utama kaum
konservatif Amerika’— dengan judul ‘Lots of sentiment for nuking
Mecca’. Di dalamnya ia menulis: ‘Ini hal yang berat, saya tidak tahu
betul apa yang harus saya pikirkan. Mekah terlihat ekstrim, tentu saja, tetapi
kemudian beberapa orang akan mati dan akan menjadi suatu pertanda. Agama
sebelumnya telah mengalami kemerosotan yang merupakan bencana besar … Dan,
sebagai masalah umum, sekaranglah waktunya untuk serius, bukan setelah jatuh
korban orang Amerika yang jumlahnya ribuan lebih—termasuk memikirkan apa yang
akan kita lakukan untuk membalas dendam, jadi mungkin sentimen memiliki efek
yang kecil terhadap pencegahan’ [R. Lowry, ‘Lots of sentiment for nuking
Mecca’, National Review Online, www.nationalreview.com/thecorner].
8.
Apakah itu sebuah
ancaman? Apakah itu sebuah janji? Ataukah hanya mulut besar belaka? Apapun itu,
kita harus diam sesaat dan merenungkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan
pembahasan kita tentang senjata pemusnah massal. Harus diingat bahwa AS
memiliki senjata itu, dan suara sayap kanan AS telah terdengar. Mulut besar
atau bukan, bahasa emotif seperti itu seharusnya menjadi seruan
kebangkitan bagi penduduk dunia ini, Muslim dan non-Muslim. Barangkali itu
bukan sekadar pandangan orang jalanan. Rata-rata orang Amerika lebih tertarik
pada olahraga serta film dan tidak berminat membaca halaman situs yang berisi
bualan sayap kanan. Ketika Hollywood mengeluarkan film berjudul Rules of
Engagement, banyak kelompok Arab-Amerika mengutuknya. Salah satu kelompok
mengomentarinya sebagai ‘mungkin inilah film rasis anti-Arab paling keji
yang pernah dibuat oleh studio besar Hollywood’. Dalam ulasan
yang muncul dalam film.com, Peter Brunette mengatakan, ‘para penonton yang
bersama saya menonton film ini terlihat gembira ketika marinir membantai warga
sipil’ [‘Down Right Offensive’, film.com]. Robert Bowman, seorang veteran
Vietnam dan sekarang menjabat uskup United Catholic Church di Melbourne Beach, Florida mengatakan, ‘Kita
tidak dibenci karena mempraktekkan demokrasi, menjunjung kebebasan, atau
menegakkan hak-hak asasi manusia. Kita dibenci karena pemerintah kita
menyangkal hal ini pada masyarakat negara–negara dunia ketiga yang
sumber-sumber alamnya diincar perusahaan-perusahaan multinasional kita.
Kebencian yang kita taburkan telah kembali membayangi kita dalam bentuk terorisme
dan di masa yang akan datang, akan menjadi terorisme nuklir’ [The National
Catholic Reporter, 2 Oktober 1998].
‘Kita membutuhkan
musuh bersama untuk mempersatukan kita’ –Condoleeza Rice, Maret 2000
9.
AS membutuhkan cara
untuk menangani permasalahan internal AS yang begitu banyak. Ternyata cara yang dipilih untuk menyelesaikan setumpuk permasalahan
itu bukanlah dengan menghadapinya, melainkan dengan mengalihkan perhatian dari
masalah tersebut. Hal itu terlihat pada kasus-kasus seperti kematian bayi, usia
pengharapan hidup pria kulit hitam dan kondisi pemukiman di wilayah tertentu
masyarakat AS. Tiga puluh enam juta penduduk AS mengalami kekurangan pangan dan
jumlah itu kian bertambah. Hampir setengah dari mereka harus antri di dapur
umum memiliki satu atau lebih anggota keluarga yang bekerja. Begitu miskinnya
mereka sampai makanan pun tak terbeli. Golongan kaya (the have’s) tidak
mengakui golongan miskin (the have-not’s) dengan mengatakan, ‘Why don’t you
get a job’. Hanya sedikit yang menyadari, bahwa hanya kurang dari 1,1%
orang-orang yang dihapus dari daftar nama sejahtera, menurut reformasi
kesejahteraan tahun 1996, yang mampu mendapatkan pekerjaan dengan upah yang
mencukupi biaya hidup mereka. Dengan upah minimum US$ 5,15/jam mereka tidak
bisa memenuhi biaya sewa rumah dan menghidupi keluarga yang tinggal di kota
utama manapun di AS, walaupun bekerja sampai 50 jam seminggu. Belum termasuk
masalah sandang dan kebutuhan yang lain. Ini baru masalah kemiskinan. Masalah
lain seperti kriminal, ketergantungan obat dan alkohol, hancurnya tatanan
keluarga serta semua masalah sosial lain semakin menjauhkan masyarakat AS dari
sistem Thomas Jefferson yang berdasarkan pursuit of happiness (upaya
mengejar kebahagiaan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar