Seperti
demikianlah fakta sejarah yang benar-benar terjadi. Sesungguhnya kerusuhan di
Suriah yang diciptakan Barat sengaja untuk memojokkan Khilafah 'Utsmani.
Kerusuhan ini dimaksudkan untuk membuat pintu masuk bagi Barat. Dan, akhirnya
Barat benar-benar berhasil masuk dan memaksa Khilafah supaya tunduk pada
kemauan politik mereka dengan cara membuat aturan khusus untuk Suriah.
Aturan
khusus itu mengatur pembagian Suriah yang dibelah menjadi dua, memberi
keistimewaan-keistimewaan khusus pada Libanon, memisahkan Libanon dari seluruh
bagian wilayah Syam, memberinya kebebasan dan otonomi penuh, membiarkannya
menikmati kehidupan dengan aturan lokal yang mandiri, dan pemerintahan dipimpin
oleh seorang penguasa beragama Nasrani dengan dibantu oleh dewan administratur
dalam pengendalian penduduk.
Semenjak
itu, negara-negara asing berhak mengatur urusan Libanon dan selanjutnya
menjadikannya markas gerakan mereka. Libanon menjadi pangkal jembatan yang
menghubungkan negara-negara asing (Barat) untuk melemparkan jurus-jurusnya ke
jantung Khilafah 'Utsmani yang Negara Islam.
Di
tengah-tengah serangkaian kejadian ini, kaum misionaris menciptakan fenomena
baru yang sebelumnya tidak ada. Mereka tidak puas hanya dengan gerakan melalui
sekolah-sekolah dan aksi-aksi misionaris, penerbitan, dan berbagai praktek
klinik. Mereka mulai menyiapkan langkah lebih maju dengan mendirikan
kelompok-kelompok studi. Pada tahun 1842 M dibentuklah satu lembaga yang
bertugas mendirikan kelompok kajian ilmiah di bawah delegasi Amerika. Kelompok
ini bekerja sesuai dengan program-program para delegasi tersebut.
Langkah-langkah lembaga ini tidak lepas dari alur yang dibuatnya.
Selama
lima tahun hingga pada tahun 1847 lembaga ini memantapkan posisinya dengan
mendirikan kelompok studi yang diberi nama Jam'iyyatu
al-Funuun wa al-'Uluum (kelompok studi sastra dan macam-macam ilmu).
Anggotanya adalah Nashif al-Yazji dan Buthras al-Bustaniy. Keduanya dari
Nasrani Libanon yang direkrut dengan alasan sifat kenasranian Arab. Anggota
lain adalah Ili Smith dan Cornelis Van Dick dari Amerika, serta Kolonel
Churchill dari Inggris.
Pada
mulanya tujuan dari kelompok studi ini masih samar. Akan tetapi, dalam
perkembangan berikutnya tujuan lembaga studi ini sedikit demi sedikit mulai
tampak, yaitu dengan adanya gerakan penyebaran ilmu-ilmu di antara tokoh-tokoh
masyarakat sebagaimana juga penyebaran ilmu-ilmu di sekolah-sekolah untuk
kalangan masyarakat bawah (kecil). Baik yang masuk kategori para pembesar
maupun kalangan umum, semuanya dibawa untuk dididik dengan tsaqafah/ pemikiran
Barat dan diarahkan dengan pengarahan khusus yang sesuai dengan garis-garis
besar haluan misionaris.
Meski para
penggerak kelompok studi ini bekerja keras dan mengerahkan kemampuan juang
pemaksaan yang berlebih-lebihan, selama kurang lebih dua tahun, mereka belum
mampu merekrut anggota kelompok kecuali hanya 50 anggota pekerja yang berasal
dari seluruh Syam. Mereka semua orang Nasrani dan sebagian besar dari penduduk
Beirut. Dari kaum muslimin atau kaum Druze atau masyarakat umum, tidak satupun
yang masuk kelompok studi ini. Mereka sudah mencurahkan seluruh kemampuan untuk
memperluas dan mengaktifkan kelompok ini, akan tetapi tidak membuahkan hasil,
dan setelah lima tahun berjalan dari pendiriannya, kelompok studi ini mati
tanpa meninggalkan apa-apa selain satu pengaruh, yaitu keinginan kuat kaum
misionaris untuk tetap mendirikan kelompok-kelompok studi.
Karena
itu, pada tahun 1850 M didirikanlah kelompok studi lain yang dinamakan al-Jam'iyyatu al-Syarqiyyah (kelompok studi
ketimuran) yang didirikan oleh kaum yesuit di bawah pimpinan seorang bapak
yesuit berkebangsaan Perancis, Henri Dubronier. Semua anggotanya dari kaum
Nasrani. Pijakan jalannya mengikuti langkah dan metode kelompok pertama, yaitu Jam'iyyatu al-'Uluum wa al-Funuun. Akan
tetapi, kelompok ini pun akhirnya tidak mampu hidup lama dan tidak lama
menyusul kematian kelompok studi yang pertama. Kemudian didirikan beberapa
kelompok studi yang kesemuanya juga akhirnya tenggelam.
Namun,
pada tahun 1857 M dibentuklah kelompok studi baru dengan uslub yang baru pula.
Dalam kelompok ini tidak satupun warga asing yang menjadi anggotanya. Seluruh
pendirinya diambil dari bangsa Arab. Dengan demikian dimungkinkan membuka
koridor yang akan menyelaraskan dan menyatukan anggota-anggotanya antara yang
berasal dari kelompok muslim dan kelompok Druze. Mereka semua direkrut dan
diberi platform Arab. Kelompok studi itu diberi nama al-Jam'iyyatu al-'Ilmiyyah al-Suuriyyah (kelompok studi ilmiah
Suriah). Dengan kelebihan aktivitasnya, penampakannya dengan platform Arab, dan
tidak adanya anggotanya dari orang Barat, maka kelompok ini mampu mempengaruhi
warga Suriah, sehingga banyak penduduk yang bergabung kepadanya. Jumlahnya
sampai mencapai 150 jiwa. Di antara anggota pengurusnya yang lebih menonjolkan
ke-Arab-an adalah Muhammad Arselan dari kaum Druze dan Husin Behm dari kaum
muslimin. Demikian juga kelompok Nasrani Arab ikut bergabung dengan kelompok
studi ini, di antara mereka yang terkenal adalah Ibrahim al-Yazji dan Ibnu
Buthras al-Bustaniy.
Kelompok
studi ini mampu bertahan hidup lebih lama daripada kelompok-kelompok studi
lainnya. Di antara program-programnya adalah menyelaraskan dan menyeimbangkan
kelompok-kelompok tersebut dan membangkitkan rasa nasionalisme Arab dalam jiwa
mereka. Akan tetapi, tujuan sebenarnya yang terselubung adalah penjajahan
misionaris dengan atas nama ilmu terhadap Negara Khilafah Islam. Tujuan itu
tampak jelas dengan adanya pengiriman tsaqafah (khazanah pemikiran) dan
hadharah (kebudayaan) Barat ke dunia Islam……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar