Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 16 April 2019

Para Mahasiswa Afghanistan Lebih Mendukung Khilafah Daripada Republik



Institut Afghan untuk Penelitian Strategis - The Afghan Institute for Strategic Studies (AISS) belakangan ini mengeluarkan laporan berjudul ‘Scrutinizing Religious Radicalism within Higher Education System in Afghanistan’ – ‘Menelisik Radikalisme Religius di dalam Sistem Pendidikan Tinggi di Afghanistan.’ Fokus utama penelitian ini adalah untuk menginspeksi bahan ajar ‘sistem politik Islam,’ salah satu dari bab-bab utama mata kuliah ‘Studi Islam dan/atau Peradaban Islam,’ di 3 universitas ternama di Afganistan – Universitas Kabul, Universitas Herat dan Universitas Nangarhar. Penelitian itu menyimpulkan bahwa pelajaran ‘Studi Islam’ telah semakin berpengaruh pada mahasiswa dalam hal mendorong ‘kekerasan, ekstrimisme dan radikalisme relijius’ di antara mereka.

Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Afghanistan mengumumkan kepada masyarakat Muslim dan Mujahid Afghanistan beberapa hal berikut:

Pertama, riset ini sama sekali mengabaikan kriteria dasar sebuah riset akademis – yaitu objektivitasnya – sebab metode dan strukturnya dirancang oleh si peneliti untuk membuktikan hipotesis personalnya; maka, dia gagal untuk menjunjung standar imparsial dan akademik dalam semua aspek penelitian itu dengan melakukan justifikasi mengkaitkan perkara ‘sistem politik Islam’ dengan ‘ekstrimisme dan radikalisme religius.’

Kedua, langkah-langkah yang diambil oleh institusi semacam itu dan publikasinya dirilis berdasarkan penelitian semacam itu berperan sebagai mesin perang mendasar bagi AS dan Barat yang bekerja melawan Islam dan kaum Muslimin dalam rangka meragukan hal-hal yang pasti dan tak diragukan dalam Islam dan Umat Islam. Karena riset itu mendefinisikan ‘agama’ hanya sebagai kepercayaan spiritual yang tidak ada kaitannya dengan urusan masyarakat, riset itu mempertanyakan kesempurnaan dan keuniversalan Islam, menolak keuniversalan dan relevansi Islam sepanjang zaman, mempersepsikan dakwah kebaikan sebagai pondasi perilaku kekerasan, dan terang-terangan mengingkari sistem politik Islam, konsep Darul Islam dan hak Dzimmi (warga non-Muslim Negara Islam) dalam Islam; padahal, perkara-perkara itu adalah ditentukan dan rinci dalam ajaran Islam, dan tak ada yang berani mempertanyakannya selain para demokrat dan sekularis.

Ketiga, melalui penelitian ini, mereka berusaha mengklasifikasi perspektif para mahasiswa mengenai sistem politik Islam ke dalam beberapa kategori seperti ‘pro-Khilafah,’ ‘pro-Keemiran,’ dan ‘pro-Pemerintahan Ahli Fikih atau Wilayat Faqih’ sebagaimana kafir Barat dan sistem bonekanya selalu beroperasi untuk membagi-bagi Umat Islam ke dalam beberapa faksi, seperti ‘moderat’ dan ‘ekstrimis’ dan seterusnya; padahal, para pengikut 3 kategori itu semuanya terus berjuang mencari apa yang hilang dari mereka, yaitu sistem politik Islam.

Keempat, telah jelas tanpa perdebatan bagi semua orang bahwa topik ‘ekstrimisme dan/atau radikalisme’ telah berubah menjadi sebuah komoditas bisnis, khususnya bagi sejumlah individu dan institusi yang berpikir bahwa ikut campur dalam agenda semacam itu bisa membantu meningkatkan status mereka, sehingga mereka mengambil keuntungan dari skenario itu, sebagaimana aktivitas dan laporan baru itu adalah contoh nyata sikap-sikap itu.

Akibatnya, selama 18 tahun terakhir, hukum-hukum di Afghanistan, bahan-bahan ajar sekolah dan universitas, dan bahkan khutbah para Imam terus mengalami perubahan drastis dengan tekad yang bulat untuk mensekularkan berbagai entitas itu; itulah mengapa, bermacam ajaran Islam telah disingkirkan dengan bermacam dalih. Sementara ini, mereka sedang memuluskan jalan untuk menyingkirkan konsep Islam yang masih tersisa dari kurikulum akademik dan sistem pendidikan Afghanistan dengan mempropagandakan konsep Islam sebagai sebuah ide berbahaya bagi masyarakat. Untungnya, meski upaya berkesinambungan oleh mereka, masyarakat telah dan tetap berpihak pada pemikiran Islam dan membela sistem politik Islam sewaktu hasil-hasil penelitian mereka itu menunjukkan bahwa para mahasiswa dari universitas-universitas ternama di Afghanistan, totalnya 56,7%, mendukung Khilafah, Keemiran dan Pemerintahan Para Ahli Fiqih – [yaitu menginginkan] sistem politik Islam, sementara hanya 34 persen yang mendukung sistem kufur Republik yang sedang bercokol. Karena semua usaha mereka bertolak belakang dengan kemauan masyarakat kita dan sentimen penduduk Muslim Afghan; maka, para penipu semacam itu tidak akan sukses.

وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ

Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.
(QS. Fâthir: 43)

Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah Afghanistan
Selasa, 3 Sya’ban 1440 H
09/04/2019 M
Ref.: Afg.1440 / 09


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam