Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 08 November 2018

100 Tahun Timur Tengah



Lebih dari 100 tahun yang lalu di tahun 1917, Revolusi Bolshevik berlangsung hebat di Rusia dan penjarahan kementerian luar negeri pada akhirnya memantik perjanjian oleh dua aparat dari imperium Inggris dan Perancis - Sir Mark Sykes dan Francois Georges-Picot. Mewakili negara mereka, keduanya membuat kesepakatan untuk memecah-belah Timur Tengah untuk memastikan kaum Muslimin tidak pernah menjadi ancaman bagi mereka lagi. Tanah yang tadinya satu dibagi-bagi menjadi bangsa-bangsa; dan monarki-monarkinya dan para otokratnya disebut sebagai pemerintah dan ditimpakan atas massa. Tapi 100 tahun berlangsung, kesepakatan Sykes-Picot mengalami kerontokan dan kekuatan-kekuatan yang seharusnya mereka tindas, muncul di mana-mana. Dua dari negara-negara itu -Irak dan Suriah- tidak punya garis batas sungguhan di antara mereka.

Penting untuk dicatat bahwa bahkan di hari ini, garis-garis batas politis di Timur Tengah tidaklah menunjuk pada kelompok-kelompok orang yang berbeda. Perbedaan di antara orang Irak, Suriah, Yordania, dll. sepenuhnya direkayasa oleh Perancis dan Inggris sebagai cara untuk mengadu-domba antar orang Arab. Batas-batas yang digaris dalam perjanjian Sykes-Picot dibuat tanpa melihat aspirasi penduduk di kawasan itu. Penting untuk digarisbawahi bahwa di hari ini pun, garis-garis batas politis di Timur Tengah tidaklah menunjukkan adanya perbedaan kelompok etnis atau agama. Hak-hak individual model Eropa yang terwujud dalam negara bangsa, tidak dan tidak pernah cocok untuk model budaya mereka. Bagi orang Arab, keluarga –bukan individu- adalah unit fundamental masyarakat, dengan loyalitas pada Khalifah. Keluarga berada dalam klan dan klan berada dalam suku, bukan pada bangsa. Orang-orang Eropa menggunakan konsep negara bangsa untuk mengekspresikan pemisahan di antara “kita” dan “mereka.” Bagi orang Arab, itu adalah kerangka yang asing, yang hingga hari ini masih terus bersaing dengan identitas agama dan suku. Negara-negara di Timur Tengah yang diciptakan oleh Eropa hanya mengikuti hawa nafsu mereka – penduduknya tidak memberikan loyalitas utama padanya. Inilah alasan, dan seharusnya tidak mengherankan, atas gagalnya negara-negara itu. Namun demikian, yang perlu dikupas adalah bagaimana negara-negara itu bisa tetap berlangsung.

Negara-negara itu tetap berlaku karena eksisnya para oportunis loyal yang dipasang sebagai penguasa oleh Perancis dan Inggris, yaitu para diktator yang dicokolkan. Para pemimpin Barat, para pemikirnya, dan medianya sejak dahulu menjustifikasi dan mendukung para diktator dan otokrat di Timur Tengah. Barat terus menyokong para otokrat karena merekalah satu-satunya kekuatan yang mampu membendung gelombang kebangkitan Islam, yang merupakan sistem nilai yang dipeluk di kawasan itu; dan mereka mampu memastikan keamanan suplai minyak. Mendukung para otokrat demi “keamanan,” adalah alasan yang sama yang digunakan oleh para otokrat Arab itu untuk menjaga penduduk domestik mereka tetap tunduk. Di Mesir, setelah kudeta militer yang menggusur Ikhwanul Muslimin dari kekuasaan, militer menjalankan program penindasan ekstrim untuk melawan para rivalnya. Strategi ini tidak hanya menyasar Ikhwanul Muslimin, tapi juga bersasaran untuk membelah sistem politik sedemikian sehingga memastikan dukungan bagi militer dari kalangan urban kelas menengah.

Sementara para penguasa di dunia Barat mendapat dukungan dari rakyatnya dan bisa dicopot dengan mobilisasi massa, di Timur Tengah basis dukungan para penguasanya adalah Barat bukan masyarakat. Para otokrat, monarki dan diktator berkuasa dengan tangan besi, menindas rakyat dan menggunakan intelijen mereka untuk menjaga mahkotanya dan melestarikan status quo.

Sykes-Picot bermaksud mengakhiri Islam sebagai kemungkinan politik dalam hal pemerintahan di Timur Tengah. Tapi sejumlah pemikir Barat melihat bahwa kaum Muslim di kawasan itu berbeda secara kultural dengan Barat. “Kasus Mesir memunculkan pertanyaan menarik dan penting meski apapun hasil akhirnya. Bagaimana jika ada pemilu demokratis dan rakyat memilih suatu rezim yang melanggar prinsip-prinsip hak asasi Barat? Bagaimana jika, setelah banyak upaya Barat untuk mendorong pemilu demokratis, para pemilih memilih untuk menolak nilai-nilai Barat dan berlari ke arah yang sangat berbeda – sebagai contoh, orang yang menganggap nilai-nilai Barat itu secara moral menjijikkan dan bertujuan untuk memeranginya?...Tapi pemahaman umumnya di Barat adalah suatu bentuk narsisisme yang menganggap bahwa semua orang waras, terbebas dari penindasan, ingin meniru kita” [1]. George Friedman melihat bahwa penduduk di Timur Tengah memiliki kebudayaan peradaban yang berbeda dan oleh karenanya tidak mesti memeluk nilai-nilai Barat. Sementara pemilu, keamanan, kepemilikan dan kekuasaan hukum adalah nilai-nilai universal; demokrasi, kebebasan dan sekularisme bukan, dan punya asal-usulnya sendiri di Eropa, pertarungan antara gereja dan masyarakat.  

Perbedaan kebudayaan peradaban ini menyebabkan gagalnya nilai-nilai Barat menjadi diadopsi di Timur Tengah dan di sinilah para otokrat diperlukan – untuk memastikan kawasan itu tidak kembali ke pemerintahannya sendiri sehingga bisa mendominasi salah satu kawasan paling strategis di dunia itu, hingga mengusir Barat.

Timur Tengah berlanjut menjadi sasaran penelitian, analisis, para PhD dan kritikus. Sementara selama seabad terakhir kawasan itu telah ada banyak aktor, negara, dan kekuatan yang membentuknya, 100 tahun ke depan tampak akan sangat berbeda dari sebelumnya. Ada banyak tren yang sudah mulai berjalan yang akan menjadi tantangan-tantangan yang lebih luas cakupannya, lebih dalam, dan lebih umum yang harus dihadapi oleh kerangka yang ada saat ini. Para penguasa di kawasan itu tidak paham banyak soal itu dan secara umum bersikap pragmatis terhadap tren-tren yang telah muncul, atau menggunakan kekuatan brutal untuk memelihara status quo. Tren-tren itu mencakup ekonomi, politik hingga sosial. Dari jangka menengah hingga panjang, Timur Tengah akan mengalami populasi yang lebih besar, terutama kalangan mudanya. Mereka akan perlu pekerjaan, perumahan dan ingin mewujudkan aspirasinya dalam pengurusan negara. Ke depan, represi dan otoritarianisme tidak lagi menjadi alat yang bisa diandalkan oleh para otokrat di kawasan itu karena itu semua tidak lagi berpengaruh pada masyarakat, sebagaimana tampak pada Arab Spring.

Masyarakat di Timur Tengah sekarang bisa mengakses berita-berita yang diblokir dan beragam opini, meski ada upaya-upaya dari pemerintah mereka untuk membatasi arus informasi. Mereka bisa mendiskusikan hal-hal “terlarang,” mengkritik penguasanya, dan memprotes kezhaliman. Ditambah lagi dengan populasi yang tumbuh dan muda – masa depan akan sangatlah berbeda dari sebelumnya di Timur Tengah.

Semua tren, ke depan, menjadi problem serius bagi status quo.

Timur Tengah hari ini berdiri di ujung era baru. Arsitektur hasil rekayasa Perancis dan Inggris mengalami kerontokan dan tidak ada jumlah tambalan yang cukup untuk bisa menghentikannnya. Para penguasa Muslim, yang telah lama memainkan peran sebagai penjaga arsitektur buatan di Timur Tengah, telah kehilangan senjata mereka yang paling ampuh – rasa takut, yang merupakan satu-satunya metode untuk melestarikan Sykes-Picot, juga diri mereka sendiri untuk tetap berkuasa. Melihat ke depan, terdapat kemunculan tren-tren yang sangat signifikan yang belum pernah ada sebelumnya dalam demografi, politik, sosial, teknologi, dan geopolitik yang tidak dipahami oleh para otokrat di kawasan itu. Tren-tren itu akan memukul rata semua yang berdiri di hadapannya dan menghapus mereka yang mencoba melestarikan kerangka buatan status quo.

Bacaan: Situs Hizbut Tahrir wilayah Inggris, “100 Years of the Middle East”

Minggu, 28 Oktober 2018

Masa Depan Suriah



Idlib masih menjadi daerah terakhir –dalam perang tujuh tahun untuk Suriah- yang berada di luar kendali rezim. Setelah Rusia bersiap untuk serangan akhir atas propinsi sebelah utara, Erdogan dan Putin bertemu di Sochi pada 16 September 2018 di mana para pemimpin di kedua pihak itu setuju untuk menciptakan zona demiliterisasi, yang berarti bahwa Turki akan mengambil senjata-senjata berat dari kelompok-kelompok di Idlib. Kelompok-kelompok itulah yang sebelumnya telah dipersenjatai dan dikendalikan oleh Turki, maka mereka akan kehilangan kemampuan untuk bertempur dan mereka dipaksa untuk menerima berakhirnya revolusi tujuh tahun. Solusi dan situasi pasca revolusi saat ini semakin mendekat dan sangat mungkin beberapa solusi politik akan dipertimbangkan, masing-masing dengan tantangannya sendiri.

Komentar:

Dari sejak hari-hari awal revolusi, AS telah menjelaskan apa agendanya di Suriah, ini penting karena tidak ada negara yang terlibat di Suriah menyodorkan visi alternatif dan tidak ada yang menjalankan agenda-agenda alternatif. Bahkan Rusia tidak memiliki agenda yang berbeda dari AS, meski ada perbedaan rincian operasional.

Agenda AS dibeberkan oleh Sekretaris Pertahanan ketika itu Leon Panetta, dalam sebuah wawancara dengan CNN pada Juli 2012, dia mengatakan: “Aku pikir adalah penting ketika Assad pergi – dan dia akan pergi – untuk berupaya menjaga stabilitas di negara itu. Dan cara paling baik untuk menjaga stabilitas semacam itu adalah dengan mendukung sebanyak mungkin militer, polisi, sebisa mungkin, bersama dengan pasukan-pasukan keamanan, dan berharap mereka akan bertransisi ke bentuk pemerintahan demokratis. Itu kunci.” Melestarikan rezim di Damaskus adalah agenda AS sejak hari pertama, rezimnya bukan Bashar al-Assad, tidak pernah satu orang itu. Inilah mengapa AS selalu mengkritik al-Assad, tapi tidak pernah melakukan apapun secara fisik untuk menyingkirkannya.

Tapi beralih ke hari ini dan posisi rezim sangatlah berbeda sehingga akan mempengaruhi solusi politik melestarikan rezim. Setelah tujuh tahun perang dan banyak desersi tentara, angkatan bersenjata kuwalahan dan rezim di Damaskus sangatlah lemah dan tak mampu menjaga kendali di seluruh wilayah negara itu di waktu yang sama. Rezim kekurangan jumlah orang, dan inilah mengapa Hizbullah, tentara bayaran Syi’ah, dan Russia terus menanggung beban untuk Bashar selama bertahun-tahun. Meskipun persenjataan dan sumberdaya disediakan untuk rezim di Damascus, dia tetap kekurangan orang untuk bisa bertahan hingga revolusi berakhir dan melestarikan solusi politiknya. Bagi AS solusi politiknya memerlukan kekuatan di Suriah untuk mengamankan agendanya, dan inilah tantangan yang dihadapi AS.

Iran mengorganisir kelompok-kelompok milisi yang melawan kelompok-kelompok pemberontak di Suriah dan menyelamatkan rezim. Kumpulan milisi ini bisa terus ada di Suriah untuk melanjutkan peran ini. Ini akan memerlukan upaya rezim sehingga secara efektif menetralisir mereka masuk ke angkatan bersenjata dan memberi mereka akomodasi permanen untuk memenuhi peran itu. Para milisi itu jumlahnya lebih dari 40.000 orang dan telah ditempatkan di lingkar damaskus yang mengindikasikan bahwa rezim di Damaskus telah menganggap mereka sebagai kekuatan yang akan mengamankan solusi politiknya.

Pada April 2018 The Wall Street Journal menggarisbawahi keinginan pemerintahan Trump untuk membentuk sebuah pasukan militer Arab di Suriah untuk menggantikan pasukan AS di sana. Para pejabat memberitahu surat kabar itu bahwa John Bolton, penasihat keamanan nasional Donald Trump, belakangan ini menghubungi Abbas Kamel, kepala intelijen Mesir dan satu figur utama dalam pemerintahan Abdul-Fattah al-Sissi, untuk mencari dukungan militer dan keuangan bagi pembentukan pasukan itu. Al-Jazeera mengutip National Interest di 2016 bahwa perang Suriah telah berkobar selama bertahun-tahun dan bahwa negara itu telah terjerembab ke dalam lumpur dan perlu pasukan penjaga perdamaian. Pengerahan pertama pasukan NATO Muslim tampaknya untuk menjaga solusi politik Amerika.

Memecah Suriah dan membelahnya bukanlah bagian dari solusi itu meskipun banyak pemikir dan analis menyebutkannya sebagai sebuah pilihan. AS telah lama menganggap Suriah, yang ada di tengah Timur Tengah sebagai alat untuk mengendalikan kawasan yang lebih besar, untuk sementara ini sebuah rezim di Damaskus yang menguasai seluruh Suriah, sebagaimanapun lemahnya, tetap berguna untuk agendanya. Jika itu tidak mungkin maka negara-negara kecil bisa menjadi pilihan.

Walaupun berhasil mengeluarkan revolusi dari relnya, kekuatan-kekuatan global dan regional akan berjuang keras untuk menerapkan solusi politiknya karena diperlukan banyak tenaga manusia untuk menjaga solusi ini. Rezim di Damaskus akan selamanya membutuhkan dukungan finansial dari luar bersama dengan dukungan fisik, sehingga kemenangan apapun yang diraih rezim, akan merupakan kemenangan kosong, yang hampir pasti tidak akan langgeng.

Adnan Khan


Selasa, 16 Oktober 2018

Menyalahi Janji Kampanye, Penguasa Mengincar Banyak Utang Dari IMF



Menurut Bloomberg:

“Setelah berkonsultasi dengan “para ekonom terkemuka”, Pakistan akan secara resmi meminta bantuan IMF, dan Menteri Keuangan Asad Umar akan bicara dengan para pejabat [IMF] selama pertemuan tahunan lembaga pemberi utang itu di Bali minggu ini, Kementerian Keuangan mengatakannya dalam sebuah pernyataan kemarin Senin. Umar memberitahu Bloomberg di bulan Agustus bahwa pemerintah mungkin perlu lebih dari $12 milyar.”

“Perdana Menteri Imran Khan, yang berkuasa setelah pemilu Juli, berada dalam tekanan untuk menghasilkan pendanaan eksternal karena negara itu menghadapi akhir dari serangkaian financial blowouts (di mana penjualan surat berharga negara telah laku keras). IMF mengatakan di minggu lalu bahwa upaya pemerintah belum cukup untuk menghentikan munculnya krisis.”

Menteri Keuangan mengatakan, “Tantangan bagi pemerintah sekarang adalah memastikan bahwa reformasi fundamental struktur ekonomi dijalankan untuk memastikan bahwa spiral (bolak-balik) masuk dalam program IMF tiap beberapa tahun bisa diakhiri untuk selamanya.” “Untuk membenahi ketidakseimbangan fundamental, maka aksi-aksi fiskal dan keuangan perlu dilaksanakan tanpa penundaan.”

Komentar:

Perdana Menteri Pakistan sekarang, Imran Khan, menghabiskan lebih dari dua dekade menjadi politisi oposisi, seringnya mengkritik pemerintah yang mengambil utang luar negeri, khususnya dari IMF. Namun, sebelum sampai 100 hari pertamanya, dia mengirim menteri keuangannya, dengan tangan mengacungkan wadah, untuk mengemis dan mengais uang dari IMF. Selain itu, telah tampak jelas bahwa tindakan-tindakan semacam devaluasi ekstrim mata uang sesuai saran IMF dimaksudkan untuk menunjukkan kepatuhan menerapkan syarat-syarat IMF bahkan sebelum ada perjanjian yang diteken.

IMF adalah institusi penjamin tatanan Kapitalis internasional, yang tujuannya adalah untuk menjaga superioritas Barat atas seluruh dunia, kelanjutan imperium dengan cara yang lain. Tapi para ekonom Pakistan yang dididik dengan buku ekonomi Kapitalis sepenuhnya terbujuk untuk menerima resep-resep IMF dan, malah aktif menyeru pemerintah mereka untuk kembali lagi kepada institusi penghisap itu.

Barat mengajarkan Kapitalisme ke seluruh dunia tapi dia sendiri selektif dalam mempraktikkan ekonomi Kapitalis karena para politisinya sadar betul bahayanya resep-resep Kapitalisme: Perancis memilih untuk terus membiayai sektor publik yang memberatkan anggaran, Skandinavia tetap menerapkan kebijakan-kebijakan sosial yang cenderung komunis, dan Amerika, khususnya di bawah Trump, menerapkan kebijakan proteksionisme ketat.

Inggris mengusung ide-ide Adam Smith -yang menulis buku The Wealth of Nations di 1776- pada awalnya hanya untuk menyebarkan pemikiran pasar bebas atas United States of America yang baru terbentuk, yang kebetulan merdeka dari Inggris di tahun yang sama.

Sementara hari ini, para politisi dan ahli ekonomi dunia ketiga, tragisnya, berlanjut memandang bahwa penerapan penuh Kapitalisme adalah solusi bagi semua sakit mereka, padahal hasil sesungguhnya dari penerapan ekonomi Kapitalisme adalah pemiskinan yang menyeluruh atas penduduk melalui pelucutan kendali negara dan pembukaan perekonomian sepenuhnya untuk semua kepentingan swasta dan asing. Kekayaan dan sumberdaya negeri diekspor sebanyak-banyaknya untuk mendapat uang fiat sementara populasi terjebak mengkonsumsi barang-barang jadi imporan.

Pakistan, meski telah merdeka dari Inggris lebih dari 70 tahun lalu, berlanjut taklid buta menerapkan sistem ekonomi Kapitalisme yang telah diterapkan oleh Inggris atas India (yang mana tanah Pakistan tadinya bagian dari India) setelah Inggris menghapus kekuasaan Muslim Mughal dan yang sebelum mereka. Dan cukup disayangkan, Imran Khan tidak lebih dari satu politisi dangkal dan naif yang berpikir bahwa karakter pribadi sudah cukup untuk memecahkan berbagai krisis sistemik tanpa perlu menginvestigasi sebab-sebab krisis yang sesungguhnya. Hasilnya, puluhan juta orang Pakistan yang polos tertipu untuk memilih dia, berpikir bahwa dia bisa membawa perubahan riil atas situasi Pakistan.

Pakistan tidak akan pernah bisa lepas dari trauma ekonomi sampai ekonomi Kapitalis ditinggalkan dan kembali kepada penerapan Islam, yang membawa kemakmuran pada India selama lebih dari 800 tahun penerapannya, bahwa negeri ini menjadi kawasan industri terdepan dunia, konsentrasi kekayaan dan kemakmuran yang menarik para penjelajah dari negara-negara terbelakang di Eropa Barat untuk mengambil risiko mengarungi samudra berbahaya dalam rangka mencari jalur perdagangan yang lain untuk mencapai permata India.

Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’anul Karim:

“Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara.” (TQS. al-Ahzab: 1-3)


Minggu, 07 Oktober 2018

Amerika Mengencangkan Jeratan Pada Leher Jajahan Melalui IMF Dan Bank Dunia



Dilaporkan bahwa Somalia telah memenuhi seluruh 27 persyaratan dana global International Monetary Fund (IMF) yang diwajibkan dalam rangka meringankan utangnya (Radio Dalsan, 22/09/2018). Selain itu, Bank Dunia telah menyetujui pemberian $80 juta bagi Somalia untuk mendanai reformasi keuangan publik, yang menandai pertama kalinya pengeluaran untuk pemerintah itu -yang selalu didominasi konflik- dalam 30 tahun, kata Bank Dunia (Radio Dalsan, 27/09/2018).

Komentar:

Somalia adalah negara korban pertarungan para kolonialis Barat antara Amerika dan Eropa, khususnya Inggris, dalam rangka menguasai dan menjarah sumberdaya alamnya yang melimpah khususnya minyak dan penggunaan mulut Laut Merah. Situasinya semakin memburuk setelah jatuhnya Mohamed Siad Barre, seorang penguasa antek Amerika sejak 1991, karena hampir 2/3 Somalia dialokasikan untuk para raksasa minyak Amerika Conoco, Amoco, Chevron dan Phillips di tahun-tahun terakhir sebelum presiden pro-AS Mohamed Siad Barre digulingkan dan negeri itu masuk dalam kekacauan. Dalam rangka menyelamatkan hak konsesi perusahaan-perusahaan, pemerintahan Bush memutuskan untuk mengirim pasukan AS (menginvasi) untuk melindungi investasi multijuta-dollar yang ditopengi sebagai pengamanan atas pengiriman bantuan untuk Somalia.

Cengkeraman Amerika dan penggarongan atas Somalia terus berlanjut kokoh dengan Mohamed Abdullahi “Farmajo” Mohamed sebagai Presiden saat ini sejak 2017. Selain itu, kebijakan-kebijakan Amerika sejak era Siad Barre dan hingga hari ini hanya peduli dengan pengeksploitasian sumberdaya Somalia. Namun, dengan kalahnya pasukan Amerika di Somalia karena adanya respon global kaum Muslimin untuk bersatu di bawah bendera “Jihad untuk mengusir pasukan pendudukan,” Amerika telah dipermalukan meski punya persenjataan canggih dan pelatihan berteknologi-tinggi dalam peperangan dibandingkan dengan para “Mujahidin.”

Sejak saat itu Amerika mengubah taktiknya dan mengerahkan seruan demokratisasi dan reformasi pemerintah atas institusi-institusi Somalia. Pada dasarnya, itu berarti bahwa Amerika sedang berusaha untuk membentuk masyarakat di Somalia dengan budaya dan nilai-nilai Barat sekular yang kental sehingga identitas Islam mereka terdistorsi sepenuhnya. Untuk mencapai tujuan keji ini, Amerika menggunakan institusi-institusi keuangannya, termasuk tapi tidak terbatas pada IMF dan Bank Dunia, dalam menyokong pemerintah Somali dengan dana yang dibutuhkan untuk mendongkrak eksistensi rezim dan memastikan bahwa pemerintah itu menyetujui dan melaksanakan berbagai kebijakannya di Somalia. Oleh karena itu, peran utama IMF dan Bank Dunia adalah menguasai negara dan menjalankan kebijakan-kebijakannya dan tidak mengurus kepentingan masyarakat Somalia! Sebagaimana terbukti di 2017, ketika lebih dari 6 juta orang di Somalia menghadapi kelaparan parah dengan salah satu alasan terjadinya musibah itu adalah perang proxy berkepanjangan yang dipimpin AS atas nama Terorisme dan Ekstrimisme tapi kenyataannya adalah bahwa itu adalah perang-perang proxy dengan sasaran menggarong negeri itu!

Sangat jelas bahwa Amerika dan berbagai institusi keuangannya bukan hanya musuh bagi Somalia tapi juga bagi Kenya yang belakangan ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang Keuangan 2018 yang mencerminkan proposal-proposal IMF yang pada akhirnya menjerumuskan penduduk negeri itu ke dalam gaya hidup terjangkiti kemiskinan yang lebih parah! Solusi paling mendesak adalah Somalia, Kenya dan seluruh Afrika memutus hubungan dengan berbagai institusi Barat itu, seperti IMF dan Bank Dunia, yang juara dalam mencitrakan kebijakan ideologis kapitalis sekular beracun sebagai gula! Maka dari itu, sambutlah seruan penegakan Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian. Khilafah tidak hanya akan menjamin kebangkitan sejati Afrika tapi juga menyingkirkan para kolonialis sekular, sehingga mengembalikan harapan bagi Afrika dan mendayagunakan potensi Afrika di jalan menuju kedamaian dan kemakmuran.

Ali Nassoro Ali

Selasa, 25 September 2018

Video: Inilah Ulama yang Dibutuhkan Umat


Pemikiran dan ide-ide kufur yang jelas bertentangan dengan Islam menjadi laris karena diterapkan secara sistemik oleh negara





VIDEO:







Ulama Sejati Berupaya Mencabut Ideologi Sekularisme-Kapitalisme-Demokrasi Dari Pemikiran Umat




Ulama sejati berusaha mengganti kapitalisme-demokrasi dengan ideologi Islam





Kebutuhan Umat yang Paling Mendesak: Memurnikan Akidah Umat Dari Racun Sekularisme-Kapitalisme-Demokrasi Hingga Berhasil Tegak Ideologi Islam





Ulama berdakwah mencabut ideologi sekularisme-kapitalisme-demokrasi menyelamatkan Aqidah Umat




Wajib mau ideologi Islam, wajib menolak ideologi selain Islam




Haram mendukung manusia yang akan menegakkan ideologi kapitalisme dan sistem demokrasi




Ulama Tetap Sabar Berpegang Erat Pada Ideologi Islam Hingga Ajal Menjemput



Ridha Allah SWT Bagi Orang-Orang Mukmin yang Menolak Sistem Bukan-Islam Demokrasi




Ideologi Islam Adalah Prasyarat Kemenangan Islam Hakiki





Pengorbanan Dan Kesabaran Demi Aqidah Dan Syariah Islam Tanpa Kompromi Dengan Sistem Kufur Menjemput Pertolongan Allah SWT


Pantang Halalkan Segala Cara!
Tujukan Pandangan Pada Surga!!!

Selasa, 18 September 2018

Wajah Berubah Tapi Penghambaan Kepada Imperialis Tetap



Imran Khan, Perdana Menteri baru Pakistan, telah mencapai apa yang dia impikan selama 22 tahun terakhir. Dia adalah mantan pemain cricket dan salah satu kapten tersukses tim cricket Pakistan. Dia mencapai puncak ketenaran ketika dia mengakhiri karir cricket-nya, dengan memenangkan Piala Dunia di 1992.
Setelah pensiun dari cricket, dia mulai membangun rumah sakit kanker pertama di Lahore, Pakistan. Dalam rangka merampungkan proyeknya, dia berkeliling Pakistan, dari kota-kota besar ke kota-kota kecil untuk mengumpulkan dana. Orang-orang dermawan di Pakistan memberinya lebih dari yang dia harapkan dan pada akhirnya rumah sakit ini dibuka di Desember 1994.
Pada 1994, Imran Khan mendirikan partai politik, PTI, ketika politik Pakistan terbelah antara Pakistan People’s Party (PPP), yang ketika itu dipimpin Benazir Bhutto, dan Pakistan Muslim League-N (PML-N) pimpinan Nawaz Sharif. Partainya meraih sedikit keberhasilan di awal. PTI dan Imran Khan memenangkan 1 kursi di pemilu Pakistan 2002. The Pakistan Tehreek-e-Insaaf (PTI) memboikot pemilu 2008, tapi di 2013 dia meraih lebih dari 7,5 juta suara, menjadikannya di peringkat 2 dalam hal jumlah suara yang dimenangkan dan di peringkat 3 dalam hal jumlah kursi. Meski partai itu duduk sebagai oposisi terhadap pemerintah di tingkat nasional, PTI memerintah propinsi Khyber Pakhtunkhwa.

Imran Khan memimpin kampanye politik yang kuat melawan korupsi dan menampilkan dirinya sebagai kekuatan untuk perubahan selama kampanye pemilu 2018.
·    Dia berjanji akan mengubah dasar hubungan Pakistan dengan AS, yang sangat menguntungkan AS.
·    Dia berjanji bahwa dia tidak akan tunduk di hadapan India.
·    Dia berjanji bahwa dia akan menciptakan pemerintahan yang bersih dan tidak akan ada campur tangan politik di dalam departemen-departemen pemerintah.
·    Dia berjanji bahwa pemerintahannya tidak akan menggunakan perumahan mahal untuk Presiden, Perdana Menteri, dan para Gubernur.
·    Dia berjanji bahwa pemerintahnya tidak akan menggunakan protokol perjalanan yang menyulitkan masyarakat dan mempromosikan sikap hidup sederhana.
·    Dia berjanji bahwa dia akan menurunkan harga listrik, minyak dan gas untuk menurunkan biaya bisnis.
·    Dia berjanji bahwa dia akan mempertahankan soal kefinalan Kenabian yang sedang dipermasalahkan.
·    Dia berjanji bahwa dia akan menjadikan Pakistan seperti Madinah.

Namun, slogan perubahan ini hanyalah retorika sebab Imran Khan dan partainya juga percaya pada demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme seperti rezim sebelumnya. Hanya dalam 2 minggu pemerintahannya, dia telah melanggar janjinya dan memvalidasi julukan “Mr. U-Turn” atasnya. Kunjungan Sekretaris Negara AS, Mike Pompeo, dan Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Joseph Dunford, mengkonfirmasi bahwa hubungan Pakistan dan AS tidaklah berubah.
Bahkan sebelum kedatangan mereka di Islamabad, orang-orang Amerika mengancam bahwa Pakistan harus mengamankan berbagai kepentingan AS di Afghanistan atau jika tidak maka akan menghadapi konsekuensi-konsekuensi berat. Persis seperti rezim sebelumnya, tidak hanya Menteri Luar Negeri Pakistan bertemu dengan pihak AS, Perdana Menteri Imran Khan juga menyenangkan Pompeo.

Hanya dalam 100 hari pertama, telah jelas bahwa sikapnya sama saja dan tidaklah ada perubahan yang melampaui slogan. Rezim sebelumnya mengklaim “no more” ketika Amerika meminta “do more,” tapi sekarang rezim yang baru mengklaim “me-reset” hubungannya. Jadi, para penguasa yang baru masih mengikuti para penguasa sebelumnya dalam mengamankan bermacam kepentingan AS di Afganistan meskipun itu merugikan Pakistan, sementara mengklaim bahwa mereka sedang mengamankan kepentingan Pakistan.
Intelijen dan militer swasta AS tetap tak tersentuh, meski rekam jejak mereka terbukti telah mendalangi pertumpahan darah di dalam negeri.
Kedutaan dan konsulat AS tetap buka, meskipun mereka adalah pos-pos mata-matanya AS. Jalur suplai NATO, yang merupakan urat vital kehidupan pasukan AS di Afghanistan, terus berjalan tak tercegah melintasi Pakistan. Dan para penguasa bekerja membujuk Taliban Afghan untuk bicara dengan AS untuk memberi legitimasi politik atas penjajahan di Afganistan. Jelas, perubahan hanya akan datang ketika Khilafah yang mengikuti Manhaj Kenabian didirikan-kembali.

Shahzad Sheikh
Deputi bagi Juru Bicara Hizbut Tahrir di Wilayah Pakistan
Ditulis untuk Surat Kabar Ar-Rayah – edisi 199


Kamis, 30 Agustus 2018

Memenuhi Amanah Pembelian Secara Lebih Baik



Oleh: Annas I. Wibowo, SE

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Urwah al-Baziqi, yang mengatakan bahwa: Rasulullah pernah mengutusku dengan 1 dinar untuk membeli 1 ekor kambing. Kemudian aku membeli 2 ekor kambing; 1 ekor aku jual, dan 1 ekor lagi aku serahkan kepada Nabi , berikut uang 1 dinar. Baginda bersabda, “Semoga Allah memberkahi transaksimu.” (HR. Bukhari)

Apa yang dilakukan oleh sahabat ini adalah sesuatu yang berkebalikan dengan korupsi. Seseorang yang korupsi misalnya, diamanahi uang 1 dinar untuk membeli seekor kambing. Kemudian dia mendapatkan kambing seharga ½ dinar. Dia beli kambing itu, dia serahkan kepada yang memberi amanah beserta kuitansi yang telah di-mark-up, sementara uang ½ dinar sisanya diam-diam dia ambil sebagai miliknya sendiri.
Atau contoh korupsi yang lain, di pasar dia mendapat tawaran 1 dinar untuk dua kambing. Dia beli, lalu yang seekor kambing dia serahkan kepada yang memberi amanah, yang seekor lagi diam-diam dia ambil sebagai miliknya pribadi.

Jika seseorang mendapat amanah uang 1 dinar untuk membeli 1 ekor kambing, kemudian ketika di pasar dia mendapat seekor kambing dengan harga ½ dinar, dia beli dan dia serahkan kepada yang memberi amanah, beserta ½ dinar sisanya, maka ini boleh.

Jika seseorang mendapat amanah uang 1 dinar untuk membeli 1 ekor kambing, kemudian dalam proses memenuhi amanah itu di pasar dia mendapat tawaran 2 ekor kambing dengan harga 1 dinar, dia beli 2 ekor kambing itu lalu dia jual salah satunya, maka ini boleh. Dia serahkan 1 ekor kambing kepada yang memberi amanah, beserta uang hasil penjualan yang seekor lagi.

Dalam kasus ini, orang yang diamanahi itu tidak langsung hanya membeli 1 ekor kambing begitu saja. Namun dalam proses memenuhi amanah itu dia juga melakukan bisnis dengan uang 1 dinar yang diamanahkan, tanpa sepengetahuan yang memberi amanah [ketika dia berbisnis]. Bisnis yang dia lakukan telah dia perhitungkan keuntungannya, yaitu bahwa amanah itu pasti bisa dia tunaikan, bahkan dengan tambahan keuntungan. Jika tidak, tentu dia tidak akan lakukan bisnis dengan uang 1 dinar itu. Dia memandang, bahwa dia bisa memenuhi amanah itu dengan lebih baik jika dia juga bisa memberi kelebihan -berupa keuntungan- dengan mengelola uang 1 dinar itu.

Demikian juga, bila dia di pasar dapat menawar kambing yang ditawarkan seharga 1 dinar menjadi kurang dari 1 dinar, lalu dia beli dan dia serahkan 1 ekor kambing itu beserta uang kembaliannya kepada yang memberi amanah. 

Juga misalnya, dia telah membeli 1 ekor kambing seharga 1 dinar di pasar, lalu ada penjual yang menawarkan kambing seharga 1 dinar tetapi lebih gemuk. Maka dia jual kambing sebelumnya seharga 1 dinar kemudian dia beli kambing yang lebih gemuk itu dengan harga yang sama.

Praktik ini tentu sangat berbeda dengan seseorang yang mengambil harta saudaranya, misalnya hape, secara diam-diam (yaitu mencuri), kemudian dia jual dan uang hasil penjualannya itu dia belikan laptop bekas. Lalu dia serahkan laptop itu kepada saudaranya. Seandainya saudaranya itu kemudian ridha dengan apa yang dilakukan, tentunya perbuatan mengambil dan menjual hape itu tetap terkategori mencuri. Seseorang tidak dibolehkan mengambil harta yang bukan miliknya lalu menjualnya dengan anggapan, “Kalau nanti yang punya harta itu setuju, ya berarti tidak masalah. Kalau ternyata tidak setuju, ya saya terpaksa akan membeli kembali barang itu.” Padahal belum tentu dia bisa membeli kembali barang milik saudaranya yang telah dia jual ke orang lain.

Jika tidak bisa mengembalikan hape itu, tentu urusannya akan berakhir di pengadilan.

Demikian juga jika seseorang mengambil uang saudaranya secara diam-diam, kemudian dia belikan hape dan dia serahkan kepada saudaranya hape itu. Apakah kemudian saudaranya itu ridha atau tidak, perbuatannya mengambil uang diam-diam itu tetap termasuk mencuri atau tidak dibolehkan.

Perbuatan dalam hadits di atas, juga berbeda dengan praktik jual-beli yang belum mengikat atau belum final. Misalnya, orang yang diamanahi itu mengatakan kepada penjual kambing, “Tolong kambing ini jangan dijual ke orang lain dulu, saya mau tanyakan kepada yang punya uang, kalau dia mau berarti kambing ini jadi saya beli.”
Contoh yang lain, yang melibatkan uang muka / DP, orang yang diamanahi itu mengatakan kepada penjual kambing, “Tolong kambing ini jangan dijual ke orang lain dulu, saya beri DP sekian, saya mau tanyakan kepada yang memberi amanah, kalau dia mau berarti kambing ini jadi saya beli, saya lunasi kekurangannya. Kalau dia tidak mau, berarti DP hangus / uang DP itu untukmu, saya tidak jadi beli kambing itu.”

Jadi, hadits di atas adalah mengenai pemenuhan amanah berupa uang 1 dinar untuk membeli 1 ekor kambing, dengan pemenuhan secara lebih baik, dan tidak bertentangan dengan nash-nash yang lain. Misalnya saja, seseorang yang diberi amanah seperti itu, di rumah dia memiliki uangnya sendiri yang dia simpan, setelah diberi uang amanah 1 dinar, dia gunakan dulu uang itu untuk jajan makanan dan belanja lain-lain, baru setelahnya dia ambil uangnya di rumah untuk beli kambing, maka tidak masalah. Amanah itu tetap bisa dia tunaikan.

Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.

Rabu, 29 Agustus 2018

Mengetahui Kesesatan Dan Kezhaliman Penguasa



Dalam kitab Al-Musnad oleh Imam Ahmad disebutkan : 

عن جابر بن عبد الله : أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لكعب بن عجرة أعاذك الله من إمارة السفهاء قال وما إمارة السفهاء قال أمراء يكونون بعدي لا يقتدون بهديي ولا يستنون بسنتي فمن صدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم فأولئك ليسوا مني ولست منهم ولا يردوا على حوضي ومن لم يصدقهم بكذبهم ولم يعنهم على ظلمهم فأولئك مني وأنا منهم وسيردوا على حوضي

Dari Jabir bin Abdillah ra., bahwa Rasulullah telah bersabda, “Hai Ka’ab bin ‘Ujrah, semoga Allah melindungi kamu dari imaarat al-sufahaa` (kepemimpinan orang-orang bodoh).” Ka’ab bin Ujrah bertanya, ”Apa itu imaarat al-sufahaa` wahai Rasulullah ?” Rasulullah menjawab, ”[Imaarat al-sufahaa` itu] adalah para pemimpin yang akan datang setelah aku. Mereka itu tidak berteladan dengan petunjukku dan tidak bersunnah dengan sunnahku. Maka barangsiapa yang membenarkan perkataan mereka [Imaarat al-sufahaa`], dan membantu kezhaliman mereka, maka dia tidak termasuk golonganku dan aku pun bukan termasuk golongannya, dan dia tidak akan mendatangi aku di telagaku (di Akhirat). Namun barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka [Imaarat al-sufahaa`], dan tidak membantu kezhaliman mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya, dan dia akan mendatangi aku di telagaku (di Akhirat).” (HR. Ahmad, Al-Musnad, Juz III, hlm. 111, nomor 14.481. Lihat: KH. M. Shiddiq Al Jawi, Pemimpin Diktator (Al-Mulk Al-Jabriy): Ciri-Cirinya Dan Bagaimana Menyikapinya Menurut Sunnah Nabi Saw.)

Untuk mengamalkan hadits ini, umat Islam harus mengetahui kesesatan dan kezhaliman penguasa yang tampak; apa saja kesesatannya dan penyimpangannya dari akidah dan syariah Islam; apa saja kebijakan mereka yang zhalim, apa saja hukum-hukum mereka yang bathil.

Sehingga umat Islam tidak terjerumus membenarkan penyesatan yang dilakukan oleh penguasa, tidak menganggap benar dan baik kesalahan mereka, tidak membantu penguasa menjalankan berbagai kezhaliman.

Orang yang telah mengetahui berbagai kesesatan dan kezhaliman penguasa yang ada harus memberitahukannya kepada yang belum mengetahui. Sehingga umat Islam dapat selamat dari fitnah Imaarat al-sufahaa` yang ada, dan umat Islam terus melakukan perbaikan atas aqidah dan syariah Islam yang dirusak oleh orang-orang.

Nabi bersabda,  

إِنَّ الدِّينَ بَدَأَ غَرِيبًا وَيَرْجِعُ غَرِيبًافَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي

“Sungguh agama bermula asing dan kembali asing. Karena itu kegembiraanlah untuk al-ghurabaa’. [Yakni] orang-orang yang memperbaiki sunnahku yang dirusak oleh orang-orang.” (HR. at-Tirmidzi no.2554, ath-Thabarani, Ibnu ‘Adi dan Abu Nu’aim al-Ashbahani. Lihat: Yahya Abdurrahman, Berbahagialah Orang-Orang ‘Terasing, Media Politik Dan Dakwah al-Wa’ie edisi Agustus 2018)

Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.

Minggu, 26 Agustus 2018

Azab Bagi Orang Munafik Dan Musyrik - TAFSIR al-Fath: 6-7



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka Neraka Jahannam. Dan (Neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (TQS. al-Fath [48]: 6-7)

Dalam ayat sebelumnya diterangkan tentang balasan di akhirat bagi orang-orang yang Mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka akan dimasukkan ke dalam Surga yang di bawahnya ada sungai mengalir. Mereka pun kekal di dalamnya. Sebelumnya, kesalahan-kesalahan mereka pun ditutupi.

Ayat ini kemudian memberitakan tentang balasan yang bakal diterima oleh orang munafik dan musyrik.

Ditimpakan Azab

Allah SWT berfirman: Wa yu'adzdziba al-munaafiqiin wa al-munaafiqaat wa al-musyrikiin wa al-musyrikaat (dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan). Huruf al-wawu di awal ini merupakan 'athf yang memberikan tambahan terhadap kalimat dalam ayat sebelumnya: liyud-hila (agar Dia memasukkan). Ayat ini menambahkan berita tentang orang-orang munafik dan musyrik. Diberitakan bahwa Allah SWT mengazab orang-orang munafik dan musyrik, baik laki-laki maupun perempuan.

Al-munaafiqiin adalah orang-orang yang memiliki sifat al-nifaaq. Ibnu Katsir ketika menerangkan QS al-Baqarah [2]: 8 mengatakan bahwa pengertian al-nifaaq adalah izh-haar al-khayr wa israar al-syarr (menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan). Sifat nifak itu ada dua jenis. Pertama, nifaaq i'tiqaadi, kemunafikan yang mengikut keyakinan. Ditegaskan Ibnu Katsir, pelaku nifak yang bersifat i'tiqaad ini kekal di Neraka.
Kedua, nifaaq ‘amaliyy, kemunafikan yang menyangkut amal perbuatan. Menurut Ibnu Katsir, nifak jenis ini terkategori sebagai dosa paling besar. Mufassir tersebut juga menegaskan bahwa orang munafik yang diberitakan dalam ayat tersebut (QS. al-Baqarah [2]: 8) dan kelanjutannya adalah orang-orang yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran.

Sedangkan al-musyrikiin adalah para pelaku al-syirk. Yakni orang-orang yang menyekutukan Allah SWT. Istilah musyrik menunjuk orang-orang kafir selain ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), seperti Majusi, Shabiah, Hindu, Budha, dan lain-lain. Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa ayat, seperti QS. al-Bayyinah [98]: 6 dan al-Baqarah [2]: 105, yang menyebutkan bahwa orang-orang kafir terdiri dari dua golongan, yakni golongan ahli kitab dan golongan musyrik. Dengan demikian, yang dimaksud dengan orang musyrik adalah semua orang kafir yang bukan termasuk ahli kitab.

Ditegaskan ayat ini, mereka semua, baik yang munafik maupun musyrik, akan diazab Allah SWT. Menurut Imam al-Qurthubi, azab tersebut adalah dengan menimpakan kesusahan kepada mereka lantaran tingginya persatuan kaum Muslimin dan pemberian kekuasaan kepada Nabi , baik dengan membunuh, menawan, dan memperbudak mereka.

Patut dicermati, orang-orang munafik dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu dibandingkan orang musyrik. Menurut Syihabuddin al-Alusi, itu disebabkan karena orang munafik jauh berbahaya bagi kaum Muslimin.

Balasan Atas Persangkaan

Kemudian dilanjutkan dengan firman-Nya: al-zhaanniin bilLaah zhann al-saw‘ (yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah). Ini merupakan sifat orang-orang munafik dan musyrik yang ditimpakan azab tersebut. Mereka digambarkan memiliki al-zhann atau persangkaan yang buruk terhadap Allah SWT. Dalam ayat ini disebutkan zhann al-saw‘. Menurut al-Khalil dan Sibawaih, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, makna al-saw‘ di sini adalah al-fasaad (busuk).

Diterangkan Imam al-Qurthubi, mereka menyangka Rasulullah tidak akan bisa kembali ke Madinah lagi. Demikian pula semua sahabat Nabi yang keluar ke Hudaibiyyah. Orang-orang musyrik itu pun menyangka Nabi dan para sahabatnya binasa. Ini sebagaimana firman Allah SWT: “Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang Mukmin sekali-kali tidak akan kembali kepada keluarga mereka selama-Iamanya” (TQS. al-Fath [48]: 12).

Abu Bakar al-Biqa'i memberikan beberapa kemungkinan persangkaan buruk mereka. Menurutnya, mereka menyangka bahwa Allah SWT tidak menepati janjinya dengan tidak menolong rasul-Nya dan para pengikutnya yang Mukmin. Bisa juga, Dia tidak akan membangkitkan mereka. Atau, Dia tidak mengazab mereka meskipun mereka telah menentang Rasulullah dan menyusahkan para pengikutnya.

Kemudian disebutkan azab yang akan ditimpakan kepada mereka: 'Alayhim daairah al-saw‘ (mereka akan mendapat giliran [kebinasaan] yang amat buruk). Jika memiliki persangkaan buruk terhadap Rasulullah dan para sahabatnya, maka yang terjadi justru sebaliknya. Keburukan itu justru akan menimpa mereka. Menurut al-Zamakhsyari, kata al-saw‘ di sini bermakna al-halaak wa al-damaar (kebinasaan dan kehancuran).

Kemudian Allah SWT berfirman: Wa ghadhibalLaah 'alayhim (dan Allah memurkai). Yakni, Raja yang Maha Agung yang memiliki sifat kesempurnaan dan kebagusan murka 'alayihim (atas mereka). Menurut al-Biqa'i, ketika ada orang yang ditimpa keburukan namun tidak dimurkai Allah SWT, maka penggalan ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT pun memurkai mereka. Dituturkan al-Khazin, ini merupakan tambahan dalam azab dan kebinasaan mereka.

Kemudian Allah SWT berfirman: Wa la'anahum (dan mengutuk mereka). Ayat ini menandaskan bahwa selain mendapatkan kemurkaan Allah SWT, mereka juga dilaknati. Menurut al-Raghib al-Asfahani, al-la’n adalah mengusir dan menjauhkan atas dasar kemarahan. Laknat dari Allah SWT di akhirat berupa hukuman, sedangkan ketika di dunia berupa terputus menerima rahmat dan taufik-Nya. Dikatakan al-Khazin, Allah SWT melaknat mereka dengan membuang mereka ke tempat yang paling rendah, sehingga dijauhkan dari segala kebaikan.

Tak hanya itu, mereka pun harus menerima hukuman lainnya yang amat pedih, yakni: Wa a'adda lahum Jahannam (serta menyediakan bagi mereka Neraka Jahannam). Inilah yang disediakan untuk mereka di akhirat kelak. Dengan demikian, azab yang ditimpakan kepada mereka tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat. Ini merupakan azab yang amat berat. Sebagaimana ditegaskan dalam firman SWT selanjutnya: Wa saaat mashir[an] (Dan [Neraka Jahannam] itulah sejahat-jahat tempat kembali). Bahwa Jahannam merupakan tempat kembali yang paling buruk.

Kemudian Allah SWT berfirman: Wa lilLaah junuud al-samaawaat wa al-ardh (dan kepunyaan Allah lah tentara langit dan bumi). Menurut Ibnu Abbas junuud al-samaawaati (tentara langit) adalah malaikat, sementara junuud al-ardh adalah bumi. Diterangkan al-Jazairi, penggalan ayat ini memberikan makna bahwa dengan bala tentara-Nya itu Dia menolong siapapun yang dikehendaki-Nya dan mengalahkan semua siapapun yang dikehendaki-Nya.

Lalu ditegaskan tentang kekuasaan-Nya dalam menghukum musuh-musuh Islam dari kalangan orang-orang kafir dan munafik dengan firman-Nya: Wa kaanalLaah 'Aziiz[an] Hakiim[an] (Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana). Menurut al-Jazairi, ini memberikan makna bahwa Allah SWT senantiasa menang dan tidak terkalahkan serta bijaksana dalam menghukum musuh-musuh-Nya.

Demikianlah. Orang-orang munafik dan orang musyrik akan diazab Allah SWT. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Orang-orang munafik dan orang musyrik memiliki persangkaan buruk terhadap Allah SWT. Mereka pun ditimpa dengan keburukan, mendapatkan murka, dilaknat, dan disediakan azab di Neraka Jahannam.

2. Allah SWT berkuasa untuk menolong siapapun yang dikehendaki-Nya dan membinasakan siapapun yang dikehendaki-Nya.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 193

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam