Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 27 Maret 2021

Cara Khalifah Melakukan Komunikasi Publik



Komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan secara terbuka, dengan tujuan untuk diketahui dan dipahami publik. Komunikasi bisa menggunakan berbagai media, mulai dari bahasa tubuh [body language], isyarat, lisan dan tulisan. Tujuannya agar publik tahu dan paham terhadap apa yang dilakukan oleh komunikan. Setelah tahu dan paham, publik pun berpihak dan mendukung apa yang diinginkan oleh komunikan.

Khalifah, sebagai pemangku jabatan tertinggi, harus memperhatikan komunikasi publik ini dengan baik dan benar. Tetapi, yang lebih penting dari semuanya itu adalah kejujuran. Bahkan pesan inilah yang pertama kali disampaikan oleh Nabi saat diangkat menjadi Nabi, ”Ya ayyuha an-nas, inna ar-raid la yakdzibu ahlahu.” [Wahai manusia, sesungguhnya pemimpin tidak akan membohongi rakyatnya] [Lihat, Ibn Atsir, al-Kamil fi Tarikh]. Sebab, begitu seorang pemimpin berbohong sekali, maka dia akan terus menutupi kebohongannya, terus menerus, hingga tak ada yang bisa dipercaya. Jika sudah begitu, maka kepercayaan rakyat kepadanya akan runtuh.

Antara Citra dan Fakta

Ketika fakta dan citra yang ditampilkan seseorang berbeda, berarti dia berdusta. Ini juga tidak boleh. Komunikasi yang benar dan baik adalah komunikasi yang jujur, apa adanya. Karena khalifah, dalam sistem khilafah, adalah sentral, maka dia harus benar-benar menyadari posisinya dan menjaga diri dengan baik. Apa yang dilakukannya pasti menarik perhatian orang. Karena itu, apa yang dilakukan, apa yang diucapkan, dan berbagai kebijakan yang diambil telah dicatat dalam sejarah, sebagaimana yang ditulis oleh Imam as-Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa’.

Nabi SAW bahkan mengajarkan, kejujuran dalam berkomunikasi tidak saja dalam ucapan, tulisan dan tindakan, bahkan isyarat pun harus jujur. Dalam kasus penistaan Al-Qur’an yang dilakukan oleh 'Abdullah Abi Sarah, sebagaimana yang banyak dituturkan oleh para Mufassir, Nabi SAW diharapkan memberikan isyarat berupa kedipan mata kepada para sahabat, saat 'Abdullah bin Abi Sarah diserahkan oleh 'Utsman kepada Nabi. Sayangnya isyarat itupun tak kunjung datang, sehingga para sahabat pun tidak membunuhnya, karena tidak ada izin dari Nabi. Nabi ketika ditanya, mengapa tidak memberikan isyarat? Dengan tegas baginda menyatakan, ”Sesungguhnya tak layak bagi seorang Nabi berbohong, meski dengan kedipan mata.”

Kejujuran dalam berkomunikasi dengan rakyat ini benar-benar dipegang teguh oleh khalifah. Bukan hanya dengan kaum Muslim, tetapi bahkan terhadap non-Muslim sekalipun. Karena dalam kaidahnya disebutkan, ”La taqiyyata fi dar al-Islam wa la fi bilad al-Muslimin” [Tidak ada taqiyyah di dar Islam dan negeri kaum Muslim]." Karena itu, khalifah dengan rakyatnya jujur, begitu juga sebaliknya, rakyat dengan khalifah juga jujur.

Cara Khalifah Berkomunikasi

Hubungan antara khalifah dengan rakyat begitu dekat, bahkan saking dekatnya mereka tidak mempunyai pengawal pribadi. Baru setelah beberapa kasus pembunuhan yang dilakukan terhadap khalifah, seperti Umar, Utsman dan Ali, maka Muawiyah ketika menjadi khalifah mengangkat pasukan pengawal khalifah. Meski demikian, hubungan khalifah tetap dekat dengan rakyat.

Karena para khalifah itu selalu melaksanakan shalat jamaah di Masjid Jamik, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Khalifah Bani Umayyah, yang selalu mengerjakan shalat jamaah di Masjik Jamik Amawi, di Damaskus. Karena itu, setiap saat, di hari-hari biasa, rakyat bisa bertemu dengan khalifah. Selain itu, di hari raya, khalifah pun melakukan open house, sehingga rakyat bisa masuk ke istana mengikuti jamuan makan dan beramah-tamah dengan khalifah.

Selain di hari raya, musim haji pun biasa digunakan oleh para khalifah untuk bertemu dengan rakyatnya dari seluruh dunia, yang datang ke tanah suci untuk menunaikan haji. Itu bisa dilakukan saat di Arafah, Mina, Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Bahkan, Umar bin Khatthab menggunakan momentum ini untuk menerima muhasabah [kritik/evaluasi] yang dilakukan oleh rakyat terhadap para wali-nya di daerah-daerah.

Tidak hanya memanfaatkan momentum ibadah, dan hari raya, khalifah juga membuka istananya seluas-luasnya untuk rakyat, jika mereka hendak menemui sang khalifah. Ini dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menerima delegasi dari berbagai daerah untuk menyampaikan kritik, saran dan nasihat kepada sang khalifah.

Bahkan, di zaman Abbasiyyah, saat fitnah Khalq al-Qur'an, karena mengikuti paham Muktazilah, para ulama Ahlussunnah memimpin demo ke istana meminta kepada khalifah untuk menghentikan fitnah tersebut. Akhirnya, fitnah Khalq al-Qur'an ini pun berakhir, setelah memakan korban beberapa ulama, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal.

Cara danSarana

Di era modern seperti saat ini, banyak cara dan sarana yang bisa dilakukan oleh khalifah untuk berkomunikasi dengan rakyat, termasuk menjaga kedekatan hubungan di antara mereka. Jika di zaman dulu, belum ada revolusi komunikasi, khalifah melakukan komunikasi dengan rakyat melalui shalat jamaah, shalat Jumat dan hari raya di Masjid Jamik, termasuk momentum haji dan lain-lain, maka saat ini komunikasi antara khalifah dengan rakyat bisa dilakukan kapanpun dengan mudah.

Selain seperti zaman dulu, khalifah juga bisa memanfaatkan sosial media. Mulai dari twitter, facebook, instagram, Line, Whatsapp, SMS, MMS, dan lain-lain. Tentu tetap memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan negara, termasuk keamanan dan keselamatan khalifah.

Pada zaman dulu, Nabi menggunakan surat sebagai sarana komunikasi dengan wali dan rakyat di daerah yang berada di bawah kekuasaannya. Hal yang sama dilakukan oleh para khalifah setelahnya. Tradisi ini terus berlanjut, hingga ditemukannya teknologi telekomunikasi. Setelah itu, komunikasi dilakukan dengan memanfaatkan telepon kabel, telegram, dan sebagainya.

Pada zaman sekarang, ketika berkomunikasi tidak lagi menggunakan kabel, tetapi bisa dengan menggunakan gelombang, baik melalui jaringan 3G maupun 4G, termasuk internet dengan sosial media yang ada, maka pola komunikasi dan kecepatannya bisa berkali lipat. Teknologi seperti ini merupakan sarana yang bisa dimanfaatkan dalam berkomunikasi, termasuk dengan rakyat dari berbagai pelosok dunia. Tentu selain menggunakan saluran televisi resmi.

Begitulah, cara dan sarana komunikasi yang bisa digunakan oleh khalifah. Dengan cara dan sarana yang luar biasa canggih, dibangun dengan kejujuran dalam hubungan antara rakyat dan penguasanya, maka negara khilafah akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Dengan kekuatan dan tingkat perkembangan yang luar biasa. []

---
Sumber: Tabloid Media Umat edisi 187


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam