Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 29 Mei 2011

Pemberhentian Kepala Negara Islam Dari Jabatannya - Khalifah Islam

 Pemberhentian Kepala Negara Islam Dari Jabatannya - Khalifah Islam


….

Adapun perubahan keadaan khalifah yang tidak secara otomatis mengeluarkannya dari jabatan khilafah, namun dia tidak boleh mempertahankan jabatannya adalah lima hal:

Pertama, khalifah telah kehilangan 'adalah-nya, yaitu telah melakukan kefasikan secara terang-terangan. Hal itu, karena memang 'adalah merupakan salah satu syarat pengangkatan jabatan khilafah, bahkan hal itu merupakan syarat keberlangsungan akad pengangkatan khilafah. Karena ketika Allah SWT. telah mensyaratkan 'adalah (adil) pada saksi, maka syarat tersebut justru lebih utama bagi keberlangsungan akad pengangkatan jabatan khalifah.

Kedua, Khalifah berubah bentuk kelaminnya menjadi perempuan atau banci. Hal itu, karena salah satu syarat akad pengangkatan jabatan khilafah, bahkan menjadi syarat keberlangsungan akadnya adalah harus laki-laki. Karena adanya sabda Rasulullah Saw.:

"Tidak akan pernah beruntung suatu kaum  yang menyerahkan urusan kekuasaan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita."

Ketiga, Khalifah menjadi gila namun tidak parah, terkadang sembuh terkadang gila. Hal itu, karena akal merupakan salah satu syarat pengangkatan jabatan khilafah dan keberlangsungan jabatan kekhilafahannya, berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:

"Telah diangkat pena (tidak dibebankan hukum) atas tiga orang..." hingga sabda beliau: "dari orang gila hingga akalnya kembali."

Orang gila tidak boleh mengurusi urusannya sendiri, apalagi dia mengurusi urusan-urusan orang lain, jelas lebih tidak boleh lagi. Dalam keadaan seperti ini, tidak boleh diangkat seorang washi atau wakil untuk menggantikannya. Sebab, akad khilafah dibuat untuk pribadi khalifah itu sendiri. Jadi tidak sah apabila ada orang lain yang menggantikan posisinya.

Keempat, khalifah tidak lagi dapat melaksanakan tugas-tugas khilafah karena suatu sebab, baik karena cacat anggota tubuhnya atau karena sakit keras yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya. Sedangkan ukuran tidak mampu, adalah ketidakmampuan khalifah untuk melaksanakan tugas-tugas khilafah.

Hal itu karena akad khilafah hanya merupakan akad melaksanakan tugas-tugas khilafah, sehingga kalau tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi konsekuensi dari akadnya, maka wajib diberhentikan. Karena statusnya hampir sama dengan orang yang tidak ada. Di samping karena ketidakmampuannya melaksanakan tugas yang dipikul karena telah diangkat menjadi khalifah, jelas akan mengakibatkan tergusurnya urusan-urusan agama dan kemaslahatan kaum muslimin. Karena itu, ini merupakan sebuah kemunkaran yang wajib dihilangkan, dan kemungkaran tersebut tidak akan hilang selain dengan memberhentikannya sehingga kaum muslimin bisa mengangkat yang lain. Jadi, ketika itu hukum memberhentikannya menjadi wajib.

Kelima, Adanya tekanan yang menyebabkan khalifah tidak mampu lagi menangani urusan kaum muslimin menurut pandapatnya yang sesuai dengan hukum syara'. Jika ada orang yang menekan khalifah sampai ia tidak mampu lagi mengurusi kemaslahatan kaum muslimin dengan pikirannya sendiri sesuai dengan hukum-hukum syara', maka secara de jure khalifah dianggap tidak mampu melaksanakan tugas-tugas negara khilafah dan wajib diberhentikan. Realitas ini dapat dilihat dalam dua keadaan:

Pertama, jika ada seseorang atau sekelompok orang di antara para pendamping khalifah menguasai khalifah lalu mendiktekan perintah-perintah tertentu, memaksanya dan bahkan menyetirnya sesuai dengan pendapat mereka, sehingga ia tidak dapat menentang kehendak mereka dan terpaksa melaksanakan gagasan-gagasan mereka. Dalam keadaan semacam ini harus dilihat, kalau sekiranya masih ada harapan melepaskannya dari tekanan mereka dalam waktu yang singkat, maka pemberhentiannya bisa ditunda, lalu menjauhkan mereka dan melepaskan diri dari kungkungan kekuasaan mereka. Jika upaya ini dapat terlaksana, maka yang menghalangi khalifah untuk menduduki jabatannya telah hilang dan kelemahannya pun telah sirna. Akan tetapi, jika tidak terlaksana, maka khalifah wajib diberhentikan.

Kedua, jika khalifah seperti dalam keadaan ditawan, yaitu jatuh di bawah kekuasaan dan cengkeraman musuh, ia digerakkan olehnya, sesukannya sehingga ia tidak bisa mengatur lagi urusan kaum muslimin sebagaimana yang dia kehendaki. Dalam keadaan seperti ini harus dilihat, kalau masih ada harapan untuk melepaskannya dari kekuasaan musuh dalam jangka waktu singkat, maka pemberhentiannya ditunda. Apabila masih ada kemungkinan dilepaskan hingga selamat dari cengkraman musuh, hilanglah penghalang melaksanakan kewajibannya dan hilang pula kelemahannya. Jika tidak demikian, dia harus diberhentikan.

Karena khalifah dalam kedua keadaan ini secara de jure, dia tidak mampu melaksanakan tugas-tugas khilafah dengan sendirinya berdasarkan hukum-hukum syara' sehingga dia dinilai sama dengan orang yang tidak ada. Dia juga tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi konsekuensi akad khilafah yang diberikan kepadanya.

Kalau dalam kedua keadaan ini, masih ada harapan untuk dibebaskan, maka ditunggu sampai kemudian pembebasannya benar-benar tidak mungkin, dan ketika itu baru diberhentikan. Tetapi kalau sejak awal tidak ada harapan untuk dibebaskan, maka langsung diberhentikan.

Dalam kelima keadaan di atas, seorang khalifah wajib diberhentikan ketika salah satu keadaan tersebut terjadi, hanya saja dia tidak akan berhenti dengan sendirinya melainkan diberhentikan melalui keputusan seorang hakim. Dalam kelima keadaan itu, khalifah tetap wajib dita'ati, dan perintah-perintahnya tetap wajib dilaksanakan sampai ada keputusan untuk memberhentikannya. Karena masing-masing keadaan di atas, tidak akan menyebabkan hilangnya akad khilafah dengan sendirinya, namun membutuhkan keputusan seorang hakim.

 Pemberhentian Kepala Negara Islam Dari Jabatannya - Khalifah Islam
     Sistem Pemerintahan Islam - Nidzam Hukm - Hizb ut-Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam