وَاتَّقُوا
فِتْنَةً لَا
تُصِيبَنَّ
الَّذِينَ
ظَلَمُوا
مِنْكُمْ
خَاصَّةً
وَاعْلَمُوا
أَنَّ
اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Peliharalah
diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di
antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. al-Anfal [8]: 25)
Suatu ketika Zainab binti Jahsy
bertanya kepada Nabi, “Wahai Nabi, apakah kami akan dihancurkan (oleh Allah),
padahal di tengah-tengah kami ada orang-orang shalih?” Nabi menjawab, “Iya,
jika keburukan (khabats) telah merajalela.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ
وَجَلَّ لاَ
يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ
بِعَمَلِ
الْخَاصَّةِ
حَتَّى يَرَوْا
الْمُنْكَرَ
بَيْنَ
ظَهْرَانَيْهِمْ
وَهُمْ
قَادِرُونَ
عَلَى أَنْ
يُنْكِرُوهُ
فَلاَ
يُنْكِرُوهُ
فَإِذَا
فَعَلُوا
ذَلِكَ
عَذَّبَ
اللهِ الْخَاصَّةَ
وَالْعَامَّةَ
“Sesungguhnya Allah tidak
mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang
atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah
mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika
itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus.” (HR. Ahmad)
«خَمْسٌ
إِذَا
ابْتُلِيتُمْ
بِهِنَّ
وَأَعُوذُ
بِاللهِ أَنْ
تُدْرِكُوهُنَّ
لَمْ تَظْهَرْ
الْفَاحِشَةُ
فِي قَوْمٍ
قَطُّ حَتَّى
يُعْلِنُوا
بِهَا إِلاَّ
فَشَا
فِيهِمْ
الطَّاعُونُ
وَاْلأَوْجَاعُ
الَّتِي لَمْ
تَكُنْ
مَضَتْ فِي
أَسْلاَفِهِمْ
الَّذِينَ
مَضَوْا
وَلَمْ
يَنْقُصُوا
الْمِكْيَالَ
وَالْمِيزَانَ
إِلاَّ أُخِذُوا
بِالسِّنِينَ
وَشِدَّةِ
الْمَئُونَةِ
وَجَوْرِ
السُّلْطَانِ
عَلَيْهِمْ وَلَمْ
يَمْنَعُوا
زَكَاةَ
أَمْوَالِهِمْ
إِلاَّ
مُنِعُوا
الْقَطْرَ
مِنْ
السَّمَاءِ
وَلَوْلاَ
الْبَهَائِمُ
لَمْ
يُمْطَرُوا
وَلَمْ
يَنْقُضُوا عَهْدَ
اللهِ
وَعَهْدَ
رَسُولِهِ
إِلاَّ سَلَّطَ
اللهُ
عَلَيْهِمْ
عَدُوًّا
مِنْ غَيْرِهِمْ
فَأَخَذُوا
بَعْضَ مَا
فِي أَيْدِيهِمْ
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ
أَئِمَّتُهُمْ
بِكِتَابِ
اللهِ وَيَتَخَيَّرُوا
مِمَّا
أَنْزَلَ
اللهُ إِلاَّ
جَعَلَ اللهُ
بَأْسَهُمْ
بَيْنَهُمْ»
“Ada lima perkara (yang harus
kalian waspadai)—aku berlindung kepada Allah, jangan sampai hal itu menimpa
kalian: 1. Tidaklah kekejian (perzinaan) muncul pada suatu kaum dan mereka
melakukannya secara terang-terangan, kecuali akan muncul berbagai wabah dan
berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada orang-orang sebelum mereka. 2.
Tidaklah suatu kaum berbuat curang dalam hal timbangan dan takaran (jual-beli),
melainkan mereka akan diazab dengan paceklik, kesusahan hidup dan kezaliman
penguasa. 3. Tidaklah suatu kaum enggan membayar zakat, melainkan mereka akan
dicegah dari turunnya hujan dari langit; jika bukan karena binatang ternak,
niscaya hujan itu tidak akan diturunkan. 4. Tidaklah para pemimpin mereka
melanggar perjanjian Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh
menguasai mereka, lalu merampas sebagian yang ada dari apa yang ada di tangan
mereka. 5. Tidaklah mereka meninggalkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya,
melainkan Allah menjadikan perselisihan di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah)
“Sesungguhnya
otoritas (kekuasaan) itu merupakan naungan Allah di muka bumi, di mana setiap
orang yang terzalimi di antara para hamba-Nya pergi berlindung kepadanya.”
(HR. Imam Baihaqi)
وقال
أمير
المؤمنين
عثمان بن عفان
إن الله ليزع
بالسلطان ما
لا يزع
بالقرآن
Amirul Mukminin Utsman bin Affan ra.
berkata, “Sesungguhnya Allah SWT memberikan wewenang
kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh
al-Quran.” (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, Dar Ihya At Turats, 2/12)
Imam al-Mawardi, ulama mazhab Syafii, dalam bukunya Al-Ahkâm
as-Sulthâniyah wa al-Wilayât ad-Dîniyah (hlm. 3) mengatakan:
أَمَّا
بَعْدُ
فَإِنَّ
اللهَ جَلَتْ
قُدْرَتُهُ
نَدَبَ
لِلْأُمَّةِ
زَعِيْماً
خَلَفَ بِهِ
النُّبُوَّةَ،
وَحَاطَ بِهِ
الْمِلَّةَ،
وَفَوَّضَ
إِلَيْهِ اَلسِّيَاسَةَ،
لِيَصْدُرَ
التَّدْبِيْرُ
عَنْ دِيْنٍ
مَشْرُوْعٍ،
وَتَجْتَمِعُ
الْكَلِمَةُ
عَلَى رَأْيٍ
مَتْبُوْعٍ،
فَكَانَتْ
الْإِمَامَةُ
أَصْلاً
عَلَيْهِ اِسْتَقَرَتْ
قَوَاعِدُ
الْمِلَّةِ،
وَاِنْتَظَمَتْ
بِهِ
مَصَالِحُ
الْأُمَّةِ.
“Ammâ ba’du. Sungguh
Allah Yang Maha Tinggi kekuasaan-Nya menyuruh umat mengangkat pemimpin untuk
menggantikan (masa) kenabian, (yaitu) melindungi agama dan mewakilkan kepada
dirinya pemeliharaan urusan umat. Hal itu bertujuan agar pengaturan itu keluar
dari agama yang disyariatkan dan agar kalimat menyatu di atas pendapat yang
diikuti. Karena itu Imamah (Khilafah) adalah pokok yang menjadi pondasi
kokohnya pilar-pilar agama dan teraturnya kemaslahatan-kemaslahatan umat.”
Imam Taqiyuddin an-Nabhani –radhiyallahu ‘anhu–
berkata :
فكان
يتولى النبوة
والرسالة
وكان في نفس
الوقت يتولى
منصب رئاسة
المسلمين في
إقامة أحكام
الإسلام
“Maka Nabi
SAW dahulu memegang kedudukan kenabian dan kerasulan, dan
pada waktu yang sama Nabi SAW memegang kedudukan kepemimpinan kaum
muslimin dalam menegakkan hukum-hukum Islam.” (Taqiyuddin
an-Nabhani, Nizhamul Hukm fil Islam, hal. 116-117)
Syaikh ‘Ali al-Ghazi dalam Syarah Aqidah at-Thahawi berkata:
Penguasa durjana menentang Syariah dengan politik yang durjana. Mereka
mengalahkan Syariah. Ahbar su’ adalah
ulama’ yang meninggalkan Syariah dengan mengikuti pandangan dan analogi mereka
yang rusak. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Rahib adalah
orang bodoh yang menjadi sufi dengan mengikuti perasaan dan imajinasi mereka.
(Ibn al-Qayyim, Ighatsah al-Lahfan,
Juz I, hal. 346)
Ibnu Ishak meriwayatkan dari Anas bin Malik ra. yang
berkata:
Setelah Abu Bakar dibai’at di Saqifah, besoknya Abu Bakar
duduk di atas mimbar. Lalu Umar berdiri dan berbicara sebelum Abu Bakar
berbicara. Umar memuji dan menyanjung Allah SWT, sebab hanya Allah semata yang
berhak untuk dipuji dan disanjung. Kemudian Umar berkata, “Sesungguhnya Allah
telah menjaga Kitab-Nya di tengah kalian, yang dengan itu Rasulullah membimbing
kalian. Karena itu, jika kalian berpegang teguh dengan Kitab-Nya, maka Allah
pasti memberi petunjuk kepada kalian. Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan
urusan kalian pada orang yang terbaik di antara kalian. Dia adalah sahabat
setia Rasulullah dan orang kedua ketika keduanya tengah berada di gua. Dengan
demikian dia merupakan orang yang paling layak untuk mengurusi urusan kalian.
Untuk itu, bangkitlah, lalu berbaiatlah.” Lalu orang-orangpun membaiat Abu
Bakar sebagai baiat umum (taat) setelah baiat yang berlangsung di Saqifah
(Mahmud, Bai’ah fi al-Islam Târîkhuhâ wa Aqsâmuhâ bayna an-Nadzariyah
wa at-Tathbîq, hlm. 177)
Rasulullah Saw. melalui sabdanya:
«كَانَتْ
بَنُو
إِسْرَائِيلَ
تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ
كُلَّمَا
هَلَكَ
نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ وَإِنَّهُ
لَا نَبِيَّ
بَعْدِي
وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ
فَيَكْثُرُونَ
قَالُوا
فَمَا تَأْمُرُنَا
قَالَ فُوا
بِبَيْعَةِ
الْأَوَّلِ
فَالْأَوَّلِ»
“Dahulu Bani
Israel, (urusan) mereka dipelihara dan diurusi oleh para nabi, setiap kali
seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada
nabi lagi sesudahku. Sementara yang akan ada adalah para khalifah, yang
jumlah mereka banyak. Mereka (para sahabat) berkata: ‘Lalu apa yang engkau
perintahkan kepada kami?’ Rasulullah Saw. bersabda: “Penuhilah baiat yang
pertama lalu yang pertama.” (HR.
Bukhari dari Abu Hurairah ra.)
Buklet ini disusun oleh: Annas I. Wibowo
27/10/2015
Daftar bacaan:
hizbut-tahrir.or.id
mediaumat.com
Tafsir Ibnu Katsir (Terjemahan Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir)