Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 21 Juni 2018

Khalifah Al-Muqtafi Liamrillah Khilafah Abbasiyyah



AL-MUQTAFI LIAMRILLAH, ABU ABDULLAH

Al-Muqtafi Liamrillah, Abu Abdullah bernama Muhammad bin al-Mustazhir Billah.

Dia dilahirkan pada 22 RabiulAwal tahun 489 H. Ibunya berasal dari Ethiopia. Dilantik sebagai khalifah tatkala saudaranya dicopot. Saat pelantikannya, dia berumur empat puluh tahun.
Sebab diberinya gelar Al-Muqtafi adalah karena dia melihat Rasulullah dalam mimpinya, enam hari sebelum menjadi khalifah. Dalam mimpi itu Rasulullah berkata: “Perkara ini (Khilafah) akan sampai di tanganmu, maka ikutlah jalan Allah (iqtafi liamrillah).”
Berdasarkan ucapan Rasulullah (dalam mimpinya) itulah dia digelari Al-Muqtafi Liamrillah.

Sultan Mahmud (seorang wali /gubernur) mengirim seseorang ke Baghdad setelah dia menunjukkan tindakan yang adil dan membangun Baghdad. Lalu dia mengambil semua apa yang ada di dalam istana khalifah dari binatang tunggangan, alat-alat rumah tangga yang terbuat dari emas, kemah-kemah dan lainnya. Dia tidak menyisakan apa-apa di kandang kuda milik khalifah kecuali empat kuda dan delapan keledai. Disebutkan bahwa sultan dan orang-orangnya membaiat mereka dengan syarat dia tidak boleh memiliki kuda dan semua sarana bepergian.

Kemudian pada tahun 531 H, sultan juga mengambil semua kekayaan khalifah dan tidak meninggalkan apapun untuknya kecuali satu tanah yang khusus untuk dirinya. Dia bahkan mengirim bawahannya untuk meminta kepada khalifah uang sebanyak seratus ribu dinar.

Al-Muqtafi berkata, “Kami tidak melihat tindakan yang lebih aneh dari tindakan kalian. Bukankah kau tahu bahwa [khalifah] al-Mustarsyid [dahulu] telah memberikan semua hartanya kepada kalian dan kalian lihat apa yang terjadi saat ini. Setelah itu [khalifah] ar-Rasyid berkuasa dan dia melakukan apa yang telah dia lakukan. Dia pergi dan mengambil semua apa yang tersisa. Tak ada yang tersisa kecuali alat-alat rumah tangga dan semuanya kau ambil. Kau juga mengambil semua pajak, kekayaan dan warisan, lalu dari mana saya bisa mendapatkan uang sebanyak yang engkau minta? Yang tersisa kini adalah kami harus keluar dari rumah tempat kami berdiam dan kami serahkan itu pada kalian! Sebab saya telah berjanji kepada Allah untuk tidak mengambil sedikitpun dari milik orang lain dengan cara yang zhalim. ”

Akhirnya sultan tidak mengambil apapun dari istana, namun dia kembali mengambil pajak dan harta orang dengan cara yang kasar serta mengambil cukai dari para pedagang. Rakyat merasa sesak dadanya dengan apa yang dilakukannya.

Pada bulan Jumadal Ula, negeri-negeri yang menjadi kekuasaan khalifah dikembalikan lagi kepada khalifah.

Pada tahun ini bulan sabit tidak terlihat pada tanggal 30 Ramadhan maka penduduk Baghdad sama-sama berpuasa untuk hari ke 30. Tatkala matahari tenggelam dan seharusnya masuk tanggal satu Syawal, namun mereka tidak juga melihat bulan, padahal langit cerah dan tidak ada mendung yang menghalangi. Peristiwa semacam ini belum pernah tercatat dalam sejarah umat manusia.

Pada tahun 533 H, terjadi gempa bumi hebat di Janzah yang goncangannya terasa hingga wilayah yang jauhnya sepuluh farsakh. Banyak korban yang meninggal akibat gempa hebat tersebut. Janzah pun tenggelam dan yang tersisa selain air hitam.

Pada tahun ini pula para pejabat menguasai negeri itu, sedangkan sultan Mahmud pengaruhnya merosot tajam. Hingga dia tidak lagi memiliki kekuasaan riil. Yang tinggal hanyalah namanya semata. Hal serupa juga terjadi pada Sultan Sanjar. Kekuasaannya mulai goyah. Sungguh Maha Suci Allah yang menghinakan orang-orang yang congkak dan zhalim. Lemahnya dua orang ini menjadikan kekuasaan khalifah Al-Muqtafi kembali menguat, kehormatannya semakin menanjak dan wibawanya semakin menguat. Ini merupakan awal dari perbaikan Khilafah Bani Abbasiyah. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Pada tahun 541 H, Mas’ud (seorang gubernur yang lain) kembali datang ke Baghdad dan membangun kantor pajak. Tindakan tersebut membuat khalifah marah dan segera menangkap orang-orang yang membangun kantor dan para penarik pajak. Namun Mas’ud melakukan perlawanan dengan menangkap para pengawal khalifah. Khalifah marah besar dan segera menutup masjid Jami’ dan masjid-masjid lainnya selama tiga hari. Barulah pengawal khalifah dilepas dan khalifah pun melepaskan penarik pajak. Akhirnya situasi tenang kembali.

Pada tahun ini Ibnu al-‘Ibadi, seorang yang dikenal sebagai pemberi nasehat yang menyentuh, datang ke Baghdad dan mengadakan pengajian. Saat itulah sultan Mahmud menghadiri pengajiannya. Dia membahas tentang bea cukai yang dikenakan kepada manusia. Dia berkata, “Wahai sultan, kau memberikan uang kepada seorang pemusik dalam satu malam sama dengan uang yang kamu ambil dari manusia sekian lama. Maka anggaplah saya seorang pemusik dan berikan apa yang kamu berikan kepadanya untukku dan jadikan itu sebagai tanda rasa syukurmu kepada Allah atas nikmat yang telah Dia karuniakan padamu!”

Sultan Mahmud terpana dengan apa yang dinasihatkan oleh Ibnu al-'Ibadi itu. Dia kemudian mengumumkan tentang penghapusan bea cukai ke seluruh negeri. Kemudian tulisan-tulisan yang di dalamnya berisi tentang penghapusan bea cukai itu dibawa keliling kota, sedangkan di depannya ada gendang dan terompet bertalu-talu. Ini berlangsung hingga pemerintahan [khalifah] An-Nashir Lidinillah yang memerintahkan untuk mencopot tulisan-tulisan tentang penghapusan pajak itu. Dia berkata, “Kami tidak membutuhkan cara-cara yang dilakukan oleh orang-orang asing!”

Pada tahun 543 H, orang-orang Eropa datang ke Damaskus. Saat itu juga datang Nuruddin Mahmud bin Zinki yang berkuasa di Halb dan saudaranya, Ghazi, yang berkuasa di Mushil. Kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran dan hancurlah orang-orang Eropa. Nuruddin terus memerangi orang-orang Eropa dan mengambil semua wilayah kaum muslimin yang sebelumnya pernah dikuasai oleh orang-orang Eropa.

Pada tahun 544 H, penguasa Mesir al-Hafizh Lidinillah meninggal dunia. Yang menggantikannya adalah anaknya yang bernama azh-Zhafir Ismail.

Pada tahun ini terjadi gempa hebat sehingga Baghdad dilanda banjir selama sepuluh kali, sedangkan sebuah gunung di Halwan retak.

Pada tahun 445 H, terjadi hujan di daerah di Yaman sehingga tanah berwarna merah dengan darah dan bekas-bekasnya tampak di pakaian manusia.

Pada tahun 547 H, sultan Mahmud meninggal dunia.

Ibnu Hubairah, salah seorang menteri Al-Muqtafi, berkata: “Tatkala orang-orang sultan Mas’ud melakukan tindakan yang semena-mena kepada Al-Muqtafi dan tidak memungkinkan bagi mereka untuk menyatakan perang dengan terang-terangan, maka diambil keputusan untuk mendoakan Mas'ud selama sebulan sebagaimana Rasulullah mendoakan atas Ri’il dan Dzakwan selama sebulan penuh. Maka berdoalah Mas’ud dan khalifah berdo’a dengan cara tersembunyi. Keduanya berdoa di tempat masing-masing pada saat menjelang fajar. Doa itu dimulai pada tanggal 29 Jumadal Ula yang berlangsung setiap malam. Tatkala genap akhir bulan, Mas’ud meninggal di atas tempat tidurnya. Kejadian ini terjadi selama sebulan, tidak lebih dan tidak kurang.”

Para tentara sepakat untuk menjadikan Malik Syah sebagai sultan, namun yang melakukan semua urusan negara adalah Khashibak dan bahkan dia menangkap Malik Syah. Dia meminta saudaranya yang bernama Muhammad yang berada di Khurasan untuk datang menemuinya. Muhammad pun datang, lalu dia menyerahkan kesultanan (wilayah) itu padanya.

Pada saat itu khalifah memiliki wibawa dan kekuasaan. Perintah dan larangan yang dia lakukan bisa dilaksanakan. Dia menghentikan orang-orang yang dahulunya diangkat oleh sultan (gubernur) untuk menjadi pengajar di universitas An-Nizhamiyah. Telah sampai kabar kepadanya bahwa di wilayah Wasith ada kerusakan. Oleh sebab itulah dia berangkat dengan tentaranya menuju ke sana untuk memperbaiki kota tersebut. Lalu dia menuju ke Hullah dan Kufah kemudian kembali menuju Baghdad dengan kemenangan. Dia kemudian menghias Baghdad.

Pada tahun 548 H, al-’Izz melakukan pemberontakan terhadap Sultan Sanjar. Dia dan tentaranya berhasil menawan Sultan Sanjar. Al-’Izz berhasil menguasai wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan sultan Sanjar. Namun demikian, dia masih membiarkan doa-doa dalam khutbah disampaikan untuk sultan karena dia berada di tengah mereka hanya secara fisik tanpa makna. Dia menangisi dirinya sendiri. Sebab meskipun dia tetap dianggap sebagai sultan, namun gaji yang dia terima tak lebih dari bayaran seorang kusir delman.

Pada tahun 549 H, azh-Zhafir Billah al-‘Ubaidi, penguasa Mesir, mati terbunuh. Sebagai penggantinya dinobatkanlah anaknya yang bernama al-Faiz Isa yang saat itu masih anak-anak. Sehingga dengan demikian, melorotlah pamor kekuasaan di Mesir. (Adz-Dzahabi berkata mengenai kekuasaan Daulah al-‘Ubaidiyah di Mesir sebagai kekuasaan, “orang yang terbelakang (mutakhallif) dan bukan sebagai khalifah (mustakhlif).”)

Membaca kondisi yang baik ini, Al-Muqtafi segera mengirim surat pada Nuruddin Mahmud bin Zinki dan mengangkatnya sebagai penguasa Mesir. Dia memerintahkan untuk segera berangkat menuju Mesir. Pada saat itu Nuruddin sedang sibuk memerangi orang-orang Eropa. Nuruddin sendiri tidak pernah jemu-jemunya berperang melawan bangsa Eropa yang menguasai wilayah-wilayah kaum muslimin. Dia saat itu telah mampu menguasai wilayah Damaskus pada bulan Shafar. Dia juga telah berhasil menguasai beberapa benteng pertahanan di wilayah kekuasaan Romawi baik lewat peperangan maupun dengan jalan damai. Kekuasannya semakin hari semakin membesar dan namanya semakin harum.

Al-Muqtafi mengirim utusan kepadanya dan memberi wewenang penuh untuk menjadi penguasa di Mesir dan memintanya untuk segera berangkat ke sana. Al-Muqtafi memberi gelar Nuruddin bin Mahmud bin Zinki dengan al-Malik al-'Adil.
Kekuasaan Al-Muqtafi pun semakin kokoh dan semakin kuat. Dia selalu mampu memadamkan tindakan-tindakan pembangkangan. Dia berusaha menjadikan orang-orang yang berbeda dengannya bisa mendukungnya. Kekuasaanya semakin hari semakin menguat dan semakin kokoh hingga akhirnya dia meninggal pada malam Ahad tanggal 2 RabiulAwal tahun 555 H.

Adz-Dzahabi berkata, "Al-Muqtafi adalah seorang khalifah yang jempolan. Dia seorang sastrawan yang berwawasan luas, seorang pemberani, penyabar, berakhlak mulia, memiliki tingkat kepemimpinan yang sangat baik. Dia benar-benar memangku kekhilafahan dengan sebaik-baiknya. Jarang khalifah yang memiliki karakter dan akhlak seperti dirinya. Tak ada satupun dari urusan kecil yang terjadi di dalam negerinya kecuali dia mengetahuinya. Dia mendengarkan hadits dari pengajarnya, Abu al-Barakat Abu al-Farj bin as-Sini."

Ibnu as-Sam’ani berkata, “Juz bin ‘Arafah bersama saudaranya al-Mustarsyid mendengar hadits dari Abu Al-Qasim bin Bayan."

Sedangkan orang yang meriwayatkan hadits dari Al-Muqtafi adalah Abu Manshur al-Jawaliqi, seorang pakar Nahwu, juga menterinya, Ibnu Hubairah dan yang lainnya.

Al-Muqtafi telah memperbaharui pintu Ka’bah lalu mengambil bongkahan batu yang ia jadikan sebagai nisan kuburannya. Dia dikenal sebagai sosok yang terpuji perilakunya, seorang yang mendapat penghargaan besar dari negara. Seorang yang menjadikan agama sebagai sandaran dan akal sebagai kebijakan. Dia adalah sosok yang memiliki nilai-nilai utama, luas pandangannya dan memiliki insting politik yang baik. Dia telah berhasil membangun puing-puing kekuasaan, dan membangun kembali wibawa Khilafah. Dia juga selalu terjun dalam peperangan dan terlibat langsung di medan perang. Pemerintahannya berlangsung lama.

Abu Thalib Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdus Sami, al-Hasyimi dalam kitabnya al-Manaqib fil-Abbasiyah berkata, "Masa pemerintahan Al-Muqtafi diwarnai oleh keadilan yang merata, penuh dengan amal kebaikan. Sebelum menjadi khalifah pun dia dikenal sebagai orang yang ahli ibadah. Pada awal-awal pemerintahannya dia selalu sibuk dengan agama, menuliskan ilmu dan membaca Al-Qur’an. Tidak ada seorangpun, walaupun dia dikenal sebagai sosok yang lembut dan penuh kasih, yang menyamainya dalam masalah keberanian dan kekokohan pendirian, kecuali al-Mu'tashim. Selain itu, dia juga dikenal sebagai sosok yang zuhud, wara’ dan ahli ibadah. Para tentaranya yang dia kirim ke manapun selalu memenangkan pertempuran."

Ibnul Jauzi berkata, "Sejak zaman pemerintahan Al-Muqtafi, Baghdad dan Irak kembali lagi ke pangkuan para khalifah. Dan tidak seorangpun pesaing yang menyaingi kekuasaan khalifah. Sebelumnya, sejak masa pemerintahan al-Muqtadir, kekuasaan berada di tangan raja-raja kecil -yang juga disebut dengan sultan, -pentj-. Khalifah di masa itu tak lebih hanya sebagai simbol yang tidak memiliki kekuasaan apapun. Di antara sultan yang memiliki pengaruh di masa pemerintahannya dan sangat membantu mengokohkan kekhilafahannya adalah Sultan Sanjar, penguasa di wilayah Khurasan dan Sultan Nuruddin Mahmud penguasa di Wilayah Syam. Khalifah Al-Muqtafi dikenal sebagi sosok yang sangat pemurah, sangat senang dengan ilmu hadits dan setia mendengarkan dari para ahlinya serta penuh perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan sangat memperhatikan para ulama dan ilmuwan."

Ibnu as-Sam’ani berkata, "Manshur al-Jawaliqi berkata kepada kami, telah berkata kepada kami Amirul Mukminin Al-Muqtafi Liamrillah, telah berkata kepada kami Abu al-Barakat Ahmad bin Abdul Wahhab, telah berkata kepada kami Abu Muhammad ash-Shairafi, berkata pada kami al-Mukhallish, berkata kepada kami Ismail al-Warraq, berkata kepada kami Hafsh bin 'Amr ar-Rabali, berkata kepada kami Abu Sahim, berkata kepada kami Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Anas dia berkata Rasulullah bersabda,

Perkara ini akan terus mengalami kedahsyatan dan manusia akan selalu bertambah kikir, dan Hari Kiamat tidak akan menimpa kecuali kepada orang-orang yang paling jahat. ”

Tatkala al-Imam Abu Manshur al-Jawaliqi, seorang pakar Nahwu, datang menemui Al-Muqtafi untuk menjadi imam shalat, dia datang menemuinya dan tak ada yang dia katakan kecuali, “Salam dan kesejahteraan atas Amirul Mukminin!”
Pada saat itu seorang Kristen bernama Ibnu Tilmidz sedang berdiri. Dia berkata, “Bukan dengan cara seperti itu seharusnya engkau mengucapkan salam kepada Amirul Mukminin wahai syaikh!”
Namun Ibnu al-Jawaliqi sama sekali tidak menoleh kepada orang Kristen tersebut, bahkan dia berkata kepada Al-Muqtafi, “Wahai Amirul Mukminin, salam yang saya ucapkan tadi adalah salam yang sesuai dengan Sunnah Nabawiyah!” Lalu dia meriwayatkan sebuah hadits.

Kemudian dia melanjutkan, “Wahai Amirul Mukminin, jika ada seseorang yang bersumpah bahwa dirinya orang Kristen atau Yahudi, maka tidak akan tembus ke dalam hatinya secuil ilmu pun dengan cara yang benar, hingga dia tidak akan dikenai denda apapun akibat sumpahnya tersebut. Sebab Allah telah menutup hati mereka dan tutup yang Allah berikan itu tidak akan dibukakan kecuali dengan iman!”
Maka berkatalah Al-Muqtafi, “Kau benar, dan apa yang kau katakan itu sangat indah dan mengesankan!”
Apa yang dikatakan oleh Al-Muqtafi merupakan pukulan keras dan telak untuk Ibnu at-Tilmidz, walaupun diakui bahwa dia juga memiliki ilmu pengetahuan yang luas.

Tokoh-tokoh yang Meninggal di Masa Pemerintahannya

Di antara tokoh-tokoh yang meninggal di zamannya adalah: Ibnu al-Abrasy (seorang pakar Nahwu), Yunus bin Mughits, Jamal al-Islam bin Muslim asy-Syafiq, Abu al-Qasim al-Asfahani (pengarang kitab at-Targhib), Ibnu Barjan, al-Mazari (pengarang kitab al-Mu’allim bi Fawaid al-Muslim), Imam az-Zamakhsyari (pengarang tafsir al-Kasysyaf), ar-Rusyathi (penulis kitab al-Ansaab), al-Jawaliq (guru Al-Muqtafi), Ibnu ‘Athiyyah (pengarang tafsir yang sangat terkenal), Ibnu as-Sa’adat Ibnu asy-Syajari, aL-Qadhi ‘Iyadh, al-Imam Abu Bakar Ibnu al-’Arabi, Nashihuddin ar-Rajani (sang penyair kenamaan), al-Hafizh Abu al-Walid ad-Dabbagh, Abu al-As’ad Hibaturrahman al-Qusyairi, Ibnu Ghulam al-Faras (tokoh dalam bidang qiraat), ar-Rifa' (sang penyair), asy-Syahrastani (pengarang kitab perbandingan agama dan madzhab yang berjudul al-Milal wa an-Nihal), al-Qaisarani (seorang penyair kenamaan), Muhammad bin Yahya (salah seorang murid Imam al-Ghazali), Abu al-Fadhl bin Nashir al-Hafizh, Abu Bakar asy-Syahrazuri (seorang ahli qiraat), al-Wawa (sang penyair), Ibnu al-Khal (seorang tokoh madzhab Syafi’i) dan masih banyak lagi tokoh lain yang meninggal di zamannya.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Imam as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’ (terjemahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam