(Materi
Pengajian Jelang Buka Puasa)
Bulan
Ramadhan, bulan puasa adalah kesempatan bagi kita untuk melatih kesabaran.
Sabar dalam menjalankan syariat dari Allah Swt. sehingga kita bisa menjadi
orang-orang yang bertaqwa. Seperti apa orang-orang yang bertakwa itu? Tentu
kita tidak akan kesulitan menemukan contoh orang-orang yang bertakwa. Kita
telah mempunyai teladan abadi, yaitu Rasulullah Saw. dan para sahabat beliau.
Allah Swt. telah memuji para shahabat ra. di dalam al-Qur’an:
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka
kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 100)
Mereka
adalah orang-orang yang memegang prinsip “sami’naa
wa atho’naa” “kami mendengar dan kami menaati” dalam menjalankan
ajaran-ajaran Islam. Berikut ini beberapa contoh teladan dari mereka yang
disebutkan dalam hadits-hadits.
·
Imam Bukhâri meriwayatkan hadits dari Abû
Sarû’ah, beliau berkata (yang artinya):
“Suatu
saat aku shalat Ashar di belakang Nabi Saw. di Madinah. Kemudian beliau Saw.
membaca salam dan cepat-cepat berdiri, lalu melangkahi pundak orang-orang yang
ada di masjid menuju ke sebagian kamar istrinya. Maka orang-orang pun merasa
kaget dengan bergegasnya Nabi. Kemudian Nabi Saw. keluar dari kamar istrinya
menuju mereka. Nabi melihat para sahabat sepertinya merasa keheran-heranan
karena bergegasnya beliau. Kemudian beliau Saw. berkata, “Aku bergegas dari
shalat karena aku ingat suatu lantakan emas (dari zakat) yang masih tersimpan
di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan
(kepada istriku) untuk membagi-bagikannya.”
·
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu Abî Aufâ
ra., beliau berkata:
“Kami
ditimpa kelaparan pada beberapa malam saat perang Khaibar, dan kami
menemukan keledai kampung,
kemudian kami menyembelihnya.
Maka ketika kuali telah mendidih, tiba-tiba berteriak juru bicara Rasulullah
Saw., “Matikanlah kuali itu dan kalian jangan makan daging keledai jinak itu
sedikitpun.” Abdullah berkata, “Kami pada saat itu mengatakan, “Sesungguhnya
Rasulullah Saw. melarang memakan keledai jinak itu hanya karena belum dibagi
lima (karena harta rampasan perang).” Tapi sahabat yang lain berkata,
“Keledai jinak itu diharamkan secara
mutlak.” Kemudian aku bertanya kepada Sa'id bin Jubair, dan ia menjawab, “Keledai
jinak itu diharamkan secara mutlak.”
·
Imam Bukhâri meriwayatkan dari Anas bin Mâlik
ra., beliau berkata:
“Suatu
hari aku memberi minum kepada Abû Thalhah al-Anshary, Abû Ubaidah bin
al-Jarrah, dan Ubay bin Ka’ab dari Fadhij, yaitu perasan kurma. Kemudian ada
seseorang yang datang, ia berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan.” Maka
Abû Thalhah berkata, “Wahai Anas, berdirilah dan pecahkanlah kendi itu!” Anas berkata,
“Maka aku pun berdiri mengambil tempat penumbuk biji-bijian milik kami, lalu
memukul kendi itu pada bagian bawahnya, hingga pecahlah kendi itu.”
·
Imam Bukhâri meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. yang
berkata:
“Semoga
Allah merahmati kaum wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan
firman-Nya, “Dan hendaklah mereka mengenakan kain kerudung mereka diulurkan ke dadanya.”
(TQS. an-Nûr [24]: 31). Maka kaum wanita
itu merobek kain sarung mereka (untuk dijadikan kerudung) dan menutup
kepala mereka dengannya.”
·
Imam Abû Dawud telah mengeluarkan hadits dari
Shafiyah binti Syaibah dari ‘Aisyah ra.:
“Sesungguhnya
beliau Saw. menuturkan wanita Anshar, kemudian beliau memuji mereka, dan
berkata tentang mereka dengan baik. Beliau Saw. berkata, “Ketika diturunkan
surat an-Nûr: 31 (tentang kewajiban memakai kerudung hingga menutup dada), maka
mereka mengambil kain sarungnya, kemudian merobeknya dan menjadikannya sebagai
kain penutup kepala (kerudung).”
·
Hadits riwayat Imam Ahmad dari Abû Râfi’ bin
Khadîj, beliau berkata:
“Kami
pada masa Nabi membajak tanah, kemudian menyewakannya dengan (mendapat bagi
hasil) sepertiga atau seperempatnya dan makanan tertentu. Pada suatu hari
datanglah kepada kami salah seorang pamanku, ia berkata, “Rasulullah Saw. telah
melarang suatu perkara yang dulu telah memberikan manfaat (duniawi) bagi kita.
Tapi taat kepada Allah dan Rasul-Nya jauh lebih bermanfaat bagi kita. Beliau
telah melarang kita membajak tanah (pertanian) kemudian menyewakannya dengan
imbalan sepertiga atau seperempat, dan makanan tertentu. Rasulullah Saw.
memerintahkan pemilik tanah agar mengolahnya atau menanaminya
sendiri. Beliau tidak menyukai
penyewaan tanah dan yang selain itu.”
·
Di dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Anas disebutkan:
“Nabi
Saw. berangkat bersama para sahabatnya hingga mendahului kaum Musyrik sampai ke
sumur Badar. Setelah itu kaum Musyrik pun datang. Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda, “Berdirilah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
Anas bin Malik berkata; maka berkatalah Umair bin al-Humam al-Anshary, “Wahai Rasulullah!
Benarkah yang kau maksud itu surga yang luasnya seluas langit dan bumi?”
Rasulullah Saw. menjawab, “Benar” Umair berkata, “ehm-ehm”. Rasulullah Saw.
bertanya kepada Umair, “Wahai Umair, apa yang mendorongmu untuk berkata
ehm-ehm?” Umair berkata, “Tidak ada apa-apa Ya Rasulullah, kecuali aku ingin
menjadi penghuninya.” Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya engkau termasuk
penghuninya, Wahai Umair!” Anas bin Malik berkata, “Kemudian Umair bin al-Humam
mengeluarkan beberapa kurma dari wadahnya dan ia pun memakannya. Kemudian
berkata, “Jika aku hidup hingga aku memakan kurma-kurma ini sesungguhnya itu
adalah kehidupan yang lama sekali.” Anas berkata, “Maka Umair pun melemparkan
kurma yang dibawanya, kemudian maju untuk memerangi kaum Musyrik hingga terbunuh.”
Oleh:
Annas I. Wibowo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar