Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 25 Juli 2019

Nabi Musa as. Dan Kehancuran Kaum yang Mendustakannya TAFSIR al-Furqan 35-36



“Dan sesungguhnya Kami telah memberikan al-Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu). Kemudian Kami berfirman kepada keduanya: ”Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami.” Maka Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya.” (TQS. al-Furqan [25]: 35-36).

Para nabi dan rasul adalah utusan Allah SWT yang diperintahkan untuk menyampaikan risalah-Nya. Risalah itu menunjukkan kepada jalan yang benar lagi lurus. Jalan yang mengantarkan manusia untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jalan yang menuntun manusia mendapatkan ridha-Nya.

Meskipun demikian, tidak semua manusia menerima petunjuk tersebut. Bahkan ada yang menentang dan memusuhinya.

Ayat ini adalah di antara yang memberitakan kesudahan dari nasib mereka yang dibinasakan.

Diutusnya Nabi Musa dan Harun

Allah SWT berfirman: Walaqad aataynaa Muusaa al-Kitaab (dan sesungguhnya Kami telah memberikan al-Kitab [Taurat] kepada Musa). Dalam ayat sebelumnya diberitakan tentang adanya musuh bagi setiap nabi. Ditegaskan pula, cukuplah bagi Allah SWT sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong. Berita tersebut untuk menghibur Rasulullah yang didustakan oleh sebagian kaumnya.

Kemudian dalam ayat ini dan beberapa ayat berikutnya dikisahkan kepada Rasulullah tentang dakwah para nabi dan kehancuran musuh-musuh mereka. Kisah Nabi Musa dan Harun yang berhadapan dengan Fir'aun dan pengikutnya diceritakan pertama kali.

Disebutkan dalam ayat ini bahwa Allah SWT telah memberikan kepada Musa al-Kitab. Yang dimaksud dengan al-Kitaab di sini adalah al-Tawraah (Taurat). Demikian diterangkan para mufassir seperti Imam al-Qurthubi, Ibnu Jarir al-Thabari, Abu Hayyan al-Andalusi, dan lain-lain.

Di samping diberi Kitab Taurat, Musa as. juga dibantu oleh saudaranya, yakni Harun. Allah SWT berfirman: Wa ja'alnaa akhaahu Haaruuna waziir[an] (dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai al-waziir [pembantu]). Dalam ayat ini disebutkan bahwa Harun dijadikan sebagai wazir. Menurut al-Zajjaj -sebagaimana juga dikutip al-Syaukani ketika menafsirkan ayat ini- secara bahasa kata al-waziir berarti yang menjadi tempat kembali dan diamalkan pendapatnya. Ini karena kata tersebut berasal dari al-wazar yang maknanya adalah yang menjadi tempat berlindung.

Wahbah al-Zuhaili memaknai al-waziir sebagai orang yang dimintai pendapat dan diajak bermusyawarah dalam berbagai urusan. Disebut waziir al-malik aw al-raiis karena dia membantu dan menolong raja atau kepala negara dalam menanggung beban tugasnya.

Menurut al-Ashma'i al-muwaazarah berarti al-mu’aawanah (bantuan, pertolongan). Dikemukakan pula oleh Ibnu Jarir al-Thabari, keberadaan Musa sebagai wazir adalah mu'iin wa zhahir (pembantu dan penolong). Al-Baidhawi juga mengatakan bahwa Harun membantu Musa dalam dakwah dan meninggikan kalimat Allah.

Keberadaan Harun sebagai wazir tidak menegasikan kenabiannya. Sebab, dalam satu zaman terkadang diutus beberapa nabi, yang satu sama lain diperintahkan untuk saling bantu. Demikian diterangkan al-Zamakhsyari, al-Syaukani, Abu Hayyan al-Andalusi, dan beberapa mufassir lainnya. Mengenai diutusnya rasul lebih dari seorang pada waktu yang sama juga diterangkan dalam firman Allah SWT: “(Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya, kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga.” (TQS. Yasin [36]: 14).

Juga perlu dicatat, sekalipun Harun adalah seorang nabi, namun dia mengikuti syariah Musa, sebagaimana layaknya al-waziir mengikuti sultan atau pemimpinnya. Demikian diterangkan Syihabuddin al-Alusi.

Keberadaan Harun as. sebagai nabi diberitakan dalam firman Allah SWT: “Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi” (TQS. Maryam [19]: 53). Perbedaannya dengan Musa as., Harun as. hanya seorang nabi, sedangkan Musa nabi sekaligus rasul. “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam al-Kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi” (TQS. Maryam [19]: 51).

Sedangkan keberadaan Harun as. sebagai waziir bagi Musa as., itu merupakan pengabulan doa Musa As. Ketika diperintahkan pergi menemui Fir'aun, Musa as. memohon kepada Allah SWT agar saudaranya itu dijadikan sebagai wazir baginya (TQS. Thaha [20]:36).

Fir'aun Dihancurkan

Kemudian Allah SWT berfirman: Faqulnaa [i]dzhabaa ilaa al-qawm al-ladziina kadzdzabuu bi aayaatinaa (kemudian Kami berfirman kepada keduanya: “Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami"). Sebagai utusan Allah SWT, mereka diperintahkan untuk menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Dalam ayat ini, mereka diperintahkan untuk mendakwahi kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Kaum yang dimaksud ayat ini adalah Fir'aun dan kaumnya. Demikian penjelasan para mufassir, seperti al-Baidhawi, Ibnu Athiyah, dan lain-lain.

Selain dalam ayat ini, perintah Allah SWT kepada Musa as. untuk mendatangi Fir'aun juga diberitakan dalam beberapa ayat lain. Seperti dalam firman-Nya: “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut." (TQS. Thaha [20]: 43-44).

Dari ayat-ayat tersebut, tampak jelas bahwa perintah mendatangi Fir'aun adalah untuk memberikan petunjuk dan peringatan kepada mereka. Untuk menguatkan, beliau pun menunjukkan mukjizat sebaga bukti kebenaran beliau sebagai utusan Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mukjizat yang besar” (TQS. al-Nazi'at [79]: 20).

Akan tetapi Fir'aun keras kepala. Dia tetap mendustakan dan mendurhakainya. Bahkan berpaling dan menantang Musa. Lalu mengumpulkan para pembesarnya dan mengaku sebagai tuhan yang paling tinggi (lihat: QS. an-Nazi'at [79]: 21 -24).

Sebagai balasan kedurhakaan mereka, Allah SWT pun menghancurkan mereka. Di akhr ayat ini Allah SWT berfirman: Fadammarnaahum tadmiir[an] (maka Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya). Dikemukakan al-Alusi kata tadmiir berarti kehancuran yang amat parah. Menurutnya, kata al-tadmiir pada asalnya berarti memecahkan sesuatu hingga tidak mungkin bisa diperbaiki lagi.

Sebagaimana diterangkan Fakhruddin al-Razi dan al-Baidhawi, dalam ayat ini sebenarnya ada kata yang dihilangkan, yakni: Fadzahabaa ilayhim fakadzdzabuuhumaa (keduanya pun pergi kepada kaum tersebut, lalu kaum tersebut mendustakan mereka). Itu artinya, azab yang ditimpakan kepada Fir'aun dan kaumnya itu setelah mereka mendustakan Musa dan Harun.

Diterangkan al-Biqai, Allah menghancurkan mereka adalah dengan menenggelamkan mereka di lautan. Peristiwa ini disebutkan beberapa ayat. Di antaranya adalah firman Allah SWT: “Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan” (TQS. al-Baqarah [2]: 50).

Demikianlah. Orang-orang yang menjadi musuh bagi utusan Allah SWT harus menerima hukuman dari Allah SWT atas kejahatan yang mereka lakukan. Allah dengan mudah mencabut semua kekuatan mereka dan menghancurkan mereka.

Inilah pelajaran penting harus dipetik dari ayat ini. Siapapun yang tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti Fir'aun dan para pengikutnya, maka tidak boleh melakukan sikap yang sama dengan musuh-musuh para nabi itu. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:
1. Musa As. dan Harun As. adalah utusan Allah untuk menyampaikan petunjuk-Nya.
2. Kaum yang mendustakan dakwah para nabi akan ditimpa azab yang dahsyat.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam