Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 01 April 2021

Berdalih Anti Pancasila, Ajaran Islam Dikriminalkan?



Meski awalnya sebagai jalan pintas untuk membubarkan, bila ditelisik pasal-pasal krusialnya, ternyata bisa menyasar Ormas mana saja –terutama ormas Islam- yang tidak disukai oleh rezim. Dan lebih parahnya lagi, sejumlah ajaran Islam mungkin dikriminalisasi dengan dalih anti Pancasila dan menyinggung SARA.

UU Ormas itu dapat dinilai membuka pintu diktatorisme gaya baru. Terlihat dari beberapa hal. Pertama, dihapuskannya proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran Ormas. Artinya, pemerintah menjadi pihak tunggal yang berhak menilai, menuduh dan mengadili sekaligus memvonis sebuah Ormas yang dianggapnya melanggar ketentuan. Dengan dihapusnya pengadilan, maka tidak ada lagi ruang bagi Ormas untuk membela diri. Ini ciri utama diktatorisme yang represif dan otoriter.

Kedua, kaburnya pengertian paham atau ajaran yang disebut bertentangan dengan Pancasila. Dalam UU yang lama, paham yang disebut anti Pancasila itu cukup jelas didefinisikan, yakni Ateisme, Komunisme, Leninisme dan Marxisme. Dalam UU yang baru ini ada tambahan frasa ”dan paham lain yang akan mengganti Pancasila dan UUD 1945”. Apa yang maksud dengan paham lain? Tidak jelas. Padahal itu frasa ada dalam penjelasan. Jadi penjelasan yang menimbulkan ketidakjelasan.

Ketiga, terdapat ketentuan pemidanaan terhadap individu yang menjadi anggota dan pengurus Ormas bila Ormasnya terbukti melanggar larangan yang disebut dalam Perppu Pasal 59 ayat 4 khususnya dengan pemidanaan yang sangat berat, yakni hukuman penjara minimal 5 tahun hingga seumur hidup. Artinya, UU ini menganut prinsip kejahatan asosiasi. Yakni orang dipidanakan bukan oleh karena perbuatannya tapi oleh karena kesertaannya dalam sebuah korporasi. Ini tentu sangat berbahaya.

UU ini merupakan cara pemerintah untuk membungkam sikap kritis terhadap pemerintah dan jalan pintas untuk membubarkan HTI. Jelas sekali membungkam dengan keras. Padahal secara substansial tidak ada dasar untuk membubarkan HTI. HTI adalah kelompok dakwah yang selama ini menjalankan kegiatannya dengan damai, santun. HTI tidak pernah mencuri uang rakyat, korupsi, melakukan anarkisme, apalagi separatisme. Mengapa diperlakukan secara semena-mena? Ini rezim gemar melanggar syariat Islam, hukum-hukum Allah SWT.

HTI tidak pernah takut dalam berdakwah. Buktinya, HTI melaksanakan dakwah selama ini secara terbuka menyerukan penegakan syariah dan khilafah. Dalam kaitan dengan Perppu, HTI melihat ini sebuah kezaliman. Kezaliman harus dicegah. Juga berfungsi sebagai jalan untuk menghalangi lajunya dakwah. Tudingan anti Pancasila hanyalah kedok dari maksud sesungguhnya, yakni memerangi dakwah Islam kaffah yang mereka sebut gerakan Islam radikal.

UU ini juga menjadi alat rezim untuk mengkriminalisasi terminologi ajaran Islam. Dalam UU itu sangat jelas, setelah organisasinya dibubarkan, orang-orangnya dipidanakan, nanti patut diduga pada akhirnya ajaran Islam pun dicap paham anti Pancasila atau permusuhan SARA. Kata-kata kafir dan jihad misalnya, boleh jadi dianggap menyinggung SARA, dan istilah syariah dan khilafah disebut anti Pancasila.

Hukum thaghut menjadi alat untuk menekan siapa saja dengan alasan-alasan politis yang dibuat-buat. Hukum jahiliyah bisa mengancam siapapun, khususnya Ormas Islam dan secara individu para dai dari kelompok manapun yang ingin mendakwahkan Islam kaffah.

Di balik keluarnya UU Ormas setidaknya ada dua pihak. Pertama, mereka yang secara politik dirugikan dengan berkembangnya kesadaran politik umat Islam, sebagaimana tampak pada hasil Pilkada 2017 lalu, khususnya Pilkada di Jakarta. Calon yang sudah mereka dukung oleh segenap komponen kekuasaan kalah telak.

Dan kedua, mereka yang secara ideologis bertolak belakang dengan kebangkitan Islam sebagaimana ditampakkan pada Aksi 212. Bagi mereka aksi itu adalah ancaman nyata. Bila terus dibiarkan, menurut mereka, kesadaran itu akan makin membesar dan menggilas paham sekular yang mereka anut. Oleh karena itu, komponen-komponen penggerak kebangkitan umat Islam ini inginnya dihajar habis. Caranya, ya melalui UU itu.

Kepentingan mereka dengan Perppu ini: pertama, tentu saja kepentingan politik. Mereka tidak ingin kekalahan Pilkada 2017 terulang dalam Pilkada 2018 yang akan dilaksanakan di sejumlah daerah yang lebih banyak dari Pilkada 2017, dan beberapa di antaranya adalah daerah yang vital seperti Jabar, Jatim dan Jateng. Dan ujungnya Pileg dan Pilpres 2019. Mereka sangat khawatir hasil Pilkada 2017, khususnya di Jakarta, berimbas hingga pemilu 2019.

Kedua, ini yang lebih mendasar, yakni kepentingan ideologis. Intinya, mereka tidak ingin Islam tegak dan berkuasa atas negeri ini. Bagi mereka, Islam adalah ancaman. Tentu saja ini kekhawatiran yang tak berdasar. Mereka harus mengerti, Islam hadir untuk memberi rahmat bagi sekalian alam.

Ormas-ormas Islam mengkritik Perppu Ormas. Perlawanan hukum dilakukan dengan mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sedang perlawanan politik dilakukan dengan mendorong fraksi-fraksi yang ada di DPR untuk menolak mengesahkan Perppu itu menjadi UU. Sementara perlawanan publik dilakukan dengan aksi-aksi massa dan penggalangan opini untuk menggerakkan penolakan publik terhadap Perppu tersebut.

---
Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 200


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam