Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 30 April 2021

Fungsi Qur’an Tafsir Mengenai Fungsi Al-Qur’an




NUZULUL QUR'AN

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dengan yang bathil)..” [al-Baqarah:185]

Frasa awal ayat ini menjelaskan bahwa, al-Quran al-Karim telah diturunkan Allah Swt. di bulan Ramadhan pada Lailatul Qadar. Al-Quran telah menyatakan hal ini dengan sangat jelas.

     Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi..” [al-Dukhaan [44]:3]

     “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan (lailatul qadar].” [al-Qadr [97]:1]

Ali Al-Shabuniy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “lail mubaarakah” (malam yang diberkahi) adalah malam yang sangat agung dan mulia, yaitu Lailatul Qadar di bulan yang penuh berkah (bulan Ramadhan) [Ali Al-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir, juz III, hal.170.].

Ibnu Jaziy menyatakan, ”…al-Quran telah diturunkan pada Lailatul Qadar [ibid, hal. 170].”

Imam Qurthubiy berkata, …”Lailatul Qadar disebut sebagai malam yang penuh keberkahan, sebab, pada malam itu Allah Swt. menurunkan kepada hamba-Nya al-Quran al-Karim yang di dalamnya berisi keberkahan, kebaikan dan pahala..” [Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, juz 16, hal.126.]

Imam Ibnu Katsir menyatakan, ”Allah Swt. telah memuliakan bulan Ramadhan di antara bulan-bulan yang lain. Ini bisa dimengerti karena bulan Ramadhan telah dipilih Allah Swt. untuk menurunkan al-Qur'an al-Adzim. [Imam Ibnu Katsir, Tafsiir Ibnu Katsiir: al-Baqarah [2]: 185]]

Dalam riwayat-riwayat dituturkan  bahwa Ramadhan adalah bulan di mana Allah Swt. menurunkan kitab-kitabNya kepada para Nabi.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu al-Asqa’ bahwa Rasulullah Saw. berkata, “Shuhuf Ibraahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Sedangkan Taurat diturunkan pada malam keenam bulan Ramadhan; Injil diturunkan pada malam ketiga belas, dan al-Qur'an diturunkan pada malam keempat belas bulan Ramadhan.” [HR. Imam Ahmad]

     Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah disebutkan, ”Sesungguhnya Zabur diturunkan pada malam kedua belas di bulan Ramadhan. Sedangkan Injil diturunkan pada malam kedelapan belas Ramadhan.” [HR. Ibnu Mardawaih]

     Yang dimaksud dengan al-Quran di sini adalah al-Quran yang diturunkan secara lengkap dari Lauh Mahfudz ke langit dunia (Baitul ‘Izzah). Setelah  itu, al-Qur'an diturunkan dari langit bumi kepada Nabi Muhammad Saw. secara berangsur-angsur. [Lihat Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, dan Tafsir Jalalain.]

Al-Hafidz Suyuthi mengatakan, “Berkaitan dengan firman Allah Swt. surat al-Baqarah : 185 dan al-Dukhaan :4, ada tiga pendapat berbeda mengenai cara diturunkannya al-Quran dari Lauh al-Mahfudz. Pendapat pertama –dan ini adalah pendapat yang paling shahih— menyatakan bahwa al-Quran diturunkan dari Lauh al-Mahfudz ke langit dunia secara lengkap. Peristiwa ini terjadi pada malam Lailatul Qadar (bulan Ramadhan). Setelah itu, al-Quran diturunkan dari langit dunia kepada umat manusia secara berangsur-angsur selama 20 tahun, 23 tahun, atau 25 tahun sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. setelah beliau diutus oleh Allah Swt…..” [al-Hafidz al-Suyuthi, al-Itqaan fi ‘Uluum al-Quran, hal 39.  Al-Hafidz al-Suyuthi mengetengahkan hadits-hadits yang mendukung pendapat ini, yakni hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim, Baihaqiy, al-Nasaaiy dan lain-lain dari jalur Manshuur, dari Sa’id bin Jabir, dari Ibnu ‘Abbas.  Dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa, al-Quran telah diturunkan dari Lauh al-Mahfudz ke langit dunia (baitul ‘Izzah) pada Lailatul Qadar di bulan Ramadlan.]

      Ayat ini juga menjelaskan fungsi al-Quran sebagai hudaan li al-naas (petunjuk bagi manusia), bayyinaat min al-huda (penjelas), dan al-furqan (pemisah atau pembeda).

     Imam Qurthubiy mengatakan, “Tafsir dari firman Allah Swt., “hudaan li al-naas wa bayyinaat min al-hudaa wa al-furqaan” adalah sebagai berikut. “Hudaa” dibaca nashab karena ia berkedudukan sebagai haal dari al-Quraan. Susunan kalimat semacam ini bermakna, ”haadiyan lahum” [petunjuk kepada mereka]. Sedangkan “wa bayyinaat” berkedudukan sebagai “‘athaf ‘alaih”. Arti ‘al-hudaa” sendiri adalah “al-irsyaad wa al-bayaan” [petunjuk dan penjelasan]. Maknanya adalah, al-Quran dengan keseluruhannya, baik ayat-ayat muhkaam, mutasyaabihaat, nasikh dan mansukh jika dikaji dan diteliti secara mendalam akan menghasilkan hukum halal dan haram, nasehat-nasehat serta hukum-hukum yang penuh hikmah”.   Adapun “al-furqaan” bermakna “maa farraqa bain al-haq wa al-baathil[semua hal yang bisa memisahkan antara yang haq dengan yang bathil]. [Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, surat al-baqarah:185.]

     Imam Thabariy menjelaskan bahwa ‘hudan li al-naas”  bermakna “rasyaadan li al-naas ilaa sabiil al-haq wa qashd al-manhaj” [petunjuk kepada umat manusia menuju jalan kebenaran dan metode yang lurus]. Adapun makna dari “bayyinaat min al-hudaa” adalah “waadlihaat min al-hudaa” [petunjuk-petunjuk yang sangat jelas]; artinya bagian dari petunjuk yang menjelaskan tentang hudud Allah, faraaidhNya, serta halal dan haramNya. Sedangkan al-furqan berarti “al-fashl bain al-haq wa al-baathil” [pemisah antara kebenaran dan kebathilan]. Makna ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan dari al-Suddiy,

Maksud dari firman Allah Swt., “wa bayyinaat min al-hudaa wa al-furqaan” adalah “bayyinaat min al-halaal wa al-haraam” [penjelasan yang menjelaskan halal dan haram]. [Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, surat al-Baqarah : 185.]

Al-Hafidz al-Suyuthi dalam tafsir Jalalain menjelaskan bahwa “al-hudaa” bermakna “petunjuk yang dapat menghindarkan seseorang dari kesesatan”. Sedangkan “bayyinaat min al-hudaa” bermakna, “ayat-ayat yang sangat jelas serta hukum-hukum yang menunjukkan seseorang kepada jalan yang benar’. Al-Furqaan sendiri bermakna “pemisah antara kebenaran dan kebathilan”. [Al-Hafidz al-Suyuthiy, Tafsir Jalalain, surat al-baqarah:185.]

Menukil pendapat Ibnu ‘Abbas, Fairuz Abadiy menyatakan,”Yang dimaksud dengan firman Allah Swt. “hudaan li al-naas” adalah al-Quran itu berfungsi memberi petunjuk kepada manusia dari kesesatan. Sedangkan frasawa bayyinaat min al-hudaabermakna perkara-perkara agama yang sangat jelas dan tidak samar.”  Adapun frasa “al-furqan” berarti halal dan haram, hukum-hukum dan hudud, serta semua hal yang menghindarkan seseorang dari syubhat (kesamaran).” [Fairuz Abadiy, Tanwiir al-Maqbaas min Tafsiir Ibn ‘Abbas’, hal.20]

     Ayat di atas telah menggambarkan betapa Allah Swt. telah memulyakan dan mengagungkan bulan Ramadhan di atas bulan-bulan yang lain. Sebab, di bulan itu Allah Swt. menurunkan al-Quran yang berisikan petunjuk, penjelasan serta pemisah antara yang haq dan bathil. Tidak hanya itu saja, al-Quran adalah sumber segala sumber hukum bagi kaum muslim yang tidak boleh diingkari dan diacuhkan. Dalam masalah ini Imam Ibnu Taimiyyah berkata:

Barangsiapa tidak mau membaca al-Quran berarti ia mengacuhkannya dan barangsiapa membaca al-Quran namun tidak menghayati maknanya, maka berarti ia juga mengacuhkannya. Barangsiapa yang membaca al-Quran dan telah menghayati maknanya akan tetapi ia tidak mau mengamalkan isinya, maka ia pun berarti mengacuhkannya”.

Selanjutnya Imam Ibnu Taimiyyah menyitir sebuah ayat:

     Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku! Sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini suatu yang diacuhkan.” [al-Furqan:30]
[Ali Al-Shabuniy, al-Tibyaan fi ‘Uluum al-Quran]

Bunga Rampai Pemikiran Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam