Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 23 Agustus 2017

China Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Ke Luar Negeri Tapi Menelantarkan Jutaan Anak-Anaknya di Dalam Negeri



Sebuah laporan yang baru diterbitkan mengenai "China's left-behind children" (anak-anak China yang ditelantarkan) mengatakan bahwa hampir 1/3 dari seluruh siswa di desa ditelantarkan oleh para orangtuanya, dengan 8% mengklaim bahwa kematian orangtua mereka tidak mempengaruhi mereka. Lebih dari 1/2 anak-anak desa bertemu orangtua mereka -yang menjadi pekerja migran- kurang dari 2 kali per tahun, demikian menurut White Paper Chinese Left-behind Children’s Psychological Conditions yang dikirm ke Global Times pada Senin 24 Juli oleh On the Road to School, sebuah NGO (Non-Government Organization) yang menyediakan bantuan psikologis dan keuangan untuk anak-anak yang terlantar.

Tahun lalu, menurut the All-China Women’s Federation, sebuah badan resmi, dan UNICEF, badan PBB untuk anak-anak, 61 juta anak-anak di China yang berusia 17 tahun telah ditinggalkan di area pedesaan sementara seorang atau kedua orangtua mereka pindah untuk bekerja. Lebih dari 30 juta anak laki-laki dan perempuan, sebagian masih usia 4 tahun, tinggal di sekolah-sekolah asrama di desa, jauh dari orangtua dan seringkali jauh dari kakek-nenek ataupun pelindung. 36 juta anak-anak yang lain telah pindah dengan keluarga mereka ke kota-kota, tapi orangtua mereka sering terlalu sibuk untuk mengurus mereka secara layak.

Komentar:
Dehumanisasi selalu menjadi ongkos sosial yang bersifat merusak demi pertumbuhan ekonomi kapitalistik. Di tengah industrialisasi dan ekspansi ekonomi Cina yang massive ke luar negeri untuk membangun ambisi Jalur Sutranya, negara ini menelantarkan generasi masa depannya dengan memaksa jutaan orangtua bermigrasi untuk bekerja. Fenomena ini juga beriringan dengan pertumbuhan jumlah perempuan lajang (single) yang percaya bahwa pernikahan tidaklah dibutuhkan untuk hidup bahagia. Populasi China yang tidak menikah menyentuh angka 200 juta.

Cina juga layak untuk disebut sebagai negara tidak-ramah-anak. Kebijakan satu-anak -yang kontroversial- selama puluhan tahun, melawan dan menghalangi lahirnya generasi masa depannya sendiri karena pandangannya bahwa populasi yang besar adalah beban ekonomi. Meskipun hari ini kebijakan itu telah direvisi, China tetap memiliki visi yang buruk mengenai anak-anak dan generasi masa depan.

Ini adalah buah pahit ideologi kapitalis materialistis yang memandang solusi atas semua masalah dari sudut pandang ekonomi dan mengabaikan dampak sosial pada kehidupan anak-anak, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Hasil dari sebuah penelitian oleh seorang Profesor dari Beijing Normal University, Li Yifei (2015), bahkan menyatakan bahwa tingkat trafficking (penculikan/jual-beli untuk dipekerjakan secara ilegal) terhadap anak-anak, kekerasan seksual, bunuh diri, kejahatan, dan penyakit-penyakit sosial lainnya sangatlah tinggi di antara anak-anak "yang ditinggalkan" itu.

Sebelum sebuah imperium runtuh, pertamanya dia mengalami keropos dari dalam. Keruntuhannya mungkin tampak tiba-tiba, tapi terjadi proses pembusukan internal yang merapuhkan ketahanan dan vitalitas imperium itu sebelum keruntuhan finalnya. Bom waktu demografi China terus berdetak menunggu kematiannya; hingga akhirnya tak lagi punya kendali atas kerusakan-kerusakan sosial sebagai harga mahal bagi kemajuan ekonomi yang mereka kejar. Ini sesungguhnya merupakan esensi dari sistem buatan-manusia, yang jauh dari petunjuk Allah, dan menjadi kehancuran manusia karena bereksperimen dan berpetualang (menuruti akalnya yang terbatas). China jelas perlu belajar dari Islam sebelum kejatuhannya. Ingat apa yang telah difirmankan Allah Swt.:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS. Thaha [20]: 124)

Sumber: China Pursues Economic Growth Abroad but Abandons Millions of its Children in Homeland

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam