Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Tampilkan postingan dengan label jahiliyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jahiliyah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Agustus 2017

China Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Ke Luar Negeri Tapi Menelantarkan Jutaan Anak-Anaknya di Dalam Negeri



Sebuah laporan yang baru diterbitkan mengenai "China's left-behind children" (anak-anak China yang ditelantarkan) mengatakan bahwa hampir 1/3 dari seluruh siswa di desa ditelantarkan oleh para orangtuanya, dengan 8% mengklaim bahwa kematian orangtua mereka tidak mempengaruhi mereka. Lebih dari 1/2 anak-anak desa bertemu orangtua mereka -yang menjadi pekerja migran- kurang dari 2 kali per tahun, demikian menurut White Paper Chinese Left-behind Children’s Psychological Conditions yang dikirm ke Global Times pada Senin 24 Juli oleh On the Road to School, sebuah NGO (Non-Government Organization) yang menyediakan bantuan psikologis dan keuangan untuk anak-anak yang terlantar.

Tahun lalu, menurut the All-China Women’s Federation, sebuah badan resmi, dan UNICEF, badan PBB untuk anak-anak, 61 juta anak-anak di China yang berusia 17 tahun telah ditinggalkan di area pedesaan sementara seorang atau kedua orangtua mereka pindah untuk bekerja. Lebih dari 30 juta anak laki-laki dan perempuan, sebagian masih usia 4 tahun, tinggal di sekolah-sekolah asrama di desa, jauh dari orangtua dan seringkali jauh dari kakek-nenek ataupun pelindung. 36 juta anak-anak yang lain telah pindah dengan keluarga mereka ke kota-kota, tapi orangtua mereka sering terlalu sibuk untuk mengurus mereka secara layak.

Komentar:
Dehumanisasi selalu menjadi ongkos sosial yang bersifat merusak demi pertumbuhan ekonomi kapitalistik. Di tengah industrialisasi dan ekspansi ekonomi Cina yang massive ke luar negeri untuk membangun ambisi Jalur Sutranya, negara ini menelantarkan generasi masa depannya dengan memaksa jutaan orangtua bermigrasi untuk bekerja. Fenomena ini juga beriringan dengan pertumbuhan jumlah perempuan lajang (single) yang percaya bahwa pernikahan tidaklah dibutuhkan untuk hidup bahagia. Populasi China yang tidak menikah menyentuh angka 200 juta.

Cina juga layak untuk disebut sebagai negara tidak-ramah-anak. Kebijakan satu-anak -yang kontroversial- selama puluhan tahun, melawan dan menghalangi lahirnya generasi masa depannya sendiri karena pandangannya bahwa populasi yang besar adalah beban ekonomi. Meskipun hari ini kebijakan itu telah direvisi, China tetap memiliki visi yang buruk mengenai anak-anak dan generasi masa depan.

Ini adalah buah pahit ideologi kapitalis materialistis yang memandang solusi atas semua masalah dari sudut pandang ekonomi dan mengabaikan dampak sosial pada kehidupan anak-anak, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Hasil dari sebuah penelitian oleh seorang Profesor dari Beijing Normal University, Li Yifei (2015), bahkan menyatakan bahwa tingkat trafficking (penculikan/jual-beli untuk dipekerjakan secara ilegal) terhadap anak-anak, kekerasan seksual, bunuh diri, kejahatan, dan penyakit-penyakit sosial lainnya sangatlah tinggi di antara anak-anak "yang ditinggalkan" itu.

Sebelum sebuah imperium runtuh, pertamanya dia mengalami keropos dari dalam. Keruntuhannya mungkin tampak tiba-tiba, tapi terjadi proses pembusukan internal yang merapuhkan ketahanan dan vitalitas imperium itu sebelum keruntuhan finalnya. Bom waktu demografi China terus berdetak menunggu kematiannya; hingga akhirnya tak lagi punya kendali atas kerusakan-kerusakan sosial sebagai harga mahal bagi kemajuan ekonomi yang mereka kejar. Ini sesungguhnya merupakan esensi dari sistem buatan-manusia, yang jauh dari petunjuk Allah, dan menjadi kehancuran manusia karena bereksperimen dan berpetualang (menuruti akalnya yang terbatas). China jelas perlu belajar dari Islam sebelum kejatuhannya. Ingat apa yang telah difirmankan Allah Swt.:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (TQS. Thaha [20]: 124)

Sumber: China Pursues Economic Growth Abroad but Abandons Millions of its Children in Homeland

Senin, 17 Juli 2017

Felix Siauw: Tanda-Tanda Kejatuhan



Ratusan tahun lamanya imperium Romawi menguasai sebagian besar Eropa, wilayahnya membentang sangat luas dari Britania di bagian utaranya hingga Mesir di bagian selatannya, dari Spanyol di bagian baratnya hingga Anatolia di bagian timurnya hingga berbatasan dengan wilayah Persia.

Tapi pada akhir abad ke-3, tanda-tanda kemerosotan Imperium Romawi sangat terlihat. Luasnya imperium yang harus diatur dan korupnya pegawai-pegawainya, berhentinya ekspedisi-ekspedisi perang dan artinya juga berhentinya jarahan-jarahan perang yang merupakan sumber pemasukan, ditambah dengan kesenjangan antara kaya dan miskin, benar-benar menghancurkan Imperium Romawi secara cepat.

Untuk mempertahankan kekuasaan dan gaya hidupnya, penguasa Romawi menjadi represif dan tirani. Lalu membebani rakyatnya dengan pajak yang tinggi dan paksaan-paksaan lainnya, sebab itulah rakyat Romawi kehilangan nafsu untuk bekerja, juga kehilangan jati diri dan kebanggaan mereka sebagai bangsa Romawi.

Tragedi berlanjut, pemasukan yang semakin sedikit dari pajak, akibat rakyat yang semakin lemas sebab diperas, mengakibatkan Imperium Romawi tak lagi mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran wajibnya, termasuk tak mampu membayar tentara dan penegak hukumnya, gagal menjaga ketahanan pangannya, dan akhirnya mengabaikan penegakan hukum.

Para pedagang mengambil alih negara, membayar tentara-tentara yang berubah menjadi staf keamanan pribadi yang melindungi kepentingannya, raja-raja kecil muncul dan pertikaian antar mereka segera menjelma menjadi perang sipil. Anarkisme menjadi hal biasa dan penyakit mewabah, menghabisi sebagian besar populasinya. Romawi terkoyak-koyak habis.

Perlahan tapi pasti, dalam situasi nan berantakan itu, hukum alam mengambil alih, siapa yang kuat dia yang menang. Maka Romawi yang mulai mengerut itu dikuasai bukan oleh militer yang bengis, meninggalkan rakyat yang semakin sengsara dalam penindasan.

Tanda-tanda kejatuhan Romawi ini apabila kita bandingkan dengan tanda-tanda kejatuhan Persia, kurang lebih sama, sebab begitulah pola yang terjadi di manapun dan kapanpun. Disarikan dari Ibnu Taimiyah, bahwasanya keadilan adalah pilar negara yang menegakkannya, sementara kezaliman yang nyata pasti akan menghancurkannya.

Sedihnya, ini tanda-tanda yang ada pada negeri kita. Keadilan menjadi barang mahal yang hanya dipajang di etalase, dibicarakan dan dilihat tapi tak seorangpun yang bisa memilikinya, kecuali 'keadilan' itu hanya bisa dibeli oleh mereka yang kaya raya, dan itu sebuah bentuk kezaliman lagi.

Tekanan asing begitu nyata terlihat di negeri ini, agama Islam yang merupakan agama mayoritas dinista dan didiamkan, ulama-ulamanya dikriminalisasi dan diancam secara masif. Sementara rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan pemimpinnya.

Media-media sangat tak proporsional dalam mewartakan, bahkan bohong dalam tiap-tiap halnya, stigmatisasi dan framing untuk menjelekkan Islam, seolah wajar dan boleh dilakukan, memutarbalikkan fakta tanpa malu, hanya untuk menyenangkan tuan-tuan yang menggaji mereka.

Sementara di tempat lain, penegak hukum secara gamblang memperlihatkan keberpihakan mereka, senang dan dekat, cenderung kepada orang-orang yang punya harta, berhadap-hadapan dengan rakyatnya sendiri demi membela kepentingan uang.

Sementara harga-harga dinaikkan, pajak diketatkan, dan umat Islam dicurigai. Duhai penguasa-penguasa yang diujung tanduk, ditunggu oleh maut, apa yang menyebabkan kalian tidak mampu mengambil pelajaran dari sejarah yang terus-menerus terulang?

Dan sejarah membuktikan, hanya ada satu cara keluar dari semua ini. Yaitu dengan kembali pada Allah dan aturan-aturan-Nya, termasuk dalam mengelola negara dan kehidupan manusia. Kembali pada syariat Islam, dalam naungan khilafah.

Felix Y. Siauw
Member @YukNgajiID

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 189
---

SMS/WA Berlangganan Tabloid Media Umat: 0857 1713 5759

Senin, 10 Juli 2017

Konsumerisme Kapitalisme Dan Demokrasi




Amerika saja, dengan hanya 6% dari populasi dunia, mengkonsumsi 30% sumberdaya dunia.



20% orang dari populasi dunia mengkonsumsi lebih dari 70% total sumberdaya materi, dan memiliki lebih dari 80% kekayaan dunia. Meskipun elit global ini terdiri dari orang-orang dari semua negara, konsentrasi utamanya ada di Barat, negara-negara konsumeris: AS, Kanada, Eropa Barat, Arab Saudi, Australia dan Jepang.



Penting dipahami bahwa elit ini tidak semata terdiri dari strata super kaya dengan pendapatan lebih dari setengah juta pounds per tahun, tapi ia juga terdiri dari mayoritas warga negara-negara itu (yang mana mereka berstandar hidup tinggi). Juga kaum elit kaya dari negara yang umumnya miskin seperti India, Ekuador, Kenya, dll: dengan kata lain, kelas konsumen kaya dunia.



Orang Barat dibiasakan untuk percaya bahwa di dunia terdapat kekurangan produksi makanan. Padahal tidak benar ada kekurangan makanan. Dunia telah memproduksi cukup makanan pokok untuk mensuplai setiap individu dengan lebih dari 2.500 kalori per hari: jumlah ini tidak termasuk buah-buahan, kacang-kacangan ataupun sayuran. Maka dunia tidak bisa dikatakan terjadi overpopulasi. 

Asia, Afrika, Amerika Latin, Amerika Tengah dan Kepulauan Pasifik sering disebut-sebut memiliki terlalu banyak populasi. Tapi hanya sedikit dari negara-negara di kawasan tersebut memiliki kepadatan penduduk yang cukup signifikan lebih banyak daripada Inggris, Jepang, Jerman ataupun Belanda, di mana sedikit prosentase populasi mengalami kurang gizi. Mayoritas negara-negara kurang gizi memiliki kepadatan penduduk jauh di bawah contoh-contoh itu. Bahkan Ethiopia, Mozambique, dan Bangladesh, negara-negara yang hampir sinonim dengan overpopulasi dan kekurangan, punya sumberdaya pertanian yang sebenarnya cukup untuk memberi makan penduduknya.



Apa yang menyebabkan kelaparan global bukanlah kekurangan sumberdaya, tapi distribusi yang tidak adil yang lebih memihak kaum kaya. Tidak ada solusi untuk kemiskinan global yang bisa mengabaikan fakta ini. Mengakhiri kemiskinan dunia berarti mendistribusikan dengan adil makanan, sumberdaya dan kekayaan dunia. Hal ini tidaklah cocok dengan konsumerisme, ingin terus lebih banyak mengkonsumsi.



Kemiskinan adalah "hasil-sampingan" dari sistem di mana kita hidup sekarang dan kita bertanggung jawab atasnya. Kemiskinannya kaum miskin bukanlah semata menjadi pendorong untuk perbuatan dermawan, tapi menjadi kebutuhan yang mendorong dibangunnya tatanan baru.



Para pendukung konsumerisme kapitalisme menawarkan 'pertumbuhan ekonomi' sebagai solusi atas kemiskinan dunia. Mereka menawarkan bahwa bangsa-bangsa dan individu-individu yang kekurangan pada saatnya akan bisa mencapai standar hidup seperti strata berkecukupan melalui penciptaan kekayaan secara 'trickle down', yaitu berbelanjanya kaum kaya akan memberi kaum miskin sesuatu untuk dimakan.



Tapi jelas, kekayaan tetap beredar di kaum kaya meski ada pertumbuhan kaum menengah. Jika "upaya" memunculkan trickle-down effect ini diteruskan, yang terjadi adalah sedikit bertambahnya kaum kaya dan banyak bertambahnya kaum miskin karena dalam kapitalisme, bisnis besar memakan bisnis kecil, kapitalis juga "memakan" sumberdaya hajat hidup orang banyak, maka wong cilik juga hidup dengan harus kesulitan berusaha, kesulitan membayar energi, pendidikan, pajak, kesehatan, bahkan air.



Amerika Serikat, yang punya 6% dari populasi dunia, menggunakan 30% suplai energi dunia. 20% populasi dunia -kelas konsumen kaya- bertanggung jawab atas lebih dari 50% polutan atmosferik, 90% gas CFC pengikis ozone, 96% limbah radioaktif dunia… dan seterusnya.



Tidak ada kritikus serius masalah lingkungan yang menyangkal bahwa tingkat polusi dunia dan degradasi lingkungan saat ini adalah parah, dan perlu ditangani secara signifikan/ ekstrim untuk mencegah kerusakan permanen atas ekosistem.


Dalam hal teknologi mobil, hingga saat ini masih didominasi berbahan bakar fosil, bermesin piston, yang mana semestinya dapat bermesin lebih efisien serta berbahan bakar terbarukan. Sebanyak sekitar 450 juta kendaraan telah bertanggung jawab atas 13% emisi karbon dunia, dan ikut andil terhadap terjadinya hujan asam.



Banyak perhatian (dan lebih banyak lagi lip-service) muncul terhadap masalah polusi dan degradasi lingkungan. Dan upaya untuk menemukan aktivitas industri dan ekonomi yang ramah lingkungan serta berkelanjutan telah menjadi agenda banyak pihak. Penerapan praktek industri yang ramah lingkungan tentu akan membutuhkan biaya yang sangat besar, di mana hal semacam ini tidak akan bisa disetujui oleh para kapitalis dengan sistem kapitalismenya. Sementara penguasa dengan demokrasinya terbukti suka "jual diri", ingin "dibeli" oleh para kapitalis. Jika ada banyak orang yang menolak untuk "dibeli" oleh para kapitalis, maka para kapitalis itu akan menemukan banyak manusia yang mau dibayar untuk menjadi "boneka" yang menjalankan demokrasi.



Rabu, 28 Juni 2017

Felix Siauw: Peradaban Khayal Hollywood



Tanyalah pada anak Anda, menurut mereka siapakah superhero yang paling hebat. Maka kemungkinan besar jawabannya antara lain; Superman, Batman, Ironman, Spiderman, The Flash, Hulk, Thor, Kapten Amerika, atau bahkan lebih mengerikan lagi kalau jawabannya Deadpool atau Wonder Woman.

Bagi anak-anak, itulah referensi yang mereka dapat tentang yang namanya “superheroes” dan apa kesamaan dari semua superheroes hari-hari ini? Ya, betul, mereka sama-sama berasal dari Amerika, mereka diciptakan di sana.

Pertanyaannya, mengapa kebanyakan (kalau tidak dikatakan hampir semua) superheroes itu dibuat di Amerika dan populer lewat Hollywood? Jawabannya sederhana, sebab memang itulah yang mereka rindukan, sebuah kehidupan ada superheroes yang membuat situasi menjadi aman, ada penolong dalam setiap kejahatan.

Sebab adanya suatu film, biasanya menunjukkan kalau mereka justru tidak memiliki cerita di film itu dalam kenyataan, maka untuk itulah film dibuat, sebab tidak ada kenyataannya, sebab itulah cita-cita orang-orangnya. Untuk kasus Amerika, banyaknya superheroes justru karena Amerika adalah negeri yang paling tidak aman sedunia.

Dalam tulisannya The Most Dangerous Place on Earth di tahun 2007, Dr Shahid Qureshi memublikasikan bahwa di Amerika terjadi pembunuhan setiap 22 menit, perkosaan terjadi setiap 5 menit, perampokan terjadi setiap 49 detik, pencurian terjadi setiap 10 detik, dan menghabiskan 674.000.000.000 dolar Amerika setiap tahunnya untuk menangani kriminalitas di negaranya.

Sama seperti di Jepang dan Korea Selatan, film-film yang mereka buat super romantis, jelas-jelas membuat remaja-remaja Indonesia galau dan baper saat menontonnya, sambil berkomentar ”so sweet”, “Ya Allah pengen banget dapet cowok kayak gitu..", dan membuat idola-dola bermata sipit ramai di Indonesia. Kenyataannya? Jepang dan Korea selatan berkompetisi memperebutkan piala dunia dalam kategori tingkat bunuh diri tertinggi di dunia.

Peradaban khayal, kebahagiaan semu, kehidupan tipu-tipu, kemajuan artifisial, itulah yang kita lihat pada peradaban yang tidak dibangun atas dasar ketakwaan, rapuh dan hanya fatamorgana saja, terlihat dari jauh sempurna namun ketika didekati hanya hawa panas dan udara saja. Amerika, Korea Selatan, dan Jepang, ternyata hanya indah di layar saja, tak seindah aslinya.

Lihatlah bagaimana kemajuan peradaban Barat meminta korban, memerlukan tumbal, Jepang dan Korea Selatan punya problem bunuh diri, Cina problemnya atheis, Amerika problemnya sex, drugs, crime. Tiap majunya peradaban, adalah mundurnya akhlak.

Tidak begitu dengan yang ditawarkan ulslam. Peradaban Islam adalah peradaban yang riil tanpa polesan atau pencitraan. Peradaban Islam tegak di atas akidah Islam yang muncul dari pengakuan sempurna akan adanya Allah dalam setiap aspek kehidupan, karena semua Muslim sadar bahwa Allah adalah asal dan tempat kembalinya.

Dan Muslim tak perlu contoh khayalan untuk menyemangatinya, Islam tak kehabisan tokoh-tokoh yang menginspirasi dan bukan fiksi, tapi nyata dan memang terbukti adanya. Pribadi Muhammad SAW takkan pernah habis digali, dicontohi dan diteladani. Di belakangnya juga banyak tokoh yang tak lekang dimakan zaman semisal Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali.

Saat peradaban lain memerlukan "tumbal” untuk kemajuan bangsanya, Islam justru menawarkan kesempurnaan hidup dunia dan akhirat. Kebahagiaan sejati di dunia dan juga tanpa batas di akhirat. Bukan hanya memajukan kualitas hidup, tapi juga manusia yang hidup di dalamnya. Begitulah peradaban Islam.

Sekarang mana yang kita harapkan, dinina-bobokan peradaban khayal Barat yang kuat dalam hal pencitraannya tapi rapuh rusak di dalamnya, ataukah peradaban Islam yang terbukti mampu menghasilkan generasi-generasi emas yang sudah mewarnai peradaban?

Felix Y. Siauw
Tim @YukNgajiID

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 193
---

Minggu, 04 Juni 2017

Kelemahan Negara Sistem Republik



Sistem republik adalah mesin politik yang digunakan oleh kaum kapitalis. Ia dijadikan instrumen untuk memastikan berjalannya sebuah sistem yang dikenal dengan Negara Budak. Segelintir elit memastikan seluruh mayoritas sebagai budak. Karena itu kita harus mengetahui apa itu kapitalisme,

Tak bisa dipungkiri para politisi dalam sistem republik lebih mengedepankan politik kepentingan dibandingkan politik pelayanan. Para politisi hanya gelisah pada saat Parpolnya atau kader Parpolnya dicopot dari jabatan menteri atau pejabat tinggi negara. Sayangnya ketika harga sembako meroket, kian merebaknya pornografi dan pornoaksi, tingginya biaya pendidikan dan sejuta problematika sosial lainnya, hampir semua politisi yang berpaham demokrasi memalingkan wajah alias masa bodoh. Agenda kunjungan para politisi ke konstituen atau rakyat mungkin hanya sekadar menjadi rutinitas seremonial.
Kasus-kasus korupsi yang bersentuhan dengan pejabat tinggi negara tampaknya hanya sekadar dijadikan komoditas politik bagi pihak oposisi namun proses hukumnya hanya jalan di tempat atau berakhir dengan ketidakpastian.

dalam sistem republik, negara justru menjadi instrumen penjajahan untuk memeras rakyat. Seluruh sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai para pemilik modal. Peranan negara dipreteli. "Subsidi" dihapus dan rakyat ditindas dengan pajak. Dalam situasi kehidupan yang begitu berat lantaran eksploitasi oleh kaum kapitalis terjadinya kezaliman negara dan orang per orang semakin merajalela.

sistem republik melahirkan banyak kebijakan liberal yang justru menambah beban masyarakat. Contoh gamblang: kebijakan pemerintah menaikan harga BBM yang memberatkan rakyat dan menguntungkan investor asing. Contoh lain: kebijakan privatisasi BUMN, yang juga mengorbankan rakyat dan menguntungkan asing. Muncul pertanyaan, mengapa penguasa lebih memilih untuk memuaskan kepentingan pengusaha/korporasi, bahkan pengusaha/korporasi asing, daripada rakyat? Hubungan erat sistem republik dengan negara korporasi adalah jawabannya.
Sudah diketahui oleh umum, partisipasi dalam sistem republik membutuhkan dana besar. Dalam konteks inilah politisi kemudian membutuhkan dana segar dari kelompok bisnis. Penguasa dan pengusaha pun kemudian menjadi pilar penting dalam sistem republik. Bantuan para pengusaha tentu punya maksud tertentu. Paling tidak, untuk menjamin keberlangsungan bisnisnya; bisa juga demi mendapatkan proyek dari pemerintah. Akibatnya, penguasa didikte oleh pengusaha.
Negara korporasi tak ubahnya perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan. Dalam negara korporasi, subsidi terhadap rakyat, yang sebenarnya merupakan hartanya rakyat, dianggap pemborosan. Aset-aset negara yang sejatinya milik rakyat pun dijual. Itulah negara korporasi, yang tidak bisa dilepaskan dari sistem politiknya: sistem republik.

Dampak paling buruk dari penerapan sistem republik tentu saja adalah tersingkirnya aturan-aturan Allah (syariah Islam) dari kehidupan masyarakat. Selama lebih dari setengah abad, negeri yang notabene berpenduduk mayoritas Muslim ini menerapkan sistem republik. Selama itu pula syariah Islam selalu dicampakkan.
belum saatnyakah kita mencampakkan sistem republik yang terbukti buruk dan menjadi sumber keburukan? Belum saatnyakah kita segera beralih pada aturan-aturan Allah, yakni syariah Islam, dan menerapkannya secara total dalam seluruh aspek kehidupan? Belum tibakah saatnya kita bertobat?

pemimpin eksekutif pemerintahan tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat; bahkan sering membuat rakyat menderita. Mengapa? Sebabnya acapkali seragam: tiga tahun pertama sibuk mengembalikan utang atas modal kampanye; dua tahun terakhir sibuk mempersiapkan Pemilu; selama 5 tahun pemerintahannya harus membuat kebijakan-kebijakan “pro pasar” (baca: pro pemilik modal) karena keberhasilannya terpilih tak lepas dari peran serta mereka. Inilah realitas dalam kehidupan sistem republik.

Secara historis, kemunculan sistem republik pada akhir abad ke-18 sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari tiga pemikiran lainnya: sekularisme, liberalisme, dan Kapitalisme. Keempatnya muncul sebagai satu paket
dengan melihat fakta bahwa “rakyat yang paling kuat” adalah kaum borjuis (kaum kapitalis, para pemilik modal) maka otomatis rakyat berada dalam kekuasaan kaum borjuis. Kedaulatan rakyat berarti kedaulatan pemilik modal (korporatokrasi).
Di mana-mana negara sistem republik selalu didominasi para pemodal.
Di India saat ini juga sangat kelihatan bahwa para pengusaha sangat menentukan perpolitikan negeri itu.
Indonesia dulu hanya menyerahkan perkebunannya pada satu korporasi, VOC (yang juga sebesar negara). Sekarang negeri ini telah menyerahkan pertambangan dan perminyakannya pada beberapa VOC baru. Rakyat pun harus membeli berbagai kebutuhannya pada mereka dengan harga tinggi.

Implikasi logis dari sistem republik adalah jauhnya kaum Muslim dari aturan-aturan Islam, terutama dalam masalah publik (kemasyarakatan). Hal ini disebabkan karena sistem republik telah menetapkan garis tegas, bahwa agama tidak boleh terlibat untuk mengatur masalah publik. Jadilah kaum Muslim sekarang hanya terikat dengan aturan Allah (itu pun kalau dia mau) dalam masalah-masalah individu, ritual dan moral; sementara dalam masalah publik banyak yang maunya asas manfaat sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Atas nama untuk kepentingan rakyat, sejak tahun 60-an Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No.6/1968). UU ini memberikan peluang kepada perusahaan swasta untuk menguasai 49 persen saham di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN. Tahun 90-an Pemerintah mengeluarkan PP No.20/1994. Isinya antara lain ketentuan bahwa investor asing boleh menguasai modal di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN, hingga 95 persen. Kini, pada masa yang disebut dengan ‘Orde Reformasi’, privatisasi dan liberalisasi atas sektor-sektor milik publik semakin tak terkendali. Minyak dan gas, misalnya, yang seharusnya menjadi sumber utama pendapatan negara, 92%-nya sudah dikuasai oleh asing.

Faktanya adalah bahwa di Amerika dan di manapun, Sistem republik tidak pernah menepati janjinya. Kuatnya pengaruh uang adalah kecacatan Sistem republik, suatu sistem pemerintahan yang memihak golongan kaya dan istemewa saja.
Di pemilu 2004, capres saat itu GW Bush menerima donasi 292 juta dollar, sedangkan lawannya John Kerry dari partai democrat menerima 253,9 juta dollar. Kandidat independen, Ralph Nader menerima 4,5 juta dolar. Total biaya pemilihan Presiden dan kursi perwakilan rakyat di Congress berkisar sebesar 3,9 milyar dollar.
Inilah cacat yang mendasar dari sistem republik, di mana ia menghasilkan hukum dan kebijakan buatan manusia yang akan menguntungkan pihak-pihak yang bisa memenangkan pengaruh, dengan tumbal rakyat biasa.

Justru lewat proses sistem republik, DPR mengeluarkan UU yang lebih berpihak kepada kelompok bisnis bermodal besar terutama penguasa asing. UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, semuanya berpihak pada asing. Dan itu secara resmi dan legal disahkan oleh partai-partai politik di DPR.
Memang sistem republik secara natural akan membentuk negara korporasi. Pilar negara korporasi ini adalah elit politik dan kelompok bisnis. Kelompok bisnis mem-backup politisi dengan dana, maklum saja biaya politik sistem republik memang mahal. Setelah terpilih sang politisi "terpaksa" balas budi, membuat kebijakan untuk kepentingan kelompok bisnis. Lagi-lagi kepentingan rakyat disingkirkan.

Melalui jalan sistem republik inilah, asing mendapatkan jaminan operasi di Indonesia karena sepak terjang mereka mengeruk kekayaan alam Indonesia mendapatkan legalitas melalui perundang-undangan. Makanya asing sangat berkepentingan dalam proses demokratisasi di Indonesia. Mereka membantu merancangkan draft perundang-undangan kepada pemerintah dan "wakil rakyat" seraya mengucurkan dana —yang bagi kalangan Indonesia dianggap besar. Hasilnya, produk sistem republik itu menjadi landasan hukum bagi usaha mereka merampok penduduk Indonesia.

Ketika sistem republik mengklaim Vox populi, vox Dei (Suara rakyat, suara tuhan), klaim itu nyata bathil dan bohong. Demikian pula bahwa sistem republik katanya pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, ternyata juga bathil dan bohong. Yang berkuasa adalah para cukong. Ketika sistem republik mengklaim kedaulatan di tangan rakyat, nyatanya rakyat tidak berdaulat. Yang berdaulat ternyata pemilik modal dan asing.

sistem republik dengan kapitalismenya dalam hal ekonomi terbukti gagal mewujudkan pemerataan kesejahteraan. Sebaliknya jurang kesenjangan dalam hal kekayaan justru makin menganga lebar. Kekayaan lebih dikuasai oleh segelintir kecil orang.

akar masalah dari kerusakan yang ada di Indonesia bahkan di dunia khususnya negeri-negeri Muslim adalah sistem yang rusak dan bertentangan dengan sistem dari Allah yaitu sistem republik/ demokrasi.


Sabtu, 20 Mei 2017

Sistem Penyimpangan termasuk Republik

HTI acara halqah intelektual muslim
 

Yang akan terjadi ketika masyarakat secara keseluruhan hanya berharap pada Islam, dan tidak percaya lagi dengan sistem republik maka perubahan kekuasaan akan terwujud. Banyaknya massa mengambang, belum menentukan pilihan, harus disikapi dengan melakukan edukasi politik yaitu mencerdaskan mereka, mensosialisasikan bahwa sistem yang wajib hanya sistem Islam bukan yang lain.
hukum yang dihasilkan oleh parlemen pasti hasil kompromi dan akomodasi dari berbagai kepentingan dan kelompok. Padahal Allah Swt. melarang kaum Muslim berkompromi dalam masalah aqidah dan hukum.
sistem republik berasas dari akidah sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Ide ini lahir dari sikap kompromis dan tidak masuk akal.

keberadaan partai dalam sistem republik sering hanya dijadikan sebagai kendaraan untuk mencari sumber kekayaan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aroma uang selalu menyertai proses-proses politik dan jabatan yang selama ini terjadi. Karena itu, tidak aneh jika mereka terlihat seru dan bersemangat ketika membahas UU Pemilu atau UU yang terkait dengan tunjangan, gaji dan fasilitas untuk wakil rakyat.
Sebaliknya, mereka begitu mudah menyerah atau bahkan sejak awal setuju dengan berbagai RUU yang lalu disahkan menjadi UU yang banyak merugikan masyarakat seperti UU SDA, UU Migas, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, dll. Mereka juga cenderung pasif menyoal privatisasi, penyerahan kekayaan alam milik rakyat kepada asing seperti Blok Cepu kepada Exxon, dll.

Sistem republik adalah suatu hal di mana negeri-negeri Muslim tidak menghasilkan apapun kecuali suatu pemerintahan yang tidak layak dan korup dari waktu ke waktu. Pemerintahan demokratis yang ada sekarang telah berkolusi dengan imperialis untuk menyerang dan membunuh warga negaranya sendiri, mengkrompromikan keamanan negaranya dengan kepentingan neoimperialisme negara lain dan telah melakukan kegagalan yang menghinakan dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar dari orang-orang miskin yang hampir putus asa.

Kaum Muslim sudah seharusnya memahami, lemahnya kekuatan umat Islam ini salah satunya adalah dipaksakannya ide Barat oleh para penjajah yang bertentangan dengan Islam, seperti sistem republik. Sudah sejak dulu, Penjajah Barat menancapkan ide-ide busuknya tersebut ke tengah-tengah benak kaum Muslim sehingga menjauhkan umat dari Islam.
Untuk mempertahankan dominasinya di negeri-negeri Islam, para penjajah asing dan aseng terus melakukan berbagai upaya sehingga umat tak berdaya. Dana yang besar mereka gulirkan untuk menancapkan ide busuk itu ke benak umat. Anehnya, sebagian dari umat itu menerima bulat-bulat ide yang telah melemahkan mereka sendiri tersebut. Selama kaum Muslim mencengkeram ide sistem republik, maka selama itu pula kaum Muslim akan senantiasa berada dalam cengkraman hegemoni para penjajah. Tidakkah kaum Muslim berkeinginan untuk kembali kepada Islam saja, yang dengannya mereka akan kembali hidup dalam kemuliaan?

Biaya 2 putaran dan pencoblosan ulang, termasuk hitung ulang suara di satu Kabupaten mencapai Rp820 M, ini pilkada (Jatim) termahal. (Suara Pembaharuan Online, 04/02/09).
sistem republik telah terbukti dan kembali akan membuktikan bahwa sistem itu tidaklah korelatif dengan kemakmuran dan kesejahteraan umat.

sistem republik hanya semakin mengokohkan sekularisme. Padahal sekularismelah yang selama ini menjadi biang dari segala krisis yang terjadi. Sekularisme sendiri adalah sebuah keyakinan dasar (akidah) yang menyingkirkan peran Islam dari kehidupan publik. Dalam konteks Indonesia yang mayoritas Muslim, sekularisme telah nyata menjauhkan syariah Islam untuk mengatur segala aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, pendidikan, peradilan, sosial, dll).
watak sistem republik di manapun, termasuk di negeri ini, secara faktual selalu berpihak kepada para kapitalis/pemilik modal.

fakta ironis terjadi di negeri ini, yang puluhan tahun menerapkan sistem republik, bahkan terakhir disebut-sebut sebagai salah satu negara paling demokratis di dunia.
Ironi ini sebetulnya mudah dipahami karena watak sistem republik di manapun, termasuk di negeri ini, secara faktual selalu berpihak kepada para kapitalis/pemilik modal. Sistem republik di negeri ini, misalnya, telah melahirkan banyak UU dan peraturan yang lebih berpihak kepada konglomerat, termasuk asing. Di antaranya adalah melalui kebijakan swastanisasi dan privatisasi. Kebijakan ini dilegalkan oleh UU yang notabene produk DPR atau oleh Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Presiden sebagai "pemegang amanah rakyat". 
UU dan peraturan tersebut memungkinkan pihak swasta terlibat dalam pengelolaan (baca: penguasaan) kekayaan milik rakyat. Sejak tahun 60-an Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No. 6/1968). UU ini memberikan peluang kepada perusahaan swasta untuk menguasai 49 persen saham di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN. Tahun 90-an Pemerintah kemudian mengeluarkan PP No. 20/1994. Isinya antara lain ketentuan bahwa investor asing boleh menguasai modal di sektor-sektor milik publik, termasuk BUMN, hingga 95 persen.

Secara tidak langsung sistem republik juga sering menjadi pintu bagi masuknya intervensi para pemilik modal, bahkan para kapitalis asing. Lahirnya UUD amandemen 2002 adalah kran awal dari intervensi asing dalam perundang-undangan. Ditengarai ada dana asing USD 4,4 miliar dari AS untuk mendanai proyek di atas. Hasilnya, lahirlah UU Migas, UU Listrik dan UU Sumber Daya Air (SDA) yang sarat dengan kepentingan asing. Dampaknya, tentu saja adalah semakin leluasanya pihak asing untuk merampok sumber-sumber kekayaan alam negeri ini, yang notabene milik rakyat. Dampak lanjutannya, rakyat bakal semakin merana, karena hanya menjadi pihak yang selalu dikorbankan; hanya menjadi ‘tumbal’ sistem republik, yang ironisnya selalu mengatasnamakan rakyat.

jelas bahwa jika memang semua kalangan menghendaki terwujudnya kesejahteraan rakyat —sebagaimana yang juga sering dijanjikan oleh para caleg dan elit parpol setiap kali kampanye menjelang Pemilu— maka tidak ada cara lain kecuali seluruh komponen bangsa ini harus berani mencampakkan sekularisme, yang menjadi dasar dari sistem politik sistem republik dan sistem ekonomi kapitalis yang terbukti gagal di segala bidang. Selanjutnya, seluruh komponen bangsa ini harus segera memperjuangkan syariah Islam secara kâffah untuk sistem negara; baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, peradilan, sosial, keamanan dan pertahanan, dll. yang dalam sistem politik Islam disebut dengan sistem Khilafah.
karena kritik Islam terhadap sistem republik sangat mendasar dan juga karena sistem republik pasti akan menjauhkan ummat dari syari’at, maka harus dimunculkan sistem yang lain untuk menggantikan sistem republik. Sistem itu adalah Syari’at Islam beserta Khilafah Islam.

para kepala negara dan anggota parlemen negara-negara demokrasi, seperti AS dan Inggris sebenarnya bukan mewakili rakyat, melainkan mewakili kehendak kaum kapitalis yakni pemilik modal dan konglomerat.
Kesejahteraan ketika ridha terhadap sistem republik hanyalah propaganda asing dan aseng agar negara dunia ketiga tetap menerapkan sistem republik, akan tetapi realitasnya sistem republik hanya memakmurkan negara-negara kapitalis, dan agen-agennya, itupun hasil mengeksploitasi dunia ketiga.


Minggu, 14 Mei 2017

Negara Kerusakan Republik

 

Menilik dari aspek historis, sistem republik jelas dilahirkan dari aqidah sekularisme yang menolak campur tangan Islam untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk di dalamnya negara. Selain itu, sistem republik juga murni berasal dari rekacipta dan hawa nafsu manusia, bukan berasal dari hukum Islam.

Istilah pemerintahan rakyat hanyalah jargon yang sengaja dipropagandakan untuk menipu rakyat, agar mereka merasa ikut serta dalam menentukan arah pemerintahan dengan berpartisipasi dalam mekanisme pemilu sistem republik. Padahal sejatinya yang diuntungkan hanyalah segelintir orang, utamanya pemilik modal dan elit partai politik. produk legislasi wakil rakyat justru menguntungkan pihak asing, pemilik modal dan merugikan rakyat. Di Indonesia, disahkannya UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal Asing, UU Minerba (Mineral, Barang tambang), UU BHP (Badan Hukum Pendidikan), dll adalah wujud konkret ilusi sekaligus kecacatan sistem republik.

negara kapitalis seperti AS dapat hidup dan kaya karena hasil mengeksploitasi negara Dunia Ketiga (tertinggal). Agar mereka dapat dengan mudah mengeruk kekayaan negara lain, maka adanya kesamaan standar, persepsi dan keyakinan bagi seluruh negara di dunia menjadi sangat penting. Standar, persepsi dan keyakinan tersebut sedemikian rupa akan dikesankan sebagai ide yang terbaik, berlaku universal, sehingga mau tidak mau semua negara diarahkan (baca: dipaksa) menganutnya. Standar, persepsi dan keyakinan tersebut tidak lain adalah sistem republik (termasuk HAM) dan liberalisme ekonomi dunia yang muncul dari ideologi Kapitalisme.

Untuk memperjuangkan kepentingan ideologinya, yang dilakukan negara kapitalis adalah mengajak seluruh dunia untuk menjadikan Kapitalisme —termasuk sistem republik— sebagai standar, persepsi, serta keyakinan yang berlaku di segala aspek kehidupan bagi seluruh umat manusia.
Untuk itu, negara kapitalis seperti AS melakukan internasionalisasi ideologi Kapitalisme sebagai asas interaksi dan UU Internasional. AS dan negara kapitalis lainnya kemudian membentuk PBB dan Piagam PBB, yang menjadi legitimasi dan alat kepentingan internasionalnya.
Sebagai pembentuk badan internasional itu, AS tentu harus mendapat jaminan, bahwa kepentingan-kepentingannya tetap bisa terjamin. Karena itu, dibuatlah Dewan Keamanan PBB (DK PBB) dengan anggota tetap yang memiliki hak veto. Dengan hak ini, AS dapat dengan mudah menggagalkan segala keputusan yang dianggap bertolak belakang dengan kepentingannya; tidak peduli sebaik apapun keputusan itu; tidak peduli meskipun seluruh negara mendukung keputusan tersebut.

Amerika Serikat sebagai negara adidaya seolah tidak boleh disalahkan. Dengan semena-mena mereka menggempur Irak dan Afganistan atas nama kebebasan dan demokratisasi. Mereka juga mendiskreditkan umat Islam dengan mencurigainya sebagai bagian dari teroris yang akan menghancurkan Amerika. Sudah ratusan ribu warga Irak, Afganistan, Bosnia, Sudan, Somalia, mati di tangan tentara Amerika tanpa salah apa-apa.

Sistem republik membatasi hanya aspirasi yang sesuai dengan keinginan sistem republik (baca: imperialis), supaya Islam tidak tegak dan imperialis tetap bisa leluasa mengeruk keuntungan atas kekayaan negeri-negeri Islam serta mengekspor budayanya. 
(tatanan kehidupan tidak-Islam, anti-syariah supaya masyarakat lemah, gampang diliciki dan disesatkan sampai tutup usia)
sistem republik adalah alat bagi globalisasi untuk memperlancar liberalisasi perdagangan dan investasi. Globalisasi —yang di dalamnya ada liberalisasi perdagangan, sistem republik, HAM, lingkungan hidup dan hak paten— menjadi kebutuhan ‘survivality’ bagi kapitalis agar tetap menjadi adidaya dan mengeruk kekayaan alam dunia.

Reformasi yang sudah berjalan sepuluh tahun lebih telah berhasil menjadikan negeri ini makin demokratis. Bahkan sekarang negeri ini dianggap sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia –setelah AS dan India-. Meski demikian, nyatanya proses sistem republik yang makin demokratis itu tidak korelatif dengan peningkatan kesejahteraan dan kehidupan rakyat yang baik. Padahal sistem republik dan proses demokratisasi dianggap menawarkan perubahan kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Fakta menunjukkan tawaran itu seperti pepesan kosong alias bohong.

dalam sistem republik bisa dikatakan tidak ada sesuatu yang tetap. Hal itu karena hukum dan aturan penentuannya diserahkan pada selera akal manusia, sementara selera akal selalu berubah dari waktu ke waktu. Sesuatu yang dianggap baik hari ini bisa saja besok berubah menjadi sesuatu yang dinilai buruk. Sesuatu yang dinilai manfaat hari ini ke depan bisa dinilai sebagai madharat (bahaya). Hal itu karena akal senantiasa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kepentingan (ego). Artinya, perubahan yang ditawarkan oleh sistem republik itu akan dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kepentingan hawa nafsu.
Dalam konteks ini kepentingan pihak-pihak yang mendominasi proses sistem republiklah yang akan menentukan perubahan yang terjadi. Di sinilah masalahnya.
sistem republik itu dalam prosesnya membutuhkan biaya mahal. Di sinilah peran para pemodal yang berinvestasi melalui proses sistem republik menjadi sangat menonjol dan menentukan. Ironisnya semua itu selalu diatasnamakan suara dan kepentingan rakyat karena rakyatlah yang memilih orang-orang yang mewakili mereka. Dengan demikian kepentingan para pemodal sistem republik itulah yang menjadi penentu arah perubahan yang terjadi. Jadi sistem republik memang menjadikan perubahan tetapi bukan perubahan yang memihak kepentingan rakyat, tetapi memihak kepentingan aktor-aktor sistem republik dan para pemodal mereka.

sistem republik adalah sistem buatan manusia yang tentu saja sarat dengan kelemahan dan kekurangan serta tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan hawa nafsu. Lebih dari itu, sistem republik sebagai sebuah sistem bertentangan dengan Islam, karena inti dari sistem republik adalah kedaulatan rakyat. Makna praktis dari kedaulatan adalah hak membuat hukum. Itu artinya sistem republik menjadikan rakyat –riilnya adalah wakil-wakil rakyat- sebagai pembuat hukum. Sebaliknya, dalam Islam membuat dan menentukan hukum itu adalah hak Allah SWT. Artinya dalam Islam hanya syara’ yang menjadi hukum.
Allah telah menjelaskan bahwa hanya Islamlah sistem yang bisa menawarkan kehidupan kepada umat manusia. Hanya Islamlah yang bisa membawa manusia menuju cahaya, sementara sistem selain Islam justru mengeluarkan manusia dari cahaya menuju kegelapan.

Menggantungkan harapan terjadinya perubahan hakiki kepada proses sistem republik hanya akan mendatangkan kekecewaan. Fakta yang terjadi di negeri-negeri Islam selama ini sudah menegaskan hal itu. Karena itu, tidak sepantasnya kita masih menaruh harapan pada sistem republik.
tetap saja keadilan dan kesejahteraan yang diharapkan tidak pernah tercapai. Yang terjadi justru monopoli kekuasaan dan kekayaan oleh segelintir orang sementara angka kemiskinan, penindasan dan berbagai kejahatan sosial makin tinggi.
Jalan untuk mewujudkan perubahan hakiki, yaitu untuk mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh, hanya bisa dilakukan melalui thariqah (metode) dakwah Rasulullah Saw.

konsep dasar kedaulatan sistem republik ada di tangan rakyat berarti yang berhak membuat hukum manusia, jadi apa saja bisa dimusyawarahkan. Berbeda dengan Islam yang konsep kedaulatannya ada di tangan Allah berarti yang berhak membuat hukum hanya Allah saja. Jadi tidak ada musyawarah dalam perkara yang sudah ditetapkan secara pasti oleh Allah, namun dibolehkan bermusyawarah dalam pilihan-pilihan yang mubah.
Dalam masalah tasyri’ (penetapan hukum), keputusan diambil dengan cara merujuk kepada sumber hukum yakni al Qur'an dan As Sunnah, serta yang ditunjukkan oleh keduanya (ijma' shahabat dan qiyas). Musyawarah hanya dilakukan dalam teknis pelaksanaan suatu perkara. Rasulullah bermusyawarah dengan para shahabat tentang di mana mereka harus menghadapi pasukan kafir Quraisy dalam perang Uhud, apakah di dalam atau di luar kota Madinah. Rasul tidak bermusyawarah tentang apakah jihad itu wajib atau tidak.


Sabtu, 01 April 2017

Republik Negara Sistem Penyimpangan



Politik sistem republik berbiaya mahal. Para politisi memerlukan biaya besar, mencapai miliaran per orang, untuk membiayai proses politik. Dana itu bisa berasal dari dana sendiri atau dari cukong para kapitalis. 
Akibatnya para politisi menggunakan segala cara untuk mengembalikan modal itu bagi dirinya sendiri dan cukongnya, ditambah keuntungan. 
Di antara modusnya, fasilitas langsung seperti fasilitas kunjungan, dan sejenisnya. Atau melalui proyek-proyek yang aneh besar anggaran, jenis proyek atau prosesnya. Proyek-proyek fantastis bisa jadi termasuk modus ini. 
Contoh lain, pengadaan mesin foto copy di DPR yang mencapai Rp8,86 miliar yang pembukaan lelangnya dilakukan Oktober 2011. Bisa juga dengan modus merencanaan proyek tertentu yang tak jarang sekaligus ditentukan perusahaan pelaksananya. Apa yang terungkap dalam masalah mafia anggaran yang melibatkan anggota dewan mengungkap modus ini. 
Jadilah, politisi dan pejabat hanya mengabdi demi kepentingan sendiri, kelompok dan para cukong yang mendanai proses politiknya. Kepentingan rakyat hanya diperalat. Jika pun kadang-kadang diperhatikan, tak lebih itu sekedar untuk penyesatan agar mereka terkesan memperhatikan kepentingan rakyat.

Pemborosan uang rakyat (korupsi, UU yang anti kepentingan rakyat) itu sangat sulit -kalaupun bisa- diberantas dalam politik sistem republik
Sebab politik sistem republik yang mahal biaya justru menjadi akar penyebabnya. Untuk menyelesaikannya, sistem republik yang mahal itu justru harus ditinggalkan. 
Sebagai gantinya Sistem Islam yang memang memiliki solusi untuk semua problem itu harus diterapkan. Islam memiliki hukum-hukum terkait dengan pembelanjaan harta negara yang memberikan panduan dan batasan sehingga pembelanjaan harta negara tidak mengikuti kehendak penguasa dan para politisi seperti dalam sistem republik saat ini.

Realitanya yang membahayakan masyarakat dan bangsa ini adalah ideologi Kapitalisme dengan politik sistem republiknya. Sebab, pilar penting sistem republik yang mutlak ada adalah kebebasan (al-hurriyah/ liberalism). Kebebasan ini bukan saja berbahaya, tetapi merupakan ide kufur yang haram untuk diadopsi umat Islam. Hancurnya generasi muda kita tidak bisa dilepaskan dari ide kebebasan ini, antara lain kebebasan bertingkah laku (al-hurriyah asy-syakhsiyah).

merebaknya sistem republik justru menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi di alam sistem republik ini telah merasuk ke setiap instansi pemerintah, parlemen/ "wakil rakyat", dan swasta.
Menurut catatan Transparency International Indonesia, indeks korupsi di Indonesia tidak menurun, masih bertahan di angka 2,8. Posisi itu sama dengan periode sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 110 dari 178 negara yang disurvei terhadap indeks persepsi korupsi (antaranews, 26/10/2010).
DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan sistem republik adalah sarang banyak pelaku korupsi. Berdasarkan hasil survei Kemitraan, lembaga legislatif menempati urutan nomor satu sebagai lembaga terkorup disusul lembaga yudikatif dan eksekutif. Hasil survei tersebut menyebutkan korupsi legislatif sebesar 78%, Yudikatif 70% dan eksekutif 32% (mediaindonesia, 21/4).
Sebutlah skandal pengaturan pemilihan deputi senior gubernur BI periode 2004-2009 yang menjerat dua puluh lima anggota DPR-RI periode 1999-2004; kasus alih fungsi hutan di propinsi Riau; kasus suap proyek wisma atlet yang sekarang ramai dan banyak kasus lainya. Begitu pula deretan anggota DPRD yang terjerat kasus korupsi juga sangat panjang.

Mengapa korupsi menggila di alam sistem republik? Jawabannya selain untuk memperkaya diri, korupsi juga dilakukan untuk mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik termasuk berkompetisi di ajang pemilu dan pilkada. Sebab proses politik sistem republik, khususnya proses pemilu menjadi caleg daerah apalagi pusat, dan calon kepala daerah apalagi presiden-wapres, memang membutuhkan dana besar. Untuk maju menjadi caleg dibutuhkan puluhan, ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Sementara untuk menjadi bupati saja dibutuhkan dana tidak kurang dari Rp20 miliar per calon kepala daerah.
Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan: “Minimal biaya yang dikeluarkan seorang calon Rp20 miliar, akan tetapi untuk daerah yang kaya, biayanya bisa sampai Rp100 hingga Rp150 miliar. Kalau ditambah dengan ongkos untuk berperkara di MK, berapa lagi yang harus dicari. (kompas.com, 5/7/2010).

Para pengusaha dan penguasa saling bekerja sama dalam proses pemilu. Pengusaha membutuhkan kekuasaan untuk kepentingan bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan pemilu.
sistem republik justru menjadi akar masalah munculnya perilaku korupsi dan kolusi.
Semua itu telah menjadi bersifat sistemik karena yang menjadi akar masalahnya adalah politik sistem republik yang mungkin lebih tepat disebut industri politik sistem republik. Layaknya industri yang untung adalah para pengelolanya (penguasa, pejabat dan politisi) dan para pemodalnya yaitu para kapitalis pemilik modal.
Rakyat akan terus menjadi konsumen dan kepentingan rakyat hanyalah biaya yang akan terus ditekan
Akibat semua itu, kepentingan rakyat selalu dikalahkan.

sistem republik melahirkan para pemimpin bermental korup, zalim, dan rakus. Sistem republik telah membiasakan para penguasanya untuk gemar berbuat curang, menerima suap, korupsi, dan melakukan kolusi yang merugikan rakyat, padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan perbuatan tersebut.
Sesungguhnya kerusakan penguasa dan pemerintahan yang sekarang ada bukanlah sekadar disebabkan bejatnya moral para pemimpin, tapi karena kebusukan sistemnya. Sudah seharusnya umat mencampakkan sistem industri politik sistem republik dan menggantinya dengan sistem yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, yang menjamin keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
Karena itu untuk menghindarkan umat dari semua itu dan mewujudkan kehidupan yang lebih baik maka tidak ada jalan lain kecuali mencampakkan industri politik republik yang menjadi akar semua problem itu. Dan berikutnya kita ambil dan terapkan petunjuk hidup dan sistem yang diberikan oleh Allah yang Mahabijaksana. Sebab Allah SWT sendiri telah menjamin bahwa Islam akan memberikan kehidupan kepada kita semua dan umat manusia umumnya.
Apakah tidak cukup umat menderita dalam sistem republik dan setiap hari menyaksikan kerusakan demi kerusakan ditimbulkan oleh sistem ini yang dijalankan para penguasa? Sungguh Allah telah memberi pelajaran kepada kita semua, semoga kita bisa memahaminya. Maka, hukum siapakah yang lebih baik dibandingkan dengan hukum Allah SWT?

Peristiwa-peristiwa dalam beberapa tahun terakhir telah mengungkapkan kelemahan dari sistem republik dan wajah sebenarnya dari kapitalisme global. Orang-orang kaya dan hartawan, yang telah membangun sebuah sistem politik, media dan bisnis untuk memastikan mereka terus dapat memperkaya diri sendiri, adalah penerima manfaat yang nyata sistem ini, sementara rakyat jelata harus membayar harganya.
Ketidakadilan ini ditopang dan difasilitasi oleh sistem yang disebut sebagai politik sistem republik. Para politisi itu tergantung pada bisnis besar dan perusahaan media untuk membawa mereka ke tampuk kekuasaan, dan setelah memegang kekuasaan mereka membuat undang-undang yang melayani diri mereka sendiri atau lebih lanjut melayani kepentingan bisnis dari perusahaan-perusahaan tersebut.

Kita harus berterima kasih, tentu tidak lain kepada Allah SWT, bukan pada sistem republik yang justru mengingkari kekuasaan Allah dalam penetapan hukum. Karena atas berkat rahmat Allahlah kita hidup, menghirup udara segar, berjalan dan berbicara serta mengenyam segala nikmat. 
Dengan semua nikmat dari Allah yang telah kita reguk, sungguh sangat tidak pantas jika ada yang malah menyanjung-nyanjung sistem republik, sementara seruan untuk kekuasaan sistem Islam mereka lecehkan!!


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam