Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Sesungguhnya
orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak
mengerti. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka
sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (TQS. al-Hujurat [49]: 4-5)
Islam telah menetapkan sejumlah adab bergaul dengan Rasulullah ﷺ.
Di antaranya adalah dalam memanggil beliau ketika berada di dalam kamar
istri-istrinya. Tidak diperkenankan memanggil beliau dari luar, apalagi dengan
bersuara keras dan kasar. Sebaliknya, harus bersabar menunggu hingga beliau
keluar darinya. Inilah di antara yang terangkan oleh ayat ini.
Memanggil dari
luar
Allah SWT berfirman: Inna al-Iadziina yunaadawnaka min waraa’ al-hujuraat (sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari
luar kamar[mu]). Jika di dalam ayat sebelumnya berisi tentang adab berbicara
dengan Rasulullah ﷺ, maka dalam ayat ini diterangkan tentang adab
memanggil beliau ketika beliau berada di dalam kamar.
Ada beberapa riwayat tentang sebab turunnya ayat ini. Di antaranya
adalah riwayat Mujahid dan lainnya asebagaimana dikutip Imam al-Qurthubi dalam
tafsirnya, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang Arab Badui Bani Tamim.
Ada delegasi mereka yang mendatangi Nabi ﷺ dan masuk masjid seraya memanggil beliau dari luar
kamarnya: ”Keluarlah engkau untuk menemui kami karena pujian kami adalah indah
dan celaan kami adalah keburukan." Di samping itu, masih ada beberapa
riwayat lain yang kejadiannya hampir sama sebagaimana diberitakan dalam ayat
ini. Bahwa memanggil Rasulullah min waraa’ al-hujuraat.
Frasa min waraa’ al-hujuraat berarti min khaarijihaa (dari luarnya), baik dari
depan maupun dari belakang. Sebab kata waraa‘a
berasal dari kata al-muwaarah wa al-istitaar
(yang tersembunyi dan tertutup). Maka semua yang tidak terlihat olehmu adalah waraa‘a, baik dia berada di belakang atau di
depan. Apabila kamu dapat melihatnya, maka tidak disebut waraa‘aka. Oleh karena itu, ketika kata waraa‘a ini dikaitkan dengan orang yang berada
di dalam al-hujuraat (kamar-kamar), maka
menunjuk kepada semua yang ada di luar lantaran tertutup dari penglihatan orang
yang berada di dalam. Demikian penjelasan Syihabuddin al-Alusi dalam tafsirnya.
Sedangkan
kata al-hujuraat merupakan bentuk jamak
dari kata al-hujrah. Secara bahasa, kata
tersebut bermakna al-ruq'ah min al-ardh
al-mahjuurah bi haaith yahuuthu 'alayha (suatu bidang tanah yang
dipagari dengan pagar yang memagarinya). Kata khathiirah
al-ibil (kandang unta) disebut juga al-hujrah.
Demikian penjelasan al-Qurthubi dalam tafsirnya. Termasuk dalam hujrah adalah ghurfah
(kamar).
Dalam konteks ayat ini, yang dimaksud dengan al-hujuraat adalah kamar-kamar istri Nabi ﷺ,
yang masing-masing memiliki pintu. Demikian dikatakan al-Zamakhsyari dan
al-Jazairi dalam tafsir mereka. Dikatakan juga oleh al-Alusi, istri-istri Nabi ﷺ
yang berjumlah sembilan orang itu masing-masing memiliki kamar.
Menurut al-Zamakhsyari, panggilan mereka dari luar kamar-kamar tersebut
mengandung arti bahwa mereka berpencaran pada tiap-tiap kamar, lalu sebagian
orang memanggil Rasulullah ﷺ dari luar kamar yang satu, dan sebagian lainnya
memanggil di kamar yang lainnya. Bisa juga, mereka semua mendatangi semua kamar
satu per satu dan memanggil beliau dari luar kamar. Atau, mereka memanggil dari
luar sebuah kamar yang ketika itu istri-istri Nabi ﷺ
sedang dikumpulkan dalam satu kamar.
Perbuatan
tersebut, sekalipun disandarkan kepada semua mereka, akan tetapi bisa saja yang
melakukannya sebagian dari mereka, sedangkan yang lain ridha dengan perbuatan
tersebut, sehingga seolah-olah dilakukan mereka semua.
Kemudian
ditegaskan Aktsaruhum laa ya'lamuun
(kebanyakan mereka tidak mengerti). Yang dimaksud dengan laa ya'lamuun adalah bodoh dan sedikit ilmu.
Al-Khazin berkata, ”Ini merupakan penyifatan mereka dengan al-jahl wa qillat al-'aql (bodoh dan sedikit
ilmu).” Ibnu Jarir al-Thabari juga berkata tentang ayat ini, ”Sebagian besar
mereka bodoh terhadap agama Allah SWT. Dan kewajiban mereka itu merupakan hakmu
dan sebagai penghormatan terhadapmu."
Dengan demikian, ayat ini mencela tindakan orang-orang yang memanggil
Rasulullah ﷺ dengan suara keras dari luar kamar. Ibnu Katsir
berkata, ”Kemudian Allah SWT mencela orang-orang yang memanggil beliau dari
luar kamar, yakni kamar-kamar istri beliau, sebagaimana dilakukan oleh
orang-orang Arab Badui yang bertabiat kasar."
Patut
dicatat, hukum tersebut ditujukan untuk al-aktsar
(sebagian besar) dan bukan untuk al-kull
(semuanya). Menurut Syihabuddin al-Alusi, karena di antara mereka ada yang
tidak bermaksud melanggar adab. Akan tetapi, mereka memanggil untuk suatu
urusan yang mereka katakan.
Seandainya Mau
Bersabar
Dalam ayat berikutnya Allah SWT berfirman: Walaw annahum shabaruu hattaa
takhruja ilayhim (dan kalau sekiranya
mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka). Jika dalam ayat sebelumnya
diterangkan tentang orang-orang yang berlaku suu’ al-adab
(tidak sopan), yakni berteriak-teriak dan memanggil Rasulullah ﷺ
dari luar kamar, maka dalam ayat ini menerangkan orang-orang yang berlaku
sebaliknya. Yakni, orang-orang yang mau bersabar menunggu hingga Rasulullah ﷺ
keluar dan menemui mereka.
Fakhruddin
al-Razi berkata, "Ini mengisyaratkan tentang husn
al-adab (adab yang baik) yang berbeda dengan suu’ al-adab (adab yang buruk) yang mereka lakukan. Seandainya
mereka bersabar tehadap apa yang mereka butuhkan dan ketika kamu keluar untuk
menemui mereka, maka mereka tidak mendatangi kamu pada waktu bersendiri untuk
dirimu sendiri, keluarga, dan Tuhanmu karena sesungguhnya dirimu memiliki hak,
demikian pula keluargamu.”
Patut dicatat, Nabi ﷺ memang diutus untuk mendakwahkan risalahnya dan
mengurus umat. Dan itu pula dilakukan Nabi ﷺ. Meskipun
demikian, beliau tetap memerlukan waktu untuk istirahat dan mengurus
keluarganya. Maka ketika itu sedang beliau lakukan, hendaknya tidak mengganggu
beliau. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa panggilan kepada Rasulullah ﷺ
dari luar kamar itu dilakukan ketika beliau sedang istirahat siang.
Kemudian Allah SWT berfirman: lakaana khayr[an] lahum
(sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka). Ini adalah pujian kepada
orang-orang yang mau bersabar menunggu Nabi ﷺ keluar dari kamar
istrinya. Dikatakan Ibnu Katsir, ”Jika mereka melakukan hal itu, maka mereka
akan memperoleh kebaikan dan kemaslahatan di dunia dan akhirat.”
Imam al-Qurthubi juga berkata, "Seandainya mereka mau menunggu kamu
keluar, sungguh itu lebih baik bagi mereka, baik dalam agama mereka maupun bagi
dunia mereka. Rasulullah ﷺ tidak tersembunyi dari manusia kecuali pada
waktu-waktu tertentu yang beliau sedang sibuk mengerjakan urusan peribadinya.
Maka, panggilan mereka kepada Rasulullah ﷺ ketika itu merupakan tindakan suu‘ul adab (adab yang buruk).”
Al-Baidhawi berkata, ”Sesungguhnya sikap sabar itu lebih baik bagi
mereka daripada tergesa-gesa lantaran sikap tersebut termasuk menjaga adab dan
hormat terhadap Rasul ﷺ yang meniscayakan pujian dan pahala.”
Ayat ini
pun ditutup dengan firman-Nya: WalLaah
Ghafuur[un] Rahiim[un] (dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
Dikatakan Ibnu Jarir al-Thabari, ”Allah SWT memiliki ampunan terhadap
orang-orang yang memanggilmu dari luar kamar jika mereka bertaubat dari maksiat
kepada Allah SWT, yakni panggilan mereka kepadamu dan mau kembali kepada
perintah Allah SWT dalam perakara itu dan lainnya. Rahiim (Maha Penyayang) untuk menghukum manusia atas dosanya
setelah bertaubatnya darinya."
Ayat ini
juga dapat dipahami sebagai dorongan untuk bertaubat dari perbuatan tersebut
dan perbuatan lainnya yang melanggar syara'.
Diterangkan
juga oleh al-Zamakhsyari, kedua kata itu untuk mengungkapkan keluasan ampunan
dan rahmah (kasih sayang). Maka, Dia tidak menyempitkan ampunan dan rahmat-Nya
kepada mereka jka mereka mau bertaubat dan kembali kepada Allah SWT.
Demikianlah. Islam telah menggariskan adab dan tatakrama bergaul dengan
Rasulullah ﷺ. Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya, umat Islam
pun menyadari tentang adab yang tinggi ini. Sehingga adab itu juga mereka
terapkan kepada guru dan ulama. Diceritakan dari Abu Ubaid, seorang ulama yang
zuhud dan perawi yang tsiqah, dia berkata, "Aku tidak pernah mengetuk
pintu ulama hingga ketika dia keluar." Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1. Memanggil Rasulullah ﷺ dari luar kamar ketika beliau berada di dalamnya
adalah tindakan suu'u
al-adab (tidak sopan).
2. Husn al-adab (adab yang baik) adalah menunggu
beliau hingga keluar dari kamarnya.
3. Jika
sudah telanjur berbuat tidak sopan dengan beliau, maka langkah yang harus
diambil segera adalah bertaubat dan meminta ampun kepada-Nya.
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar