Sekularisme adalah Musuh Sebenarnya
Bagian 1 Perang Ide-Ide : Kapitalisme Barat versus Islam
4 Sekularisme Bukannya Islam adalah Musuh Vatican Sebenarnya
"Selama periode Khalifah-Khalifah orang-orang Kristen dan Yahudi terpelajar tidak hanya dihormati tapi juga ditunjuk untuk tanggung jawab yang besar, dan dipromosikan ke pekerjaan tingkat tinggi pemerintah ... Dia (Khalifah Harun al-Rasyid) tidak pernah memandang di negara mana seorang terpelajar tinggal atau kepercayaan dan keyakinannya, tapi hanya kehebatannya di bidang studi."
- Dr. William Draper
Upacara penobatan Kardinal Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI telah membawa ke depan sekumpulan masalah, yang mengancam menjatuhkan kepausannya. Yang terbesar di antaranya adalah tantangan dari Islam dan sekularisasi Kristen di Eropa.
Vatikan tampak terpecah tentang bagaimana menjegal Islam. Beberapa kardinal setuju dengan muslim moderat dan mengerucutkan sikap-sikap Vatican terhadap Islam. "Paus selanjutnya haruslah seseorang yang mampu berdialog dengan berbagai agama dunia, dan khususnya Islam ... Islam sedang bangkit, dan Kristen, setidaknya di dunia maju, sedang merosot", kata Reverend Keith F. Pecklers, seorang profesor Jesuit teologi di Pontifical Gregorian University. Pendekatan ini mirip dengan yang dirancang oleh Paus John Paul II yang di tahun 1986 menjadi Paus pertama yang mengunjungi satu negeri Muslim. Selama kunjungannya ke Maroko dia berkata, "Kita percaya pada Tuhan yang sama, satu dan satu-satunya Tuhan, yang menciptakan dunia dan menciptakan makhluk-makhluknya sempurna." Maka doktrin dialog antar-agama dengan Islam lahir. Untuk 20 tahun yang akan datang doktrin ini mendefinisi hubungan-hubungan antara Vatikan dan dunia Islam.
Para Kardinal lainnya memilih posisi yang lebih keras terhadap Islam. John Allen, koresponden Vatikan the National Catholic Reporter, skeptis bahwa terdapat yang namanya Islam moderat. "Mereka (para kardinal) berpikir bahwa yang dibutuhkan adalah cinta keras. Skenario bencananya adalah bahwa suatu hari kita akan bangun tidur dan Tanah Suci sudah kosong dari orang Kristen", kata Allen. Pandangan yang diekspresikan oleh kelompok ini tampak selaras dengan Paus Benediktus XVI, yang beberapa lama yang lalu menertawakan ide Turki bergabung dengan Eropa Kristen. Agustus lalu, Ratzinger mengatakan, "Dalam berjalannya sejarah, Turki selalu merepresentasikan benua yang berbeda, kontras secara permanen dengan Eropa. Membuat kedua benua jadi mirip akan menjadi suatu kesalahan." Pada Nopember 2004 Ratzinger mengkritik Kaum Muslimin karena mempolitisasi Islam dan menekankan bahwa kaum Muslim sangat perlu belajar dari Kristen. Ratzinger bilang, "Kaum Muslimin harus belajar dari budaya Kristen pentingnya kebebasan beragama, dan pemisahan antara gereja dan negara."
Di dunia nyata, tantangan-tantangan dari Islam tidak hanya dilebih-lebihkan oleh Vatikan, tapi juga tidak berarti jika dibandingkan dengan pengaruh sekularisme pada dunia milyaran orang Katolik. Ancaman yang jauh lebih besar adalah sekularisasi Katolik di Eropa, yang secara signifikan lebih tinggi daripada benua lain. Hanya 21% orang Eropa yang mengatakan bahwa agama adalah 'sangat penting' bagi mereka, menurut Studi Nilai-Nilai Eropa, yang dilakukan pada 1999 dan 2000 dan dipublikasikan 2 tahun lalu. Survei yang mirip di Amerika Serikat oleh Pew Forum on Religion and Public Life mencatat angka hampir 60%. Di luar itu, kehadiran sembahyang mereka merosot tajam di seantero Eropa.
Di antara orang Katolik, hanya 10% di Belanda, 12% di Perancis, 15% di Jerman dan Austria, 18% di Spanyol dan 15% di Italia yang mengunjungi sembahyang mingguan. Oleh karena itu tidaklah mengagetkan adanya orang-orang Katolik yang menyuarakan perhatian besar bagi masa depan Kristen di Eropa sekular. "Beberapa orang memandang Eropa dan melihatnya lelah secara spiritual, jika tidak mati," kata Reverend John Wauck, yang mengajar di Universitas Pontifical of Holy Cross di Roma.
Selain merosotnya populasi Kristen di Eropa, ancaman prinsip bagi Vatikan datang dari arahan para fundamentalis sekular yang kuat dalam menampakkan keyakinan Katolik sebagai kesalahan. Ajaran Katolik mengenai inaugurasi pendeta wanita, pengendalian kelahiran, aborsi, pernikahan homoseksual, adopsi oleh pasangan homoseksual, euthanasia dan komersialisasi Natal merupakan kekuatan serangan ini. Berkomentar atas tren ini, Wauck bilang bahwa Uni Eropa tampak terinfeksi oleh "budaya sekular radikal". Ratzinger memberikan penilaian yang serupa berjam-jam sebelum pertemuan yang telah berlangsung memilih paus yang baru. Dia berkata, "Kita bergerak menuju kediktatoran relativisme . . . yang tidak mengakui ketetapan apapun dan hanya menggunakan ego sendiri dan ambisi sendiri sebagai penilai terakhir."
Sekarang bahwa Ratzinger telah dipasang secara resmi sebagai Paus yang baru dia harus memutuskan bagaimana cara terbaik untuk melindungi Katolikisme dan nilai-nilainya. Perhatian awalnya dan para kardinal yang memilihnya adalah untuk memenangkan atas mereka yang telah meninggalkan Katolikisme demi gaya hidup agnostik (percaya Tuhan tapi tak mau aturan). Untuk menyelesaikan ini, Paus Benedict XVI tidak bisa menggandengkan dirinya dengan kekuatan-kekuatan sekular dunia atau bergantung pada berbagai institusi sekular dunia untuk mempertahankan keyakinan Kristen.
Sekularisme dan para praktisinya meski adalah produk sampingan dari sejarah Kristen-Judaeo tidaklah tertarik untuk mempertahankan Kristen atau keyakinan apapun. Sebagai contoh, pada Mei 2001 Presiden Bush tidak melakukan apapun untuk mencegah Israel dari membombardir Gereja Nativity, meski ada seruan kuat dari Paus John Paul II dan para pemimpin sekte Kristen lain. Demikian juga, sebelum invasi Amerika ke Irak di 2003, Presiden Bush menolak untuk bertemu dengan Kristen evangelis yang menentang perang itu, tapi meneruskan untuk menggembirakan para pelobi dari perusahaan-perusahaan minyak.
Agama dan orang yang menyebarkan kepercayaan religius adalah musuh bagi para sekular fundamentalis dan sama sekali tidak ditolerir. Orang berkepercayaan yang ingin mempertahankan identitas agamanya menjadi sasaran penganiayaan di dalam masyarakat sekular. Para penguasa sekular menggunakan berbagai instrumen seperti media dan medium politik untuk terus-menerus memburu mereka yang menolak nilai-nilai sekular. Ini terus berlanjut hingga mereka menyerah atau mengubah kepercayaannya supaya sesuai dengan pandangan-dunia materialistis orang-orang sekular.
Katolikisme sebagaimana kepercayaan Kristen lainnya telah sangat menderita di bawah kebiasaan negara-negara sekular barat, terutama negara-negara Eropa. Mendesak di belakang topeng 'kebebasan berbicara', dan 'kebebasan beragama', para sekularis telah tidak henti-hentinya menganiaya Katolikisme dan memaksa Gereja Roma untuk mengadopsi pandangan dan praktek mereka. Hari ini, ajaran dan keyakinan Katolik sedikit sekali dikenali dan menghadapi kepunahan dekat, kecuali Vatikan mengambil pendirian kuat melawan kekuatan-kekuatan sekular.
Membentuk suatu aliansi dengan kepercayaan dunia lainnya seperti Judaisme, Hinduisme, Sikhisme, dan denominasi Kristen lainnya tidak akan membalik nasib Gereja Roma. Agama-agama itu tidak mampu berdiri tegak menghadapi ideologi buas sekularisme dan mereka juga telah jatuh di bawah kekuatan-kekuatan sekular. Ini karena 2 alasan. Pertama, mereka semua didirikan berdasar keyakinan emosional yang tidak memiliki dinamisme intelektual untuk menantang ideologi sekularisme. Kedua, mereka didasarkan pada keyakinan yang hanya memberikan suatu perspektif spiritual mengenai eksistensi manusia dan tidak mampu menghadirkan suatu sistem sosial politik kehidupan yang merupakan alternatif nyata bagi sekularisme.
Islam adalah satu-satunya ideologi di dunia yang mampu melawan sekularisme dan menghadirkan perlindungan tulus kepada rakyat dari berbagai kepercayaan. Islam mampu mencapai ini, karena di hatinya adalah sebuah keyakinan spiritual dan politikal yang menyediakan pemenuhan spiritual bagi para pemeluknya dan menghadirkan satu sistem sosial-politik komprehensif, di mana kaum Muslimin dan non-Muslim diperlakukan sama di hadapan hukum.
Di masa lalu, ketika Islam diterapkan secara praktek, sebagaimana di Spanyol Islam, Yahudi, Kristen dan kaum Muslim hidup di kota Spanyol Toledo, Cordoba, dan Granada, menikmati toleransi dan kemakmuran tak tertandingi. Martin Hume menulis dalam bukunya Spanish People: "Saling bersebelahan dengan para penguasa baru hiduplah orang Kristen dan Yahudi dalam kedamaian. Yahudi kaya dengan perdagangan dan industri makmur membuat ingatan tentang opresi yang mereka alami - oleh penguasa barbar yang dikendalikan oleh pendeta - tidur".
Namun, ketika monarki Katolik Isabella dan ferdinand menduduki kekuasaan Spanyol pada 1492, mereka tidak menjalankan toleransi tapi menihilkan Spanyol dari populasi Yahudi dan Muslimnya. Aksi-aksi kejam serupa dengan persetujuan Paus dilancarkan di tanah-tanah lain yang dikendalikan oleh kaum Muslimin seperti Pulau Sisilia dan Jerusalem.
Hari ini dunia Islam mengalami suatu transformasi radikal dari sekularisme ke Islam. Kaum Muslim di seluruh dunia Islam memberontak terhadap aturan sekular yang telah ditimpakan secara paksa kepada mereka oleh kekuatan-kekuatan Barat dan para antek mereka. Kaum Muslimin bekerja siang dan malam untuk menggulingkan berbagai otokrasi sekular itu dan mendirikan kembali Khilafah di atas puing-puing mereka. Dengan pendirian Khilafah, jutaan orang Kristen yang tadinya ditolak hak mereka di bawah rezim-rezim sekular akan mendapatkan hak mereka kembali sepenuhnya. Dan seperti di masa Khilafah masa lalu, kepercayaan dan ajaran Kristen akan dilindungi. Sejarah menjadi saksi bahwa tidak seperti Kerajaan Roma dan aturan sekular hari ini, doktrin dan ajaran Kristen tidak diubah supaya sesuai dengan nilai-nilai Islam di bawah Khilafah.
Terhadap latar belakang ini akan menjadi bijaksana bagi Paus Benedict XVI untuk memikirkan kembali posisinya terhadap Islam dan dunia Muslim. Daripada memilih pendirian keras terhadap Islam dan kaum Muslim, paus yang baru seharusnya mendukung hak kaum Muslimin di seluruh dunia Muslim untuk menggulingkan rezim-rezim sekular mereka dan mendirikan-kembali Khilafah. Dengan cara ini, paus akan menyelamatkan Katolikisme, melindungi hak-hak gembalaannya di dunia Muslim dan mengirim itikad baik untuk hubungan dengan Khilafah di masa depan.
7 Mei 2005
[ Sekularisme Adalah Musuh Sebenarnya ]