Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 12 Februari 2022

Sumber Pendapatan yang Disimpan di Baitul Mal

 


Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]

 

Penjelasan Pasal 151 Rancangan UUD Islami

 

Pasal 151

 

Sumber pendapatan yang disimpan di Baitul Mal mencakup harta yang dipungut dari kantor cukai di sepanjang perbatasan Negara, harta yang dihasilkan dari pemilikan umum atau pemilikan Negara, dan dari harta waris bagi orang yang tidak memiliki ahli waris.

 

Dalil untuk pasal ini adalah apa yang diriwayatkan dari ‘Umar ra. mengenai kaum Muslimin memungut dari para pedagang harbi sesuai dengan apa yang mereka pungut (cukai) dari para pedagang Muslim. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf: “Dari Abu Mijliz, bahwa Umar mengutus ‘Utsman bin Hanif yang menetapkan atas harta ahlu dzimmah yang mereka perselisihkan, yaitu satu dirham untuk setiap dua puluh dirham. Dan dia menulis kepada Umar yang meridhai dan mengizinkannya. Dan dia bertanya kepada Umar: “Berapa banyak harus kita pungut dari pedagang ahlul harbi (jika mereka masuk ke wilayah kita)? Dia bertanya: “Berapa banyak yang mereka ambil darimu jika kamu pergi kepada mereka?” Mereka berkata: “Sepersepuluh.” Dia berkata: “Maka ambil sejumlah yang sama dari mereka.”

 

Abu 'Ubaid meriwayatkan di dalam al-Amwal, dari ‘Abdurrahman bin Ma’qil yang berkata: Aku bertanya kepada Ziyad bin Hudair tentang dari siapa mereka memungut (cukai) sepersepuluh. Ziyad menjawab: “Kami tidak memungut sepersepuluh dari orang Muslim dan tidak pula dari mu’ahid.” Aku tanyakan: “Jadi dari siapa kalian memungut sepersepuluh?” Ia berkata: “Para pedagang harbi sebagaimana mereka memungut sepersepuluh (cukai) dari kami.” Ini adalah dalil bahwa cukai yang diambil dari selain warga Negara termasuk sumber pemasukan Baitul Mal.

 

Mengenai harta yang dihasilkan dari pemilikan umum, Khalifah telah ditetapkan sebagai wakil kaum Muslimin dalam mengatur segenap kemaslahatan mereka, maka apapun yang berasal dari harta milik umum yang semua individu rakyat bisa nikmati secara langsung maka mereka dipersilakan untuk menggunakannya sesuai yang mereka inginkan, semacam sungai dan air sumur yang dapat digunakan untuk irigasi. Namun jika pemanfaatannya oleh sebagian orang menghalangi yang lain, seperti mineral logam, sehingga orang yang berkemampuan dapat mengambilnya sementara yang tidak mampu tidak mendapat apa-apa, maka Khalifah mengambil tanggung jawab mengelola sumberdaya ini dan mengeksploitasi apapun yang ada di situ dalam rangka memungkinkan semua warga Negara mendapatkan manfaatnya, seperti, dari hasil penjualannya. Oleh sebab itu, harta ini dimasukkan ke Baitul Mal dan termasuk sumber pemasukannya karena Khalifahlah yang mengelolanya. Meski begitu, harta tersebut tidaklah dibelanjakan menurut pendapat dan ijtihad Khalifah untuk apapun, sebab harta itu untuk umum warga negara, dan pendapat dan ijtihad Khalifah adalah mengenai kesetaraan dan ketidaksetaraannya dalam pembelanjaan, bukan kepada siapa dibelanjakan, karena harta ini bukan termasuk pemilikan Negara.

 

Dan terkait harta waris yang tidak ada ahli warisnya, itu ditempatkan di Baitul Mal. Jika kemudian ditemukan pewarisnya maka diberikan kepada mereka, dan jika tidak ada maka itu termasuk harta Baitul Mal sebab Baitul Mal adalah pewaris dari siapapun yang tidak punya ahli waris, karena kaum Muslimin dahulu memberikan harta waris dari orang yang tidak punya ahli waris kepada Rasul saw. dan Beliau saw. dahulu menanyakan apakah dia punya keturunan atau kerabat. Dan jika tidak punya maka Beliau saw. memerintahkan untuk diberikan kepada siapapun yang Beliau pandang perlu, yang mengindikasikan bahwa harta itu termasuk pemasukan bagi Baitul Mal.

 

Terhadap harta orang murtad, ini termasuk fai’ untuk kaum Muslimin dan ditempatkan di Baitul Mal dalam kategori fai’ dan kharaj, dan dibelanjakan sesuai peruntukannya. Harta orang murtad tidak diwarisi, sebab jika salah seorang dari suami-istri murtad sebelum mereka berhubungan (jima’) maka aqad nikahnya otomatis menjadi rusak (fasakh) dan maka tidak ada harta waris di antara mereka. Dan jika murtadnya terjadi setelah berhubungan maka aqad nikah di antara mereka rusak (fasakh), dan jika salah seorang di antara mereka mati maka tidak ada yang mewarisi, karena salah seorang dari keduanya Muslim dan yang lain kafir. Dengan begitu, jika orang yang murtad adalah dari antara orang-orang yang mewarisi jika seorang Muslim meninggal, si murtad tidak mewarisinya sebab dia kafir dan yang meninggalkan warisan adalah Muslim, dan orang kafir tidak mewarisi dari seorang Muslim. Bagian itu dari harta waris itu, jika terdapat ahli waris yang lain maka untuk mereka, jika tidak ada maka semuanya termasuk fai’ bagi kaum Muslimin, dan ditempatkan di Baitul Mal. Jika si murtad mati dan dia memiliki ahli waris apakah anak-anaknya, bapak, ibu atau kerabat yang Muslim, maka mereka tidak mewarisi darinya, sebab seorang Muslim tidaklah mewarisi dari seorang kafir dan harta itu semua termasuk fai’ bagi kaum Muslimin dan ditempatkan di Baitul Mal untuk kaum Muslimin. Dari Usamah bin Zaid yang berkata, Rasulullah saw bersabda:

 

«لا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ، وَلا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ»

 

"Orang Muslim tidak mewarisi (dari) orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi (dari) orang Muslim." (HR Bukhari dan Muslim)

 

Dan ‘Abdullah bin ‘Umar berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 

«لا يَتَوَارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ»

 

Tidak saling mewarisi orang-orang yang berbeda agama.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

 

Begitu pula jika semua ahli warisnya murtad bersama si murtad, semua harta mereka tidak punya kesucian (tidak terjaga) dan menjadi fai’ bagi kaum Muslimin, dan mereka tidak saling mewarisi. []

 

Bacaan:

http://nusr.net/1/en/constitution-consciously/constitution-economic-system/1047-dstr-ni-iqtsd-151

 

Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam