Politik sistem republik berbiaya mahal. Para
politisi memerlukan biaya besar, mencapai miliaran per orang, untuk membiayai
proses politik. Dana itu bisa berasal dari dana sendiri atau dari cukong para
kapitalis.
Akibatnya para politisi menggunakan segala cara untuk mengembalikan
modal itu bagi dirinya sendiri dan cukongnya, ditambah keuntungan.
Di antara
modusnya, fasilitas langsung seperti fasilitas kunjungan, dan sejenisnya. Atau
melalui proyek-proyek yang aneh besar anggaran, jenis proyek atau prosesnya.
Proyek-proyek fantastis bisa jadi termasuk modus ini.
Contoh lain,
pengadaan mesin foto copy di DPR yang mencapai Rp8,86 miliar yang pembukaan
lelangnya dilakukan Oktober 2011. Bisa juga dengan modus merencanaan proyek
tertentu yang tak jarang sekaligus ditentukan perusahaan pelaksananya. Apa yang
terungkap dalam masalah mafia anggaran yang melibatkan anggota dewan mengungkap
modus ini.
Jadilah, politisi dan pejabat hanya mengabdi demi kepentingan
sendiri, kelompok dan para cukong yang mendanai proses politiknya. Kepentingan
rakyat hanya diperalat. Jika pun kadang-kadang diperhatikan, tak lebih itu
sekedar untuk penyesatan agar mereka terkesan memperhatikan kepentingan rakyat.
Pemborosan uang rakyat (korupsi, UU yang anti kepentingan rakyat) itu sangat sulit -kalaupun bisa- diberantas dalam politik sistem republik.
Sebab politik
sistem republik yang mahal biaya justru menjadi akar penyebabnya. Untuk
menyelesaikannya, sistem republik yang mahal itu justru harus ditinggalkan.
Sebagai gantinya Sistem Islam yang memang memiliki solusi untuk semua problem
itu harus diterapkan. Islam memiliki hukum-hukum terkait dengan pembelanjaan
harta negara yang memberikan panduan dan batasan sehingga pembelanjaan harta
negara tidak mengikuti kehendak penguasa dan para politisi seperti dalam sistem
republik saat ini.
Realitanya yang membahayakan masyarakat dan
bangsa ini adalah ideologi Kapitalisme dengan politik sistem republiknya.
Sebab, pilar penting sistem republik yang mutlak ada adalah kebebasan
(al-hurriyah/ liberalism). Kebebasan ini bukan saja berbahaya, tetapi merupakan
ide kufur yang haram untuk diadopsi umat Islam. Hancurnya generasi muda kita
tidak bisa dilepaskan dari ide kebebasan ini, antara lain kebebasan bertingkah
laku (al-hurriyah asy-syakhsiyah).
merebaknya sistem republik justru menyuburkan
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi di alam sistem republik ini
telah merasuk ke setiap instansi pemerintah, parlemen/ "wakil rakyat", dan swasta.
Menurut catatan Transparency International
Indonesia, indeks korupsi di Indonesia tidak menurun, masih bertahan di angka
2,8. Posisi itu sama dengan periode sebelumnya. Indonesia berada di peringkat
110 dari 178 negara yang disurvei terhadap indeks persepsi korupsi (antaranews,
26/10/2010).
DPR dan DPRD yang dianggap perwujudan sistem
republik adalah sarang banyak pelaku korupsi. Berdasarkan hasil survei
Kemitraan, lembaga legislatif menempati urutan nomor satu sebagai lembaga
terkorup disusul lembaga yudikatif dan eksekutif. Hasil survei tersebut
menyebutkan korupsi legislatif sebesar 78%, Yudikatif 70% dan eksekutif 32%
(mediaindonesia, 21/4).
Sebutlah skandal pengaturan pemilihan deputi
senior gubernur BI periode 2004-2009 yang menjerat dua puluh lima anggota
DPR-RI periode 1999-2004; kasus alih fungsi hutan di propinsi Riau; kasus suap
proyek wisma atlet yang sekarang ramai dan banyak kasus lainya. Begitu pula
deretan anggota DPRD yang terjerat kasus korupsi juga sangat panjang.
Mengapa korupsi menggila di alam sistem
republik? Jawabannya selain untuk memperkaya diri, korupsi juga dilakukan untuk
mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik termasuk berkompetisi di ajang
pemilu dan pilkada. Sebab proses politik sistem republik, khususnya proses
pemilu menjadi caleg daerah apalagi pusat, dan calon kepala daerah apalagi
presiden-wapres, memang membutuhkan dana besar. Untuk maju menjadi caleg
dibutuhkan puluhan, ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Sementara untuk
menjadi bupati saja dibutuhkan dana tidak kurang dari Rp20 miliar per calon
kepala daerah.
Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan: “Minimal
biaya yang dikeluarkan seorang calon Rp20 miliar, akan tetapi untuk daerah
yang kaya, biayanya bisa sampai Rp100 hingga Rp150 miliar. Kalau ditambah
dengan ongkos untuk berperkara di MK, berapa lagi yang harus dicari.
(kompas.com, 5/7/2010).
Para pengusaha dan penguasa saling bekerja
sama dalam proses pemilu. Pengusaha membutuhkan kekuasaan untuk kepentingan
bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan pemilu.
sistem republik justru menjadi akar masalah
munculnya perilaku korupsi dan kolusi.
Semua itu telah menjadi bersifat sistemik
karena yang menjadi akar masalahnya adalah politik sistem republik yang mungkin
lebih tepat disebut industri politik sistem republik. Layaknya industri yang
untung adalah para pengelolanya (penguasa, pejabat dan politisi) dan para
pemodalnya yaitu para kapitalis pemilik modal.
Rakyat akan terus menjadi konsumen dan kepentingan rakyat hanyalah biaya yang akan terus ditekan.
Akibat
semua itu, kepentingan rakyat selalu dikalahkan.
sistem republik melahirkan para pemimpin
bermental korup, zalim, dan rakus. Sistem republik telah membiasakan para
penguasanya untuk gemar berbuat curang, menerima suap, korupsi, dan melakukan
kolusi yang merugikan rakyat, padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
perbuatan tersebut.
Sesungguhnya kerusakan penguasa dan
pemerintahan yang sekarang ada bukanlah sekadar disebabkan bejatnya moral para
pemimpin, tapi karena kebusukan sistemnya. Sudah seharusnya umat mencampakkan
sistem industri politik sistem republik dan menggantinya dengan sistem yang
diridhai Allah dan Rasul-Nya, yang menjamin keberkahan hidup di dunia dan
akhirat.
Karena itu untuk menghindarkan umat dari
semua itu dan mewujudkan kehidupan yang lebih baik maka tidak ada jalan lain
kecuali mencampakkan industri politik republik yang menjadi akar semua
problem itu. Dan berikutnya kita ambil dan terapkan petunjuk hidup dan sistem
yang diberikan oleh Allah yang Mahabijaksana. Sebab Allah SWT sendiri telah
menjamin bahwa Islam akan memberikan kehidupan kepada kita semua dan umat
manusia umumnya.
Apakah tidak cukup umat menderita dalam
sistem republik dan setiap hari menyaksikan kerusakan demi kerusakan
ditimbulkan oleh sistem ini yang dijalankan para penguasa? Sungguh Allah telah
memberi pelajaran kepada kita semua, semoga kita bisa memahaminya. Maka, hukum
siapakah yang lebih baik dibandingkan dengan hukum Allah SWT?
Peristiwa-peristiwa dalam beberapa tahun
terakhir telah mengungkapkan kelemahan dari sistem republik dan wajah
sebenarnya dari kapitalisme global. Orang-orang kaya dan hartawan, yang telah
membangun sebuah sistem politik, media dan bisnis untuk memastikan mereka terus
dapat memperkaya diri sendiri, adalah penerima manfaat yang nyata sistem ini,
sementara rakyat jelata harus membayar harganya.
Ketidakadilan ini ditopang dan difasilitasi
oleh sistem yang disebut sebagai politik sistem republik. Para politisi itu
tergantung pada bisnis besar dan perusahaan media untuk membawa mereka ke tampuk
kekuasaan, dan setelah memegang kekuasaan mereka membuat undang-undang yang
melayani diri mereka sendiri atau lebih lanjut melayani kepentingan bisnis dari
perusahaan-perusahaan tersebut.
Kita harus berterima kasih, tentu tidak lain
kepada Allah SWT, bukan pada sistem republik yang justru mengingkari kekuasaan
Allah dalam penetapan hukum. Karena atas berkat rahmat Allahlah kita hidup,
menghirup udara segar, berjalan dan berbicara serta mengenyam segala nikmat.
Dengan semua nikmat dari Allah yang telah kita reguk, sungguh sangat tidak pantas jika ada yang malah menyanjung-nyanjung sistem republik, sementara seruan untuk kekuasaan sistem Islam mereka lecehkan!!
Dengan semua nikmat dari Allah yang telah kita reguk, sungguh sangat tidak pantas jika ada yang malah menyanjung-nyanjung sistem republik, sementara seruan untuk kekuasaan sistem Islam mereka lecehkan!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar