Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 22 Desember 2021

Penukaran Mata Uang Negara Islam dengan Mata Uang Asing Dibolehkan

 


Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]

 

Penjelasan Pasal 168 Rancangan UUD Islami

 

Pasal 168

 

Penukaran mata uang negara dengan mata uang asing dibolehkan seperti halnya penukaran antara berbagai jenis mata uang negara. Dibolehkan adanya selisih nilai tukar dari dua jenis mata uang yang berbeda dengan syarat transaksinya harus tunai dan tidak boleh ditangguhkan. Dibolehkan adanya perubahan nilai tukar tanpa ada batasan tertentu jika dua jenis mata uang itu berbeda. Setiap individu rakyat bebas membeli mata uang yang diinginkan, baik di dalam ataupun di luar negeri tanpa diperlukan izin.

 

Dalilnya adalah sabda Nabi saw.:

 

«وَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْتُمْ»

 

Juallah emas dengan perak dan perak dengan emas sesuka kalian” (HR al-Bukhari, dari Abu Bakrah).

 

Dari Malik bin Aus Al-Hadatsan, dia mengatakan: "Aku pernah mencari-cari sambil bertanya: “Siapa yang mau menukar dirham-dirham [dengan emasku]?” Kemudian Thalhah bin Ubaidillah –dia sedang berada di dekat Umar bin Khaththab– berkata: “Tunjukkan emasmu kepada kami, lalu bawalah kepada kami. Ketika pelayan kami datang, kami akan memberimu uang [perak].” Lalu Umar bin al-Khaththab berkata: “Tidak. Demi Allah, engkau harus memberikan uangnya kepadanya, atau engkau kembalikan emasnya kepadanya. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda:

 

«الْوَرِقُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ»

 

"(Pertukaran) uang perak dengan emas adalah riba, kecuali begini dan begini (serah terima kontan secara langsung di tempat)...” (HR Muslim)

 

Diriwayatkan bahwa Zaid bin Arqam dan Al-Bara` bin Azib dua orang yang saling berserikat. Kemudian mereka berdua membeli perak baik secara kontan maupun nasi`ah (pembayarannya ditangguhkan hingga waktu tertentu). Ketika hal itu sampai kepada Nabi saw., maka beliau memerintahkan keduanya:

 

«أَنَّ مَا كَانَ بِنَقْدٍ فَأَجِيزُوهُ، وَمَا كَانَ بِنَسِيئَةٍ فَرُدُّوهُ»

 

Bahwa yang dibayar secara kontan, maka boleh, sedangkan yang secara nasi`ah (ditangguhkan), kembalikanlah.” (HR Ahmad, dari Abu Minhal)

 

Al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman bin Abu Muslim yang berkata: “Aku bertanya kepada Abu Minhal tentang ash-sharf (pertukaran uang) dari tangan ke tangan (kontan). Dia berkata: “Aku dan serikatku membeli sesuatu secara kontan dan juga nasi’ah (kredit).” Al-Bara’ bin Azib lewat di hadapan kami dan kami menanyakan kepadanya. Dia menjawab: “Aku dan serikatku Zaid bin al-Arqam melakukan hal yang sama dan pergi kepada Nabi dan menanyakanya. Beliau bersabda:

 

«أَنَّ مَا كَانَ بِنَقْدٍ فَأَجِيزُوهُ، وَمَا كَانَ بِنَسِيئَةٍ فَرُدُّوهُ»

 

Yang dibayar secara kontan, maka boleh, sedangkan yang secara nasi`ah (ditangguhkan), kembalikanlah.”

 

Berarti mereka adalah para pedagang mata uang.

 

Riwayat-riwayat tersebut adalah dalil bagi kebolehan pertukaran mata uang, dan ini bisa terjadi dalam transaksi domestik dan transaksi asing. Mata uang emas dapat ditukar dengan perak dan sebaliknya. Begitu pula mata uang asing dapat ditukar dengan uang lokal, baik itu dilakukan di dalam negeri ataupun di luar negeri, dan ketika dua mata uang yang berbeda dipertukarkan terdapat perbedaan di antara keduanya yang disebut nilai tukar/ kurs. Kurs dipandang sebagai proporsi antara berat emas murni di dalam mata uang suatu negara dan berat emas murni di dalam mata uang negara lain. Oleh sebab itu, kurs akan berubah menurut perubahan dalam proporsi ini dan menurut perubahan harga emas di negara-negara.

 

Hukum pertukaran antara perak dan emas berlaku untuk uang kertas kontemporer sebab ‘illat-nya –yaitu uang (sebagai alat tukar) dan nilai– ada di dalamnya, karena hukum negara yang mengikat transaksi moneter dengannya. Riwayat-riwayat mengenai kurs itu berkaitan dengan emas dan perak cetakan sebagai isim jenis, yang tidak ada mafhum yang diturunkan darinya dan tidak pula ada analogi (qiyas) untuknya. Dan begitu pula riwayat-riwayat mengenai koin Dinar dan Dirham. ‘Illat uang dapat diturunkan dari dalil-dalil tersebut karena kegunaannya sebagai harga-harga dan upah, sehingga analogi (qiyas) dapat dibuat darinya.

 

Jadi, dalam riwayat Malik bin Aus yang disebutkan sebelumnya, dia biasa menukar Dirham, dan Dirham adalah kata yang dipahami sebagai uang. Dengan demikian, apapun yang berlaku dalam hal kebolehan dan larangan pertukaran antara emas dan perak berlaku pula dalam pertukaran antar mata uang fiat yang adanya uang fiat itu berasal dari hukum negara-negara kontemporer. Pertukaran antar satu jenis mata uang harus dilakukan di tempat dan dalam jumlah yang sama, sementara pertukaran antar dua jenis mata uang berbeda harus dilakukan di tempat, tetapi harga antara keduanya diserahkan kepada kesepakatan penjual dan pembeli.

 

Hukum syari’ah atas nilai tukar/ kurs adalah boleh, dan tidak dibatasi oleh apapun, sebab pertukaran mata uang dibolehkan, maka harga pertukaran (nilai tukar) dibolehkan. Sehingga, siapapun bisa membeli suatu mata uang yang dia inginkan menurut harga yang dia maui, dan semua itu tercakup dalam kemubahan pertukaran. Inilah dalil pasal ini tentang kebolehan pertukaran mata uang, dan kebolehan harganya untuk berfluktuasi. []

 

Daftar Bacaan:

An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam

http://www.nusr.net/1/en/constitution-consciously/constitution-economic-system/1031-dstr-ni-iqtsd-168

 

Unduh BUKU Penjelasan Rancangan Undang-Undang Dasar Islami [PDF]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam