Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 01 Juli 2011

Kepentingan Strategis Selat Malaka - Pentingnya Letak Strategis Selat Malaka - Geostrategi

Kepentingan Strategis Selat Malaka - Pentingnya Letak Strategis Selat Malaka - Geostrategi



Bangkitnya Negara Khilafah Islam: Implikasi-Implikasi Geostrategis


Dari diskusi di atas, siapapun yang ingin menarik kesimpulan mengenai masa depan dunia bisa membuat kesimpulan berbobot dan penting. Namun, untuk membantu mereka dalam kesimpulannya lihat posisi Umat Islam di peta dunia yang berbagi satu keyakinan umum, tradisi dan takdir dan akan dipersatukan oleh kembalinya Negara Khilafah Islam yang tak terhindarkan yang dengan kehendak Allah Swt. ini adalah sesuatu yang tak terhindari.
Gambar: Peta Dunia Negara Khilafah Islam Masa Depan

Itu berarti semua 4 lokasi strategis, rute-rute yang telah disebutkan sebelumnya, yang membentuk pondasi dominasi Inggris dan Amerika atas seluruh dunia, akan dikendalikan oleh Negara Khilafah Islam. Oleh karena itu, Negara Khilafah bisa menggunakan lokasi-lokasi strategis itu untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam menyebarkan cahaya dan rahmat yang dikirim oleh Allah Swt. yaitu Islam. Dalam bagian-bagian selanjutnya 2 lokasi semacam itu telah disebutkan dengan detail lebih lanjut untuk menilai kemampuan Negara Khilafah Islam untuk menerapkan pengaruh pada kekuatan-kekuatan dunia lainnya dalam rangka membawa mereka di bawah loyalitas Khilafah dan untuk membuat frustasi, menghalangi dan akhirnya memaksa berbagai kekuatan kolonial hagemonis global untuk menyerah kepada kendali Negara Khilafah Islam.

Kepentingan Strategis Selat Malaka


Selat itu adalah jalur pelayaran utama antara Samudra India dan Samudra Pasifik, menghubungkan berbagai ekonomi utama Asia seperti Timur Tengah, India, Cina, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Indonesia dan Malaysia. Itu juga menghubungkan Eropa dan Amerika bagi perdagangan internasional mereka melalui kawasan itu. Lebih dari 94.000 kapal vessel lewat melalui selat itu tiap tahun, membawa sekitar 1/3 barang-barang perdagangan dunia termasuk minyak, produk pabrik China, dan kopi Indonesia.

Sekitar seperempat dari semua minyak yang diangkut melalui laut lewat melalui selat itu, utamanya dari para penyuplai Teluk Persia ke pasar-pasar Asia seperti Cina, Japan, dan Korea Selatan. Di 2006, sekitar 15 juta barel per hari (2,400,000 m3/d) ditransportasikan melalui selat Malaka. Di Phillips Channel – Jalur Phillips dekat dengan selatan Singapura, selat Malaka menyempit ke lebar 2.8 km (1.5 mil nautika – nautical miles), menciptakan salah satu titik cekik dunia yang paling signifikan. Selat Malaka memiliki tingkat kepentingan strategis sangat besar bagi berbagai negara termasuk ekonomi-ekonomi terbesar Asia, Amerika Serikat, dan Eropa.

Gambar : Selat Malaka
Selat Malaka adalah luasan perairan sempit, 805km (500 mil) antara Semenanjung Malay  (Malaysia Semenanjung) dan Pulau Sumatra Indonesia. Dari perspektif ekonomi dan strategi, Selat Malaka adalah salah satu jalur pelayaran paling penting di dunia. Selat itu tidak cukup dalam (pada 25 meter atau 82 kaki) untuk memungkinkan beberapa kapal terbesar (hampir semua tanker minyak) untuk menggunakannya.

RAND Corporation telah mengestimasi bahwa berdasarkan pertumbuhan 2 dekade sebelumnya, produk ekonomi Cina di 2010 akan sebesar USD 11.3 trilyun dibandingkan Amerika Serikat dengan USD 11.7 trilyun. Karena tingginya pertumbuhan ekonomi, China telah mampu untuk mengalokasikan lebih banyak pendanaan untuk pertahanan yang menciptakan berbagai pertanyaan dalam lingkar para analis keamanan dan pembuat kebijakan Amerika.

Selain daripada investasi militer Cina yang impresif, pembangunan ekonomi cepat China juga memiliki dependensi impor material-material mentah khususnya minyak. Sejak 1993 Cina harus mengimpor volume besar minyak mentah untuk memuaskan permintaan ekonominya khususnya untuk berbagai industrinya. Tahun ini, permintaan Cina akan minyak diekspektasi mencapai 100 juta metric ton, 32% dari itu adalah imporan. The International Energy Agency – Badan Energi Internasional memperkirakan bahwa konsumsi minyak Cina di 2030 akan sama dengan Amerika Serikat hari ini. Gangguan apapun dalam suplai minyak akan memberi pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi China dan akan menjadi ancaman bagi China. Meski Cina tidaklah sepenuhnya tanpa sumber-sumber minyaknya sendiri, ia akan terus bergantung pada minyak imporan khususnya dari Timur Tengah. Impor Cina akan minyak Timur Tengah sekarang merupakan 58% dari impornya dan diperkirakan naik ke 70% di 2015.

Selain itu, dengan pertumbuhan dinamis, permintaan energi di negara-negara Asia Timur diperkirakan naik di puluhan tahun yang akan datang. Pada tahun 2020, permintaan energi untuk China saja diekspektasi menjadi 1.353 tons of oil equivalent (mtoe), sementara negara-negara Asia Timur Laut – Northeast lainnya (Jepang, Korea, Taiwan) akan menyentuh 745 mtoe, dan negara-negara Asia Tenggara akan meminta 525 mtoe. Cina, Jepang, dan Korea selatan meminta sejumlah besar energi untuk melaju dalam pembangunan ekonomi mereka. Faktanya, energi mungkin merupakan perkara pembangunan ekonomi internasional paling penting. Menurut laporan UNCTAD: “… energi adalah salah satu pendorong terpenting pembangunan ekonomi dan adalah kunci penentu kualitas hidup kita sehari-hari … itu mungkin bisnis terbesar dalam perekonomian dunia, dengan perputaran setidaknya $1.7 – 2 triliun setahun … investasi global dalam energi antara 1990 dan 2020 akan berjumlah total sekitar $30 trilyun pada harga tahun 1992.” 15

15 UNCTAD, “Analisis Cara-Cara untuk Meningkatkan Kontribusi Sektor-Sektor Jasa Spesifik pada Perspektif-Perspektif Pembangunan Negara-Negara sedang Berkembang: Jasa-Jasa Energi dalam Perdagangan Internasional: Implikasi-Implikasi Pembangunan”, Catatan oleh Sekretariat UNCTAD, TD/B/COM.1/46, 10 December 2001 - UNCTAD, “Analysis of Ways to Enhance the Contribution of specific Services Sectors to the Development Perspectives of Developing Countries: Energy Services in International Trade: Development Implications”, Note by the UNCTAD Secretariat, TD/B/COM.1/46, 10 December 2001.

Negara-Negara Asia Timur Laut, khususnya Cina, Jepang dan Korea Selatan, mengkonsumsi sekitar 13,2324 juta barel sehari (million barrels a day - mbd). Negara-negara itu duduk di sepuluh besar importir minyak di dunia. Dengan jumlah besar minyak yang dibutuhkan untuk mendampingi perekonomian mereka, negara-negara itu sangat bergantung pada Timur Tengah untuk menyuplai porsi besar permintaan minyak mereka. Menurut Energi Information Administration (EIA) – Badan Pengatur Informasi Energi, di tahun 2008 diestimasi bahwa sekitar 18 juta barel sehari minyak mentah melewati Selat Malaka ditujukan ke konsumen-konsumen di Asia Barat Laut. Di tahun 2000, permintaan minyak Asia Timur Laut (Cina, Jepang, Korea Selatan, Taiwan), terhitung di 620.858 ktonnes tapi angka ini diekspektasi membubung hingga 1.023.614 di 2020. 16

16 Asia Pacific Energy Research Centre, APEC Energy Demand and Supply Outlook 2002, pg 57.
Bagi Jepang minyak merupakan 52% suplai energi totalnya, dan itu diperkirakan untuk tetap sebagai sumber energi utama di abad 21. Dengan cadangan minyak terbukti – proven oil reserves-nya hanya 57 juta barel (bisa dibilang tidak ada) Jepang mengimpor hampir semua minyak mentahnya dan sebanyak 88% suplai minyak mentah Jepang datang dari OPEC, khususnya dari negara-negara Teluk Persia seperti United Arab Emirates, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Iran. Impor Jepang dari Timur Tengah menjadikannya konsumen terbesar satu-satunya di kawasan itu, di mana Jepang mengambil sekitar 21 persen ekspor kawasan itu. 17

Sekitar 97.3% sumber energi Korea Selatan datang dari luar negeri.18 Di 2007, Korea Selatan adalah importir minyak bersih – net oil terbesar ke-4 dan konsumen minyak terbesar ke-6 di dunia. Dari minyak mentah imporan Korea Selatan 73.4% datang dari Timur Tengah 19. Meskipun ketergantungan Korea Selatan terhadap minyak telah turun dari 60.4% ke 50.6%, tapi ketergantungan pada minyak timur tengah naik dari 72% ke 77% selama beberapa tahun terakhir. The Asia Pacific Energy Reserch Centre – Pusat Penelitian Energi Asia Pasifik memproyeksikan bahwa permintaan minyak Korea Selatan akan tumbuh sekitar 2.4% per tahun hingga 2020 20. Arab Saudi dan United Arab Emirates mensuplai sekitar 30% dan 16% ke permintaan minyak Korea Selatan. Bagi Korea Selatan, “rute-rute pelayaran yang menghubungkan Selat Hormuz, selat Malaka-Singapura dan perairan Asia Tenggara membentuk rute samudra yang paling penting yang digunakan untuk mengimpor berbagai komoditas strategis.” 21

17 Asia Pacific Energy Research Centre, “Energy Security Initiatives: Some Aspects of Oil Security,” Institute of Energy Economics, Japan, pg 24.
18 Ibid
19 Ibid
20 Asia Pacific Energy Research Centre, Energy Security Initiatives: Some Aspects of Oil Security, pg 28.
21 Seo-Hang Lee, ''SLOC Security in Northeast Asia: Korean Navy's Role'', in Dalchoong Kim and Doug-Woon Cho ed., Korean Sea Power and the Pacific Era, Institute of East and West Studies, Yonsei University, 1990, p. 86.

Oleh karena itu adalah jelas bahwa Timur Tengah adalah penyuplai minyak terbesar ke Cina, Jepang dan Korea Selatan. Minyak menjadi komoditas yang banyak dibutuhkan karena itu adalah sumber utama energi bagi negara-negara itu. Bagi Cina, meskipun ia punya banyak sumur minyak tak tereksplorasi, kapasitasnya dalam teknologi produksi minyak mencegah negara itu dari memproduksi cukup minyak untuk permintaan domestik. Terlebih lagi, kualitas rendah minyaknya yang mengandung sulfur/belerang jumlah besar membutuhkan teknologi pemurnian mahal untuk desulfurisasi. Baik Jepang maupun Korea Selatan, kekurangan cadangan minyak domestik memaksa negara-negara itu untuk mengimpor hampir semua permintaan minyaknya.

Untuk 3 negara Asia Timur Laut itu, energi menentukan eksistensi mereka dalam dunia globalisasian. Tanpa cukup energi, banyak industri mereka akan gagal untuk memaksimalkan produksi mereka dan lalu produk domestik bruto negara-negara itu akan mengecil. Arus tak terinterupsi energi imporan harus diamankan sehingga tidak menggagalkan pertumbuhan ekonominya. Jadi keamanan energi menentukan secara langsung keamanan ekonomi kawasan Asia Timur Laut. Porsi sangat besar sumber-sumber energi untuk negara-negara itu adalah minyak mentah. Karena hampir 80% dari minyak yang diimpor Cina, Jepang dan Korea Selatan datang dari Timur Tengah maka menciptakan masalah perkara keamanan energi bagi negara-negara itu.

Segepok minyak Timur Tengah ke Cina berjalan melalui Selat Malaka, Lombok dan Sunda (juga dikendalikan oleh Indonesia). Namun, Selat Malaka adalah rute terpilih bagi banyak pihak karena itu menawarkan jarak terpendek dan rute yang paling aman lengkap dengan bantuan-bantuan navigasi. Ini membuat Selat Malaka suatu rute pelayaran penting bagi cina dan berbagai ekonomi Asia Timur Laut lainnya seperti Jepang, Taiwan dan Korea Selatan. Dengan pentingnya bagi eksistensi ekonomi Cina maka bukanlah kejutan ketika Beijing mengindikasikan bahwa ia bersiap untuk melindungi rute-rute pelayaran yang penting bagi perekonomian Cina. Ini diperkuat oleh pernyataan Cina bahwa Cina mempunyai kepentingan strategis di rute-rute penting laut itu dan akan menggunakan kekuatan angkatan lautnya untuk memastikan bahwa jalur-jalur laut itu tetap terbuka. Zhao Yuncheng, seorang ahli dari China’s Institute of Contemporary International Relations mengatakan lebih lanjut dan menyatakan bahwa, ‘siapapun yang mengendalikan Selat Malaka dan Samudera India bisa mengancam rute suplai minyak Cina.’ Kesimpulannya digaungkan oleh Presiden Hu Jiantao yang mengatakan bahwa “dilema-Malaka” adalah kunci bagi keamanan energi Cina. Hu menunjuk bahwa, beberapa kekuatan (termasuk Amerika Serikat) telah mencoba untuk memperluas cakupan pengaruhnya di Selat Malaka dengan mengendalikan atau berusaha mengendalikan navigasi di Selat Malaka.

Selain itu, bagi Amerika Serikat Asia Timur adalah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi dinamis, dengan porsi meningkat produk dunia dan perdagangan. Diestimasi bahwa di tahun 2010, 34% produk total dunia akan dikontribusikan oleh kawasan Asia Timur, mengungguli Eropa Timur dan Amerika Utara dengan 26% dan 25% secara berurutan. Mengenai perdagangannya, porsi Asia Timur pada perdagangan dunia akan terhitung hampir 40%, meninggalkan Eropa Barat dan Amerika Serikat dnegan sekitar 37% dan 20% secara berurutan

22. Karena pertumbuhan ekonomi mengagumkan yang bisa menjanjikan kekayaan pada dunia, Asia Timur telah lama dianggap sebagai kawasan yang bisa menjanjikan kemakmuran dan keamanan pada Amerika Serikat.
22 Ashley J. Tellis, Chung Min Lee, James Mulvenon, Courtney Purrington, and Michael D. Swaine, “Sources of Conflict in Asia”, in Zalmay Khalilzad and Ian O. Lesser ed, Sources of Conflict in the 21st Century: Regional Futures and U.S. Strategy, RAND, 1998.

Pada 1993, Sekretaris Asisten Negara untuk Urusan-Urusan Asia Timur dan Pasifik - Assistant Secretary of State for East Asian and Pacific Affairs, Winston Lord, mengatakan bahwa Asia Timur adalah “yang paling relevan bagi prioritas tertinggi Presiden (Bill Clinton) yaitu agenda domestiknya, pembaharuan perekonomian Amerika, menurunkan defisit, menjadi lebih kompetitif, mempromosikan pekerjaan dan ekspor.” 23 Pernyataan itu diperkuat oleh Presiden Bill Clinton sendiri ketika dia mendeskripsikan kawasan itu sebagai “area paling menjanjikan dan dinamis bagi kebijakan luar negeri Amerika.” Prioritas tinggi yang diberikan pada Asia Timur belum berubah bahkan ketika kepemimpinan Gedung Putih berubah dari partai Demokrat ke partai Republik dan Pemerintahan Obama sekarang juga menempatkan fokus yang mirip. Volume perdagangan antara Amerika Serikat dan Asia Timur stabil dan meningkat meski kawasan itu menderita kemunduran ekonomi di 1997.

Dari 2002, volume ekspor Amerika Serikat ke Asia Timur mengagumkan di mana kawasan itu menjadi pasar terbesar bagi Amerika Serikat mengungguli pasar Amerika Serikat yang telah lama terbangun; Kanada dan Uni Eropa 24. Ekspor ke Asia Timur terhitung di $169 milyar dari 2002 ke $295 milyar hanya dalam 6 bulan pertama 2010 yang menghasilkan lebih dari 3.8 juta pekerjaan Amerika Serikat. Selain itu kawasan ini adalah terbesar ke-2 bagi impor Amerika. Kekayaan, kemakmuran dan bahkan keamanan ekonomi bagi Amerika Serikat tetap bergantung pada hubungan berlanjut dengan ekonomi-ekonomi Asia Timur. Asia Timur mewakili lokasi paling penting komitmen ekonomi Amerika.

23 Focus on Asia-Pacific Economic Cooperation, U.S. Department of State Dispatch, 20 September1993, p. 643.
24 Growth of U.S. Exports to ASEAN & Other Major Markets, 1990-2002. The statistics is available at http://www.us-asean.org/statistics/growth_US_export.htm

Pertumbuhan laju cepat Cina dan perkuatan kemampuan pertahanannya menempatkan China pada posisi menantang kepemimpinan global Amerika Serikat di masa depan. Namun ambisi Cina akan berada pada belas kasihan Negara Khilafah Islam masa depan, yang akan mendayagunakan pengaruh tak tersangkal atas Cina, Korea Selatan, Singapore, Taiwan dan Jepang dalam hal minyak untuk pertumbuhan ekonomi mereka juga rute suplai dari Timur Tengah melalui Samudera Hindia melalui Selat Malaka. Kompetisi laten untuk kepemimpinan global di mana Amerika Serikat diekspektasi mengadopsi strategi-strategi untuk membatasi tantangan Cina di kawasan Asia Timur, akan dinihilkan dengan kembalinya Negara Khilafah Islam yang akan memasukkan Tanduk Afrika, Timur Tengah, Afghanistan Pakistan, India, Bangladesh, dan Indonesia dan Malaysia. Ini akan berarti monopoli Negara Khilafah Islam dalam mengendalikan tidak hanya Selat Malaka tapi juga seluruh Samudera India.

 Kepentingan Strategis Selat Malaka - Pentingnya Letak Strategis Selat Malaka - Geostrategi
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam