Aktivitas politik terbagi menjadi dua bagian: ash-Shira' al-fikri dan aI-kifah as-siyasi. Ash-Shira' al- fikri adalah pergulatan melawan
seluruh akidah kufur berikut sistem dan pemikirannya. Ash-Shira' aI-fikri juga berarti pergulatan menentang berbagai
akidah yang rusak, pemikiran yang keliru, dan pemahaman yang rancu. Dalam
tulisan kali ini, kita hanya akan membahas tentang aI-kifah as-siyasi (perjuangan politik). aI-Kifah as-siyasi intinya adalah perjuangan menantang dan
menentang negara-negara kafir imperialis serta mengungkap segala persekongkolan
mereka. aI-Kifah as-siyasi juga berarti
perjuangan menghadapi penguasa negeri-negeri kaum Muslim, mengkritik dan
menasihati mereka, serta mengubah perilaku mereka sehingga bersedia
melaksanakan sistem hukum Islam. Inilah yang akan kita bahas lebih jauh -dengan
izin Allah- dalam tulisan ini.
Di samping ayat-ayat Al-Qur’an, terdapat sejumlah hadits yang
banyak sekali menjelaskan masalah ini. Di bawah ini, kita akan menyebutkan
sebagiannya. Ibnu Mas'ud ra. menuturkan bahwa Rasul Saw. pernah bersabda
sebagai berikut (artinya): “Sesungguhnya
kelemahan pertama pada Bani Israel adalah ketika seseorang bertemu dengan orang
lain dan berkata, 'Fulan, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan apa yang
sedang kamu kerjakan, sebab hal itu terlarang bagimu.” Kemudian orang
tersebut bertemu lagi pada keesokan harinya dengan orang yang diajak bicara
itu, sementara yang bersangkutan tetap dalam keadaannya seperti sebelumnya.
Akan tetapi, orang tersebut tidak melarangnya. Dia malah menjadi teman makan
dan minumnya sekaligus kawan duduknya. Ketika mereka melakukan hal demikian,
Allah menghancurkan kalbu-kalbu mereka satu sama lain.” Rasulullah Saw. lantas
membaca ayat Al-Qur'an (artinya), “Telah
dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Israel dengan lisan Dawud dan
Isa putra Maryam. Hal itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampaui
batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan kemungkaran yang
mereka perbuat. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kalian melihat kebanyakan dari
mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang mereka sediakan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah kepada
mereka, dan mereka akan kekal di dalam siksaan-Nya. Sekiranya mereka beriman
kepada Allah, kepada Nabi Musa, dan kepada wahyu yang diturunkan kepadanya,
niscaya mereka tidak akan menjadikan orang-orang musyrik sebagai penolong. Akan
tetapi, kebanyakan mereka adalah termasuk orang-orang yang fasik. (TQS.
5:78-81).
Kemudian beliau bersabda, “Jangan
begitu. Demi Allah, kalian memilih melakukan amar makruf nahi mungkar -mencegah
orang berbuat zalim dan mengembalikannya ke lingkaran yang haq sehingga ia
hanya ada dalam lingkaran yang haq saja- atau kalian menghendaki agar Allah
kelak menghancurkan kalbu-kalbu kalian satu sama lain, kemudian Dia benar-
benar akan melaknat kalian sebagaimana Dia melaknat mereka.” (HR. Abu
Dawud dan At-Turmudzi)
Rasulullah Saw. juga bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu
Sa'id al-Khudri, sebagai berikut: “Jihad yang
paling baik adalah ucapan yang haq di hadapan penguasa zalim.” (HR. Abi
Dawud dan At-Turmudzi).
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. pernah bertutur sebagai berikut: “Wahai
manusia, sesungguhnya kalian telah membaca ayat ini: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang
yang sesat itu akan memudaratkan kalian apabila kalian telah mendapatkan
petunjuk. (TQS. 5:105) Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya apabila seorang manusia melihat manusia lain berbuat
zalim, sementara dia tidak mencegahnya, pastilah Allah akan menimpakan
hukuman-Nya kepada semuanya.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan An-Nasa'i)
Dengan demikian, dalil-dalil di atas seluruhnya berisi tentang
perintah untuk melawan kezaliman, khususnya kezaliman para pemimpin dan
penguasa, karena mereka adalah para pemuka masyarakat dan di tangan merekalah
kekuasaan itu.
AI-kifah as-siyasi
(perjuangan politik) juga mencakup upaya membongkar berbagai persekongkolan
serta sepak-terjang para penguasa dan pemimpin yang ada di hadapan rakyat.
Dengan itu, rakyat akan dapat mengetahui dengan jelas hakikat para penguasa
mereka.
Karena faktor inilah Abu Jahal, Abu Sufyan, 'Umayyah ibn Khalaf,
Walid ibn Mughirah, dan yang lainnya berkumpul di Dar
an-Nadwah untuk merundingkan perilaku Muhammad Saw. dan dakwahnya yang
baru itu, sebelum orang-orang Arab datang ke Makkah untuk haji. Pada saat itu,
persoalan Muhammad Saw. telah begitu menyusahkan mereka, membuat mereka susah
tidur, dan mengguncang kepemimpinan mereka atas kaum Quraisy. Mereka ingin
mengambil satu pendapat yang bisa memanipulasi dakwah baru itu dan
mendistorsikan pemikiran-pemikirannya.
Setelah melakukan dialog dan diskusi, mereka sepakat untuk
mendatangi orang-orang Arab yang datang ke kota Makkah pada saat musim haji,
dan memperingatkan mereka agar tidak mendengarkan “ocehan” Muhammad Saw. Sebab,
Muhammad Saw. dianggap memiliki kata-kata yang mampu menyihir seseorang, sering
mngucapkan kata-kata yang dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari
keluarganya, dan bahkan dari kaumnya. Akan tetapi, Allah kemudian menyingkap
persekongkolan ini kepada Rasulullah Saw. dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya dia telah memikirkan
dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia menetapkan? Celakalah dia,
bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam
dan merengut. Dia lantas berpaling [dari kebenaran] dan menyombongkan diri.
Selanjutnya dia berkata. “(Al-Qur`an) ini tidak lain hanyalah sihir yang
dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan
manusia. Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar.” (TQS.
al-Mudatstsir [74]: 18-26)
Sebagaimana Al-Qur’an telah menyingkapkan persekongkolan para
penguasa Arab Jahiliah kepada Rasulullah Saw., Al-Qur’an pun menyingkap pula
persekongkolan para pemimpin kufur dan para wali setan. Orang Yahudi di Madinah
mengaku beriman kepada Muhammad Saw. Mereka bersikap seolah-olah beriman,
tetapi sesungguhnya tetap kafir. Hal ini dilakukan dengan memberi kesan kepada
mereka seolah-olah dirinya memiliki niat ikhlas karena Allah; tidak mendustakan
Muhammad Saw.
Persekongkolan keji bisa menarik orang-orang yang berakal lemah.
Akan tetapi, Allah Swt. membongkar persekongkolan jahat kepada orang-orang
Mukmin dan memperingatkan mereka dari para pemimpin kafir dan wali-walil setan.
Allah berfirman: “Apabila dikatakan kepada
mereka, “Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang lain telah beriman, mereka
akan menjawab, “Haruskah kami beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu
telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh,
tetapi mereka tidak menyadarinya. Apabila mereka berjumpa dengan orang-orang
yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Sebaliknya, apabila
mereka telah kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan,
“Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian. Kami hanyalah berolok-olok.”
Allah kemudian membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka
terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (TQS. al-Baqarah [2]: 13-15)
Allah juga membongkar berbagai makar yang telah diarahkan kepada
orang-orang beriman di dalam masjid dhiror yang bertujuan untuk memusnahkan
mereka semuanya. Allah Swt. berfirman: “Di
antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang menjadikan masjid untuk
menimbulkan kemudharatan (bagi orang-orang Mukmin), kekafiran, dan
memecah-belah orang-orang Mukmin, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang
yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dulu. Mereka sesungguhnya
bersumpah, “Kami tidak menghendaki apapun selain kebaikan.” Allah menjadi saksi
bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta. Janganlah kalian menunaikan
shalat di dalam masjid itu selama-selamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan
di atas dasar ketakwaan sejak hari pertama adalah lebih patut untuk kalian
jadikan tempat menunaikan shalat. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin
menyucikan diri. Allah menyukai orang-orang yang suci. Oleh karena itu, apakah
orang-orang yang mendirikan masjid di atas dasar ketakwaan kepada Allah dan
keridhaan-Nya itu yang dipandang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan
bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunan itu jatuh bersama-sama
dengan mereka ke dalam Neraka Jahanam? Allah tidak memberikan petunjuk kepada
orang-orang yang zalim”. (TQS. 9:107-109)
Semua ini merupakan bentuk persekongkolan terhadap kaum Muslim
yang dirancang secara apik. Sesungguhnya persekongkolan keji dan kotor masih
terus dirancang sampai saat ini, yang dikomandoi oleh para imperialis kafir dan
para wali setan di tengah-tengah masyarakat kita. Tujuannya tidak lain untuk
meruntuhkan pertahanan umat Islam dan membuat mereka ragu terhadap agama Islam.
Mereka menuduh orang-orang yang ikhlas dari kalangan kaum Muslim dengan
tuduhan-tuduhan yang aneh seperti “teroris”, “ekstremis”, “memiliki motif-motif
politik jahat”, “ingin mendapatkan kursi kekuasaan”, serta berbagai tuduhan dan
celaan buruk lainnya yang tidak didukung oleh fakta sama sekali. Padahal pada
hakikatnya, para pemimpin imperialis dan penguasa itulah kaum ekstremis yang
sebenarnya.
Pada kenyataannya, orang-orang ikhlas dari kalangan putra-putra
kaum Muslim ini justru senantiasa berusaha hidup berdasarkan Islam. Mereka
tidak ingin menyimpang dari Islam, amat berbeda dengan para penguasa
neoimperialis itu.
Dalam kaitannya dengan persoalan terorisme, semua orang telah
menyaksikan sendiri bahwa kediktatoran yang kejam dan teror militer justru
dilakukan oleh para penguasa terhadap bangsa mereka sendiri. Tidak ada
seorangpun yang meragukan bahwa kediktatoran mereka diwarnai oleh tindak
penyiksaan menggunakan alat-alat yang sadis, penghancuran tubuh, penggerebekan
rumah-rumah pada malam hari ketika mereka tidur, dan dikumpulkannya para pemuda
Muslim -terutama para pemuda yang giat berdakwah untuk mengubah fakta
masyarakat yang dekaden. Semua itu tidak pernah dilakukan oleh gerakan-gerakan
lslam, meskipun mereka selalu dituduh memiliki senjata dan pistol untuk membela
diri.
Sementara itu, kaitannya dengan ambisi politik, perlu
dipertanyakan, siapa sesungguhnya yang memiliki sifat buruk itu? Tentu pada
diri orang-orang yang berkonspirasi tidak mau menyentuh dan tersentuh
hukum-hukum Islam. Sebaliknya, ketamakan politik tidak pernah ditemukan pada
orang-orang yang rela meninggalkan kampung halaman mereka, dan menghadapkan
dada-dada mereka di depan moncong pistol para penguasa zalim, dibalut sikap
pasrah mereka untuk Allah, agama, dan Rasul-Nya; serta bertawakal kepada Allah dalam
upaya mengubah kezaliman yang membatu. Semua itu mereka lakukan dalam rangka
melepaskan umat ini dari belenggu ketaatan terhadap para penguasa sistem
tidak-Islam.
Al-Qur'an membongkar segala bentuk persekongkolan dan makar secara
terang-terangan. Al-Qur’an juga, secara langsung ataupun melalui isyarat,
menyebut nama dan menjelaskan ciri-ciri orang yang melakukan persekongkolan
itu. Al-Qur`an juga menyebutkan nama-nama para wali setan dari kalangan para
penguasa dan kroninya. Al-Qur'an secara terus terang berbicara tentang Fir'aun,
Hamman, Qorun, dan Samiri; juga berbicara tentang Abu Jahal, 'Umayyah ibn
Khalaf, dan yang lainnya. Oleh karena itu, para pengemban dakwah wajib
membongkar sekaligus membeberkan kepada umat, tokoh-tokoh yang memiliki
persekongkolan jahat terhadap kaum Muslim dari kalangan penguasa sistem
bukan-Islam dan kroninya, para pemikir dan politikus ataupun para penulis dan
propagandis yang mendukung mereka. Tujuannva adalah agar umat mengetahui
hakikat mereka yang sebenarnya, sehingga umat waspada terhadap berbagai makar
mereka.
Dalam hal ini ada sebagian dari penguasa yang “membuta”, mereka
menjalankan berbagai strategi Barat demi uang dan kekuasaan. Karena agen-agen
Barat inilah, kita menyaksikan umat ini terancam musnah, hancur, ataupun dijual
murah di pasar-pasar politik internasional.
Di samping para penguasa melakukan praktik keagenan yang
memalukan, maka sebagian para pemikir, politikus, sastrawan, juga para jurnalis
melakukan hal yang sama dengan cara-cara tertentu. Mereka semuanya bergabung
dengan para neo-imperialis untuk melakukan tindakan destruktif di tengah-tengah
umat. Mereka menyuntikan berbagai racun yang merusak akidah dan syariah,
menebarkan polusi pemikiran. Mereka semuanya mesti dihadapi oleh umat.
Kemunkaran mereka mesti dibongkar dan dibeberkan tanpa perlu ditutup-tutupi.
Dengan cara seperti ini, masyarakat diharapkan bisa menolak keburukan-keburukan
mereka.
Berbagai rencana telah dirancang oleh mereka, seperti
persekongkolan luar negeri, desas-desus, dan berbagai makar yang ditujukan
kepada umat. Kaum Muslim wajib pula mengetahui berbagai peristiwa yang berputar
di sekitar mereka dan berbagai bahaya yang mungkin menimpa mereka. Sebab,
berbagai makar dan persekongkolan yang dilakukan oleh neokolonialis terhadap
umat Islam ditujukan untuk melemahkan kaum Muslim, untuk kemudian menguasai
mereka beserta segala kekayaannya.
Maka, penting sekali bagi pengemban dakwah untuk memperhatikan
politik Internasional, mengikuti berbagai peristiwa yang terjadi, dan menyaring
segala berita yang bermanfaat bagi mereka. Semua itu untuk dijadikan bahan
analisis mereka terhadap situasi politik yang berkembang. Ada sebuah teladan
bagus dalam perdebatan antara kaum Quraisy dan Sahabat Nabi membahas peperangan
antara Persia dan Romawi, diabadikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: “Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di
negeri yang terdekat. Mereka, sesudah dikalahkan itu, akan menang dalam
beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).
Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu, bergembiralah orang-orang yang
beriman.” (TQS. ar-Rum [30]:1-4)
Persia dan Romawi ketika itu adalah dua negara adidaya di dunia.
Pertarungan antar keduanya dalam memperebutkan wilayah-wilayah mereka terus
berlangsung berabad-abad. Kalah dan menang silih berganti. Ketika itu, sebagian
wilayah Arab terbagi menjadi dua; sebagian menjadi wilayah jajahan Romawi dan
sebagian lain menjadi jajahan Persia. Kekuasaan Persia atas wilayah-wilayah
Arab telah mencapai Yaman. Sementara itu, kekuasaan Romawi telah melingkupi
semenanjung Arab berbatasan dengan Yordania. Memperhatikan keadaan dua negara
ini merupakan keharusan bagi kaum Muslim saat itu. Mereka mengikuti berbagai
peristiwa dan kejadian politik saat itu karena berpengaruh terhadap mereka dan
tujuan mereka. Ketika itu, terjadi dialog antara Abu Bakar dengan orang-orang
Quraisy. Kedua belah pihak berdebat tentang manakah yang akan memenangkan
peperangan. Persiakah atau Romawi.
Setiap organisasi politik wajib menyibukkan diri dengan aktivitas
perjuangan politik. Menyadari sepenuhnya berbagai fakta dan apa saja yang ada
di sekitar mereka. Telah jelas bagi kita, nasihat Nabi Saw. kepada para
sahabatnya tatkala diperintahkan untuk berhijrah ke Habsyah, “Apabila kalian pergi menuju Habsyah, sesungguhnya
di sana ada seorang raja yang tidak berlaku zalim terhadap seorangpun. Habsyah
adalah bumi yang benar sampai Allah menjadikan bagi kalian jalan keluar
terhadap masalah yang kalian hadapi.”
Rasulullah Saw tidak berpikir untuk menyuruh kaum Muslim berhijrah
kepada salah satu kabilah Arab. Sebab, mereka nyata-nyata telah menolak dakwah
beliau. Sementara Yaman, pada waktu itu merupakan jajahan Persia yang belum
menganut agama samawi. Di samping itu, sejarah sendiri telah membuktikan
kebenaran pandangan beliau. Kisra telah menulis surat kepada Badzan, kaki
tangannya di Yaman, yang berbunyi, “Utuslah
kepada orang yang berada di Hijaz itu (Muhammad) dua orang laki-laki yang kuat
yang kamu miliki [untuk ditangkap]. Hendaklah kedua orang itu membawa lelaki
tadi kepadaku.”
Dewasa ini, di hadapan kita terdapat banyak sekali aktivitas dan
strategi yang dirancang oleh negara-negara imperialis seperti berbagai
kesepakatan dan perjanjian atau pakta pertahanan di bidang politik, ekonomi,
dan kebudayaan yang berarti turut campur tangan terhadap negeri-negeri kaum
Muslim. Contohnya adalah perjanjian militer yang dilakukan oleh negara-negara
Teluk dengan AS, Inggris, dan Prancis. Keikutsertaan mereka dalam koalisi
internasional yang dipimpin AS untuk memukul Irak. Begitu pula perjanjian-perjanjian
ekonomi antara negeri-negeri Muslim dengan IMF; perjanjian-perjanjian
kebudayaan yang ditandatangani oleh Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Lebanon
dengan Perancis; berbagai persekongkolan untuk mengeksploitasi gerakan
intifadah sehingga membuat warga Palestina tersiksa, dan mendorong mereka untuk
bersikap “pasrah” atas nama perdamaian; pemanfaatan demokrasi di beberapa
negeri Islam untuk menyulut perang saudara dan bentrokan berdarah di dalam
tubuh umat Islam seperti yang terjadi di Aljazair, Nigeria, dan Afganistan,
juga pemanfaatan referendum yang ditawarkan PBB atas wilayah Sahara Barat, dan
Timor Timur, meskipun hal itu berarti memecah-belah kaum Muslim dan melemahkan
mereka.
Demikianlah, perjuangan politik (aI-kifah
as-siyasi) wajib dilakukan oleh berbagai jamaah Islam dan organisasi
kepartaian. Mereka harus berusaha untuk mencari dan mengungkap semua itu kepada
umat yang tidak mengetahuinya. Jika ini disadari dan dijalankan oleh jamaah
Islam atau organisasi kepartaian, maka mereka telah memiliki syarat-syarat yang
sempurna untuk beraktivitas di bidang ash-Shira'
al-fikri dan aI-kifah as-siyasi.
Dengan demikian, mereka bisa menjamin diri mereka sendiri beserta umat yang
beraktivitas bersama mereka untuk mengubah peta politik dunia. Tujuannya tidak
lain adalah untuk memperbaiki dunia; menyelamatkan seluruh manusia dari
kegelapan dan kebodohan; menggiring mereka menuju kebangkitan, kemajuan, dan
kesadaran politik Islam yang tinggi. Bila hal ini dimiliki umat, maka mereka
akan mampu melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Daulah Khilafah.
Mereka bisa menjamin eksistensi diri mereka secara terus-menerus di tengah
banyak negara, yang sebagian besarnya adalah kaum imperialis yang selalu
mengintai mereka.
Benarlah firman Allah Swt. yang menyebutkan: “Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, niscaya akan rusaklah bumi ini. Akan tetapi,
Allah adalah Pemilik karunia yang dicurahkan atas alam semesta. (TQS.
2:251)
Seandainya Allah Swt. tidak mengaruniai orang-orang shalih
kekuasaan -yang haq, yang diridhai
Allah- yang membela mereka dalam pertarungan melawan orang-orang yang berbuat
kerusakan dan orang-orang sesat, kekuasaan yang menghalangi mereka dari
kekufuran dan kezaliman, niscaya akan rusak dan akan hilanglah tempat-tempat
kebaikan di muka bumi.
Referensi: artikel “PERGULATAN
PEMIKIRAN DAN PERJUANGAN POLITIK,” Majalah al-Wa’ie
edisi 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar