Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Tampilkan postingan dengan label gerakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gerakan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Oktober 2016

Rasul SAW Berhasil Menegakkan Negara Islam


 

 
Daulah Islam haruslah ditegakkan dengan benar, secara syar’i, sehingga menjadi negara yang agung bobotnya, kuat kekuasaannya. Negara yang tidak di bawah kendali atau dominasi negara lain, mandiri militernya, sanggup menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke luar negeri dengan dakwah dan jihad futuhat. Negara yang membuat negara-negara kafir gemetar. Negara Islam yang dicintai oleh Allah Swt., Rasul-Nya dan kaum Mukmin; yang memasukkan kebahagiaan di hati kaum Muslim dan memasukkan kemuliaan di negeri mereka.

Rasulullah akhirnya mendapat kesempatan berbicara dengan sekelompok yang datang dari Yatsrib (Madinah) ke kota Makkah yang merupakan sekutu Quraisy. Mereka dipimpin oleh Abu al-Haisar dan Anas bin Rafi’. Bersamanya ikut sekelompok orang dari Bani Asyhal, termasuk Iyas bin Mu’adz. Mereka merupakan representasi dari kabilah Khazraj yang merupakan kabilah Madinah yang kuat dan ahli perang. Kemudian Rasulullah berbicara dengan sekelompok pemuka Khazraj yang berjumlah 6 orang. Merekapun rela dengan tugas meyakinkan kaumnya. Sehingga pertolongan/perlin­dungan (nushrah) didapatkan melalui mereka.

Patut dicatat, sekelompok dari kabilah Khazraj tersebut mau menerima dakwah Rasulullah Saw. meskipun mereka mengetahui bahwa Beliau Saw. beserta gerakannya dipandang sebelah mata oleh mayoritas warga, ditolak, didustakan, dilarang dan ditindas oleh para petinggi Makkah.

Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah Saw. Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Pada pertemuan itu terjadilah peristiwa Bai’at Aqabah I.
“'Ubadah bin Ash Shamit adalah sahabat yang ikut perang Badar dan juga salah seorang yang ikut bersumpah pada malam Aqobah, dia berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika berada di tengah-tengah sebagian sahabat:
بَايِعُونِي عَلَى أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ وَلَا تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ وَأَرْجُلِكُمْ وَلَا تَعْصُوا فِي مَعْرُوفٍ فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ سَتَرَهُ اللَّهُ فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَاقَبَهُ

“Berbai'atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, tidak bermaksiat dalam perkara yang ma'ruf. Barangsiapa di antara kalian yang memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barangsiapa yang melanggar dari hal tersebut lalu Allah menghukumnya di dunia maka itu adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang melanggar dari hal-hal tersebut kemudian Allah menutupinya (tidak menghukumnya di dunia) maka urusannya kembali kepada Allah, jika Dia mau dimaafkannya atau disiksanya." Maka kami membai'at Beliau untuk perkara-perkara tersebut.” (Shahih Bukhari no.17)

Lalu dikirimlah Mush’ab bin Umair ke kota Madinah untuk membina orang-orang yang telah memeluk Islam, menyebarluaskan risalah Islam, meraih dukungan dari tokoh-tokoh kabilah, dan mempersiapkan pondasi masyarakat untuk membangun peradaban Islam dalam format Daulah Islamiyah. Pada musim haji tahun berikutnya datang 73 laki-laki dan 2 orang wanita dari Madinah. Mereka bersedia menyerahkan loyalitasnya hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta siap sedia untuk membela dan memperjuangkan risalah Islam dari ancaman musuh-musuh Islam. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Bai’at Aqabah II.

Pada tahun ke-12 kenabian, Rasulullah mendapatkan nushrah dari kaum Anshar. Kaum yang juga telah dibina itu menyerahkan kekuasaan mereka di Yatsrib (Madinah) kepada Rasulullah Saw. tanpa syarat. Kaum Anshar termasuk para petingginya ridha dengan sistem yang diridhai Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan sistem kufur sepenuhnya.

Keberhasilan thalab an-nushrah ini ditandai dengan peristiwa Bai’at ‘Aqabah I dan II. Bai’at ‘Aqabah I adalah bai’at oleh kaum Anshar untuk menyatakan keIslaman, disertai dengan segala konsekuensinya, seperti meninggalkan zina, tidak mencuri, dan sebagainya. Sedangkan Bai’at ‘Aqabah II adalah bai’at untuk memberikan perlindungan kepada Nabi dan Islam, sebagaimana melindungi diri, harta dan keluarga mereka. Karena itu, Bai’at II ini menandai penyerahan kekuasaan dari kaum Anshar kepada Nabi Saw. secara de yure.

Dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalian (kaum Anshor) berbaiat kepadaku untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan semangat maupun malas, dan berinfak baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Untuk ber-amar ma'ruf dan nahi munkar. Kalian berkata karena Allah untuk tidak takut karena Allah terhadap orang yang mencela. Kalian menolongku dan menghalangi (musuh) jika saya datang kepada kalian sebagaimana kalian melindungi kalian sendiri, istri-istri kalian dan anak-anak kalian. Niscaya kalian mendapatkan Syurga." (HR. Ahmad no.13934)

Sebelum kekuasaan Islam terwujud memang telah terjadi pembinaan Islam yang sangat intensif di tengah-tengah masyarakat Madinah oleh Sahabat Beliau Saw., Mush’ab bin Umair ra. Akhirnya, Islam menjadi opini umum di tengah-tengah masyarakat Madinah kurang lebih hanya dalam waktu 1 tahun. Pada saat itulah, para pemimpin dari suku Aus dan Khazraj akhirnya memberikan penuh dukungan dan kekuasaannya kepada Nabi Saw. melalui peristiwa Baiat Aqabah II di Bukit Aqabah. Daulah Islam ditegakkan, dengan izin Allah, melalui tangan-tangan ksatria yang perdagangan dan jual-beli tidak bisa melenakan mereka dari mengingat Allah.

Setelah Bai’at Aqabah II itu, Nabi Saw. menyuruh para sahabat untuk hijrah ke Madinah. Baginda Saw. dengan ditemani Abu Bakar ra. kemudian menyusul mereka.

“dari 'Aisyah radliallahu 'anha, dia berkata, "Abu Bakar pernah meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk hijrah ketika gangguan (orang-orang Quraisy) semakin menjadi-jadi, lalu Beliau bersabda kepadanya: "Berdiam saja dulu." Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah, apakah anda hendak menunggu perintah (Allah)?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku berharap hal itu." (Shahih Bukhari no.3784)

Suraqah bin Ju'syam berkata: “Aku berkata kepada Beliau (Saw.): "Sesungguhnya kaum anda telah membuat sayembara berhadiah atas engkau." Lalu aku menceritakan kepada mereka apa yang sedang diinginkan oleh orang-orang atas diri Beliau. Kemudian aku menawarkan kepada mereka berdua perbekalan dan harta bendaku, namun keduanya tidaklah mengurangi dan meminta apa yang ada padaku. Akan tetapi Beliau berkata: "Rahasiakanlah keberadaan kami." (Shahih Bukhari no. 3616) Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melanjutkan perjalanan.

Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair: “Kaum Muslimin di Madinah telah mendengar keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari Makkah, dan mereka setiap pagi pergi ke Harrah untuk menyambut kedatangan Beliau sampai udara terik tengah hari memaksa mereka untuk pulang. Pada suatu hari, ketika mereka telah kembali ke rumah-rumah mereka, setelah menanti dengan lama, seorang laki-laki Yahudi naik ke atas salah satu dari benteng-benteng mereka untuk keperluan yang akan dilihatnya, tetapi dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan shahabat-shahabatnya berpakaian putih yang hilang timbul ditelan fatamorgana (terik panas). Orang Yahudi itu tidak dapat menguasai dirinya untuk berteriak dengan suaranya yang keras: "Wahai orang-orang Arab, inilah pemimpin kalian yang telah kalian nanti-nantikan." Serta merta Kaum Muslimin berhamburan mengambil senjata-senjata mereka dan menyongsong kedatangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di punggung Harrah. Beliau berdiri berjajar dengan mereka di sebelah kanan hingga Beliau singgah di Bani 'Amru bin 'Auf. Hari itu adalah hari Senin bulan Rabi'ul Awwal.” (Shahih Bukhari no. 3616)

Sesampainya, Beliau disambut sebagai seorang pemimpin dan kepala negara Islam, de facto. Semuanya ini membutuhkan waktu, karena memang Nabi Saw. hendak mewujudkan negara, membangun masyarakat dan peradaban yang luhur nan mulia.

Allah Swt. memberikan janji pertolongan-Nya kepada umat Islam yang berjuang sesuai tuntunan-Nya.
وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hajj: 40)

وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِندِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Anfal [8]: 10)

Jadi, thalabun-nushrah adalah ujung dari satu-satunya metode sahih dalam usaha meraih kekuasaan untuk Islam, karena hal ini ditunjukkan secara nyata oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam perjuangannya. 


“Katakanlah, “Kebenaran telah datang dan kebathilan telah lenyap. Sungguh, kebatilan itu pasti lenyap.” (QS. al-Isra’ [17]: 81)

Tugas umat Islam adalah menyampaikan kebenaran apa adanya. Ketika kebenaran tampak maka kebathilan akan lenyap. Kebathilan hanya akan tampak kebathilannya dan akan kalah ketika kebenaran disuarakan dengan lantang.


“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).” (QS al-Anbiya’ [21]:18)

Tanpa amar ma’ruf nahi munkar yang terang maka kebathilan akan terus merajalela. Diam dari menyatakan kebenaran adalah amalan yang buruk. Membiarkan kebathilan adalah amalan yang buruk.

Harus diingat, thalabun nushrah adalah aktivitas politik, bukan aktivitas militer. Aktivitas militer bisa dilakukan bersama ahlun-nushrah setelah terwujud kekuasaan dan kekuatan riil itu bagi Islam. Setelah tegaknya daulah Islam tentu kekuatan militer menjadi kebutuhan yang wajib untuk terus diperkuat....


Minggu, 18 September 2016

Perjuangan Politik Ideologi Islam



Aktivitas politik terbagi menjadi dua bagian: ash-Shira' al-fikri dan aI-kifah as-siyasi. Ash-Shira' al- fikri adalah pergulatan melawan seluruh akidah kufur berikut sistem dan pemikirannya. Ash-Shira' aI-fikri juga berarti pergulatan menentang berbagai akidah yang rusak, pemikiran yang keliru, dan pemahaman yang rancu. Dalam tulisan kali ini, kita hanya akan membahas tentang aI-kifah as-siyasi (perjuangan politik). aI-Kifah as-siyasi intinya adalah perjuangan menantang dan menentang negara-negara kafir imperialis serta mengungkap segala persekongkolan mereka. aI-Kifah as-siyasi juga berarti perjuangan menghadapi penguasa negeri-negeri kaum Muslim, mengkritik dan menasihati mereka, serta mengubah perilaku mereka sehingga bersedia melaksanakan sistem hukum Islam. Inilah yang akan kita bahas lebih jauh -dengan izin Allah- dalam tulisan ini.

Di samping ayat-ayat Al-Qur’an, terdapat sejumlah hadits yang banyak sekali menjelaskan masalah ini. Di bawah ini, kita akan menyebutkan sebagiannya. Ibnu Mas'ud ra. menuturkan bahwa Rasul Saw. pernah bersabda sebagai berikut (artinya): “Sesungguhnya kelemahan pertama pada Bani Israel adalah ketika seseorang bertemu dengan orang lain dan berkata, 'Fulan, bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkan apa yang sedang kamu kerjakan, sebab hal itu terlarang bagimu.” Kemudian orang tersebut bertemu lagi pada keesokan harinya dengan orang yang diajak bicara itu, sementara yang bersangkutan tetap dalam keadaannya seperti sebelumnya. Akan tetapi, orang tersebut tidak melarangnya. Dia malah menjadi teman makan dan minumnya sekaligus kawan duduknya. Ketika mereka melakukan hal demikian, Allah menghancurkan kalbu-kalbu mereka satu sama lain.” Rasulullah Saw. lantas membaca ayat Al-Qur'an (artinya), “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Israel dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan kemungkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. Kalian melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang kafir. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal di dalam siksaan-Nya. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi Musa, dan kepada wahyu yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang-orang musyrik sebagai penolong. Akan tetapi, kebanyakan mereka adalah termasuk orang-orang yang fasik. (TQS. 5:78-81).
Kemudian beliau bersabda, “Jangan begitu. Demi Allah, kalian memilih melakukan amar makruf nahi mungkar -mencegah orang berbuat zalim dan mengembalikannya ke lingkaran yang haq sehingga ia hanya ada dalam lingkaran yang haq saja- atau kalian menghendaki agar Allah kelak menghancurkan kalbu-kalbu kalian satu sama lain, kemudian Dia benar- benar akan melaknat kalian sebagaimana Dia melaknat mereka.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)

Rasulullah Saw. juga bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Sa'id al-Khudri, sebagai berikut: “Jihad yang paling baik adalah ucapan yang haq di hadapan penguasa zalim.” (HR. Abi Dawud dan At-Turmudzi).

Abu Bakar ash-Shiddiq ra. pernah bertutur sebagai berikut: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian telah membaca ayat ini: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memudaratkan kalian apabila kalian telah mendapatkan petunjuk. (TQS. 5:105) Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya apabila seorang manusia melihat manusia lain berbuat zalim, sementara dia tidak mencegahnya, pastilah Allah akan menimpakan hukuman-Nya kepada semuanya.” (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, dan An-Nasa'i)

Dengan demikian, dalil-dalil di atas seluruhnya berisi tentang perintah untuk melawan kezaliman, khususnya kezaliman para pemimpin dan penguasa, karena mereka adalah para pemuka masyarakat dan di tangan merekalah kekuasaan itu.

AI-kifah as-siyasi (perjuangan politik) juga mencakup upaya membongkar berbagai persekongkolan serta sepak-terjang para penguasa dan pemimpin yang ada di hadapan rakyat. Dengan itu, rakyat akan dapat mengetahui dengan jelas hakikat para penguasa mereka.

Karena faktor inilah Abu Jahal, Abu Sufyan, 'Umayyah ibn Khalaf, Walid ibn Mughirah, dan yang lainnya berkumpul di Dar an-Nadwah untuk merundingkan perilaku Muhammad Saw. dan dakwahnya yang baru itu, sebelum orang-orang Arab datang ke Makkah untuk haji. Pada saat itu, persoalan Muhammad Saw. telah begitu menyusahkan mereka, membuat mereka susah tidur, dan mengguncang kepemimpinan mereka atas kaum Quraisy. Mereka ingin mengambil satu pendapat yang bisa memanipulasi dakwah baru itu dan mendistorsikan pemikiran-pemikirannya.

Setelah melakukan dialog dan diskusi, mereka sepakat untuk mendatangi orang-orang Arab yang datang ke kota Makkah pada saat musim haji, dan memperingatkan mereka agar tidak mendengarkan “ocehan” Muhammad Saw. Sebab, Muhammad Saw. dianggap memiliki kata-kata yang mampu menyihir seseorang, sering mngucapkan kata-kata yang dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari keluarganya, dan bahkan dari kaumnya. Akan tetapi, Allah kemudian menyingkap persekongkolan ini kepada Rasulullah Saw. dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Celakalah dia, bagaimana dia menetapkan? Celakalah dia, bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan merengut. Dia lantas berpaling [dari kebenaran] dan menyombongkan diri. Selanjutnya dia berkata. “(Al-Qur`an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia. Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar.” (TQS. al-Mudatstsir [74]: 18-26)

Sebagaimana Al-Qur’an telah menyingkapkan persekongkolan para penguasa Arab Jahiliah kepada Rasulullah Saw., Al-Qur’an pun menyingkap pula persekongkolan para pemimpin kufur dan para wali setan. Orang Yahudi di Madinah mengaku beriman kepada Muhammad Saw. Mereka bersikap seolah-olah beriman, tetapi sesungguhnya tetap kafir. Hal ini dilakukan dengan memberi kesan kepada mereka seolah-olah dirinya memiliki niat ikhlas karena Allah; tidak mendustakan Muhammad Saw.

Persekongkolan keji bisa menarik orang-orang yang berakal lemah. Akan tetapi, Allah Swt. membongkar persekongkolan jahat kepada orang-orang Mukmin dan memperingatkan mereka dari para pemimpin kafir dan wali-walil setan. Allah berfirman: “Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang lain telah beriman, mereka akan menjawab, “Haruskah kami beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak menyadarinya. Apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Sebaliknya, apabila mereka telah kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian. Kami hanyalah berolok-olok.” Allah kemudian membalas olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (TQS. al-Baqarah [2]: 13-15)

Allah juga membongkar berbagai makar yang telah diarahkan kepada orang-orang beriman di dalam masjid dhiror yang bertujuan untuk memusnahkan mereka semuanya. Allah Swt. berfirman: “Di antara orang-orang munafik itu ada orang-orang yang menjadikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (bagi orang-orang Mukmin), kekafiran, dan memecah-belah orang-orang Mukmin, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, “Kami tidak menghendaki apapun selain kebaikan.” Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta. Janganlah kalian menunaikan shalat di dalam masjid itu selama-selamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan di atas dasar ketakwaan sejak hari pertama adalah lebih patut untuk kalian jadikan tempat menunaikan shalat. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin menyucikan diri. Allah menyukai orang-orang yang suci. Oleh karena itu, apakah orang-orang yang mendirikan masjid di atas dasar ketakwaan kepada Allah dan keridhaan-Nya itu yang dipandang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunan itu jatuh bersama-sama dengan mereka ke dalam Neraka Jahanam? Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (TQS. 9:107-109)

Semua ini merupakan bentuk persekongkolan terhadap kaum Muslim yang dirancang secara apik. Sesungguhnya persekongkolan keji dan kotor masih terus dirancang sampai saat ini, yang dikomandoi oleh para imperialis kafir dan para wali setan di tengah-tengah masyarakat kita. Tujuannya tidak lain untuk meruntuhkan pertahanan umat Islam dan membuat mereka ragu terhadap agama Islam. Mereka menuduh orang-orang yang ikhlas dari kalangan kaum Muslim dengan tuduhan-tuduhan yang aneh seperti “teroris”, “ekstremis”, “memiliki motif-motif politik jahat”, “ingin mendapatkan kursi kekuasaan”, serta berbagai tuduhan dan celaan buruk lainnya yang tidak didukung oleh fakta sama sekali. Padahal pada hakikatnya, para pemimpin imperialis dan penguasa itulah kaum ekstremis yang sebenarnya.

Pada kenyataannya, orang-orang ikhlas dari kalangan putra-putra kaum Muslim ini justru senantiasa berusaha hidup berdasarkan Islam. Mereka tidak ingin menyimpang dari Islam, amat berbeda dengan para penguasa neoimperialis itu.

Dalam kaitannya dengan persoalan terorisme, semua orang telah menyaksikan sendiri bahwa kediktatoran yang kejam dan teror militer justru dilakukan oleh para penguasa terhadap bangsa mereka sendiri. Tidak ada seorangpun yang meragukan bahwa kediktatoran mereka diwarnai oleh tindak penyiksaan menggunakan alat-alat yang sadis, penghancuran tubuh, penggerebekan rumah-rumah pada malam hari ketika mereka tidur, dan dikumpulkannya para pemuda Muslim -terutama para pemuda yang giat berdakwah untuk mengubah fakta masyarakat yang dekaden. Semua itu tidak pernah dilakukan oleh gerakan-gerakan lslam, meskipun mereka selalu dituduh memiliki senjata dan pistol untuk membela diri.

Sementara itu, kaitannya dengan ambisi politik, perlu dipertanyakan, siapa sesungguhnya yang memiliki sifat buruk itu? Tentu pada diri orang-orang yang berkonspirasi tidak mau menyentuh dan tersentuh hukum-hukum Islam. Sebaliknya, ketamakan politik tidak pernah ditemukan pada orang-orang yang rela meninggalkan kampung halaman mereka, dan menghadapkan dada-dada mereka di depan moncong pistol para penguasa zalim, dibalut sikap pasrah mereka untuk Allah, agama, dan Rasul-Nya; serta bertawakal kepada Allah dalam upaya mengubah kezaliman yang membatu. Semua itu mereka lakukan dalam rangka melepaskan umat ini dari belenggu ketaatan terhadap para penguasa sistem tidak-Islam.

Al-Qur'an membongkar segala bentuk persekongkolan dan makar secara terang-terangan. Al-Qur’an juga, secara langsung ataupun melalui isyarat, menyebut nama dan menjelaskan ciri-ciri orang yang melakukan persekongkolan itu. Al-Qur`an juga menyebutkan nama-nama para wali setan dari kalangan para penguasa dan kroninya. Al-Qur'an secara terus terang berbicara tentang Fir'aun, Hamman, Qorun, dan Samiri; juga berbicara tentang Abu Jahal, 'Umayyah ibn Khalaf, dan yang lainnya. Oleh karena itu, para pengemban dakwah wajib membongkar sekaligus membeberkan kepada umat, tokoh-tokoh yang memiliki persekongkolan jahat terhadap kaum Muslim dari kalangan penguasa sistem bukan-Islam dan kroninya, para pemikir dan politikus ataupun para penulis dan propagandis yang mendukung mereka. Tujuannva adalah agar umat mengetahui hakikat mereka yang sebenarnya, sehingga umat waspada terhadap berbagai makar mereka.

Dalam hal ini ada sebagian dari penguasa yang “membuta”, mereka menjalankan berbagai strategi Barat demi uang dan kekuasaan. Karena agen-agen Barat inilah, kita menyaksikan umat ini terancam musnah, hancur, ataupun dijual murah di pasar-pasar politik internasional.

Di samping para penguasa melakukan praktik keagenan yang memalukan, maka sebagian para pemikir, politikus, sastrawan, juga para jurnalis melakukan hal yang sama dengan cara-cara tertentu. Mereka semuanya bergabung dengan para neo-imperialis untuk melakukan tindakan destruktif di tengah-tengah umat. Mereka menyuntikan berbagai racun yang merusak akidah dan syariah, menebarkan polusi pemikiran. Mereka semuanya mesti dihadapi oleh umat. Kemunkaran mereka mesti dibongkar dan dibeberkan tanpa perlu ditutup-tutupi. Dengan cara seperti ini, masyarakat diharapkan bisa menolak keburukan-keburukan mereka.

Berbagai rencana telah dirancang oleh mereka, seperti persekongkolan luar negeri, desas-desus, dan berbagai makar yang ditujukan kepada umat. Kaum Muslim wajib pula mengetahui berbagai peristiwa yang berputar di sekitar mereka dan berbagai bahaya yang mungkin menimpa mereka. Sebab, berbagai makar dan persekongkolan yang dilakukan oleh neokolonialis terhadap umat Islam ditujukan untuk melemahkan kaum Muslim, untuk kemudian menguasai mereka beserta segala kekayaannya.

Maka, penting sekali bagi pengemban dakwah untuk memperhatikan politik Internasional, mengikuti berbagai peristiwa yang terjadi, dan menyaring segala berita yang bermanfaat bagi mereka. Semua itu untuk dijadikan bahan analisis mereka terhadap situasi politik yang berkembang. Ada sebuah teladan bagus dalam perdebatan antara kaum Quraisy dan Sahabat Nabi membahas peperangan antara Persia dan Romawi, diabadikan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: “Alif lam mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi di negeri yang terdekat. Mereka, sesudah dikalahkan itu, akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu, bergembiralah orang-orang yang beriman.” (TQS. ar-Rum [30]:1-4)

Persia dan Romawi ketika itu adalah dua negara adidaya di dunia. Pertarungan antar keduanya dalam memperebutkan wilayah-wilayah mereka terus berlangsung berabad-abad. Kalah dan menang silih berganti. Ketika itu, sebagian wilayah Arab terbagi menjadi dua; sebagian menjadi wilayah jajahan Romawi dan sebagian lain menjadi jajahan Persia. Kekuasaan Persia atas wilayah-wilayah Arab telah mencapai Yaman. Sementara itu, kekuasaan Romawi telah melingkupi semenanjung Arab berbatasan dengan Yordania. Memperhatikan keadaan dua negara ini merupakan keharusan bagi kaum Muslim saat itu. Mereka mengikuti berbagai peristiwa dan kejadian politik saat itu karena berpengaruh terhadap mereka dan tujuan mereka. Ketika itu, terjadi dialog antara Abu Bakar dengan orang-orang Quraisy. Kedua belah pihak berdebat tentang manakah yang akan memenangkan peperangan. Persiakah atau Romawi.

Setiap organisasi politik wajib menyibukkan diri dengan aktivitas perjuangan politik. Menyadari sepenuhnya berbagai fakta dan apa saja yang ada di sekitar mereka. Telah jelas bagi kita, nasihat Nabi Saw. kepada para sahabatnya tatkala diperintahkan untuk berhijrah ke Habsyah, “Apabila kalian pergi menuju Habsyah, sesungguhnya di sana ada seorang raja yang tidak berlaku zalim terhadap seorangpun. Habsyah adalah bumi yang benar sampai Allah menjadikan bagi kalian jalan keluar terhadap masalah yang kalian hadapi.”

Rasulullah Saw tidak berpikir untuk menyuruh kaum Muslim berhijrah kepada salah satu kabilah Arab. Sebab, mereka nyata-nyata telah menolak dakwah beliau. Sementara Yaman, pada waktu itu merupakan jajahan Persia yang belum menganut agama samawi. Di samping itu, sejarah sendiri telah membuktikan kebenaran pandangan beliau. Kisra telah menulis surat kepada Badzan, kaki tangannya di Yaman, yang berbunyi, “Utuslah kepada orang yang berada di Hijaz itu (Muhammad) dua orang laki-laki yang kuat yang kamu miliki [untuk ditangkap]. Hendaklah kedua orang itu membawa lelaki tadi kepadaku.

Dewasa ini, di hadapan kita terdapat banyak sekali aktivitas dan strategi yang dirancang oleh negara-negara imperialis seperti berbagai kesepakatan dan perjanjian atau pakta pertahanan di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan yang berarti turut campur tangan terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Contohnya adalah perjanjian militer yang dilakukan oleh negara-negara Teluk dengan AS, Inggris, dan Prancis. Keikutsertaan mereka dalam koalisi internasional yang dipimpin AS untuk memukul Irak. Begitu pula perjanjian-perjanjian ekonomi antara negeri-negeri Muslim dengan IMF; perjanjian-perjanjian kebudayaan yang ditandatangani oleh Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Lebanon dengan Perancis; berbagai persekongkolan untuk mengeksploitasi gerakan intifadah sehingga membuat warga Palestina tersiksa, dan mendorong mereka untuk bersikap “pasrah” atas nama perdamaian; pemanfaatan demokrasi di beberapa negeri Islam untuk menyulut perang saudara dan bentrokan berdarah di dalam tubuh umat Islam seperti yang terjadi di Aljazair, Nigeria, dan Afganistan, juga pemanfaatan referendum yang ditawarkan PBB atas wilayah Sahara Barat, dan Timor Timur, meskipun hal itu berarti memecah-belah kaum Muslim dan melemahkan mereka.

Demikianlah, perjuangan politik (aI-kifah as-siyasi) wajib dilakukan oleh berbagai jamaah Islam dan organisasi kepartaian. Mereka harus berusaha untuk mencari dan mengungkap semua itu kepada umat yang tidak mengetahuinya. Jika ini disadari dan dijalankan oleh jamaah Islam atau organisasi kepartaian, maka mereka telah memiliki syarat-syarat yang sempurna untuk beraktivitas di bidang ash-Shira' al-fikri dan aI-kifah as-siyasi. Dengan demikian, mereka bisa menjamin diri mereka sendiri beserta umat yang beraktivitas bersama mereka untuk mengubah peta politik dunia. Tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki dunia; menyelamatkan seluruh manusia dari kegelapan dan kebodohan; menggiring mereka menuju kebangkitan, kemajuan, dan kesadaran politik Islam yang tinggi. Bila hal ini dimiliki umat, maka mereka akan mampu melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Daulah Khilafah. Mereka bisa menjamin eksistensi diri mereka secara terus-menerus di tengah banyak negara, yang sebagian besarnya adalah kaum imperialis yang selalu mengintai mereka.

Benarlah firman Allah Swt. yang menyebutkan: “Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya akan rusaklah bumi ini. Akan tetapi, Allah adalah Pemilik karunia yang dicurahkan atas alam semesta. (TQS. 2:251)
Seandainya Allah Swt. tidak mengaruniai orang-orang shalih kekuasaan -yang haq, yang diridhai Allah- yang membela mereka dalam pertarungan melawan orang-orang yang berbuat kerusakan dan orang-orang sesat, kekuasaan yang menghalangi mereka dari kekufuran dan kezaliman, niscaya akan rusak dan akan hilanglah tempat-tempat kebaikan di muka bumi.
Referensi: artikel “PERGULATAN PEMIKIRAN DAN PERJUANGAN POLITIK,” Majalah al-Wa’ie edisi 2

Minggu, 21 Agustus 2016

Sejarah gangguan terhadap dakwah ideologi Islam

 

“Ketika menjelang wafatnya Abu Tholib, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal bin Hisyam dan 'Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berkata, kepada Abu Tholib: "Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah." Maka berkata, Abu Jahal dan 'Abdullah bin Abu Umayyah: "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama 'Abdul Muthalib?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menawarkan kalimat syahadat kepada Abu Tholib dan bersamaan itu pula kedua orang itu mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Tholib pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama 'Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.” (Shahih Bukhari no.1272)



“Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (QS. Al-Qashash: 57)






“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami; mereka itu tempatnya ialah Neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8)

Fitnah dan ujian pernah dilakukan terhadap Baginda Nabi Saw. oleh Abu Lahab dan istrinya; Abu Jahal dan istrinya; Uqbah bin Abi Mu'aith, Ubay bin Khalaf, Umayyah bin Khalaf. Salah seorang dari mereka pernah melempar Nabi Saw. dengan isi perut hewan sembelihan saat Beliau sedang shalat.

“dari Ibnu Abbas, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan shalat, kemudian Abu Jahl datang dan berkata; bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi dan Beliau membentaknya, lantas Abu Jahl katakan; "Engkau tahu bahwa tidak ada yang mempunyai komunitas bicara lebih banyak daripadaku." Maka Allah menurunkan ayat (artinya): “Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah." (QS. Al-'Alaq: 17-18),” Ibnu Abbas berkata; demi Allah apabila ia memanggil golongannya niscaya ia akan disiksa malaikat Zabaniyah Allah.” (HR. Tirmidzi no.3272)

“dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, mengenai kutipan ayat (artinya): "Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah" (QS. Al-‘Alaq: 18), ia berkata: “Abu Jahl berkata: “Apabila aku melihat Muhammad sedang melakukan shalat niscaya akan aku injak lehernya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Seandainya ia melakukannya niscaya para Malaikat akan menyambarnya dengan jelas." (Sunan Tirmidzi no.3271)

“dari 'Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata: "Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang sujud (di dekat Ka’bah), di sekeliling Beliau ada orang-orang Musyrikin Quraisy lalu datang 'Uqbah bin Abi Mu'ayth datang dengan membawa jeroan (isi perut) hewan sembelihan lalu meletakkannya pada punggung Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan Beliau tidak mengangkat kepala Beliau hingga akhirnya datang Fathimah Alaihissalam membuangnya dari punggung Beliau dan berseru memanggil orang yang telah melakukan perbuatan itu. Kemudian Beliau berdo'a: "Ya Allah, aku serahkan (urusan) para pembesar Quraisy kepada-Mu. Ya Allah aku serahkan (urusan) Abu Jahal bin Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, 'Uqbah bin Abu Mu'aith, Umayyah bin Khalaf atau Ubay bin Khalaf kepada-Mu." Dan sungguh aku melihat mereka terbantai dalam perang Badar...” (Shahih Bukhari no.2948)

Semua itu dialami Baginda Rasulullah Saw., betapapun mulianya kedudukan Beliau dan betapapun agungnya kepribadian Beliau di tengah-tengah masyarakat.
Karena itu, wajar jika para Sahabat Beliau, apalagi orang-orang lemah di antara mereka, juga mendapat banyak gangguan atau siksaan, yang tak kalah kejam dan mengerikan.

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu: … “Abu Jahal berkata; "Wahai Abu Shafwan (Umayyah bin Khalaf), siapakah orang yang bersamamu ini?" Umayyah berkata; "Dia adalah Sa'ad (Sa'ad bin Mu'adz)" Abu Jahal berkata kepada Umayyah: "Mengapa kamu biarkan dia thawaf dengan aman. Sungguh kalian telah membantu orang yang keluar dari agamanya dan kalian juga telah berjanji untuk menolong dan membantu. Sungguh demi Allah, kalau kamu bukan bersama Abu Shafwan, kamu tidak akan bisa kembali kepada keluargamu dengan selamat." Maka Sa'ad berkata kepadanya dengan meninggikan suaranya; "Demi Allah, seandainya engkau menghalangiku thawaf pasti aku akan menghalangimu mengambil jalan ke Madinah dengan cara yang lebih keras." Umayyah berkata kepada Sa'ad: "Jangan kamu tinggikan suaramu di hadapan Abu Al Hakam (Abu Jahal) karena dia adalah pembesarnya penduduk lembah ini (Makkah)." Sa'ad berkata; "Biarkanlah kami, wahai Umayyah. Demi Allah, sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (bahwa): sesungguhnya mereka (kaum Muslimin) akan memerangi kamu." Umayyah bertanya; "Di Makkah?" Sa'ad menjawab: "Aku tidak tahu." Hal ini membuat Umayyah sangat kaget. … “(akhirnya) Allah membunuhnya di medan perang Badar.” (Shahih Bukhari no.3656) Abu Jahal dan Ummayah terbunuh di perang Badar.
….


Sabtu, 20 Agustus 2016

Serangan Pemikiran


 
  

Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri)

Rasulullah Saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran terhadap berbagai ide dan pandangan Jahiliyah, baik berupa pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis), maupun keyakinan (qana’at). Beliau mengungkapkan secara lantang kebathilan konsep ketuhanan kaum kafir.

“dari Rabi'ah bin 'Abbad berkata; saya melihat Nabi Shallallahu'alaihiwasallam di Dzil Majaz, menyeru orang-orang masuk Islam dan di belakangnya seorang laki-laki juling dan berkata; jangan sesekali laki-laki ini menghalangi kalian dari agama nenek moyang kalian." Saya (Rabi'ah bin 'Abbad) bertanya, siapakah ini?, mereka menjawab, pamannya, Abu Lahab.” (HR. Ahmad no.15446)

Beliau juga menentang sikap hidup kafir Quraisy yang merasa aib bila memiliki bayi perempuan hingga mereka harus membunuhnya. Ayat-ayat Allah juga menyerang para pemimpin dan tokoh Quraisy, memberinya predikat sebagai orang-orang bodoh termasuk kepada nenek moyang mereka. Pada saat kaum kafir -yang arogan terhadap ideologi Islam- meminta agar Nabi Saw. menunjukkan mukjizat seperti para nabi terdahulu, maka dijawab sesuai wahyu.


“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-A’raf [7] ayat 188)

Partai politik ideologi Islam harus menentang dan menjelaskan kebathilan segala ide atau pandangan yang lahir dari akidah kufur. Partai ideologi Islam harus memandang bahwa dirinya wajib menyelamatkan umat manusia seluruhnya dari ide-ide kufur dan syirik meskipun kekufuran dan kemusyrikan itu menampilkan diri dalam berbagai bentuk dan wajah.

]يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ[
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka.” (QS. at-Taubah [9]: 32)

Di masa sekarang paham-paham bathil itu contohnya kapitalisme, sekularisme, pluralisme, sosialisme, liberalisme. Demikian juga terhadap berbagai ide yang lahir darinya seperti demokrasi, kebebasan HAM, kesetaraan jender, dan sebagainya. Apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus maka masyarakat akan dapat memahami kerusakan berbagai sistem aturan yang bersumber dari ide-ide kufur tersebut.

Pada faktanya kerusakan demi kerusakan akan semakin banyak dihasilkan oleh sistem yang tidak Islami, hari demi hari masyarakat akan semakin merasakan dampak buruknya di berbagai bidang. Dengan dakwah Islam yang politis (siyâsiyah) ideologis (mabda’i) maka masyarakat semakin dapat memahami dan meyakini keunggulan sistem Islam apabila diterapkan sebagai solusi wajib.

Perjuangan Politik (al-Kifah as-Siyasi

Aktivitas al-kifah as-siyasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menyikapi realitas politik kekinian yang terjadi pada saat tertentu. Rasulullah Saw. −sesuai ayat yang diturunkan Allah Swt.− mengkritik kebiasaan mencurangi timbangan, kebiasaan transaksi riba. Begitu juga dengan kebiasaan mereka yang menjerumuskan budak wanita dalam pelacuran dilawan oleh Rasulullah Saw. dengan menyampaikan terang-terangan ayat dari Allah Swt.

Partai ideologi Islam harus menjelaskan bahaya konsep dan tata aturan non-Islam serta pertentangannya dengan syariah Islam kepada masyarakat. Masyarakat yang telah menerima Islam tentu rela beramal mendukung perjuangan mengikuti metode dakwah Rasul Saw. dan akan memberikan kekuasaan untuk tegaknya sistem Islam. Mereka adalah umat yang mau bergerak, berjuang dan menuntut perubahan bukan karena emosionalitas apalagi karena urusan perut melainkan karena keimanan; karena menyadari bahwa bahwa sistem Islam wajib berkuasa. Mereka menjadikan urusan Islam sebagai perkara utama dalam hidupnya dan siap ketika harus mengembannya ke seluruh penjuru dunia.

Membongkar Konspirasi (Kasyf al-Khuthath). Rasulullah Saw. sering menyampaikan wahyu terkait rencana jahat kaum kafir. Beliau, misalnya, membeberkan rencana jahat para tokoh Quraisy seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Umayyah ibn Khalaf, dan Walid bin Mughirah yang sering bermusyawarah di Darun Nadwah.

Jika semua aktivitas itu dilakukan secara intensif dan massif maka, insyaAllah, taraf berpikir umat akan makin meningkat. Pembelaan dan dukungan terhadap ideologi Islam beserta para pejuangnya akan semakin kokoh dan besar. Sebab, di mata umat akan semakin tampak siapa sebenarnya yang berjuang untuk membebaskan mereka dari kezaliman, kebodohan, kesesatan.

Semua proses tersebut niscaya akan mendapat tantangan dan halangan dari pihak-pihak yang tidak ingin sistem Islam tegak. Para penguasa sistem kufur di Makkah juga melakukan berbagai strategi dan makar -memutar otak untuk mencari cara yang halus maupun yang paling kasar- untuk menghalangi tegaknya Islam sekaligus mempertahankan sistem bukan-Islam yang ada, dan itu berarti mereka rela dengan dampak lestarinya berbagai kerusakan di tengah masyarakat.

Para elit politik kota Makkah dan sistem hidup mereka terguncang atas perjuangan Muhammad Saw. dan kelompoknya. Mula-mula mereka melontarkan isu bahwa Muhammad Saw. adalah orang gila.

Contoh bantahan atas tuduhan palsu mereka:


“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat; siapa di antara kamu yang gila.” (QS. Al-Qalam: 4-6)



“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-Qalam: 7)
….


Rabu, 17 Agustus 2016

Nabi SAW menyampaikan Islam mengumpulkan masyarakat


 
  

Partai ideologi Islam harus memiliki “masterplan” atau fikrah, yakni rincian berbagai ide, konsep dan gagasan –berdasarkan dalil-dalil Islam yang rinci– yang akan ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan kehidupan. Dengan begitu, ketika kelompok dakwah/partai politik tersebut berhasil menegakkan kekuasaan Islam, maka konsep tersebut langsung bisa dilaksanakan (applicable).

Setelah Rasulullah Saw. membina para Sahabat selama 3 tahun, Allah Swt. memerintahkan Beliau untuk keluar secara terang-terangan (Al-Hafidh Ibn Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Dar al-Fikr, Beirut, t.t. Juz III, hal. 402) sekaligus partai yang solid dan kuat itu menentang pemikiran-pemikiran non-Islam serta para elit politiknya yang memberlakukan sistem aturan kufur kepada masyarakat Makkah.

Hamzah bin ‘Abdul Muthallib masuk Islam, dan tiga hari kemudian ‘Umar bin al-Khatthab juga memeluk Islam. Ini terjadi pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-5 bi’tsah. (Al-‘Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya’ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 89-90). Jika proses ini berjalan baik maka opini di tengah-tengah masyarakat akan didominasi oleh opini Islam. Aktivitas membina kader dakwah juga terus dilakukan untuk terus memantapkan pengemban dakwah yang ada, juga untuk memperbanyak kuantitas mereka. Dengan itu, proses memahamkan masyarakat dengan Islam bisa semakin intensif.

Nabi Saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan masyarakat di Bukit Shafa di mana Beliau langsung terang-terangan menampakkan risalahnya, menyampaikan kepada mereka bahwa sesungguhnya Beliau adalah seorang Nabi yang diutus, dan Beliau meminta agar mereka mengimaninya; juga pernah dengan mengundang makan bersama. Ini merupakan bentuk pembinaan umum (tatsqif jama’i).

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan riwayat dari Ibn Abbas ra. ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ﴾، صَعِدَ النَّبِيُّ عليه الصلاة والسلام عَلَى الصَّفَا، فَجَعَلَ يُنَادِي: «يَا بَنِي فِهْرٍ، يَا بَنِي عَدِيٍّ» – لِبُطُونِ قُرَيْشٍ – حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ، فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟» قَالُوا: نَعَمْ، مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ سَائِرَ اليَوْمِ، أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟ فَنَزَلَتْ: ﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَب﴾.
“Ketika turun ayat (artinya) “Dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu” (TQS. Asy-Syu’araa’: 214), Nabi Saw. naik ke bukit Shafa, dan Beliau mulai menyeru: “Wahai Bani Fihrin, wahai Bani Adi –untuk satu marga Quraisy- sehingga mereka berkumpul, dan jika seorang laki-laki tidak bisa keluar dia mengirim utusan untuk melihat apa itu. Lalu datanglah Abu Lahab dan Quraisy, maka Beliau bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya aku beritahukan bahwa pasukan ada di lembah ingin menyerang kalian, apakah kalian membenarkanku?” Mereka berkata: “Benar, kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau jujur.” Beliau bersabda: “Aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang pedih.” Maka Abu Lahab berkata: “Celakalah kamu sepanjang hari, apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Maka turunlah ayat (artinya): “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (TQS. al-Masad [111]: 2)

Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾، وَرَهْطَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ، خَرَجَ رَسُولُ اللهِ عليه الصلاة والسلام حَتَّى صَعِدَ الصَّفَا، فَهَتَفَ: «يَا صَبَاحَاهْ»، فَقَالُوا: مَنْ هَذَا الَّذِي يَهْتِفُ؟ قَالُوا: مُحَمَّدٌ، فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ، فَقَالَ: «يَا بَنِي فُلَانٍ، يَا بَنِي فُلَانٍ، يَا بَنِي فُلَانٍ، يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ»، فَاجْتَمَعُوا إِلَيْهِ، فَقَالَ: «أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا تَخْرُجُ بِسَفْحِ هَذَا الْجَبَلِ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟» قَالُوا: مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ كَذِبًا، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ»، قَالَ: فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ أَمَا جَمَعْتَنَا إِلَّا لِهَذَا، ثُمَّ قَامَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ السُّورَةُ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَقَدْ تَبَّ، كَذَا قَرَأَ الْأَعْمَشُ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ.
“Ketika turun ayat (artinya): “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat” dan tokoh-tokohmu di antara mereka yang ikhlas. Rasulullah Saw. keluar hingga Beliau naik ke bukit Shafa dan berteriak: “Wahai pagi”. Mereka berkata: “Siapa yang berteriak itu?” Mereka mengatakan: “Muhammad.” Lalu mereka berkumpul kepada Beliau. Maka Beliau bersabda: “Ya bani fulan, ya bani Fulan, ya bani Fulan, ya bani Abdu Manaf, ya bani Abdul Muthallib.” Mereka pun berkumpul kepada Beliau. Lalu Beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian seandainya aku beritahukan bahwa sepasukan berkuda keluar di balik gunung ini apakah kalian membenarkan aku?” Mereka menjawab: “Kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau benar.” Beliau bersabda: “Maka aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang sangat pedih.” Ibn Abbas berkata: “Maka Abu Lahab berkata: “Celakalah kamu, apakah engkau mengumpulkan kami untuk ini?” Kemudian turun surat ini “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (TQS. al-Masad [111]: 2) Demikianlah al-A’masy membaca surat ini hingga akhir surat.

Ahmad bin Yahya bin Jabir bin Dawud al-Baladzuri (w. 279 H) meriwayatkan dalam kitabnya “Jamal bin Ansâb al-Asyrâf” ia berkata: “Muhammad bin Sa’ad dan al-Walid bin Shalih telah menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Umar al-Waqidi dari Ibn Abiy Sabrah dari Umar bin Abdullah dari Ja’far bin Abdullah bin Abi al-Hakam, ia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ عليه الصلاة والسلام ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾، اشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ وَضَاقَ بِهِ ذَرْعًا فَلَمَّا أَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ عليه الصلاة والسلام ، بَعَثَ إِلَى بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ. فَحَضَرُوا وَمَعَهُمْ عِدَّةٌ مِنْ بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، وَجَمِيعُهُمْ خَمْسَةٌ وَأَرْبَعُونَ رَجُلافَجَمَعَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ عليه الصلاة والسلام ثَانِيَةً، فَقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ». ثُمَّ قَالَ: «إِنَّ الرَّائِدَ لا يَكْذِبُ أَهْلَهُ. وَاللَّهِ لَوْ كَذَبْتُ النَّاسَ جَمِيعًا، مَا كَذَبْتُكُمْ. وَلَوْ غَرَرْتُ النَّاسَ، مَا غررتكم وَاللَّهِ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ، إِنِّي لَرَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ خَاصَّةً وَإِلَى النَّاسِ كَافَّةً. وَاللَّهِ، لَتَمُوتُنَّ كَمَا تَنَامُونَ، وَلَتُبْعَثُنَّ كَمَا تَسْتَيْقِظُونَ، وَلَتُحَاسَبُنَّ بِمَا تَعْمَلُونَ، وَلَتُجْزَوُنَّ بِالإِحْسَانِ إِحْسَانًا وَبِالسُّوءِ سوءا. وَإِنَّهَا لَلْجَنَّةُ أَبَدًا، وَالنَّارُ أَبَدًا. وَأَنْتُمْ لأَوَّلُ مَنْ أُنْذِرُ». فَقَالَ أَبُو طَالِبٍ: مَا أَحَبَّ إِلَيْنَا مُعَاوَنَتَكَ وَمُرَافَدَتَكَ، وَأَقْبَلَنَا لِنَصِيحَتِكَ، وَأَشَدَّ تَصْدِيقَنَا لِحَدِيثِكَ. وَهَؤُلاءِ بَنُو أَبِيكَ مُجْتَمِعُونَ. وَإِنَّمَا أَنَا أَحَدُهُمْ، غَيْرَ أَنِّي وَاللَّهِ أَسْرَعُهُمْ إِلَى مَا تحب. فامض لما أمرت به. فو الله، لا أَزَالُ أَحُوطُكَ وَأَمْنَعُكَ، غَيْرَ أَنِّي لا أَجِدُ نَفْسِي تُطَوِّعُ لِي فِرَاقَ دِينِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ حَتَّى أَمُوتَ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ. وَتَكَلَّمَ الْقَوْمُ كَلامًا لَيِّنًا، غَيْرَ أَبِي لَهَبٍ فَإِنَّهُ قَالَ: يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، هَذِهِ وَاللَّهِ السَّوْءَةُ، خُذُوا عَلَى يَدَيْهِ قَبْلَ أَنْ يأخذ على يده غيركم. فإن اسلمتوه حِينَئِذٍ، ذُلِلْتُمْ. وَإِنْ مَنَعْتُمُوهُ قُتِلْتُمْ فَقَالَ أَبُو طالب: «والله، لنمنعه مَا بَقِينَا».

“Ketika turun kepada Nabi Saw. ayat (artinya) “Dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu,” hal itu menjadi hal yang berat dan membuat dada Beliau terasa sempit… ketika pagi hari Rasulullah Saw. mengutus kepada Bani Abdul Muthallib. Lalu mereka hadir dan bersama mereka sejumlah orang dari Bani Abdu Manaf, semuanya empat puluh lima orang … lalu Rasulullah mengumpulkan mereka kedua kalinya. Dan Beliau bersabda: “Segala puji hanya bagi Allah aku memuji-Nya. Aku meminta pertolongan-Nya dan aku beriman kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya”. Kemudian Beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpn tidak membohongi warganya. Dan demi Allah seandainya aku berdusta kepada seluruh manusia, aku tidak akan berdusta kepada kalian. Seandainya aku menipu manusia niscaya aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia, sesungguhnya aku adalah Rasulullah kepada kalian secara khusus dan kepada manusia seluruhnya. Demi Allah tidaklah kalian mati seperti kalian tidur, dan sungguh kalian akan dibangkitkan seperti kalian dibangunkan, dan sungguh kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian perbuat, dan sungguh kalian diberi balasan atas kebaikan dengan kebaikan dan keburukan dibalas keburukan. Dan sungguh adalah Surga itu kekal dan Neraka itu kekal. Dan kalian sungguh adalah orang pertama-tama yang aku peringatkan.” Lalu Abu Thalib berkata: “Alangkah senang bagi kami membantu dan menyertaimu dan kami menyambut nasihatmu dan sangat membenarkan pembicaraanmu. Dan mereka anak bapak moyangmu berkumpul. Melainkan aku adalah salah seorang dari mereka. Hanya saja aku, demi Allah, yang paling cepat kepada apa yang engkau sukai. Jalankan apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah aku akan terus menjaga dan melindungimu. Hanya saja aku tidak menemukan diriku suka untuk meninggalkan agama Abdul Muthallib hingga aku mati di atas apa sebagaimana dia.” Kaum itu berbicara lembut. Kecuali Abu Lahab, ia berkata: “Wahai bani Abdul Muthallib, ini demi Allah adalah keburukan. Tindaklah dia sebelum dia ditindak oleh selain kalian. Jika kalian menyerahkan dia saat itu, kalian dihinakan. Dan jika kalian melindunginya maka kalian diperangi.” Abu Thalib berkata: “Demi Allah sungguh kami akan melindunginya selama kami ada.”


“Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan." (QS. Al-Hijr: 89)
….


Minggu, 07 Agustus 2016

Nabi Memohon Kekuasaan yang Menolong


 
 

Berbagai pandangan rusak mulai banyak muncul setelah berakhirnya penerapan sistem Islam oleh Daulah Khilafah Islamiyah yang telah berlangsung selama lebih dari 1300 tahun. Setelah diruntuhkannya Khilafah pada 1924 oleh Inggris, sekutu-sekutu, dan antek-anteknya; masyarakat Muslim tidak bisa lagi menyaksikan kesempurnaan penerapan sistem hukum Islam.

Ditambah lagi ada upaya negara-negara kafir untuk mengikis habis seluruh sistem hukum Islam hingga ke simbol-simbolnya. Semua ini mengakibatkan sebagian masyarakat benar-benar “buta” terhadap hukum-hukum Islam yang seharusnya menjadi keyakinan dan tolok-ukur mereka.

Aktivitas yang mengabaikan hukum-hukum syariah Islam adalah tindakan pragmatis yang justru jauh dari Islam. Misalnya, seorang penguasa yang menyatakan tidak akan menerapkan syariah Islam dalam kekuasaannya, atau sikapnya yang tetap mempertahankan segala perjanjian internasional yang ada, termasuk Perjanjian Camp David yang melegitimasi negara zionis Israel pencaplok negeri Muslim, gubernur yang turut menerapkan hukum-hukum tidak-Islam. Ini semua tentunya tidak termasuk aktivitas politik yang syar’i, melainkan hanya aktivitas politik pragmatis yang bertentangan dan bahkan mengkhianati Islam.

Pada saat keadaan masyarakat bertentangan dengan Islam, maka sesungguhnya tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan keadaan, sebab dengan usaha ini berarti telah mengubah Islam, menyimpang dari Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah sehingga sesuai dengan Islam dan diatur menurut syari’at Islam.

Mengubah masyarakat bukanlah menghancurkan masyarakat, melainkan mengganti sistem kehidupan yang ada di tengah masyarakat. Mengubah masyarakat berarti mengubah isinya, yakni mengubah kepribadian para anggota masyarakat, pemikiran masyarakat (baik akidah maupun syariat), perasaan masyarakat, dan sistem (nizham) yang mengatur berbagai interaksi sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Jika Anda meletakkan api di bawah periuk sehingga bisa memanaskan air sampai mendidih, maka air yang mendidih ini berubah menjadi uap yang akan mendorong tutup periuk, menghasilkan gerakan yang mendorong. Demikian pula halnya dengan masyarakat, jika di tengah mereka diletakkan mabda’ (ideologi) Islam maka “panas” dari mabda’ (ideologi) tersebut akan menghasilkan dorongan bagi umat untuk bergerak berdakwah, amar ma’ruf nahi mungkar. Sebab itu, dakwah harus disebarluaskan ke seluruh Dunia Islam dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam.

Kebangkitan dan perubahan hakiki sejatinya mengubah ketundukan manusia kepada sesama makhluk menjadi ketundukan manusia hanya kepada Allah Swt. Pencipta manusia. Hal ini ditunjukkan oleh tegaknya syariah Islam sebagai wujud ketundukan manusia pada hukum-hukum-Nya. Keadaan ini akan melahirkan keamanan lahir dan batin dalam berbagai bidang. Allah Swt. berfirman:


“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatupun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS. an-Nur [24]: 55)

Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjanjikan empat hal yang saling terkait. Pertama: kekuasaan/kekhilafahan (istikhlaf). Kedua: peneguhan ajaran Islam (tamkinu ad-din). Ketiga: keamanan (al-amnu). Keempat: ibadah dan tidak syirik. Ujung dari semua ini adalah “Mereka tidak takut kecuali kepada-Ku” (Tafsir ath-Thabari, XIX/210).

Inilah kebangkitan hakiki. Ayat itu menegaskan adanya keterkaitan yang kuat antara kekuasaan Khilafah, penerapan syariah Islam, keamanan, serta kesejahteraan baik dalam hal materi, ruhiyah, akhlak maupun kemanusiaan (insaniyah). Dengan perkataan lain, perubahan yang hakiki hanya ada dalam penerapan syariah lewat kekuasaan Khilafah. Rasulullah Saw. pun bersabda:
يَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ خَلِيْفَةٌ يَحْثُوْ الْمَالَ حَثْيًا لاَ يَعُدُّهُ عَدَدًا
“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR. Muslim)

Jalan kebangkitan umat Islam adalah jalan yang satu, yakni dengan melanjutkan kehidupan Islam. Dan tidak ada jalan menuju kelanjutan kehidupan Islam melainkan dengan adanya Daulah Islamiyah. Dan tidak ada jalan lain menuju ke arah itu kecuali jika kita bertakwa mengambil Islam secara paripurna (kâmilan) sesuai Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, yakni kita mengambilnya sebagai Aqidah, dan menjadikannya sudut pandang kehidupan, dan juga menerapkan keseluruhan sistemnya.

Itu berarti bertaqwa menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam semua urusan. Untuk itu mutlak memerlukan kekuasaan. Rasul Saw. telah mencontohkan bagaimana Beliau memohon kekuasaan kepada Allah Swt. untuk mewujudkan hal itu.


“…dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS. al-Isra’ [17]: 80)

Imam Qatadah menjelaskan: “Nabi Saw. menyadari bahwa tidak ada daya bagi Beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan). Karena itu Beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah, untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya agama Allah. (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî)
….


Sabtu, 06 Agustus 2016

Mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi


 
  

Rasulullah Saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi Beliau Saw. dan melindungi dakwah Islam serta siap menanggung resiko melawan kebengisan orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab.

…. Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah Saw. dan menolak adalah, (1) Bani ‘Aamir bin Sha’sha’ah, (2) Bani Muharib bin Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4) Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah, (7) Bani Sulaim, (8) Bani ‘Abas, (9) Bani Nadhar, (10) Bani Baka’, (11) Bani Kindah, (12) Kalb, (13) Bani Harits bin Ka’ab, (14) Bani ‘Adzrah, (15) Bani Hadhaaramah.

Beliau Saw. selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Mekah, Beliau juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka’bah, di jalan-jalan, pasar ‘Ukadz, dan Mina. Di antara orang-orang yang diseru Rasul tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Setelah mereka kembali ke Madinah mereka menyebarkan Islam di Madinah. Momentum penting lain sebagai pertanda dimulainya babak baru dakwah Rasul adalah Bai’at ‘Aqabah I dan II. Dua peristiwa ini, terutama Bai’at ‘Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari dakwah Rasul, yakni tahap interaksi dan perjuangan (marhalah Tafa’ul wal Kifah) menuju Tahap ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam tahap ketiga ini Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan mereka, yaitu kehidupan yang (1) asas peradabannya adalah kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar perbuatan (miqyasul a’mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3) makna kebahagiaan (ma’na sa’aadah) mereka adalah mendapatkan ridho Allah. Masyarakat yang kokoh inilah yang siap membawa risalah Islam ke seluruh dunia.

Oleh karena itu, dengan bukti kesuksesan yang jelas dicapai oleh partainya Rasulullah Saw. dalam perjuangan Beliau Saw., di samping tuntunan dan tuntutan agar kita meneladani perjuangan Beliau Saw., maka tidak ada jalan lain untuk mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi ini selain jalan yang telah ditempuh Rasulullah Saw. Untuk menyegarkan kembali gambaran kita tentang perjalanan dakwah Rasulullah Saw. tersebut perlu kita perhatikan bagan di bawah ini:

Bagan Perjalananan Dakwah Rasulullah Saw.

Tahapan metode
Aksi
Target
Tantangan
1. Pembinaan dan Pengkaderan
- melakukan rekrutmen secara individual dan mengumpulkan mereka dalam kelompok terorganisir
- melakukan pembinaan intensif terhadap sahabat-sahabat sebagai keder awal
1. Membentuk kelompok yang terorganisir (hizb as-siyasi) yang siap mengemban dakwah yang politis dan ideologis
2. Membentuk kader yang memiliki pola pikir dan pola tindak Islam
1. Proses kaderisasi yang masih awal dan bergerak agak lambat
2. Interaksi dan Perjuangan Politik
1. Menyampaikan dakwah secara terbuka dalam rangka pembinaan umat
2. menyerang ide-ide (keyakinan, tradisi, hukum-hukum) yang rusak di tengah masyarakat Makkah
3. Membongkar kepalsuan para penguasa Makkah
4. Mendatangi elit-elit politik yang berpangaruh di masyarakat
1. Membentuk kesadaran umum dan opini umum di tengah masyarakat tentang Islam dan kerusakan sistem jahiliyah
2. Penerimaan masyarakat terhadap ide-ide Islam dan penolakan mereka terhadap ide-ide jahiliyah.
3. Gerakan massal berupa dukungan dan tuntutan penerapan Islam.
4. Mengambil alih kekuasaan dari penguasa status quo (jahiliyah)
1. Perlawanan dan penindasan dari penguasa-penguasa Makkah: penganiyaan, propaganda di dalam dan di luar Mekkah, pemboikotan total
2. Masyarakat Mekkah yang masih belum bisa menerima ide-ide perubahan Rasulullah dan masih mendukung rezim penguasa jahiliyah
3. Penerimaan Kekuasaan dan Penerapan hukum oleh Negara
1. Rasulullah mendirikan negara Islam dan membangun masyarakat Islam
2. Menerapkan hukum-hukum Islam secara kaffah
3. Menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru alam
4. Konsolidasi dan pengembangan daulah Islam hingga menjadi adidaya
Berdirinya Daulah Islam yang didasarkan pada aqidah Islam dan menerapkan hukum-hukum Islam yang kuat
1. Daulah Islam yang masih awal sehingga mendapat ganggunan stabilitas baik dari dalam ataupun dari luar
2. Koalisi musuh-musuh daulah Islam baik dalam opini maupun perang fisik

Siapapun yang menghendaki dan merindukan hidup dengan Islam secara kaffah sebagaimana yang diwajibkan, maka keberadaan negara Khilafah Islamiyyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab Khilafah-lah, institusi wajib untuk menerapkan syariah secara total (kaffah). Kita mesti yakin berjuang karena metodenya telah jelas yaitu metode perjuangan pemikiran dan politik yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw., bukan dengan cara-cara demokrasi yahudi maupun revolusi sosialis atheis yang tidak ada asal-usulnya dari Islam.

WalLâhu a’lam bish-shawâb. Wallahu muwaffiq ila aqwamit thariiq. Wahuwa khairun haafizho wahuwa arhamur raahimin! Walhamdulillahirabbil ‘alamin!
….


Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam