2. Pembersihan Bani Quraizhah
a. Sebabnya
Sebab sebenarnya
dilakukan peperangan terhadap Bani Quraizhah adalah pelaksanaan atas kebijakan
politik yang telah disusun oleh Rasulullah Saw. untuk Negara Islam. Sungguh
telah tiba masanya pembersihan terhadap Bani Quraizhah yang telah direncanakan.
Sedangkan sebab yang
terkait langsung dengan dilakukannya peperangan ini adalah Bani Quraizhah telah
membatalkan perjanjian yang diadakan antara mereka dengan Negara Islam.
Kejadiannya, ketika orang-orang Quraisy mengepung Rasulullah Saw. pada saat
perang Ahzab. Salah seorang pemimpin Bani Nadhir -Bani Nadhir adalah sekutu
orang-orang Quraisy dalam memerangi Rasulullah- membuat kesepakatan dengan Bani
Quraizhah untuk membatalkan perjanjian dengan Rasulullah Saw., dan akan
menyerang Madinah al-Munawarah dari belakang -seperti yang telah kami jelaskan-
sehingga setelah peperangan ini selesai dan berakhir, Rasulullah Saw. menyerang
Bani Quraizhah, sebab mereka telah membatalkan perjanjian itu.
b. Berjalan menuju Bani
Quraizhah
Tidak lama setelah
pagi hari itu mereka sampai ke Madinah al-Munawwarah sekembalinya mereka dari
perang Khondak (di Uhud), Rasulullah Saw. memerintahkan seseorang menyampaikan
informasi pada mereka: “Siapa saja yang mendengar dan patuh, janganlah menjalankan
shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Rasulullah Saw. menyerahkan panji
perang kepada Ali bin Abi Thalib agar pergi ke Bani Quraizhah, dan mereka pun
cepat-cepat pergi.
Ali bin Abi Thalib
berangkat, sehingga ketika Ali telah dekat dengan benteng, Ali mendengar ucapan
yang buruk tentang Rasulullah Saw., lalu Ali kembali sampai akhirnya ia bertemu
Rasulullah Saw. di jalan. Ali berkata: “Wahai Rasulullah, kamu seharusnya tidak
perlu mendekati mereka orang-orang kotor.” Rasulullah Saw. bersabda: “Mengapa?
Aku yakin kamu mendengar sesuatu yang menyakitkan dari mereka tentang aku.” Ali
berkata: “Benar, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda: “Kalau mereka
telah melihatku, mereka tidak akan lagi mengatakan hal yang demikian itu.”
Ketika Rasulullah Saw.
telah dekat dengan benteng mereka, Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai
saudara-saudara kera, apakah Allah telah menghinakan kalian, dan menimpakan
balasan yang pedih pada kalian.” Mereka berkata: “Wahai Abu Qosim, kamu bukan
seorang yang bodoh.”
Setelah Rasulullah
Saw. sampai di Bani Quraizhah, beliau tinggal di salah satu sumurnya, yang
masih termasuk daerah kekuasaannya, yang disebut sumur ‘Anna’. Para sahabat
telah menyusulnya, namun ada sebagian yang terlambat sampai di Bani Quraizhah
karena banyaknya hambatan yang dihadapinya. Mereka sampai di Bani Quraizhah
setelah waktu senja yang terakhir, padahal mereka belum shalat Ashar. Sebab
Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian menjalankan
shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Kemudian, mereka menjalankan shalat
Ashar setelah waktu senja yang terakhir.
Allah Swt. tidak
mencela mereka tentang hal itu dalam kitab-Nya, dan begitu juga Rasulullah Saw.
tidak menganggap buruk hal itu. Sebab, mereka tidak salah dengan perbuatannya
itu. Sungguh mereka menyadari betul bahwa mendirikan Negara Islam dan beraktivitas
untuk mewujudkannya merupakan kewajiban utama, mengingat jika Negara
Islam telah berdiri, maka shalat dan ajaran-ajaran Islam yang lain akan lebih
mudah dijalankan.
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat...”
(TQS. al-Hajj [22]: 41)
Sebaliknya, jika
Negara Islam belum ditegakkan, maka shalat dan hukum-hukum Islam yang lainnya
sulit ditegakkan.
Oleh karena itu,
mendirikan Negara Islam merupakan tujuan yang sedang diusahakan oleh orang yang
beriman, sebab Negara Islam merupakan dasar, di mana sebagian besar
ajaran-ajaran Islam tidak dapat dijalankan kecuali dengan terwujudnya terlebih
dahulu dasar (Negara Islam) itu.
c. Rasulullah Saw. Mengepung
Bani Quraizhah
Rasulullah Saw.
mengepung Bani Quraizhah selama lima belas hari. Pengepungan itu membuat Bani
Quraizhah lemah, akibatnya Allah Swt. membuat hati mereka merasa takut. Huyai
bin Akhthab masuk bersama Bani Quraizhah ke dalam benteng mereka, ketika
orang-orang Quraisy dan Ghathfan meninggalkannya, sebagai realisasi janjinya
kepada Ka’ab bin Asad.
Setelah mereka yakin
bahwa Rasulullah Saw. tidak akan membiarkan mereka sampai beliau berhasil
memerangi mereka, Ka’ab bin Asad berkata kepada mereka: “Wahai orang-orang
Yahudi, kalian telah ditimpa persoalan seperti yang kalian lihat sendiri. Aku
ajukan kepada kalian tiga pilihan, ambillah mana yang kalian sukai.” Mereka
berkata: “Apa itu?” Ka’ab berkata “Kita ikuti saja orang ini (Muhammad) dan
membenarkannya. Demi Allah, telah jelas bagi kalian bahwa ia adalah Nabi yang
diutus, sungguh tentang dia itu telah kalian dapati dalam kitab kalian, dengan
(mengikutinya) darah, harta benda, anak-anak dan istri kalian dapat terjamin
keamanannya.” Mereka berka “Kami tidak akan menyalahi hukum Taurat selamanya,
dan kami tidak akan menggantinya dengan yang lain.”
Ka’ab berkata: “Jika
kalian menolak tawaranku ini, maka marilah kita berperang dengan membawa
anak-anak dan istri kita, kemudian kita datangi Muhammad dan sahabatnya sebagai
orang-orang yang menyandang pedang yang siap berperang, dengan membawa
anak-anak dan istri, kita tidak meninggalkan beban di belakang kita sampai
Allah memutuskan antara kita dan Muhammad, sehingga jika kami binasa, maka kami
binasa dengan tidak meninggalkan keturunan yang kita khawatirkan di belakang
kita dan jika kita menang, maka demi Allah, kita masih mendapatkan anak-anak
dan istri kita.”
Mereka berkata: “Kita
perangi mereka orang-orang miskin.” Ka’ab berkata: “Jika kalian menolak
tawaranku ini, maka sekarang malam Sabtu, semoga Muhammad dan para sahabatnya
membuat kita tentram di hari Sabtu ini, semoga sejak awal keberuntungan di
pihak kami dan kesialan di pihak Muhammad.”
Mereka berkata: “Kita
akan melakukan sesuatu yang menghancurkan di hari Sabtu yang kita muliakan ini,
di hari Sabtu ini kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh
orang-orang sebelum kita, kecuali dilakukan oleh orang yang telah kamu ketahui,
sehingga akhirnya ia mendapatkan cacat sebagaimana yang kamu ketahui sendiri.”
Ka’ab berkata: “Seorang di antara kalian tidak akan tabah untuk tidak tidur
semalaman sejak lahir meski hanya semalam.”
d. Bani Quraizhah Berunding
dengan Rasulullah
Rasulullah Saw.
mengintensifkan pengepungan terhadap Quraizhah. Kemudian, Bani Quraizhah
mengutus Qais untuk berunding dengan Rasulullah Saw. Sya’sa bin Qais mengajukan
kepada Rasulullah Saw. agar mereka (Bani Quraizhah) dijatuhi hukuman seperti
yang dijatuhkannya kepada Bani Nadhir, yaitu menyerahkan peralatan perang dan
persenjataan, lalu membiarkan mereka pergi dengan membawa para istri mereka dan
anak-anaknya, serta membawa apa yang dapat dibawa dengan unta. Namun,
Rasulullah Saw., menolak tawaran itu.
Selanjutnya, Sya'sa
bin Qais mengajukan kepada Rasulullah Saw. agar menyelamatkan darah Bani
Quraizhah, lalu mereka akan menyerahkan semua harta benda mereka, baik harta
benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak kepada Negara Islam. Akan
tetapi, Rasulullah saw masih menolak, kecuali tetap berkeinginan menjatuhkan
hukumannya.
Sya’sa bin Qais
akhirnya kembali dan memberitahukan tentang keteguhan sikap Rasulullah Saw.
kepada mereka. Kemudian, mereka mengirim pesan kepada Rasulullah Saw. yang
isinya: “Utuslah kepada kami Abu Lubabah bin Abdul Munzhir agar kami dapat
berunding dengannya tentang masalah kami.” Rasulullah Saw. memenuhi
permintaannya, beliau mengutus Abu Lubabah bin Abdul Munzhir kepada mereka.
Ketika mereka melihat
Abu Lubabah bin Abdul Munzhir datang, mereka pun berdiri menyambutnya, para
perempuan dan anak-anak kecil sambil menangis meminta perlindungan kepadanya.
Mereka berkata: “Wahai Abu Lubabah, tahukah kamu, keputusan apa yang akan dijatuhkan
Muhammad kepada kami?” Abu Lubabah bin Abdul Munzhir berkata: “Ya, aku tahu
-dia menggoreskan tangannya ke tenggorokannya- sungguh beliau akan melakukan
penyembelihan.” Abu Lubabah melakukan itu, karena dia tahu bahwa Rasulullah
Saw. menolak permintaan Sya’sa bin Qais, orang yang mereka utus, ketika meminta
kepada Rasulullah Saw. agar menyelamatkan darah mereka.
Abu Lubabah berkata:
“Demi Allah, kedua telapak kakiku akan senantiasa di tempatnya sampai aku tahu
bahwa aku benar-benar telah mengkhianati Allah dan Rasulullah Saw.” Kemudian,
Abu Lubabah pergi. Namun, dia tidak mendatangi Rasulullah Saw. malah dia mengikatkan
dirinya pada salah satu tiang di masjid, dia berkata: “Aku akan terus-menerus
herada di tempatku ini sampai Allah menerima taubatku atas apa yang telah aku
lakukan. Dan aku berjanji kepada Allah untuk tidak menginjakkan kakiku di Bani
Quraizhah selamanya, dan aku tidak akan memperlihatkan diriku di negeri, yang
di negeri itu aku telah mengkhianati Allah dan Rasulullah Saw. selamanya.”
Setelah sampai kepada
Rasulullah Saw. berita tentang Abu Lubabah, dan keterlambatannya menghadap
kepada Rasulullah Saw., maka beliau bersabda: “Tentang Abu Lubabah ini, kalau
dia datang kepadaku, niscaya aku akan memintakan ampun untuknya. Adapun apabila
dia telah melakukan suatu perbuatan (salah), maka aku tidak dapat membebaskan
dari tempatnya sampai Allah menerima taubatnya.”
Enam hari telah
berlalu, namun Abu Lubabah masih mengikatkan dirinya pada tiang masjid. Setiap
tiba waktu shalat istrinya selalu datang untuk membuka ikatannya, lalu dia
mendirikan shalat dengan sangat sempurna, setelah itu dia kembali mengikatkan
dirinya pada tiang masjid. Allah telah menerima taubat Abu Lubabah, Rasulullah
Saw. memberitahukan tentang diterimanya taubat Abu Lubabah kepada istrinya,
Ummu Salamah.
Rasulullah Saw.
bersabda kepada Ummu Salamah: “Sungguh, taubat Abu Lubabah telah diterima.”
Ummu Salamah berkata: “Bolehkah aku sampaikan kabar gembira ini, wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda: “Tentu, jika kamu mau.” Ummu Salamah berdiri di
pintu kamarnya -sebab ketika itu hijab belum diwajibkan atas kaum perempuan-
lalu Ummu Salamah berkata: “Wahai Abu Lubabah, bergembiralah, sungguh Allah
telah menerima taubatmu!” Orang-orang pun berdatangan untuk membebaskannya.
Abu Lubabah berkata:
“Demi Allah, jangan! Sehingga Rasulullah Saw. sendiri yang membebaskanku dengan
tangannya.” Ketika Rasulullah Saw. keluar melewatinya untuk shalat Subuh, maka
Rasulullah Saw. pun membebaskannya.
Dengan pendidikan ini,
dan di atas rasa tanggung jawabnya yang besar dari mereka, orang-orang yang
ikhlas, Negara Islam bisa ditegakkan. Seseorang berbuat keliru bukan kejahatan
akan tetapi merupakan suatu kejahatan jika seseorang berlindung dengan membela
kekeliruannya. Abu Lubabah sebagai manusia yang lemah pada saat tertentu bisa
saja berbuat keliru, akan tetapi dia tidak rela -sebab dia memiliki jiwa bersih
yang dominan- terus-menerus melangkah di jalan yang keliru. Sebab terus-menerus
melangkah di jalan yang keliru merupakan kejahatan kejiwaan sebelum melakukan
kejahatan fisik. Untuk itu Abu Lubabah bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan terus berbuat terhadap dirinya sebagai bentuk pendidikan dan penyesalan
sampai Allah menerima taubatnya.
e. Pengadilan Sa'ad untuk Bani
Quraizhah
Bani Quraizhah
bermusyawarah tentang persoalan yang sedang mereka hadapi, lalu mereka
mendapati bahwa dominasi Rasulullah Saw. benar-benar telah menguasai mereka.
Mereka tidak bisa lari dari memenuhi apa yang diinginkan Rasulullah Saw.,
sehingga mereka harus menerima setiap keputusannya. Akhirnya, dengan
sembunyi-sembunyi mereka menemui rakyat kecil Suku Aus dan menemui orang-orang
yang imannya belum kuat -antara Bani Quraizhah dan Suku Aus pernah ada ikatan
persekutuan dan loyalitas- untuk meminta bantuan pada mereka.
Rakyat kecil Suku Aus
mau membantunya, mereka berkata: “Wahai Rasulullah, mereka (Bani Quraizhah)
dahulu adalah para penolong kami, tidak seperti Suku Khazraj. Kamu sebelumnya
pernah memaafkan Bani Qainuqa’ -para penolong Suku Khazraj- ketika Abdullah bin
Ubay bin Salul memintakan ma'af kepadamu. Untuk itu, kami berharap mendapat
bagian yang sama seperti mereka.”
Demikianlah Rasulullah
Saw. berada di antara dua kobaran api. Satu kobaran api tidak terbasmi sampai
ke akar kerusakannya dengan menghabisi musuh-musuh Negara Islam. Bahkan bisa
saja tuntutan ini akan terulang kembali pada saat Rasulullah Saw. hendak mengambil
sikap yang tegas melawan kelompok di antara musuh-musuh Negara Islam. Sehingga
keberadaannya sangat membahayakan bagi Negara. Dan satu kobaran api yang
memungkinkan bergejolaknya barisan internal dalam Negara Islam jika dipadamkan
terlebih dahulu sebelum pembersihan Bani Quraizhah. Dengan demikian, membuat
keputusan dalam masalah ini bukan persoalan mudah. Untuk itu, Rasulullah Saw.
mulai berpikir tentang jalan keluar secara politik terkait krisis ini.
Akhirnya, beliau menemukan bahwa jalan keluar terbaik untuk mengakhiri krisis
ini adalah mewakilkan penyelesaiannya kepada pemimpin Suku Aus (Sa’ad bin
Mu’adz).
Rasulullah Saw.
bersabda kepada Suku Aus: “Wahai orang-orang Suku Aus, tidakkah kalian akan
merasa senang jika persoalan kalian ini diputuskan oleh seseorang di antara
kalian sendiri?” Mereka berkata: “Tentu kami akan merasa senang.” Rasulullah
Saw. bersabda: “Keputusan persoalan itu aku serahkan pada Sa’ad bin Mu'adz.”
Jauh sebelum itu
Rasulullah Saw. telah membuat kesepakatan secara rahasia dengan Sa’ad -dia
termasuk orang-orang terbaik yang diletakkan di barisan depan untuk kepentingan
Negara Islam- guna mengambil tindakan yang diperlukan.
Rasulullah Saw.
memerintahkan agar Sa'ad bin Mu’adz -ketika ia terkena panah pada saat perang
Khondak, yang menyebabkannya luka parah- di tempatkan di tenda seorang perawat
“Rufaidah al-Aslamiyah”. Rasulullah Saw. bersabda: “Tempatkan dia di tenda
Rufaidah, sehingga dalam waktu dekat aku dapat menjenguknya.”
Ketika Rasulullah Saw.
telah menyerahkan keputusan
atas Bani Quraizhah kepadanya, maka kaumnya mendatanginya, lalu membawanya
dengan dinaikkan di atas keledai yang telah dilapisi dengan bantal yang terbuat
dari kulit. Sa’ad bin Mu’adz adalah seorang laki-laki yang kekar dan tampan.
Kemudian, mereka bersama Mu’adz menghadap Rasulullah Saw.
Mereka berkata: “Wahai
Abu Amru, berbuat baiklah kepada mereka yang dahulu pernah menjadi penolongmu.
Sebab, Rasulullah Saw. menyerahkan penyelesaian persoalan ini kepadamu agar
kamu dapat berbuat baik kepada mereka!” Setelah mereka banyak berbicara kepada
Mu’adz, maka sekarang giliran Mu’adz berkata: “Sungguh telah tiba saatnya bagi
Mu'adz untuk tidak memperdulikan karena Allah celaan orang yang suka mencela.”
Sebagian dari kaumnya
yang sebelumnya bersamanya pergi ke perkampungan Bani Abdul Asyhal, dia
menyampaikan kepada mereka, orang-orang Bani Quraizhah, tentang ucapan Sa’ad
yang telah didengarnya dari Sa’ad, sebelum Sa’ad bin Mu’adz sampai pada mereka
(Yakni apa yang telah dipahaminya dari perkataan Mu’adz: “Sungguh telah tiba
saatnya bagi Mu'adz untuk tidak memperdulikan karena Allah celaan orang yang
suka mencela.” Sesungguhnya Sa'ad berpendapat akan membunuh mereka, lalu dia
memberitahunya sebelum mereka semua meninggal).
Ketika Sa’ad telah
berada di hadapan Rasulullah dan kaum muslimin, maka Rasulullah Saw. bersabda:
“Berdirilah menyambut pemimpin kalian.”
(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri. Dari sini para
fuqaha’ menetapkan tentang disyari'atkannya berdiri menyambut datangnya orang
yang memiliki keutamaan di antara orang-orang beriman. Adapun sabda Rasulullah
Saw.: “Siapa saja yang ingin orang-orang
berdiri ketika menyambut kedatangannya, maka bersiap-siaplah mengambil tempat
duduknya di Neraka.” Hadits ini meliputi mereka yang menginginkan
orang-orang berdiri menyambut kedatangannya, sedang orang-orang itu dalam
keadaan duduk, mereka tetap dalam keadaan demikian, meski mereka telah duduk
lama. Seperti yang telah dikatakan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, 12/93, penerbit
al-Mathba'ah al-Mishriyah, tahun 1349 H)
Adapun kaum Muhajirin
dari kalangan kaum Quraisy berkata: “Perintah berdiri ini oleh Rasulullah Saw.
hanya ditujukan kepada kaum Anshar.” Sedang kaum Anshar berkata: “Tidak,
perintah Rasulullah Saw. itu umum.” Lalu, beberapa orang kaum Anshar mendekati
Sa’ad bin Mu’adz, dan berkata: “Wahai Abu Amru, sesungguhnya Rasulullah Saw.
telah menyerahkan kepadamu persoalan orang-orang yang dahulu pernah menjadi
penolongmu agar kamu memutuskan suatu keputusan terhadap mereka.” Sa’ad bin
Mu’adz berkata: “Sehubungan dengan hal itu,
kalian harus komitmen dengan janji Allah, dan keputusan yang tepat terkait
dengan mereka pasti aku putuskan.” Mereka berkata: “Ya, kami percaya.”
Sa'ad bin Mu’adz berkata: “Kalian juga harus
komitmen terhadap orang yang ada di sini.” Sa’ad bin Mu’adz berkata yang
demikian itu sambil menunjuk ke tempat Rasulullah Saw. Hal itu dia lakukan
sebagai penghormatannya yang tinggi terhadap Rasulullah Saw. Rasulullah Saw.
bersabda: “Ya.”
Sa’ad bin Mu’adz
berkata: “Tentang Bani Quraizhah ini, aku
memutuskan untuk membunuh mereka yang laki-laki, membagi-bagi kekayaan mereka,
dan menahan anak-anak dan para wanita mereka.” Rasulullah Saw. bersabda
kepada Sa’ad: “Sungguh, kamu telah memberi
keputusan tentang mereka sesuai hukum Allah yang datang dari atas langit lapis
ketujuh.”
Rasulullah Saw.
memerintahkan agar menggiring Bani Quraizhah turun dari benteng mereka dan
selanjutnya menahan mereka di Madinah, tepatnya di rumah Kaisah bintu
al-Harits.
Kemudian, Rasulullah
Saw. pergi ke pasar Madinah, lalu di sana beliau membuat parit. Setelah itu,
beliau memerintahkan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah dibawa ke parit
tersebut, dan di dalam parit tersebut mereka semua dibunuh.
Mereka dibawa ke dalam
parit tersebut secara berkelompok, termasuk di dalamnya musuh Allah, Huyay bin
Akhthab dan Ka’ab bin Asad pemimpin mereka. Jumlah mereka 600 orang atau 700
orang, bahkan ada yang mengatakan jumlah mereka antara 800 sampai dengan 900
orang.
Ketika mereka dibawa
kepada Rasulullah Saw. secara berkelompok, mereka berkata kepada Ka’ab: “Wahai
Ka'ab, menurutmu apa yang akan dilakukan Muhammad terhadap kami?” Ka’ab
berkata: “Apakah kalian tidak berpikir dengan peristiwa yang terjadi di setiap
tempat? Tidakkah kalian tahu perasaan seorang penyeru yang tidak dihiraukan,
sehingga siapa saja di antara kalian yang dibawa kepadanya jangan diharap bisa
pulang? Demi Allah, dia akan membunuh kalian!”
Mereka terus digiring
dengan keras hingga mereka sampai pada Rasulullah Saw. Ketika Huyay bin Akhthab
musuh Allah itu dibawa, dia memakai pakaian berwarna seperti bunga, namun
tercabik-cabik di semua sudutnya agar tidak diambil kaum muslimin, sedang kedua
tangannya disatukan dengan diikat pada lehernya.
Ketika dia melihat
Rasulullah Saw., dia berkata: “Demi Allah, aku tidak menyalahkan diriku karena
memusuhimu, namun siapa saja yang meremehkan Allah, maka pasti Allah
meremehkannya.” Kemudian, dia menghadap pada orang-orang, lalu dia berkata:
“Wahai manusia, jangan sedih menghadapi perintah Allah, sebab kepatusan,
takdir, dan penyembelihan ini telah ditetapkan Allah kepada Bani Israil.”
Kemudian dia duduk, lalu dia pun lehernya dipenggal.
Kaum perempuan Bani
Quraizhah tidak ada yang dibunuh, kecuali satu orang saja. Sebab, perempuan itu
telah melemparkan batu penggiling kepada Khallad bin Suwaid, hingga Khallad
terbunuh. Sedang kaum perempuan yang lain dan anak-anak mereka dibagi-bagikan di
antara kaum muslimin. Rasulullah Saw. membawa bagian Negara ke Najd untuk
dijual di sana. Kemudian dari hasil penjualan itu dibelikan senjata dan kuda
untuk dijadikan perlengkapan kaum muslimin dalam perang ketika menghadapi
musuh-musuh Negara Islam.
Jelas sekali bahwa
Sa'ad bin Mu’adz dalam menetapkan keputusannya ini berpedoman pada kaidah
perlakuan yang sama antar negara menurut Islam. Sebab, seperti ini juga
keputusan yang akan diambil orang-orang Yahudi terhadap musuh-musuh mereka,
apabila mereka menguasainya…
Rasulullah Saw.
memilih untuk beliau sendiri salah seorang wanita Bani Quraizhah yang bernama
Raihanah bintu Amr bin Junafah. Dia tetap dalam kepemilikan (menjadi budak)
Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah Saw. pernah menawarkan diri untuk
menikahinya dan memasangkan hijab padanya, namun dia berkata: “Wahai
Rasulullah, biarkan aku tetap dalam kapemilikanmu, sebab hal ini yang lebih
baik bagiku dan bagimu.” Rasulullah Saw. akhirnya tetap membiarkan status
budaknya.
Selama Raihanah bintu
Amr bin Junafah ini berada dalam kekuasaan Rasulullah, ia tetap memilih
beragama Yahudi, dan tidak mau masuk Islam. Akhirnya, Rasulullah Saw.
melepaskannya, dan perkara Raihanah ini telah membuat beliau merasa sedih.
Pada saat Rasulullah
Saw. sedang bersama para sahabatnya, tiba-tiba dari belakang beliau terdengar
suara dua sandal, lalu beliau bersabda: “Ini pasti Tsa'labah bin Sa’yah yang
akan menyampaikan berita gembira kepadaku tentang masuk Islamnya Raihanah.” Ternyata
betul, Tsa'labah mendekatinya, lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah, Raihanah
telah masuk Islam.” Rasulullah Saw. sangat gembira mendengar berita masuk
Islamnya Raihanah.
f. Kerugian Kaum Muslimin
Ketika mengepung Bani
Quraizhah di antara kaum muslimin yang syahid adalah Khallad bin Suwaid yang
dilempar dengan batu penggiling hingga meninggal dan Abu Sinan bin Muhshin
semoga Allah meridhai keduanya. Keduanya dikebumikan di pekuburan Bani
Quraizhah.
g. Kisah Bani Quraizhah dalam
al-Qur'an
Allah Swt. menurunkan
kronologis perang Bani Quraizhah dalam al-Qur’an al-Karim pada surat al-Ahzab.
Dalam surat ini Allah Swt. menyebutkan musibah yang menimpa kaum muslimin,
nikmat-Nya kepada mereka, dan jaminan-Nya kepada mereka, ketika Allah menghilangkan
musibah tersebut dari mereka, setelah adanya ucapan orang-orang munafik:
“Hai orang-orang yang
beriman, ingatlah kalian akan nikmat Allah kepada kalian ketika datang kepada
kalian tentara-tentara, (Mereka adalah orang-orang kafir Quraisy, Ghothfan dan
Bani Quraizhah ketika perang Ahzab) lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan
dan tentara yang tidak dapat kalian lihat. (Yaitu para malaikat). Dan Allah itu
Maha Melihat akan apa yang kalian kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepada
kalian dari atas kalian dan dari bawah kalian, (Orang-orang yang datang kepada
kalian dari atas kalian adalah Bani Quraizhah, sedang orang-orang yang datang
kepada kalian dari bawah kalian adalah orang-orang kafir Quraisy dan Ghothafan)
dan ketika tidak tetap lagi penglihatan dan hati kalian naik menyesak sampai ke
tenggorokan dan kalian menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya)
dengan goncangan yang sangat.
Dan (ingatlah) ketika
orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata:
“Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.”
(Mu'attib bin Qusyair ketika bersama kelompoknya berkata: “Dahulu Muhammad
menjanjikan kami harta simpanan Kisro dan Kaisar. Sekarang, apa yang terjadi,
keluar untuk buang hajat saja salah seorang di antara kami tidak merasa aman.”)
Dan (ingatlah) ketika
segolongan di antara mereka berkata: “Hai Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat
bagi kalian, maka kembalilah kalian.” Dan sebagian dari mereka minta izin
kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, "Sesungguhnya
rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Dan rumah-rumah itu sekali-kali
tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. Kalau diserang dari
segala penjuru, (Yakni, kalau Madinah diserang dari segala penjuru) kemudian
mereka diminta fitnah niscaya mereka mengerjakannya, (Yang dimaksud dengan
fitnah adalah kembali pada syirik) dan mereka tidak akan menundanya melainkan
dalam waktu yang singkat.
Dan sesungguhnya
mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah (bahwa) mereka tidak akan
berbalik ke belakang (mundur).” (Mereka adalah Bani Haritsah, pada saat perang
Uhud, mereka lari dari medan perang, setelah itu mereka berjanji kapada
Rasulullah Saw. untuk tidak lari lagi dari medan perang untuk selamanya) Dan
adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya. Katakanlah,
“Lari itu sekali-kali tidak berguna bagi kalian, jika kalian melarikan diri
dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kalian terhindar dari kematian) kalian
tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” Katakanlah,
“Siapakah yang dapat melindungi kalian dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki
bencana atas kalian atau menghendaki rahmat untuk diri kalian?”
Dan orang-orang
munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.”
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara
kalian. Dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah kepada
kami.” Dan mereka tidak mendatangi perang melainkan sebentar. (Mereka itu
adalah orang-orang munafik) Mereka bakhil terhadap kalian apabila datang
ketakutan, kamu lihat mereka memandang kepada kalian dengan mata yang
terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati. Dan apabila
ketakutan telah hilang, mereka mencari kalian dengan lidah yang tajam, sedang
mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah
menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi. Dan
jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin
berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanyakan tentang
berita-berita kalian, (itu dikarenakan mereka bersikap pengecut dan sangat
lemah imannya) dan sekiranya mereka berada bersama kalian, mereka tidak akan
berperang melainkan sebentar saja.
Sesungguhnya telah ada
pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) bari Kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. Dan tatkala orang-orang Mu’min melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata, inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita,
dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Dan yang demikian itu tidaklab menambah
kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.
Di antara orang-orang
Mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada
Allah, maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada yang
menunggu-nunggu. Dan sedikitpun mereka tidak mengubah (janjinya). Supaya Allah
memberikan balasan kepada orang-orang yang benar karena kebenarannya, dan
menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka.
Sesungguhnya Allah itu
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu
yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh
keuntungan apapun. (Yaitu orang-orang kafir Quraisy dan Ghathafan) Dan Allah
menghindarkan orang-orang Mu’min dari perang. Dan Allah itu Maha Kuat lagi Maha
Perkasa.
Dan Dia menurunkan
orang-orang Ahli Kitab yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari
benteng-benteng mereka. (Yaitu Bani Quraizhah) Dan Dia memasukkan rasa takut ke
dalam hati mereka; sebagian mereka kalian bunuh dan sebagian yang lain kalian
tawan. Dan Dia mewariskan kepada kalian tanah-tanah, rumah-rumah, harta benda
mereka, dan tanah (Yaitu tanah Khaibar) yang belum kalian injak. Dan Allah itu
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (TQS. al-Ahzab [33]: 9-27)
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press