Oleh:
Rokhmat S. Labib, MEI
“Dan
supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang
musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap
Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah
memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka Neraka Jahannam. Dan
(Neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. Dan kepunyaan Allah-lah
tentara langit dan bumi. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(TQS. al-Fath [48]: 6-7)
Dalam
ayat sebelumnya diterangkan tentang balasan di akhirat bagi orang-orang yang
Mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka akan dimasukkan ke dalam Surga yang
di bawahnya ada sungai mengalir. Mereka pun kekal di dalamnya. Sebelumnya,
kesalahan-kesalahan mereka pun ditutupi.
Ayat
ini kemudian memberitakan tentang balasan yang bakal diterima oleh orang
munafik dan musyrik.
Ditimpakan Azab
Allah
SWT berfirman: Wa yu'adzdziba al-munaafiqiin
wa al-munaafiqaat wa al-musyrikiin wa al-musyrikaat (dan supaya Dia
mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik
laki-laki dan perempuan). Huruf al-wawu
di awal ini merupakan 'athf yang
memberikan tambahan terhadap kalimat dalam ayat sebelumnya: liyud-hila (agar Dia memasukkan). Ayat
ini menambahkan berita tentang orang-orang munafik dan musyrik. Diberitakan
bahwa Allah SWT mengazab orang-orang munafik dan musyrik, baik laki-laki maupun
perempuan.
Al-munaafiqiin
adalah orang-orang yang memiliki sifat al-nifaaq.
Ibnu Katsir ketika menerangkan QS al-Baqarah [2]: 8 mengatakan bahwa pengertian
al-nifaaq adalah izh-haar al-khayr wa israar al-syarr (menampakkan kebaikan dan
menyembunyikan keburukan). Sifat nifak itu ada dua jenis. Pertama, nifaaq i'tiqaadi,
kemunafikan yang mengikut keyakinan. Ditegaskan Ibnu Katsir, pelaku nifak yang
bersifat i'tiqaad ini kekal di Neraka.
Kedua, nifaaq ‘amaliyy, kemunafikan yang
menyangkut amal perbuatan. Menurut Ibnu Katsir, nifak jenis ini terkategori
sebagai dosa paling besar. Mufassir tersebut juga menegaskan bahwa orang
munafik yang diberitakan dalam ayat tersebut (QS. al-Baqarah [2]: 8) dan
kelanjutannya adalah orang-orang yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan
kekufuran.
Sedangkan
al-musyrikiin adalah para pelaku al-syirk. Yakni orang-orang yang
menyekutukan Allah SWT. Istilah musyrik menunjuk orang-orang kafir selain ahli
kitab (Yahudi dan Nasrani), seperti Majusi, Shabiah, Hindu, Budha, dan
lain-lain. Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa ayat, seperti QS.
al-Bayyinah [98]: 6 dan al-Baqarah [2]: 105, yang menyebutkan bahwa orang-orang
kafir terdiri dari dua golongan, yakni golongan ahli kitab dan golongan
musyrik. Dengan demikian, yang dimaksud dengan orang musyrik adalah semua orang
kafir yang bukan termasuk ahli kitab.
Ditegaskan
ayat ini, mereka semua, baik yang munafik maupun musyrik, akan diazab Allah
SWT. Menurut Imam al-Qurthubi, azab tersebut adalah dengan menimpakan kesusahan
kepada mereka lantaran tingginya persatuan kaum Muslimin dan pemberian
kekuasaan kepada Nabi ﷺ,
baik dengan membunuh, menawan, dan memperbudak mereka.
Patut
dicermati, orang-orang munafik dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu
dibandingkan orang musyrik. Menurut Syihabuddin al-Alusi, itu disebabkan karena
orang munafik jauh berbahaya bagi kaum Muslimin.
Balasan Atas Persangkaan
Kemudian
dilanjutkan dengan firman-Nya: al-zhaanniin
bilLaah zhann al-saw‘ (yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah).
Ini merupakan sifat orang-orang munafik dan musyrik yang ditimpakan azab
tersebut. Mereka digambarkan memiliki al-zhann
atau persangkaan yang buruk terhadap Allah SWT. Dalam ayat ini disebutkan zhann al-saw‘. Menurut al-Khalil dan
Sibawaih, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, makna al-saw‘ di sini adalah al-fasaad
(busuk).
Diterangkan
Imam al-Qurthubi, mereka
menyangka Rasulullah ﷺ tidak
akan bisa kembali ke Madinah lagi. Demikian pula semua sahabat Nabi ﷺ yang keluar ke Hudaibiyyah.
Orang-orang musyrik itu pun menyangka Nabi ﷺ dan para sahabatnya binasa. Ini sebagaimana
firman Allah SWT: “Tetapi kamu menyangka
bahwa Rasul dan orang-orang Mukmin sekali-kali tidak akan kembali kepada
keluarga mereka selama-Iamanya” (TQS. al-Fath [48]: 12).
Abu
Bakar al-Biqa'i memberikan beberapa kemungkinan persangkaan buruk mereka.
Menurutnya, mereka
menyangka bahwa Allah SWT tidak menepati janjinya dengan tidak menolong
rasul-Nya dan para pengikutnya yang Mukmin. Bisa juga, Dia tidak akan
membangkitkan mereka. Atau, Dia tidak mengazab mereka meskipun mereka telah
menentang Rasulullah ﷺ dan
menyusahkan para pengikutnya.
Kemudian
disebutkan azab yang akan ditimpakan kepada mereka: 'Alayhim daairah al-saw‘ (mereka akan mendapat giliran [kebinasaan]
yang amat buruk). Jika memiliki persangkaan buruk terhadap Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, maka yang terjadi
justru sebaliknya. Keburukan itu justru akan menimpa mereka. Menurut al-Zamakhsyari,
kata al-saw‘ di sini bermakna al-halaak wa al-damaar (kebinasaan dan
kehancuran).
Kemudian
Allah SWT berfirman: Wa ghadhibalLaah
'alayhim (dan Allah memurkai). Yakni, Raja yang Maha Agung yang memiliki
sifat kesempurnaan dan kebagusan murka 'alayihim
(atas mereka). Menurut al-Biqa'i, ketika ada orang yang ditimpa keburukan namun
tidak dimurkai Allah SWT, maka penggalan ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT
pun memurkai mereka. Dituturkan al-Khazin, ini merupakan tambahan dalam azab
dan kebinasaan mereka.
Kemudian
Allah SWT berfirman: Wa la'anahum
(dan mengutuk mereka). Ayat ini menandaskan bahwa selain mendapatkan kemurkaan
Allah SWT, mereka juga dilaknati. Menurut al-Raghib al-Asfahani, al-la’n adalah mengusir dan menjauhkan
atas dasar kemarahan. Laknat dari Allah SWT di akhirat berupa hukuman,
sedangkan ketika di dunia berupa terputus menerima rahmat dan taufik-Nya. Dikatakan
al-Khazin, Allah SWT melaknat mereka dengan membuang mereka ke tempat yang
paling rendah, sehingga dijauhkan dari segala kebaikan.
Tak
hanya itu, mereka pun harus menerima hukuman lainnya yang amat pedih, yakni: Wa a'adda lahum Jahannam (serta menyediakan
bagi mereka Neraka Jahannam). Inilah yang disediakan untuk mereka di akhirat
kelak. Dengan demikian, azab yang ditimpakan kepada mereka tidak hanya di dunia,
namun juga di akhirat. Ini merupakan azab yang amat berat. Sebagaimana
ditegaskan dalam firman SWT selanjutnya: Wa
saaat mashir[an] (Dan [Neraka
Jahannam] itulah sejahat-jahat tempat kembali). Bahwa Jahannam merupakan tempat
kembali yang paling buruk.
Kemudian
Allah SWT berfirman: Wa lilLaah junuud
al-samaawaat wa al-ardh (dan kepunyaan Allah lah tentara langit dan bumi).
Menurut Ibnu Abbas junuud al-samaawaati (tentara
langit) adalah malaikat, sementara junuud
al-ardh adalah bumi. Diterangkan al-Jazairi, penggalan ayat ini memberikan
makna bahwa dengan bala tentara-Nya itu Dia menolong siapapun yang
dikehendaki-Nya dan mengalahkan semua siapapun yang dikehendaki-Nya.
Lalu
ditegaskan tentang kekuasaan-Nya dalam menghukum musuh-musuh Islam dari
kalangan orang-orang kafir dan munafik dengan firman-Nya: Wa kaanalLaah 'Aziiz[an] Hakiim[an] (Dan adalah Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana). Menurut al-Jazairi, ini memberikan makna bahwa Allah SWT
senantiasa menang dan tidak terkalahkan serta bijaksana dalam menghukum
musuh-musuh-Nya.
Demikianlah.
Orang-orang munafik dan orang musyrik akan diazab Allah SWT. Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]
Ikhtisar:
1.
Orang-orang munafik dan orang musyrik memiliki persangkaan buruk terhadap Allah
SWT. Mereka pun ditimpa dengan keburukan, mendapatkan murka, dilaknat, dan
disediakan azab di Neraka Jahannam.
2.
Allah SWT berkuasa untuk menolong siapapun yang dikehendaki-Nya dan
membinasakan siapapun yang dikehendaki-Nya.[]
Sumber:
Tabloid Media Umat edisi 193
Tidak ada komentar:
Posting Komentar