Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 07 Mei 2020

Menyingkap Watak Asli Orang Munafik - TAFSIR al-Fath: 15



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu;" mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah: "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya;” mereka akan mengatakan: "Sebenarnya kamu dengki kepada kami." Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.” (TQS. al-Fath [48]: 15)

Dalam ayat sebelumnya diberitakan tentang sikap orang-orang Arab Badui yang tidak mau menerima ajakan Rasulullah untuk berperang. Juga diterangkan tentang alasan yang mereka ucapkan dusta. Diungkap pula alasan sesungguhnya yang melatari sikap mereka itu.

Maunya Ada Ghanimah

Allah SWT berfirman: Sayaquulu al-mukhalafuuna idza [i]nthalaqtum ilaa maghaanima lita‘khudzuuhaa dzaruunaa nattabi'kum (orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan: "Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu").

Kata al-mukhalafuuna (orang-orang yang tertinggal) menunjuk kepada orang-orang Arab Badui yang diberitakan dalam ayat sebelumnya. Mereka disebut al-mukhalafuuna (orang-orang yang tertinggal) Iantaran tidak mau mengikuti ajakan Rasulullah untuk keluar ke Hudaibiyah. Demikian penjelasan al-Zamakhsyari dan Ibnu Katsir. Penolakan mereka sebenarnya karena mereka menyangka Rasulullah dan sahabatnya akan kalah di medan pertempuran dan tidak akan bisa kembali lagi ke Madinah.

Tapi perkiraan mereka meleset. Rasulullah bisa kembali ke Madinah dengan selamat. Peperangan memang urung terjadi. Rasulullah dan pemimpin Makkah menyepakati Perjanjian Hudaibiyah yang berisi perjanjian damai selama 10 tahun.

Di tengah perjalanan pulang dari Hudaibiyah ini turunlah ayat surat al-Fath yang di dalamnya terdapat janji Allah SWT kepada Rasulullah untuk memberikan kemenangan kepada beliau.

Tak lama setelah peristiwa itu, Rasulullah melakukan penaklukan Yahudi di Khaibar, benteng terakhir yang kuat milik kaum Yahudi di Jazirah Arab. Tempat itu juga dijadikan sebagai benteng perlindungan bagi Yahudi Bani Nadzir dan Bani Quraizhah setelah sebelumnya mereka terusir dari Madinah. Oleh karena itu, maksud dari frasa: idza [i]nthalaqtum ilaa maghaanima lita‘khudzuuhaa (apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan) adalah jika kamu berangkat perang ke Khaibar. Sebagaimana diterangkan para mufassir, yang dimaksud dengan maghaanim (harta ghanimah atau rampasan perang) di sini adalah ghanimah Perang Khaibar.

Diberitakan ayat ini, orang-orang Badui meminta agar diizinkan untuk ikut. Disebutkan, Dzaruunaa nattabi'kum (biarkan kami, niscaya kami akan mengikuti kamu). Yang dimaksud dengan mengikuti kamu adalah mengikuti kamu untuk berperang bersama kamu. Yakni, ikut perang ke Khaibar. Dikatakan Ibnu Jarir al-Thabari, "Biarkanlah kami untuk mengikuti kamu ke Khaibar, sehingga kami bersama kalian memerangi penduduknya." Penjelasan yang sama juga dikemukakan oleh al-Syaukani.

Menurut Ibnu Katsir, larangan tersebut merupakan hukuman terhadap mereka karena sebelumnya mereka menolak ajakan Rasulullah untuk memerangi musuh.

Kemudian disebutkan: Yuriiduuna an yubaddiluu kalaamaLlaah (mereka hendak mengubah janji Allah). Menurut Mujahid, Qatadah, dan Jubair, yang dimaksud dengannya adalah janji (Allah SWT) yang dijanjikan kepada ahl al-Hudaibiyah (orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah). Bahwa Allah SWT telah menjanjikan bahwa ghanimah Perang Khaibar itu dikhususkan untuk orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah.

Ibnu Jarir al-Thabari berkata, ”Maksudnya, mereka ingin mengubah janji Allah SWT kepada orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah; lantaran Allah SWT telah menjadikan harta ghanimah untuk mereka dan telah menjanjikan harta itu untuk mereka sebagai ganti harta ghanimah penduduk Makkah ketika mereka pulang karena ada perdamaian dan sama sekali tidak mendapatkan harta benda dari mereka."

Permintaan Mereka Ditolak

Terhadap permintaan mereka, Allah SWT berfirman: Qul lan tattabi’uunaa (katakanlah: ”Kamu sekali-kali tidak [boleh] mengikuti kami). Rasulullah diperintahkan untuk menolak permintaan mereka. Frasa: Lan tattabi'uunaa ini merupakan nafiy (kalimat berita yang menegasikan). Akan tetapi, mengandung makna nahy (larangan). Yakni, “Jangan mengikuti kami!" demikian dikatakan al-Syaukani dan al-Baidhawi. Menurut al-Alusi, ini berguna li al-mubaalaghah (untuk melebihkan).

Kemudian ditegaskan lagi: Kadzaalikum qaalaLlaah min qabl (demikian Allah telah menetapkan sebelumnya). Penolakan terhadap permintaan agar mereka diperbolehkan ikut perang di Khaibar itu juga merupakan ketentuan Allah SWT yang telah ditetapkan sebelumnya. Al-Syaukani berkata, "Yakni, sebelum kepulangan kami dari Hudaibiyah. Bahwa ghanimah Khaibar khusus untuk orang-orang yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah. Tidak ada bagian untuk orang-orang selain mereka.”

Ibnu Jarir al-Thabari juga berkata, ”Demikianlah yang difirmankan Allah SWT kepada kami sebelum kami pulang, bahwa ghanimah itu adalah khusus untuk orang-orang yang ikut bersama kami pada peristiwa Hudaibiyyah. Sedangkan kamu tidak termasuk orang yang ikut. Maka, kalian tidak boleh ikut bersama kami ke Khaibar karena ghanimah itu bukan untuk selain mereka.” Demikian dikatakan al-Thabari.

Watak Asli Mereka

Kemudian Allah SWT dalam firman-Nya: Fasayaquuna bal tahsuduunanaa (mereka akan mengatakan: ”Sebenarnya kamu dengki kepada kami"). Ayat ini memberitakan tentang jawaban mereka setelah permintaan mereka untuk ikut perang Khaibar ditolak. Mereka tidak menerima keputusan tersebut. Sebaliknya, mereka justru menyampaikan prasangka buruk terhadap umat Islam. Mereka menganggap bahwa penolakan tersebut disebabkan karena umat Islam memiliki sikap hasad (iri dengki) kepada mereka, "Kalian dengki kepada kami untuk ikut mendapatkan bagian dalam ghanimah.” Demikian penjelasan al-Baidhawi dan al-Alusi.

Kemudian Allah SWT berfirman: Bal kaanuu laa yafqahuuna illaa qaliil[an] (bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali). Artinya, mereka tidak mengetahui kecuali urusan dunia. Ada juga yang mengatakan, ”Mereka tidak mengetahui urusan agama kecuali sedikit, yakni meninggalkan perang.” Demikian dikatakan al-Qurthubi.

Demikianlah. Orang-orang Arab Badui itu sebelumnya menolak ajakan Rasulullah untuk berperang pada peristiwa Hudaibiyah. Mereka beralasan karena disibukkan oleh urusan harta dan keluarga. Akan tetapi pada perang Khaibar mereka justru meminta untuk diikutkan. Motivasi yang mendorong mereka untuk ikut jelas bukan karena ingin mendapatkan ridha Allah. Mereka hanya ingin mendapatkan bagian ghanimah. Maka ketika permintaan mereka ditolak, watak asli mereka muncul. Mereka tidak menerima keputusan itu. Sebaliknya, mereka bahkan menuduh Rasulullah dan orang-orang Mukmin dengki terhadap mereka. Sikap mereka itu jelas menunjukkan penolakan terhadap ketetapan Allah SWT sekaligus kebodohan mereka. Kebodohan itu tercermin pada orientasi hidup mereka yang hanya sebatas dunia sehingga tidak memperhatikan urusan agama dan akhirat. Semoga kita dijauhkan darinya. WaLlaah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Orang-orang munafik Badui meminta diperbolehkan ikut perang ketika perang itu menjanjikan kemenangan dan ghanimah.

2. Permintaan mereka ditolak sebagai hukuman atas penolakan mereka sebelumnya.

3. Watak asli mereka semakin terungkap setelah permintaan mereka ditolak.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 200


Orang-orang Badui itu berprasangka buruk kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan menolak perintah, itu menunjukkan bahwa mereka adalah munafik (lihat: QS. al-Fath [48]: 6), mereka adalah kaum yang binasa (QS. al-Fath [48]: 12), dan kafir (QS. al-Fath [48]: 13). Mereka akan diadzab jika tidak bertaubat (QS. al-Fath [48]: 16).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam