Persoalan transportasi di negeri ini memang tak pernah usai. Pada 22 Maret 2016 di beberapa tempat di Jakarta terjadi demonstrasi ribuan pengemudi taksi yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah sehingga mulai kalah bersaing dengan taksi berbasis aplikasi online. Taksi konvensional diharuskan mengikuti UU No. 22 tahun 2009 yang membebani berbagai pajak. Sementara hukum tersebut tidak mengatur taksi online. Pengaturan pertaksian seharusnya menggunakan sistem aturan Islam.
Taksi
adalah jenis kendaraan transportasi publik untuk disewa dengan seorang sopir,
digunakan oleh satu penumpang atau sekelompok kecil penumpang. Taksi mengantar
penumpang dari dan ke lokasi yang mereka pilih. Ini berbeda dengan moda
transportasi lainnya di mana lokasi jemput dan tujuan ditentukan oleh penyedia
jasa, bukan oleh penumpang.
Jasa
taksi adalah boleh menurut hukum Islam. Penyedia jasa taksi tidak perlu izin
kepada negara untuk melakukan usaha jasa taksinya sebagaimana jual-beli dan
media massa. Tiap pekerjaan yang halal, maka hukum mengontraknya adalah halal
pula. Sehingga transaksi tersebut boleh dilakukan. Syarat sah dan tidaknya
transaksi tersebut adalah bahwa jasa dalam kontrak adalah jasa yang mubah.
Tidak diperbolehkan mengadakan kontrak untuk melakukan jasa yang diharamkan.
Sehingga, tidak diperbolehkan mengadakan kontrak jasa untuk mengangkut minuman
keras, mengangkut narkoba, dll. Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Anas Bin
Malik yang artinya: “Rasulullah Saw. melaknat
dalam masalah khamer sepuluh orang, yaitu: pemerasnya, orang yang diperaskan,
peminumnya, pembawanya, orang yang dibawakan, orang yang mengalirkannya,
penjualnya, pemakan keuntungannya, pembelinya, termasuk orang yang dibelikan.”
Allah
SWT berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى
الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa,
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS.
al-Maidah [5]: 2)
Islam
telah mengharamkan pajak seperti pajak penghasilan badan usaha, PPH pribadi,
dan pajak pertambahan nilai yang diwajibkan kepada orang kaya maupun miskin
secara langsung atau tidak langsung. Pajak di dalam Islam hanya diwajibkan
terhadap orang-orang Muslim kaya saja dan tidak diwajibkan kepada orang-orang
miskin. Dan pajak di dalam Islam itu hanya dipungut secara temporer, hanya
dipungut untuk pembiayaan yang bersifat wajib bagi kaum Muslim ketika sumber
pendapatan lainnya tidak mencukupi, bukan terus menerus.
Di
dalam sistem Islam, terdapat pemasukan besar dari zakat yang masuk ke kas
pendapatan baitul mal kaum muslim yang akan dibelanjakan untuk delapan golongan
yang berhak menerima zakat. Juga terdapat pendapatan dalam jumlah besar dari
kepemilikan umum seperti minyak, gas, batubara, barang tambang untuk memenuhi
belanja negara. Mestinya dengan adanya potensi berlimpah itu negara tidak boleh
mewajibkan berbagai macam pajak kepada masyarakat umum. Rasulullah Saw. telah
memperingatkan siapa saja yang memungut pajak itu dan mengancamnya dengan
Neraka. Rasul Saw. bersabda:
لاَ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
“Tidak akan masuk Surga orang yang memungut
cukai/pajak.” (HR. Ahmad dan Ad Darimy)
Khilafah
juga tidak akan menetapkan biaya apapun dalam pelayanan publik, seperti biaya
kesehatan, pendidikan termasuk pelatihan, dan keamanan. Semuanya diberikan
dengan gratis, dan terbaik. Begitu juga negara tidak akan memungut biaya-biaya
administrasi seperti biaya pembuatan SIM, KTP, KK, proses peradilan, biaya kir
(pemeriksaan kendaraan), dan sebagainya. Karena semuanya itu sudah menjadi
kewajiban negara kepada rakyatnya. Paradigma negara Khilafah adalah ri’ayatu syu’un al-ummah (mengurus urusan
umat) bukan paradigma bisnis, untung dan rugi.
Dalam
menjamin penerapan hukum-hukum Syariah untuk mencegah kedzaliman maka negara
Khilafah dengan Qadhi Hisbah-nya akan
memastikan:
(1)
Mobil taksi dikemudikan oleh sopir yang berkemampuan. Negara akan mewajibkan
bahwa seorang sopir mobil telah menjalani pelatihan dan telah lulus ujian
kemampuan mengendarai mobil sehingga mendapatkan surat izin mengemudi.
(2)
Mobil taksi telah lulus uji kelayakan kendaraan. Mobil yang tidak layak diduga
kuat dapat menimbulkan bahaya. Rasul Saw. bersabda:
لاَ ضَرَرَ
وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh ada dharar (bahaya) dan tidak boleh ada
yang membahayakan.” (HR. Ibn Majah, Ahmad, ad-Daraquthni)
(3)
Taximeter atau argo -yaitu alat yang dipasang pada taksi yang menghitung ongkos
jasa taksi berdasarkan jarak yang ditempuh maupun kombinasi jarak dan waktu
tunggu- yang digunakan taksi mendapatkan pemeriksaan mengenai keakuratannya
sehingga tidak terjadi kedzaliman. Rasul Saw. bersabda:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Siapa yang menipu maka ia bukan bagian dari golongan
kami.” (HR. Muslim)
لا يَحِلُّ
مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلا بِطِيبِ نَفْسِهِ
“Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan
kerelaannya.” (HR. Ahmad, al-Baihaqi dan ad-Daraquthni)
Tarif
jasa taksi harus jelas di awal bagi penyedia jasa maupun konsumen sehingga
transaksinya diridhoi kedua pihak, tidak fasid/rusak.
Diriwayatkan
dari Abi Sa’id:
نَهَى عَنْ
اِسْتئجَارِ الأَجِيْر حَتّى يَتَبَيّنَ لَهُ اَجْرهُ
“Bahwa Nabi Saw. melarang mengontrak seorang ajiir
hingga upahnya jelas bagi ajiir tersebut.” (HR. Imam Ahmad)
Taksi
biasanya menggunakan mobil berjenis sedan serta minibus/ van yang berkapasitas
penumpang antara 4 hingga 6 orang. Dari segi bentuk kendaraannya dapat
diketahui bahwa taksi termasuk transportasi ruang privat di mana hanya
penumpang yang menyewa taksi saja yang bisa memanfaatkannya dan mencegah orang
lain untuk ikut menumpang taksi yang disewa. Hal ini berbeda dengan bus kota di
mana siapapun yang ingin menggunakan jasa bus bisa ikut naik bus.
Dalam
hal ruang privat maka berlaku hukum-hukumnya. Di antaranya:
Dilarang
ber-khalwat misalnya sopir taksi adalah
laki-laki sementara penumpangnya seorang perempuan bukan mahram. Namun boleh
jika perempuan itu disertai mahramnya maupun suaminya atau bersama-sama dalam
jamaah perempuan yang saling menjaga yang terdiri dari minimal 3 perempuan di
dalam mobil.
Khalwat artinya adalah bertemunya dua
lawan jenis secara menyendiri (al-ijtimâ’ bayna
itsnayni ‘ala infirâd) tanpa adanya orang lain selain keduanya di suatu
tempat; misalnya di tempat sepi, rumah, termasuk di dalam mobil. Khalwat diharamkan berdasarkan hadits
Nabi Saw.:
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat
dengan seorang wanita, kecuali wanita itu disertai dengan mahram-nya.” (HR.
al-Bukhari)
Demikian
pula seorang sopir perempuan tanpa mahram dilarang berpenumpang seorang
laki-laki.
Interaksi
pria-wanita seharusnya merupakan interaksi umum, bukan interaksi khusus.
Interaksi
khusus yang tidak dibolehkan ini misalnya pria dan wanita yang bukan mahram-nya mengobrol hal-hal yang bukan
merupakan keperluan yang syar’i, pergi bertamasya bersama, saling bersentuhan.
Tidak dibolehkan pula penumpang taksi adalah laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram sebab itu merupakan campur-baur dalam ruang privat tanpa keperluan
syar’i.
Jika
seorang perempuan yang akan bepergian menggunakan taksi tidak mendapatkan
mahram ataupun tidak bersama jamaah perempuan maka negara maupun swasta bisa
menyediakan jasa taksi khusus perempuan.
Demikianlah,
Islam merupakan panduan yang lengkap untuk umat manusia. Sebagaimana Allah Swt.
dahulu memerintahkan Nabi Dawud as. untuk menerapkan hukum-hukum dari-Nya:
يَا دَاوُودُ
إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ
وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Wahai
Daud sesungguhnya kami menjadikan engkau sebagai Khalifah di bumi maka
hukumilah manusia dengan kebenaran dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu
sehingga ia menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Shad [38]: 26)
demikian
pula Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad Saw. dan umatnya untuk menerapkan
hukum yang berasal dari wahyu Allah termasuk dalam kebijakan negara. Firman
Allah SWT:
﴿فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِن الْحَقِّ﴾
“Putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu.” (QS. al-Maidah [5]: 48)
Daftar
bacaan:
hizbut-tahrir.or.id/2013/08/30/al-uqubat/
hizbut-tahrir.or.id/2010/02/09/bolehkah-wanita-berkendaraan-dengan-sopir-pribadi/
hizbut-tahrir.or.id/2010/11/02/ht-pakistan-pemaksaan-pajak-lalim-oleh-pemerintah-adalah-haram/
hizbut-tahrir.or.id/2010/02/25/islam-memuliakan-pekerja-rumah-tangga-prt/
hizbut-tahrir.or.id/2015/12/24/kebijakan-khilafah-dalam-urusan-pajak/
hizbut-tahrir.or.id/2012/08/23/tidak-boleh-ada-dharar/
Terjemahan
An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm
Disusun
oleh Annas I. Wibowo, SE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar