Unduh BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 11 Maret 2020

Tanda Kebesaran Allah - TAFSIR al-Furqan: 53



Oleh: Rokhmat S. Labib, MEI

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (TQS. al-Furqan [25]: 53).

Amat banyak realitas tergelar di alam semesta yang menjadi tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Tak hanya dapat melahirkan dan mengokohkan keimanan kepada-Nya, namun sekaligus juga menjadi kenikmatan besar bagi manusia.

Di antaranya adalah adanya air tawar dan air asin. Keduanya amat diperlukan oleh manusia dan kehidupan. Oleh Allah SWT, dua jenis air itu, meskipun keduanya bertemu, akan tetapi keduanya tidak saling merusak. Yang tawar tetap tawar, dan yang asin tetap asin. Di antara keduanya terdapat dinding pemisah. Inilah tanda kebesaran Allah SWT sekaligus nikmat-Nya atas manusia yang diingatkan oleh ayat ini.

Dua Jenis Air

Allah SWT berfirman: Wahuwa al-ladzii maraja al-bahrayn (dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir [berdampingan]). Dalam ayat sebelumnya, tepatnya ayat 48, manusia diingatkan tentang kenikmatan berupa angin yang dikirimkan Allah SWT dengan membawa kabar gembira berupa hujan yang turun setelah itu. Air hujan yang diturunkan itu sangat bersih, sehingga sebagaimana diterangkan para mufassir, air tersebut suci dan menyucikan. Di samping itu, dengan air tersebut Allah SWT menghidupkan tanah yang mati dan gersang; dan dijadikan sebagai minuman oleh binatang dan manusia.

Kemudian dalam ayat ini diberitakan adanya al-bahrayn yang dialirkan oleh Allah SWT dan saling berdampingan. Menurut Imam al-Qurthubi, ayat ini kembali mengingatkan nikmat-nikmat Allah. Fakhruddin al-Razi dan al-Syaukani berkata, ”Ini merupakan jenis keempat yang menunjukkan bukti-bukti kebenaran tauhid."

Kata al-bahr, menurut al-Raghib al-Asfahani, pada asalnya menunjuk semua tempat luas yang menghimpun air yang amat banyak. Dijelaskan pula oleh Fakhruddin al-Razi, air yang banyak dan luas itu disebut bahrayn. Bertolak dari pengertian tersebut, maka kata al-bahr mencakup laut, danau yang luas, dan sungai yang besar. Semua dapat dikategorikan sebagai al-bahr. Penyebutan kata al-bahrayni dalam ayat ini yang meliputi dua jenis air, yakni air tawar dan air asin semakin memperkuat kesimpulan tersebut.

Masih menurut al-Asfahani, ada pula sebagian yang berpendapat bahwa al-bahr adalah air yang asin, bukan yang tawar. Ini berarti, kata tersebut hanya untuk menyebut laut. Sebab, yang airnya asin adalah laut. Lalu mengapa dalam ayat ini disebutkan al-bahrayn (dua laut), yang mencakup air tawar dan air asin? Menurut mereka, ini sebagaimana kata al-syams (matahari) dan al-qamar (bulan) ketika keduanya dinyatakan secara bersamaan disebut al-qamaraani (dua bulan).

Sedangkan kata maraja, menurut al-Razi pada asalnya bermakna al-irsaal wa al-khalth (melepaskan dan mencampuradukkan). Ini sebagaimana firman Allah SWT: Fahum fii amr[in] mariij (maka mereka berada dalam keadaan kacau-balau, QS. Qaff [50]: 5). Tak jauh berbeda, al-Syaukani juga memaknainya sebagai khallaa wa khalatha wa arsala (membiarkan, membaurkan, dan melepaskan). Mujahid berkata, “Melepaskan keduanya dan mengalirkan yang satu kepada yang lainnya.”

Kemudian Allah SWT berfirman: Hadzaa 'adzb[un] furaat wa hadzaa milh ujaaj (yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit). Ini merupakan penjelasan tentang dua laut yang saling bertemu. Pertama, 'adzb[un] furaat (air tawar lagi segar). Pengertian 'adzb[un], adalah tawar. Sedangkan kata furaat merupakan puncak dari rasa tawar, hingga menjadi manis.

Kedua, milh ujaaj (yang lain asin lagi pahit). Kata ujaaj merupakan kebalikan dari furaat. Demikian dikatakan al-Razi.

Dipisahkan Dinding Pembatas

Kemudian Allah SWT berfirman: Waja'ala baynahumaa barzakh[an] (dan Dia jadikan antara keduanya dinding). Meskipun keduanya bertemu, akan tetapi di antara keduanya dibuat barzakh. Kata barzakh bermakna al-haajiz (penghalang, pemisah). Yakni, pemisah yang dijadikan Allah SWT dengan kekuasaan-Nya untuk memisahkan antar kedua jenis air itu dan mencegah keduanya bercampur-baur. Demikian menurut al-Syaukani.

Ditegaskan Iagi dalam firman-Nya: Wahijr[an] mahjuur[an] (dan batas yang menghalangi). Frasa tersebut bermakna satr[an] mastuur[an] (tabir yang ditutupi), mencegah salah satunya bercampur-baur dengan yang lain. Demikian dikatakan al-Syaukani. Menurut al-Alusi, maksud darinya adalah tetapnya kedua jenis air dengan sifatnya masing-masing, yang tawar maupun yang asin. Air yang tawar (di sungai besar, -pen.) tidak berubah menjadi asin. Demikian juga sebaliknya, air yang asin (di laut) tidak berubah menjadi tawar.

Tentang adanya dua air yang bertemu dan keduanya dipisahkan dinding penyekat sehingga tidak saling melampaui juga diberitakan dalam firman Allah SWT: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing” (TQS. al-Rahman [55]:19-20). Juga firman-Nya: “Dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?” (TQS. al-Naml [27]: 61).

Kenikmatan

Ayat ini memberitakan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah SWT atas alam semesta, sekaligus mengingatkan kenikmatan besar yang dianugerahkan-Nya kepada manusia. Seperti telah diketahui, di bumi ini terdapat dua jenis air, yakni air tawar dan air asin yang mengandung garam. Air tawar berada di sungai, danau, telaga, sumur, dan berbagai sumber mata air di daratan. Sedangkan air asin berada di laut.

Air tawar merupakan kebutuhan utama yang harus selalu tersedia untuk kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air. Selain itu, air tawar juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, membersihkan kotoran, dan lain-lain. Air tawar juga digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, dan lain-lain.

Tidak hanya bagi manusia, air tawar juga merupakan bagian yang amat penting bagi tumbuh-tumbuhan, binatang, dan lain-lain. Tanpa air tawar yang tersedia cukup semua mahluk hidup di permukaan bumi akan musnah.

Oleh karena itu, keberadaan air tawar merupakan kenikmatan tak terhingga bagi manusia. Maka, sudah sepantasnya manusia bersyukur atasnya. Allah SWT berfirman: “Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (TQS. al-Waqi'ah [56]: 68-70).

Sedangkan air laut dimanfaatkan oleh para penambang garam untuk menghasilkan garam berkualitas. Tanpa air laut tidak mungkin ada garam yang sering kita konsumsi pada makanan kita. Garam memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita seperti magnesium dan lain-lain. Air laut juga merupakan tempat pembusukan dan penghancuran bahan baku biologis.

Demikianlah. Allah SWT menciptakan air tawar dan air asin. Dalam tempat tertentu, keduanya bertemu. Akan tetapi, pertemuan itu tidak membuat keduanya menjadi saling merusakkan. Semua hanya terjadi atas kekuasaan dan kemurahan Allah SWT. Mengapa masih ada manusia yang mengingkari kekuasaan-Nya dan menolak bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya? Wal-Laah a'lam bi al-shawaab.[]

Ikhtisar:

1. Air dari daratan dan air laut dibiarkan Allah SWT saling bertemu, tetapi keduanya tidak bercampur.
2. Keberadaan air air tawar dan air laut merupakan kenikmatan besar bagi manusia.[]

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 157
---


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=217612919427467&id=100035362820806

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Download BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam